BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah mencatat bahwa mahasiswa selalu ikut ambil bagian dalam perubahan sosial. Setidaknya ini dapat kita lihat sejak awal abad ke-20, yang umumnya dipelopori mahasiswa STOVIA. Keterlibatan mahasiswa ini bertujuan untuk mengubah tatanan sosial-politik yang tidak mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Lebih jauh, mahasiswa bergerak untuk mengubah penindasan (kemiskinan) menuju kehidupan yang lebih beradab. Paradigma berpikir ini di dapat mahasiswa ketika mereka mulai bersentuhan dekat dengan dunia pendidikan. Definisi gerakan mahasiswa itu sendiri cukup jamak. Artinya, gerakan mahasiswa tidak hanya dipahami sebagai adanya sekelompok massa (mahasiswa) yang berkumpul dan melakukan unjuk rasa, dan dimana umumnya dilakukan di jalan-jalan atau tempat tertentu. Namun, pengertiannya lebih dari itu. Gerakan
Universitas Sumatera Utara
mahasiswa adalah sebuah komunitas sosial yang melakoni aktifitas politik, terlepas dari jumlah, metode dan hasilnya 1. Bicara tentang gerakan mahasiswa, paling tidak ada dua kondisi yang menyebabkan mahasiswa terlibat dalam kegiatan politik tersebut. Pertama, pemikiran yang mengatakan mahasiswa sebagai ujung tombak perubahan sistem sosial-politik. Dalil ini sendiri berangkat dari pernyataan bahwa mahasiswa sebagai komunitas yang lebih maju dibandingkan dengan komunitas masyarakat lainnya. Lebih maju karena mahasiswa mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Kedua, pemikiran yang menyebutkan mahasiswa adalah komunitas sosial yang lebih cepat meresponi ketimpangan sistem politik. Biasanya gerakan mahasiswa ini dipicu karena adanya penindasan secara struktural dari atas ke bawah. Yang akibatnya tak jarang menimbulkan krisis di masyarakat. 2 Seperti telah disinggung di awal tulisan, gerakan mahasiswa sudah hadir seiring datangnya abad ke-20. Namun, mengingat begitu terlalu jauh untuk menuliskannya, maka penulis di sini akan membatasi latar belakang sejarah 1
Adi Suryadi Culla, Patah Tumbuh Hilang Berganti: Sketsa Pergolakan Mahasiswa
dalam Politik dan Sejarah Indonesia (1908-1998), Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999, hal., 17 2
Ibid., hal., 8-9
Universitas Sumatera Utara
gerakan mahasiswa. Yaitu dimulai pasca Indonesia merdeka, tepatnya pada periode 1960-an. Berbicara gerakan mahasiswa pada periode ini, maka kita akan melihat dinamika gerakan yang berbeda dengan dinamika sebelum kemerdekaan. Salah satunya yaitu mengenai musuh gerakan itu sendiri. Jika sebelumnya musuh gerakan mahasiswa adalah pemerintah Kolonial Belanda yang sudah menginjakkan kakinya di Indonesia sejak akhir abad ke-16 dan pendudukan Jepang selama kurang lebih 3,5 tahun, maka setelah kemerdekaan musuh tersebut adalah anak bangsa sendiri. Kedudukan atau peranan mahasiswa pascakemerdekaan yaitu ikut untuk mengisi alamnya kemerdekaan itu sendiri. Terutama dalam hal pendidikan (back to campus). Mahasiswa menyadari dengan pendidikan tinggi yang nantinya diperoleh, mereka bisa menyumbangkan pemikiran dan tenaga untuk membangun bangsanya. Sebagai contoh, yaitu untuk memasuki pos-pos di setiap departemen atau kementerian yang tentunya membutuhkan tenaga-tenaga ahli di bidangnya. Namun, mahasiswa ketika itu juga tidak semerta-merta meninggalkan dirinya dari kegiatan aktifitas politik. Pada masa ini banyak bermunculan organisasi pergerakan mahasiswa. Hanya saja, organisasi mahasiswa yang berdiri umumnya merupakan underbouw
Universitas Sumatera Utara
dari partai politik (parpol) yang ada ketika itu. Lihat saja misalnya, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berafiliasi dengan PNI, Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang berafiliasi dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) yang berafiliasi dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang berafiliasi dengan NU, Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) yang berafiliasi dengan Masyumi, dll. Sayangnya, di satu sisi, hal ini cukup membuat gerakan mahasiswa menjadi lemah (tidak independen). Dalam arti, gerakan mahasiswa tidak lagi berdiri secara otonom, tetapi sudah menjadi komoditi politik dari parpol. Maka, warna pergerakan organisasi mahasiswa saat itu sama dengan warna pergerakan parpol yang menaunginya. Di satu sisi, adalah tidak salah jikalau gerakan mahasiswa mempunyai kekuatan politik yang berasal dari pihak elite (parpol). Namun, kondisi ini menjadi tidak sehat ketika gerakan mahasiswa lebih menampakkan diri sebagai alat kepentingan sesaat dari elite. Memasuki periode 1960-an warna politik Indonesia adalah buah dari pelaksanaan Demokrasi Terpimpin sebagai pengganti dari Demokrasi Parlementer atau Liberal. Pada Demokrasi Terpimpin orientasi gerakan mahasiswa sedikit berubah. Ini
Universitas Sumatera Utara
disebabkan kebijakan Soekarno yang banyak membubarkan parpol, 3 sehingga organisasi gerakan mahasiswa sebagai underbouw sebuah parpol, merasa kehilangan induknya. Kalau toh ada organisasi mahasiswa yang masih menjadi underbouw sebuah parpol, itu lebih dikarenakan parpol tersebut pro kepada pemerintah (Soekarno). Seperti PNI dan PKI. Dari sinilah perlahan-lahan gerakan mahasiwa mulai tampil kritis, terlepas dari tidak adanya parpol yang menaungi mereka. Di sisi lain, konstelasi politik ketika itu semakin memanas. Pertentangan parpol (kecuali PKI) dengan pemerintah, militer (AD) dengan pemerintah maupun dengan PKI semakin menjadi-jadi. Situasi ini semakin kritis ketika dua kekuatan politik internasional ikut mempengaruhi konstelasi politik dalam negeri. Yaitu antara AS (liberal) dengan Uni Soviet (komunis). Dalam perkembangannya dominasi politik luar negeri AS lebih kentara dibandingkan dengan Uni Soviet.
3
Beberapa partai politik yang dilarang adalah Masyumi dan PNI. Ini terjadi di bulan
Agustus 1960. Selain partai politik, beberapa tokoh yang dianggap berseberangan dengan Soekarno dijebloskan ke penjara. Diantaranya yaitu, Syarifuddin, Natsir, Simbolon, Burhanudin, Syahrir, dll. Lihat M.C. Ricklefs, Dharmono Hardjowidjono (pnj.), Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, hal., 406 dan 408
Universitas Sumatera Utara
Salah satunya bisa dilihat dari usaha-usaha AS untuk menjatuhkan Soekarno. Langkah ini diambil karena Soekarno tidak bisa diajak berkerja sama dengan AS, terutama dalam hal ekonomi dan ideologi. Sejalan waktu dengan meletusnya peristiwa Gerakan 30 September (G 30 S), seakan menjadi pertanda bahwa kejatuhan Soekarno tinggal menunggu waktu. Kejadian ini sendiri sampai sekarang masih menjadi catatan gelap dalam historiografi Indonesia. 4 Pascaperistiwa ini gerakan mahasiswa semakin menguat. Ini bisa dilihat dari terbentuknya KAMI 5 yang mengusung Tritura. 6 Ada hal yang menarik di sini. Pada masa Demokrasi Parlementer atau Liberal, organisasi
4
Sampai saat ini belum diketahui apa motif sesungguhnya pada peristiwa yang terjadi 1
Oktober 1965 itu. Ada beberapa spekulasi/teori yang muncul berkaitan dengan peristiwa tersebut. Diantaranya yaitu, pemberontakan PKI, kudeta “merangkak”militer (AD), konspirasi kekuatan internasional (AS-CIA), bahkan ada yang menyebutkan Soekarno sendirilah sebagai dalang utamanya. 5
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia atau KAMI didirikan pada tanggal 25 Oktober
1965 yang dipelopori oleh Menteri PTIP Mayjen dr. Syarief Thayeb. KAMI terdiri antara lain dari HMI, PMII, GMKI, dll. Lebih jauh lihat Adi Surya Culla, Op., Cit., hal., 47-53. Sementara tujuannya adalah untuk menyatukan gerakan mahasiswa dalam rangka mengamankan Pancasila, menggalang anti-Nasakom, dan membantu ABRI untuk memberangus G 30 S/PKI. Lihat juga Muridan S. Widjojo, Penakluk Rezim Orde Baru: Gerakan Mahasiswa 1998, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, hal., 45. 6
Isi Tritura (sebelumnya dikenal dengan istilah suara hati nurani rakyat-Hanura) yaitu
bubarkan PKI, rombak Kabinet Dwikora dan turunkan harga.
Universitas Sumatera Utara
mahasiswa cenderung untuk menjadi underbouw dari parpol, sedangkan pada masa Demokrasi Terpimpin, mahasiswa cenderung melekat kepada militer (AD). Kembali gerakan mahasiswa menjadi tidak otonom. Sama halnya ketika menjadi
underbouw
parpol,
pergerakan
mahasiswa
lebih
menunjukkan
kepentingan (alat) militer. Yaitu untuk mengganti Soekarno. Perjuangan KAMI yang di back up penuh militer akhinya menuai hasil. Pertanggungjawaban Soekarno dengan judul Nawaksara ditolak anggota MPRS 7. Peristiwa ini ibarat membukan pintu masuk kepada Soeharto untuk menjadi Presiden, yang di kemudian hari dikenal dengan istilah Orde Baru (Orba) Memasuki zaman Orba, gerakan mahasiswa menemui kondisi yang sama dengan ketika Indonesia baru saja merdeka. Yaitu lebih menarik diri sambil mengikuti perkembangan situasi atau keadaan. Ketika Soeharto berkuasa mahasiswa seakan-akan memberikan kesempatan kepadanya untuk membuktikan pemerintahan yang dipimpinnya dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Namun, memasuki pertengahan tahun 1970-an, gerakan mahasiswa kembali
7
Sebelum pidato Soekarno di MPRS, terlebih dahulu terbit yang namanya Surat Perintah
Sebelas Maret (Supersemar). Hal ini digunakan oleh Soeharto sebagai senjata ampuh untuk memuluskan rencananya. Diantaranya yaitu dengan mengganti anggota MPRS dengan anggota baru pilihannya.
Universitas Sumatera Utara
bergolak. Tepatnya di tahun 1974 dan tahun 1978. Di tahun 1974 meletuslah peritiwa Malari. Peritiwa ini sendiri tidak terlepas dari kontroversi. Ada yang mengatakan aksi mahasiswa tersebut bukanlah murni perjuangan mereka sebagai agen of change. Dengan kata lain peristiwa Malari telah ditunggangi. Beberapa spekulasi yang berkembang mengatakan peristiwa ini lebih merupakan puncak pertikaian terselubung antara Sumitro dengan Ali Moertopo. Keduanya ingin mendapatkan nilai lebih di mata Soeharto. Peristiwa ini sendiri meninggalkan noda hitam bagi sejarah pergerakan mahasiswa. Bagi mahasiswa, beberapa aktivis ditangkap dan diadili. Termasuk mantan ketua Dewan Mahasiswa UI, Hariman Siregar. Sedangkan di tataran elite, yaitu dengan mundurnya Soemitro selaku Pangkopkamtib. Peristiwa Malari adalah gerakan pertama mahasiswa secara monumental untuk menentang kebijakan pembangunan Soeharto. Gerakan mahasiswa berikutnya yaitu pada tahun 1978. Sama halnya dengan gerakan 1974, aksi ini muncul karena kekecewaan mahasiswa terhadap konsep ekonomi yang dijalankan Soeharto. Namun, kekecewaan terhadap praktek politik Orba yang semakin jauh dari nilai-nilai demokrasi juga dimunculkan. Hanya saja isu-isu yang dilemparkan oleh mahasiswa domainnya lebih spesifik (sempit). Seperti mengangkat kecurangan
Universitas Sumatera Utara
Orba dalam proses pemilu. Bahkan, pada masa ini mahasiswa dengan berani mengkampanyekan
penolakan
terhadap
Soeharto
yang
ingin
kembali
mencalonkan dirinya menjadi Presiden. Untuk menghindari aksi-aksi berikutnya dari mahasiswa, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan NKK/BKK. 8 Inti dari dua kebijakan ini adalah untuk mengebiri kegiatan aktifitas politik mahasiswa. Di mana mereka hanya cukup memahami politik dalam artian teori bukan praktek. Kemudian, jika diadakan evaluasi terhadap kedua aksi tersebut, maka nilainya adalah kegagalan. Salah satu yang menyebabkannya yaitu tidak adanya partner politik mahasiswa ketika itu. Akibatnya, gerakan ini dengan mudahnya ditumpas oleh penguasa. Ini berbeda dengan gerakan mahasiswa 1966 yang mendapatkan dukungan penuh dari militer. Memasuki periode 1980-an, dinamika pergerakan mahasiswa (dalam hal ini di Jakarta) benar-benar lemah, jika tak mau dikatakan mati total. Dalam rentang waktu sepuluh tahun, kita tidak melihat adanya sebuah peristiwa atau momentum sebagai hasil dari gerakan mahasiswa. Pergerakan mahasiswa seakanakan kehilangan akal (daya kreatifitas) untuk menciptakan sebuah momentum. 8
NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) berdasarkan SK No 0156/U/1978 dan BKK
(Badan Koordinasi Kemahasiswaan) berdasarkan SK RI No 037/U/1979. Keduanya dikeluarkan oleh Menteri PTIK, Daoed Yosoef
Universitas Sumatera Utara
Gejala ini tentunya menarik untuk dipertanyakan. Apakah memang jiwa zaman (zeitgeist) pada periode ini berbeda dengan periode sebelumya? Jika memang benar, permenungan selanjutnya adalah mengapa gerakan mahasiswa tak kunjung jua mencari jalan keluarnya. Maksudnya, mencari solusi dalam kerangka proses menuju penciptaan momentum yang baru. Toh, gerakan mahasiswa 1970an berhasil menciptakan momentum: Malari. Padahal, kondisi zamannya berbeda dengan tahun 1960-an. Oleh karenanya, penulis beralasan pada periode ini adalah memang masa stagnan gerakan mahasiswa. Terkhususnya ketidakberhasilan gerakan mahasiswa ketika itu untuk menciptakan sebuah momentum. Kenapa? Karena penulis juga beranggapan sebuah gerakan mahasiswa dapat dikatakan berhasil jika ia bisa menciptakan sebuah momentum. Dari sinilah akan nampak keunggulan gerakan mahasiswa dalam menjalankan proses perubahan. Persoalan momentum itu sukses atau tidak, adalah lain hal. Di satu sisi, kevakuman gerakan mahasiswa pada periode ini dikarenakan beberapa hal. Pertama, pemerintah sangat menyadari betul bahwa mahasiswa adalah salah satu elemen terpenting dalam mewujudkan perubahan sosial. Oleh karena itu mengacu kepada peristiwa gerakan mahasiswa 1974 dan 1978, penguasa tidak
Universitas Sumatera Utara
ingin kecolongan lagi. Karena itulah keluar kebijakan NKK/BKK. Kebijakan ini benar-benar menjauhkan mahasiswa dari realita sosial yang ada. Karena setiap tindakan yang mengarah kepada kritikan terhadap pemerintah, langsung dihadapi oleh cara-cara represif. Alasannya, hal itu dapat menggganggu stabilitas keamanan. Kedua, selain adanya campur tangan pemerintah yang sangat jauh, melemahnya gerakan mahasiswa periode 1981-1990 juga dikarenakan belum terkonsolidasinya dengan kuat gerakan mahasiswa. Apalagi mahasiswa tidak mempunyai partner politik dalam perjuangannya. Sesuatu yang berbeda dengan gerakan mahasiswa tahun 1966 yang di back up penuh oleh militer. Kondisikondisi ini berlaku secara umum (nasional) dan demikan pula halnya di Jakarta. Selain permasalahan kevakuman ini, hal lain yang penulis lihat menarik untuk dikaji di sini yaitu berubahnya pola atau metode pergerakan mahasiswa. Jika pada masa Demokrasi Liberal gerakan mahasiswa terkonsentrasi pada kehidupan parpol, maka pada periode ini gerakan mahasiswa sangat
jauh
bersentuhan dengan parpol. Maka, fenomena yang muncul adalah berdirinya kembali kelompok-kelompok studi seperti pertengahan 1920-an. Varian lain yang
Universitas Sumatera Utara
muncul adalah kehadiran organisasi non-pemerintah (Ornop) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Jika kelompok studi fokus terhadap pembentukan sense of intelectual, maka LSM lebih kepada aksi langsung ke basis-basis masyarakat. Juga kemunculan pers mahasiswa atau Persmawa. Surat kabar kampus ini muncul sebagai counter product terhadap media cetak umum yang isi pemberitaannya condong merupakan “pesanan” dari penguasa. Dan terakhir, pembentukan komite rakyat (KR) sebagai sebuah sintesa baru pergerakan mahasiswa. Di mana kehadirannya karena perpaduan dari mantan anggota-anggota kelompok studi atau Persmawa. Berjamurnya kembali kelompok studi adalah salah satu dari sedemikian banyak fenomena yang muncul. Untuk lebih jauh mengenai permasalahan kelompok studi dan lainnya, akan dibahas dalam isi skripsi ini. Sedangkan untuk pemilihan topik, penulis mengikuti apa yang dikatakan oleh Kuntowijoyo mengenai pemilihan topik. Yaitu berdasarkan pada kedekatan emosional. Di mana adanya kesamaan lokasi penelitian dengan tempat tinggal penulis 9.
9
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2005, hal.,
91-93
Universitas Sumatera Utara
Tetapi, tentunya penulis tetap bersikap krisis dalam melakukan penelitian, agar hasilnya tidak cenderung subyektifitas penulis. Untuk batasan periodesasinya sendiri penulis mulai dari tahun 1981-1990. 1.2 Rumusan Masalah
Dinamika gerakan mahasiswa Jakarta 1981-1990 memang tidak bisa dilepaskan begitu saja dari periode-periode sebelumnya. Sifat, bentuk dan permasalahan di dalamnya adalah kelanjutan dari periode sebelumnya. Tentunya dengan ciri khas tersendiri. Oleh karena itu permasalahan inti (rumusan masalah) yang ingin penulis kaji adalah berkaitan dengan: 1. Apa yang menyebabkan gerakan mahasiswa Jakarta melemah dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya? 2. Bagaimana pola atau metode gerakan mahasiswa Jakarta pada periode 1981-1990? 3. Apa kontribusi gerakan mahasiswa Jakarta 1981-1990 dalam hubungannya sebagai agen perubahan sosial? Seperti telah disinggung di atas, pembatasan pada periode 1981-1990 dikarenakan pada periode inilah gerakan mahasiswa benar-benar sangat jauh kekuatan politiknya. Oleh karena itu, kajian untuk melihat dinamika gerakan
Universitas Sumatera Utara
mahasiswa pada masa ini sangat minim. Mungkin saja dikarenakan gerakan mahasiswa pada saat itu sangat miskin dari prestasi. Tetapi ini bukan berarti gerakan mahasiswa Jakarta periode 1981-1990 tidak menarik sama sekali untuk dikaji. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Setiap proses pasti ada maknanya. Demikian pula halnya dengan proses gerakan mahasiswa 1981-1990 di Jakarta. Dengan proses inilah kita dapat mengetahui pengalaman berharga seperti apa yang dapat kita petik. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kondisi-kondisi apa saja yang membuat gerakan mahasiswa Jakarta 1981-1990 lemah dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. 2. Mengetahui pola atau metode gerakan mahasiswa Jakarta 19811990 3. Mengetahui kontribusi apa saja yang dihasilkan dari gerakan mahasiswa Jakarta 1981-1990 1.3.2 Manfaat Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Setiap babakan waktu gerakan mahasiswa, terlepas dari kegagalan atau keberhasilan, pasti mempunyai nilai-nilai positif bagi perkembangan perubahan sosial-politik ke arah yang lebih baik. Begitu juga dengan penelitian ini setidaknya dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk mengetahui beberapa hal. Antara lain yaitu: 1. Bahwa gerakan mahasiswa Jakarta 1981-1990 tidak bisa dilepaskan begitu saja dari masa-masa sebelumnya. Apa yang terjadi pada periode ini adalah kelanjutan kisah dari periodeperiode sebelumnya. 2. Terlepas dari menurunnya prestasi pada periode ini, adalah sangat tidak bijaksana untuk mengatakan tidak ada sama sekali prestasi yang ditorehkannya. Paling tidak dalam skala kecil sekalipun. 3. Untuk menambah literatur atau bahan bacaan yang berkaitan langsung dengan gerakan mahasiswa di Jakarta.
1.4 Tinjauan Pustaka
Universitas Sumatera Utara
Dalam pemilihan topik, penulis menggunakan kedekatan emosional seperti yang dikatakan oleh Kuntowijoyo. Namun, bukan berarti penulis melepaskan begitu saja faktor referensi untuk melakukan penelitian. Secara umum, buku-buku tentang gerakan mahasiswa ditulis secara nasional. Oleh karenanya, penulis tidak mendapatkan buku-buku yang penulisannya concern untuk gerakan mahasiswa Jakarta saja. Untuk menutupi kekurangan ini, penulis menggunakan referensi yang secara tidak langsung menceritakan gerakan mahasiswa di Jakarta. Buku pertama yang penulis gunakan yaitu “Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda Era 80-an” karya Denny J.A. Buku ini adalah tulisan Denny J.A yang sebelumnya di muat di media massa. Hubungannya dengan judul penelitian penulis adalah banyak hal mengenai gerakan mahasiswa yang terjadi pada tahun 1980-an dilengkapi di sini. Baik dalam hal tujuan atau orientasi gerakan, pola atau metode gerakan, dll. Dari pemikiran inilah yang penulis tangkap sebagai gambaran gerakan mahasiswa Jakarta pada periode 1981-1990. Buku kedua yaitu berjudul “ Patah Tumbuh Hilang Berganti: Sketsa Pergolakan Mahasiswa dalam Politik dan Sejarah Indonesia (1908-1998)” yang ditulis oleh Adi Suryadi Culla. Buku ini menceritakan sejarah gerakan
Universitas Sumatera Utara
mahasiswa yang dimulai sejak terbentuknya Budi Utomo sampai meletusnya reformasi 1998. Memang tidak diceritakan secara detail bagaimana dinamika gerakan mahasiswa di Jakarta. Tetapi, ia setidaknya telah memberikan gambaran umum apa yang terjadi pada gerakan mahasiswa di Jakarta. Seperti halnya mulai terbentuk kelompok-kelompok studi di Jakarta. Kondisi yang hampir sama pada awal pergerakan. Sedangkan buku ketiga yang penulis gunakan yaitu “Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral dan Politik” karangan Arbi Sanit. Buku ini mencoba melihat dinamika gerakan mahasiswa itu sebagai gerakan politikkah atau hanya sebatas gerakan moral. Kaitannya dengan judul penelitan penulis yaitu apakah dinamika gerakan mahasiswa Jakarta ketika itu juga dipengaruhi pernyataan tersebut. Lebih jauh Arbi Sanit juga menceritakan wilayah kekuasaan sebagai sesuatu yang sangat mempengaruhi gerakan mahasiswa. Ada semacam pragmatisme di kalangan mahasiswa. Ketika ia di luar struktur kekuasaan, akan sangat giat untuk mengkritisi kebijakan pemerintah. Namun, setelah ia memasuki sistem kekuasaan, mereka umumnya melupakan nilai-nilai perjuangan semula.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi ini jugalah yang ingin penulis kaji, apakah juga menjadi bagian dari gerakan mahasiswa Jakarta tahun 1981-1990?
1.5 Metode Penelitian Kuntowijoyo mengatakan penelitian sejarah mempunyai lima tahapan yang seyogyangya dilakukan sejarawan, yaitu: pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi dan historigrafi. 10 Penulis sendiri cenderung untuk mengikuti kelima tahapan tersebut. Dalam pemilihan topik, seperti telah diuraikan dalam latar belakang, penulis menggunakan kedekatan emosional. Pada tahapan pengumpulan sumber (dikenal dengan istilah heuristik) yang terdiri dari pengumpulan sumber berdasarkan urutan penyampaian (sumber primer dan sumber sekunder) dan pengumpulan sumber berdasarkan bahannya (dokumen dan artefak), penulis berada dalam posisi kedua. Maksudnya yaitu, sumber yang penulis dapatkan masih kebanyakan berasal dari sumber sekunder, yaitu bukubuku yang menceritakan sejarah gerakan mahasiswa. Pengumpulan buku-buku ini sebagai dasar dari penelitian kepustakaan. Selain buku-buku, penulis juga akan
10
Ibid., hal., 90
Universitas Sumatera Utara
berusaha melengkapinya dengan dokumen baik berupa arsip maupun kliping koran. Untuk kekurangannya akan penulis lengkapi pada saat penelitian di lapangan. Di mana di sini juga akan digunakan metode wawancara untuk melengkapi data yang akan diteliti. Wawancara juga sangat dimungkinkan mengingat periodesasi penelitikan yang tidak terlalu jauh. Sedangkan pada tahapan verifikasi atau kritik sumber yaitu yang terdiri dari kritik internal (kredibilitas) dan kritik eksternal (autensitas atau keaslian sumber) dan interpretasi akan penulis lakukan jika data-data yang diinginkan telah memadai. Kemudian barulah sampai pada tahapan terakhir, yaitu historiografi atau penulisan sejarah sebagai kisah.
Universitas Sumatera Utara
BAB II GAMBARAN UMUM JAKARTA 2.1 Sejarah Singkat Jakarta Seperti umumnya kota-kota besar lain di Indonesia, Jakarta juga mempunyai riwayat panjang tentang sejarah berdirinya. Jakarta saat ini adalah bermula dari pelabuhan yang bernama Sunda Kelapa. Pelabuhan ini sendiri berada di bawah taklukan kerajaan Pajajaran yang beragama Hindhu. Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang strategis. Setidaknya hal ini sesuai dengan laporan musafir Portugis yang bernama Tome Pires. Di mana ia menyebutkan Sunda Kelapa dapat menghasilkan 1000 bahar lada, sepuluh jung beras setiap tahun, emas, sayuran, lembu, babi, dll. 11 Karena alasan strategis perdagangan inilah, bangsa Portugis yang telah menduduki Malaka sejak tahun 1511, mengadakan perjanjian kerjasama dengan Sunda Kelapa pada tanggal 21 Agustus 1522. Selain alasan ekonomis, Portugis
11
Abdurracman Surjomihardjo, Perkembangan Kota Jakarta, Jakarta: Lembaga Research
Kebudayaan Nasional (LKRN) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta, 2000, hal., halaman tidak diketahui
Universitas Sumatera Utara