BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan jangka panjang perusahaan adalah untuk mengoptimalkan nilai perusahaan (Aditama, 2013). Tingginya nilai perusahaan dapat menggambarkan kesejahteraan pemilik perusahaan. Nilai perusahaan merupakan suatu kondisi tertentu yang telah dicapai oleh suatu perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah melalui suatu proses kegiatan selama beberapa tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan sampai dengan saat ini. Nilai perusahaan yang selalu meningkat adalah sebuah prestasi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Tingginya nilai perusahaan dapat menggambarkan kesejahteraan pemilik dan pemangku kepentingan dalam perusahaan. Nilai kekayaan dapat dilihat melalui perkembangan harga saham (common stock) perusahaan di pasar (Harmono, 2011:1). Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Larasati (2011), untuk mencapai tujuan tersebut para pemegang saham (sebagai principal) bisa mempercayakan pengelolaan perusahaan kepada profesional (pihak manajerial) untuk bekerja meningkatkan nilai kepentingan pemegang
saham.
Tujuan
manajemen
keuangan
perusahaan
adalah
memaksimalkan kekayaan para pemegang saham, yang berarti meningkatkan nilai perusahaan yang merupakan ukuran nilai objektif oleh publik dan orientasi pada kelangsungan hidup perusahaan (Harmono, 2011:1).
1 Universitas Sumatera Utara
Pada hakikatnya manajer harus mengambil keputusan terbaik untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham dengan cara memaksimalkan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Akan tetapi seringkali terjadi konflik antara pemegang saham dan manajer karena berbeda kepentingan. Konflik kepentingan terjadi ketika manajer lebih cenderung menempatkan kepentingan pribadi dan kesempatan investasi yang unprofitable diatas kepentingan perusahaan, terutama kepentingan pemegang saham sehingga menimbulkan masalah yang disebut agency conflict (Sugiarto, 2011). Hal ini dapat menimbulkan penurunan terhadap nilai perusahaan. Sofyaningsih dan Hardiningsih (2011) mengungkapkan bahwa penyebab konflik antara pemegang saham dan manajer adalah pada saat pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana (financing decision) dan
pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana tersebut
diperoleh dan kemana dana tersebut diinvestasikan. Untuk itu pemegang saham perlu melakukan pengawasan terhadap perilaku manajer. Dalam mengawasi kinerja manajer pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang disebut dengan agency cost. Biaya ini akan digunakan untuk mengawasi dan memonitori kinerja daripada manajer agar tidak mementingkan kepentingan pribadi melainkan untuk kepentingan perusahaan termasuk pemegang saham. Kepemilikan institusional merupakan salah satu dari struktur kepemilikan yang dapat mengurangi besarnya agency cost. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh lembaga yang berbadan hukum seperti bank, asuransi, institusi pemerintahan dan sebagainya. Pada umumnya pihak institusional
2 Universitas Sumatera Utara
bertindak sebagai pengawas dalam perusahaan. Dengan adanya kepemilikan institusional didalam perusahaan maka akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih maksimal terhadap kinerja manajer. Kekuasaan yang dimiliki pihak institusional untuk mengawasi manajer sangat bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen (Susanti dan Mildawati, 2014). Dengan mensejajarkan kepentingan antara pemegang saham, pihak manajer, dan kepemilikan institusional, maka diharapkan pengambilan keputusan dalam setiap aktivitas didalam perusahaan dapat dilakukan secara fair. Sehingga mengurangi adanya konflik kepentingan didalam perusahaan yang akan berdampak kepada meningkatnya kesejahteraan pihak-pihak yang bersangkutan didalam perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai perusahaan yang dapat diukur dari harga saham perusahaan di pasar. Harga saham merupakan harga yang mau dikeluarkan oleh investor sebagi bukti kepemilikan perusahaan (Nasehah dan Widyarti, 2012). Semakin tinggi harga saham perusahaan di pasar maka nilai perusahaan juga akan meningkat, sebaliknya ketika harga saham perusahaan di pasar rendah maka nilai perusahaan juga akan ikut turun. Harga saham merupakan salah satu indikator yang mencerminkan baik atau tidaknya kinerja sebuah perusahaan. Pergerakan harga saham akan mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan tersebut. Minat investor tergantung pada tinggi rendahnya harga saham di pasar. Kinerja perusahaan yang
3 Universitas Sumatera Utara
baik akan direspon secara positif oleh investor dilihat dari banyaknya permintaan akan saham perusahaan. Apabila permintan akan saham meningkat maka harga saham juga akan melambung naik, tentu hal ini juga akan mempengaruhi nilai perusahaan. Berikut perkembangan harga saham perusahaan makanan dan minuman selama periode 2010 sampai 2015. Tabel 1.1 Harga Saham Perusahaan Makanan dan Minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2015 (Dalam Rupiah) No
Nama Perusahaan
Tahun 2010
2011
2012
2013
2014
2015
274.950 120.000
359.000
740.000
1.200.000
12.100
8.650
111.500
255.000
380.000
390.000
5.200
1
PT. Multi Bintang Indonesia Tbk
2
PT. Delta Djakarta Tbk
3
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk
4.875
4.600
5.850
6.600
6.750
5.175
4
PT. Nippon Indosari Corporindo Tbk PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk
2.650
3.325
6.900
1.020
1.385
1.265
1.210
1.080
1.330
4.500
3.720
3.945
5
Sumber: Laporan Keuangan Tahunan Setiap Perusahaan
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa secara keseluruhan data tersebut memperlihatkan persaingan di industri makanan dan minuman sangat ketat, hal tersebut dapat dilihat dari harga saham setiap perusahaan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Harga saham PT Multi Bintang Indonesia Tbk pada tahun 2014 bukan mengalami penurunan harga, tetapi perusahaan tersebut melakukan kebijakan pemecahan nilai nominal saham (stock split) dari Rp 1000 per saham menjadi Rp 10 per saham. Hal serupa juga dilakukan oleh PT Delta Djakarta Tbk pada tahun 2015, melakukan stock split dari Rp 1000 per saham menjadi Rp 20 per saham.
4 Universitas Sumatera Utara
Tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan adalah rasio profitabilitas dan yang paling umum digunakan adalah Return on Assets (ROA). Rasio ini melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan (Meilani dan Putri, 2014). Angka ROA merupakan ukuran keberhasilan yang telah berhasil dicapai oleh perusahaan. Semakin besar angka ROA berarti kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba juga akan semakin besar. Perkembangan sektor industri barang konsumsi pada sub sektor makanan dan minuman dapat digunakan untuk melihat perkembangan ekonomi suatu negara terutama Indonesia karena didalamnya mencakup kebutuhan masyarakat. Perkembangan sub sektor makanan dan minuman dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja perusahaan secara keseluruhan. Dengan semakin ketatnya persaingan antar perusahaan makanan dan minuman maka setiap perusahaan berusaha untuk meningkatkan kinerja untuk mencapai tujuan meningkatkan nilai perusahaan dengan menghasilkan laba yang tinggi. Data yang diperoleh dari Kementrian Perindustrian, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) untuk industri makanan dan minuman setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa industri makanan dan minuman merupakan tempat penanaman modal yang menguntungkan bagi para investor, baik investor dalam negeri maupun investor asing.
5 Universitas Sumatera Utara
Peningkatan jumlah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) dari tahun ke tahun dapat dilihat pada gambar 1.1 sebagai berikut:
Sumber: Kemenperin
Gambar 1.1 Investasi Makanan dan Minuman
Peningkatan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) untuk industri makanan dan minuman tidak sejalan dengan jumlah perusahaan pada industri tersebut. Dimana dengan meningkatnya jumlah investasi tetapi malah mengurangi jumlah perusahaan yang ikut bersaing. Tercatat selama kurun waktu 2010 hingga 2015 terdapat tiga perusahaan yang keluar dari sub sektor makanan dan minuman. Perusahaan tersebut antara lain adalah PT Akasha Wira International Tbk yang pindah ke sub sektor kosmetik dan keperluan rumah tangga, PT Davomas Abadi Tbk yang delisting karena tidak memiliki keberlangsungan usaha, dan PT Aqua Golden Missisipi Tbk yang delisting dari bursa karena go private. Sedangkan PT Sekar Bumi mengalami re-listing pada tahun 2012 setelah sebelumnya sempat delisting.
6 Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2010 saat terjadi krisis global, sektor industri makanan dan minuman sempat mengalami penurunan yang cukup hebat menjadi 2,73% walaupun omsetnya masih tetap tinggi yaitu menyentuh angka Rp 605 Triliun. Akan tetapi pada tahun 2011 industri makanan dan minuman kembali bersinar dengan mengalami peningkatan sekitar 9,34% pada kuartal kedua. Hal ini berlanjut hingga tahun 2012, pertumbuhan ekonomi yang tetap stabil dan daya beli masyarakat yang cukup baik membuat konsumsi makanan dan minuman di Indonesia mengalami peningkatan tajam. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) memprediksi pertumbuhan industri makanan dan minuman akan mencapai 8,2%, tetapi kenyataannya pertumbuhan industri makanan dan minuman telah mencapai 12,75%. Sektor makanan dan minuman di Indonesia memang mengalami pasang surut. Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan, nilai tukar rupiah yang semakin terus melemah berdampak pada meningkatnya harga pokok produksi. Tercatat hingga akhir 2013, nilai kurs dollar mencapai Rp 12.000 menurun tajam dibandingkan awal tahun 2013 yaitu Rp 9.500. Nilai tukar ini terutama terasa untuk pembelian bahan baku industri makanan dan minuman yang masih impor. Tekanan ini masih terasa hingga 2014, industri makanan dan minuman diperkirakan masih akan menghadapi
sejumlah
tantangan.
Meskipun
dihadapkan
pada
peluang
meningkatnya konsumsi masyarakat karena penyelenggaraan pemilu 2014, berbagai kebijakan dan kondisi perekonomian nasional masih akan berpotensi menekan pertumbuhan sektor ini.
7 Universitas Sumatera Utara
Untuk mengukur nilai perusahaan penelitian ini menggunakan Price to Book Value (PBV) sebagai proksinya. Rasio ini digunakan untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh nilai buku. Rasio ini dihitung dengan membagi harga pasar per lembar saham dengan nilai buku per lembar saham (Sugiarto,
2011).
Oleh
beberapa
peneliti
rasio
ini
dianggap
mampu
menggambarkan nilai perusahaan. Investor dapat menggunakan nilai buku untuk memperkirakan batas bawah harga saham sehingga nilai ini dapat digunakan sebagai batas aman mengukur nilai perusahaan untuk keperluan investasi. Tabel 1.2 Jumlah Price to Book Value (PBV) Perusahaan Makanan dan Minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2015 No
Nama Perusahaan
2010
2011
Tahun 2012
2013
2014
1.
PT. Cahaya Kalbar Tbk
1,06
0,7
0,83
0,65
0,87
2.
PT. Delta Djakarta Tbk
3,24
3,12
6,83
8,99
9,33
3.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
2,55
2,83
3,79
4,48
5,26
4.
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk
1,72
1,28
1,5
1,51
1,45
5.
PT. Mayora Indah Tbk
6. 7.
PT. Multi Bintang Indonesia Tbk PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk
8.
PT. Prasidha Aneka Niaga Tbk
9.
PT. Sekar Laut Tbk
0,6 0,82
10.
PT. Siantar Top Tbk
11. 12.
4,04
4,51
5
5,9
4,74
12,29 5,89
14,26
47,27 10,48
25,6
48,67
6,56 0,52
7,76 0,52
0,89
1,36
6,16 2,16 0,79
0,72 0,96
1,13
1,84
2,37
2,93
4,8
PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
2,15
0,79
1,55
1,78
2,05
PT. Ultrajaya Milk Industry Trading & Co
2,69
2,61
2,29
6,45
4,91
Sumber: Indonesia Capital Market Directory (ICMD)
Dari data yang ditampilkan pada Tabel 1.2 menunjukkan bahwa besarnya Price to Book Value (PBV) setiap perusahaan mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh ketatnya persaingan antar perusahaan di industri makanan dan minuman di Indonesia. Bahkan ada perusahaan yang memiliki PBV diatas ratarata, dimana selisih nilainya jauh meninggalkan perusahaan lainnya. Tahun 2010 8 Universitas Sumatera Utara
rata-rata PBV perusahaan makanan dan minuman mencapai 2,3 X, sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan nilai yang dimiliki PT. Multi Bintang Indonesia Tbk yang menembus angka 12,39 X. Berbanding terbalik dengan yang dialami oleh PT. Cahaya Kalbar Tbk, PT. Sekar Laut Tbk, dan PT. Prasidha Aneka Niaga Tbk, ketiga perusahaan ini mengalami kesulitan untuk bersaing dengan perusahaan lainnya, dari data dapat dilihat bahwa PBV perusahaan ini hanya sekali menyentuh angka 1 X dalam kurun waktu lima tahun dimulai dari tahun 2010-2014. Perkembangan teknologi dan semakin meningkatnya konsumsi masyarakat memacu setiap perusahaan untuk selalu berinovasi sehingga mendapatkan pangsa pasar yang menguntungkan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi besarnya nilai perusahaan, peneliti menggunakan beberapa variabel dalam penelitian ini yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, Debt to Equity Ratio (DER) dan Return on Assets (ROA). Berdasarkan penelitian terdahulu yang menguji pengaruh variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, DER, dan ROA terhadap nilai perusahaan terdapat hasil yang inkonsisten antara penelitian satu dengan yang lainnya. Penelitian yang dilakukan Susanti dan Mildawati (2014) menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh yang positif terhadap nilai perusahaan, hasil yang sama dikemukakan oleh Sholekah dan Venusita (2014) dimana besarnya kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham (outsider ownership), sehingga membuat manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang
9 Universitas Sumatera Utara
notabene adalah dirinya sendiri. Sedangkan hasil yang berbeda diungkapkan oleh Senda (2011) dan Wida dan Suartana (2014), mereka menyatakan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh yang negatif terhadap nilai perusahaan dimana mereka merasa bahwa para manajer memiliki kepentingan pribadi yang cenderung dipenuhinya dibandingkan pencapaian tujuan perusahaan. Kepemilikan institusional sebagai pihak yang memonitor para manajemen dalam kegiatannya memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan hasil ini terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh Thanatawee (2014), besarnya kepemilikan institusional juga akan memperbesar pengawasan terhadap kinerja perusahaan, hasil ini berbeda dengan yang ditemukan oleh Sofyaningsih dan Hardiningsih (2011). Dari hasil ini disimpulkan bahwa jumlah pemegang saham yang besar tidak efektif dalam memonitor perilaku manajer dalam perusahaan. Hal ini terjadi karena adanya asimetri informasi antara investor dengan manajer, investor belum tentu sepenuhnya memiliki informasi yang dimiliki oleh manajer (sebagai pengelola perusahaan) sehingga manajer sulit dikendalikan oleh investor institusional. Variabel lain dalam penelitian ini yaitu Debt to Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh yang positif terhadap nilai perusahaan, hasil ini dikemukakan oleh Nugraha (2014) dan Wihardjo (2014). Penelitiannya menemukan bahwa semakin besar DER yang dimiliki perusahaan, maka semakin besar juga nilai perusahaan. Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil yang didapat oleh Meilani dan Putri (2014) yang menemukan bahwa DER tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Menurut Anzlina dan Rustam (2013), DER tidak berpengaruh
10 Universitas Sumatera Utara
terhadap nilai perusahaan yang berarti informasi mengenai rasio tersebut tidak dapat membantu investor dalam membuat keputusan investasinya. Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Tingkat ROA bergantung pada pengelolaan aset perusahaan oleh manajemen yang menggambarkan efisiensi dari operasional perusahaan (Wihardjo, 2014). Hasil dari penelitiannya menemukan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, hasil ini konsisten dengan hasil yang diperoleh oleh Pertiwi dan Pratama (2012). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ROA, maka semakin baik nilai perusahaan tersebut. Berdasarkan fenomena dan perbedaan hasil penelitian sebelumnya atau research gap yang telah dikemukakan diatas maka penelitian serupa diangkat lagi dalam penelitian ini dengan judul ”Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Debt to Equity Ratio, dan Return on Assets Terhadap Nilai Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “Apakah Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Debt to Equity Ratio, dan Return on Assets berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap Nilai Perusahaan Makanan dan Minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?”
11 Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Debt to Equity Ratio, dan Return on Assets terhadap Nilai Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Investor Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh struktur kepemilikan saham dan struktur modal terhadap nilai perusahaan yang penjadi portofolio investasinya. 2. Bagi Dunia Akademik Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan kajian tentang struktur modal dan pengaruh mediasinya terhadap hubungan antara struktur kepemilikan saham dan nilai perusahaan. 3. Bagi Pemerintah dan Kreditor Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan kepada pemerintah dan kreditor dalam memberikan kredit atau pinjaman kapada emiten supaya diperoleh struktur permodalan yang optimal.
12 Universitas Sumatera Utara