BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha, dan pemerintah.1 Dengan memahami pengertian konsumen, maka perbedaan antara hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen antara hak-hak pokok dari konsumen dan keterkaitan hukum perlindungan konsumen dengan bidang-bidang hukum yang lain dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang hukum perlindungan konsumen. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). UUPK menyatakan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.2 Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah ‘orang’ sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut 1 2
Husni Syawali, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung : Mandar Maju, 2000), hal 7 UUPK Nomor 8 Tahun 1999, Pasal 1 ayat (2)
1
Universitas Sumatera Utara
2
natuurlijke persoon atau termasuk juga badan hukum (rechtpersoon). Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk pelaku usaha dalam pasal 1 angka (3), yang secara eksplisit membedakan kedua pengertian persoon diatas, dengan menyebutkan kata-kata orang perseorangan atau badan usaha. Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang-perseorangan.3 Istilah hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen sudah sangat sering terdengar. Namun belum jelas benar apa saja yang masuk kedalam materi keduanya. Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. Ada juga yang berpendapat, hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas itu. Az. Nasution, misalnya berpendapat hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat azas-azas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan azas-azas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.4 Teknologi
3
Az. Nasution, Profil Undang-Undang Perlindungan Konsumen, (Warta Konsumen No. 6, Juni 1999), hal 7 4 Ibid, Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial, Ekonomi, Dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal 64-65
Universitas Sumatera Utara
3
informasi dan telekomunikasi telah memasuki berbagai segmen aktivitas manusia, baik dalam sektor politik, sosial, budaya, maupun ekonomi dan bisnis. Dalam bidang perdagangan, teknologi juga dapat dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Aktivitas perdagangan melalui media internet ini populer disebut electronic commerce (e-commerce) atau disebut juga dengan transaksi elektronik. 5 Sebelum muncul UUPK yang diberlakukan pemerintah mulai 20 April 2000 praktis hanya sedikit pengertian normatif yang tegas tentang konsumen dalam hukum positif di Indonesia. Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan MPR No. II/MPR/1993) disebutkan kata konsumen dalam rangka membicarakan tentang sasaran bidang perdagangan. Sama sekali tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang pengertian istilah ini dalam ketetapan tersebut. Pasal 1 UUPK 1999 mengatur mengenai perlindungan konsumen. Namun, pada kenyataannya UUPK 1999 belum sepenuhnya mengatur mengenai transaksi elektronik, hanya beberapa pasal saja yang dapat dipergunakan dalam transaksi elektronik. Hal tersebutlah yang membuat masih kurangnya perlindungan bagi konsumen yang melakukan transaksi elektronik. Di dalam KUHPerdata sendiri terdapat beberapa pasal yang lazim digunakan dalam transaksi elektronik yaitu Pasal
5
A.M. Wibowo, Kerangka Hukum Digital Signature dan Electronic Commerce, http://www.geocities.com, diakses tanggal 7 September 2009
Universitas Sumatera Utara
4
1338 jo Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur mengenai kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian.6 Di
tengah
globalisasi
komunikasi
yang
semakin
terpadu
(global
communication network) dengan semakin populernya internet seakan telah membuat dunia dan semakin memudarnya batas-batas negara berikut kedaulatan dan tatanan masyarakatnya. Dinamika masyarakat Indonesia yang masih baru tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat industri dan masyarakat informasi masih tampak baru dalam mengiringi perkembangan teknologi tersebut. Perdagangan elektronik merupakan model transaksi dengan karakteristik yang berbeda dengan model transaksi konvensional, apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. Metode baru tersebut mampu menghasilkan bisnis secara langsung ataupun sering disebut online. Melalui transaksi perdagangan ini, konsep perdagangan yang telah ada dapat berubah menjadi konsep telemarketing, yaitu perdagangan jarak jauh dengan menggunakan internet.7 Selain itu, dengan konsep tersebut dapat diketahui kualitas dan kuantitas barang dan jasa yang diinginkan meski secara virtual dan tanpa dibatasi oleh wilayah. Hal tersebut mengakibatkan perilaku konsumen menjadi semakin kritis dan selektif dalam menentukan produk yang akan dipilihnya, terutama dengan adanya kemudahan yang diberikan dalam transaksi perdagangan elektronik seperti halnya transaksi
6
Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta : Universitas Indonesia pascasarjana, 2004), hal 217 7 Dikdik M. Arief Mansur , Cyber Law, Aspek Hukum Teknologi Informasi, (Jakarta : PT. Refika Aditama, 2005), hal 144
Universitas Sumatera Utara
5
konvensional. Daya tarik ini juga yang mulai menarik minat konsumen untuk melakukan transaksi perdagangan elektronik. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mekanisme transaksi elektronik tidak seperti transaksi jual beli konvensional karena setiap transaksi elektronik diawali dengan tahap penawaran melalui media internet oleh pelaku usaha, tahap penerimaan oleh konsumen, tahap kesepakatan antara para pihak, tahap pembayaran melalui jasa perbankan, dan diakhiri dengan tahap pengiriman produk yang dipesan melalui jasa ekspedisi. Dalam praktiknya, UUPK 1999 belum sepenuhnya melindungi konsumen dalam transaksi elektronik. Hal tersebut karena UUPK 1999 belum mengatur mengenai implementasi lebih lanjut pengertian perlindungan konsumen yang mencakup perlindungan konsumen online, hak atas informasi yang harus diberikan kepada konsumen melalui media online untuk mencegah terjadinya tindakan curang, penyalahgunaan kartu pembayaran milik orang lain, tanggung jawab pelaku usaha yang mencakup tanggung jawab ISP (Internal Service Provider), beban pembuktian elektronik, dan penyelesaian sengketa melalui sarana tehnologi informasi. Mengenai masalah penyelesaian sengketa dalam transaksi elektronik memiliki kecendrungan memilih forum arbitrase. Hal ini untuk menjaga reputasi para pihak yang bersengketa karena putusan forum arbitrase bersifat final dan mengikat serta dianggap sesuai dengan semboyan transaksi elektronik yaitu murah, efisien dan praktis.8 Dengan adanya UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
8
Ester Dwi Maghfirah, Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Elektronik, dalam http://www. Students.ac.id, diakses tanggal 12 September 2009
Universitas Sumatera Utara
6
Elektronik maka Pemerintah mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai agama dan sosial budaya Indonesia, dalam Undang-undang ini menjelaskan tentang transaksi elektronik dan penyelesaian sengketa.9 Internet merupakan lapisan kompleksitas teknologi dan jasa yang perlahanlahan bergabung membentuk sesuatu yang dapat dinikmati oleh semua orang. Internet merupakan jaringan komputer terbesar yang ada di dunia, dimana sarana tersebut dapat menghubungkan jutaan umat manusia. Jaringan yang terhubung ini menjadi antar jaringan (internetwork) karena memiliki faktor penggabung yang sama yang memungkinkan berbagai jaringan untuk bekerja sama. Penggunaan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan mulai dikenal beberapa tahun belakangan ini dan dengan cepat meluas, terutama di negara-negara maju. Dengan perdagangan lewat internet ini berkembang pula sistem bisnis virtual, seperti virtual store dan virtual company dimana pelaku bisnis menjalankan bisnis dan perdagangan melalui media internet dan tidak lagi mengandalkan basis perusahaan yang konvensional yang nyata.10 Di negara-negara maju perkembangan bisnis lewat internet ini dapat berkembang cepat dengan adanya dukungan dari sarana yang tersedia, seperti sistem pengiriman yang cepat dan dapat dipercaya, cara pembayaran yang aman, dan 9
Penjelasan UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 http://www.myindo.co.id, Electronic Commerce (E-Commerce), 2007, diakses 16 September 2009. 10
Universitas Sumatera Utara
7
terutama dukungan perangkat hukum yang ada. Untuk Indonesia kendala yang menghambat perkembangan perdagangan lewat internet ini ada pada sarana yang belum memadai. Di samping sistem pengiriman dan pembayaran yang masih lemah, juga masih lemahnya dukungan dari perangkat hukum yang berlaku di media internet ini.11 Aspek hukum yang penting untuk mendukung perkembangan internet di Indonesia, baik untuk keperluan penyediaan dan akses informasi maupun untuk perdagangan secara elektronik. Karena bagaimanapun juga, harus selalu diingat bahwa internet adalah komunikasi dalam skala global antara orang dengan orang, bukan antara komputer dengan komputer meskipun penghubungnya adalah perangkat komputer, setiap tulisan, gambar yang dikomunikasikan di internet adalah dibuat dan disediakan oleh orang dan yang akan melihat dan menerima surat atau gambar tersebut juga orang, bukan komputer. Dengan demikian masalah yang timbul akan menjadi tanggung jawab secara hukum meskipun dalam beberapa hal orang ini digantikan oleh badan hukum, namun di dalam badan hukum sendiri tentunya ada orang yang bertanggung jawab sebagai pengurusnya.12 Konsep hukum internet ini memang merupakan hal yang relatif baru, konsep hukum internet ini diperkenalkan pada akhir tahun 1990-an. Dari sudut pandang hukum maka berbagai aspek dapat dilihat, dari pembuatan, pemrosesan, komunikasi, kontrol, manajeman, penyimpanan, penggunaan, pemeliharaan, dan pengambilan
11 12
Asril Sitompul, Hukum Internet, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal 1 Ibid, hal 3
Universitas Sumatera Utara
8
kembali informasi dalam bentuk elektronik yang disebut Electronic Data Interchange (EDI), telah menjadi hal yang tidak dapat dielakkan lagi dalam masyarakat modern. Sebelum transaksi dan pencatatan dalam bentuk elektronik ini mendapat pengakuan secara hukum, maka yang terlebih dahulu harus dibangun adalah tata cara prosedur pelaksanaannya, atau paling tidak harus sejalan secara hukum dengan transaksi dan pencatatan manual. Masalah pengakuan secara hukum ini timbul di berbagai bidang hukum, antara lain hukum perjanjian (kontrak), hukum pembuktian, hukum administrasi negara dan peraturan tata negara, hukum pidana, hukum perdata (mengenai hak milik) dan hukum acara.13 Perkembangan Perdagangan Elektronik pada satu sisi membawa perubahan yang positif pada bidang kehidupan. Namun pada sisi lain menimbulkan kemungkinan untuk melakukan bentuk perdagangan yang tidak sehat. Hal tersebut akan mengakibatkan kerugian pada berbagai pihak dengan adanya bentuk perdagangan yang tidak sehat, masalah ini penting diperhatikan karena terbukti mulai bermunculan kasus-kasus pada perdagangan elektronik yang berkaitan dengan keamanan transaksi, mulai dari pembajakan kartu kredit, stock exchange fraud, banking fraud, hak atas kekayaan intelektual, akses ilegal ke sistem informasi atau hacking, perusakan web site, pencurian data dan yang lainnya.14 Bentuk perdagangan tersebut juga dapat mengakibatkan kerugian pada konsumen, hal ini disebabkan oleh adanya beberapa perjanjian yang menyatakan 13 14
Ibid, hal 53 Ester Dwi Maghfirah, http://www. Students.ac.id, diakses tanggal 12 September 2009
Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
9
pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Selain itu, masih lemahnya perlindungan hukum pada perdagangan elektronik, atas dasar tersebut diperlukan jaminan keamanan perdagangan elektronik untuk menumbuhkan kepercayaan, terutama pada pihak konsumen, bisnis yang demikian tentu saja akan dihadapkan dengan berbagai masalah perlindungan konsumen, khususnya keabsahan transaksi yang menggunakan media elektronik. Di Indonesia perlindungan hak-hak konsumen dalam perdagangan yang menggunakan media elektronik masih lemah. Undang-undang perlindungan Konsumen yang berlaku sejak tahun 2000 memang telah mengatur hak dan kewajiban bagi pelaku usaha dan konsumen, namun kurang tepat untuk diterapkan dalam transaksi perdagangan elektronik. Karakteristik yang berbeda dalam sistem perdagangan melalui internet masih lemah dalam mendapat perlindungan hukum dalam undang-undang tersebut. Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka Perdagangan yang menggunakan media Elektronik ini akan melindungi pihak-pihak yang berkenaan dengan perdagangan elektronik tersebut.15 Teknologi internet mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perekonomian dunia. Internet membawa perekonomian dunia memasuki babak baru yang lebih populer dengan istilah digital economic atau perekonomian digital. Makin banyak kegiatan perekonomian dilakukan melalui media internet, misalnya
15
Balian Zahab, Ketentuan Hukum http://www.ubb.ac.id, diakses 16 Agustus 2009.
dalam
Kejahatan
E-Commerce,
2009,
Universitas Sumatera Utara
10
perdagangan yang semakin banyak mengandalkan e-commerce sebagai media transaksi. E-commerce pada dasarnya adalah merupakan suatu kontrak transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli dengan menggunakan media internet. Jadi proses pemesanan barang, pembayaran transaksi hingga pengiriman barang di komunikasikan melalui internet.
16
Menurut Richard Stone dalam bukunya yang
berjudul The Modern Law of Contract mengatakan : “it is likely that in the future an increasing amount bussines will be conducted over the internet, either by means of e-mail or particularlyin the case or costumer transactions, via a website. In the latter case, the costumer maybe actually receiving a product over the web (for example, downloading a piece of software or a video or music file) or placing an order for goods to be delivered by the past or courier service.”17 Suatu kontrak dagang elektronik berkembang diluar KUHPerdata dikatagorikan kontrak tidak bernama (onbenoemde contract).18 Sebagaimana dalam perdagangan konvensional, e-commerce menimbulkan perjanjian antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi. Implikasi dari perjanjian itu adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat.19 Pandangan hukum perlindungan konsumen hanya berkaitan dengan bidang hukum perdata (dalam arti luas). Dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh pemahaman mengenai hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha yang bersifat kontraktual saja. Mengingat tidak
16
Harian Analisa , Gaya Tekno, 27 Januari 2008. Richard Stone, The Modern Law of Contract, (Australia : Cavendish Publishing Limited, 2002), hal 54 18 Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung,: Citra Aditya bakti, 2001), hal 295 19 Ester Dwi Magfirah, http://www. Students.ac.id, diakses tanggal 12 September 2009 Op.cit 17
Universitas Sumatera Utara
11
meratanya perkembangan e-commerce itu sendiri, transaksi perdagangan digital dari segi prioritas berarti, seseorang belum dapat berharap bergerak keluar dari rumusan yang umum dan membuat perincian yang mendalam mengenai impor e-commerce dalam berbagai keadaan sekarang ini.20 Infrastruktur pendukung e-commerce salah satunya adalah adanya suatu cara pembayaran berbasis internet (internet payment system) dalam hal ini adalah SET (secure electronic transaction), selanjutnya disebut SET. SET adalah suatu sistem pembayaran yang dipelopori oleh mastercard dan visa internasional. Sistem pembayaran ini menggunakan kriptografi dalam pelaksanaannya, sehingga dapat menjamin keamanan transaksi e-commerce.21 Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet, yaitu : 1. Internet sebagai jaringan publik yang sangat besar (huge/widespread network), layaknya yang dimiliki suatu jaringan publik elektronik, yaitu : murah, cepat, dan kemudahan akses. 2. Menggunakan elektronik data sebagai media penyampaian pesan/data sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital.
20
Assafa Endeshaw, Hukum E-commerce dan Internet , (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007),
hal 246. 21
Muhammad Aulia Adnan, Aspek Hukum Protokol Pembayaran Visa/Mastercard Secure Electronic Transaction, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000, http://www.majalahtrust.com, diakses 16 Agustus 2009.
Universitas Sumatera Utara
12
E-commerce merupakan suatu proses berbisnis dengan memakai teknologi elektronik yang menghubungkan antara pengusaha, konsumen, dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik dan pertukaran/penjualan barang, jasa dan informasi secara elektronik. Salah seorang pakar internet Indonesia, Budi Raharjo menilai bahwa Indonesia memiliki potensi dan prospek yang cukup menjanjikan untuk pembangunan e-commerce. Berbagai kendala yang dihadapi dalam pembangunan ecommerce ini seperti keterbatasan infrastruktur, jaminan keamanan transaksi dan terutama sumber daya manusia bisa diupayakan sekaligus dengan upaya pengembangan pranata e-commerce itu.22 Sesuai dengan prinsip perdagangan global yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas, dan tidak diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan penyelenggaraan telekomunikasi. Sering kali tidak disadari bahwa dalam sistem kehidupan ini sebenarnya setiap manusia pada hakekatnya adalah bertindak sebagai konsumen.23 Dalam lingkup ilmu telematika, khususnya dalam lingkup hubungan komunikasi elektronik global maka semua pihak yang menggunakan sistem teknologi tersebut sebenarnya dapat dikatakan adalah konsumen dari sistem elektronik itu sendiri. Namun, sayangnya masyarakat hanya melihat kepada keberadaan konsumen yang membeli suatu produk dari pedagang yang menjual produknya secara elektronik, padahal sebenarnya pedagang itu sendiri juga 22
Budi Raharjo, Perkembangan E-Commerce, 2000, http://www.acountingcommunity.blogspot.com, diakses 12 September 2009. 23 Edmond Cahn, Law In The Consumer Persfective, (University of Pennsylvania law review, 112, 1963), p. 1-27, dalam AAG, Peters (ed), Hukum dan Perkembangan Sosial, (Jakarta : Sinar Agape Press, 1990), hal 147-157
Universitas Sumatera Utara
13
adalah konsumen dari sistem teknologi itu sendiri yang di gunakannya untuk menawarkan barangnya kepada konsumen. Jadi sepatutnya para pihak sama-sama memahami keberadaan resiko dari sistem elektronik yang telah dikembangkan oleh suatu pihak tertentu atau di selenggarakan oleh suatu pihak tertentu. Transaksi perdagangan melalui sistem elektronik, khususnya internet selain menjanjikan sejumlah keuntungan, namun pada saat yang sama juga berpotensi terhadap sejumlah kerugian. Badan Sensus Departemen Perdagangan Amerika menyebutkan bahwa total pendapatan dalam e-commerce mencapai $25,8 Milyar.24 fenomena tersebut dialami juga di Indonesia, meskipun bagi masyarakat Indonesia tingkat kebutuhan untuk melakukan transaksi e-commerce masih dapat dijadikan perdebatan.25 Secara garis besar dapat ditemukan beberapa permasalahan yang timbul yang berkenaan dengan hak-hak konsumen, antara lain : 1. Konsumen tidak dapat langsung mengidentifikasi, melihat atau menyentuh barang yang akan dipesan. 2. Ketidakjelasan informasi tentang produk (barang dan jasa) yang akan ditawarkan atau tidak ada kepastian apakah konsumen telah memperoleh berbagai informasi yang layak diketahui dalam bertransaksi. 3. Tidak ada jelasnya status subjek hukum dari si pelaku usaha.
24 25
http://www.census.gov/mrts/www/current.html, diakses 12 Agustus 2009 Harian Bisnis Indonesia 27 November 2000
Universitas Sumatera Utara
14
4. Tidak ada jaminan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap resikoresiko dalam pembayaran secara elektronik. 5. Pembebanan resiko yang tidak berimbang karena umumnya terhadap jual beli di internet, pembayaran telah lunas dilakukan dimuka konsumen. 6. Transaksi yang bersifat lintas batas negara (borderless) menimbulkan pernyataan mengenai yurisdiksi hukum negara mana yang sepatutnya diberlakukan.26 Dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dimana barang dan/atau jasa dapat diperdagangkan kepada konsumen melewati batasbatas wilayah dan negara, maka perlindungan konsumen akan selalu menjadi isu penting yang menarik untuk diperhatikan karena hal itu bukan lagi menjadi gejala regional saja melainkan telah menjadi permasalahan global yang melanda seluruh konsumen di dunia.27 Ketika setiap orang telah memiliki kemudahan akses terhadap infomasi, terdapat kemungkinan untuk menciptakan suatu kondisi masyarakat yang lebih bernilai dan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat tersebut. Aliran informasi yang juga dapat diikuti oleh aliran komoditi dan investasi merupakan sarana peningkatan pembangunan ekonomi melalui perdagangan global.
26
Ester Dwi Magfirah, http://www. Students.ac.id, diakses tanggal 12 September 2009
Op.cit 27
Marianus Gaharpung, Upaya Perlindungan http://www.hamline.edu, diakses 16 September 2009.
Hukum
Bagi
Konsumen,
Universitas Sumatera Utara
15
Kasus-kasus yang berhubungan dengan transaksi di internet, khususnya mengenai cacat produk, informasi dalam webvertising yang tidak merata, keterlambatan pengiriman barang, marak dialami oleh konsumen. Berlainan dengan konsumen Indonesia yang jarang melakukan tindakan pengaduan terhadap ketidakadilan yang dialaminya, konsumen di negara maju lebih sadar akan haknya. Hal ini mengacu pada salah satu hak konsumen yaitu mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut serta hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.28 Disarankan kepada pelaku usaha sebagai penyedia jasa webstore, agar memberikan informasi benar selama proses transaksi elektronik berlangsung, sehingga konsumen terhindar dari kerugian, sehingga diperlukan adanya penegakan hukum terhadap konsumen yang dirugikan, Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu-lintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan 28
UUPK, Pasal 4 huruf e dan h
Universitas Sumatera Utara
16
hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. Dengan adanya UU ITE No. 11 tahun 2008 diharapkan kepada pemerintah untuk dapat menghindari konsumen dari kerugian serta untuk mengantisipasi
berkaitan
dengan
cybercrime
dan
globalisasi
serta
dapat
melaksanakan UU ITE sebagai regulasi yang saling melengkapi agar dapat lebih memberikan perlindungan kepada konsumen dan pelaku usaha yang melakukan transaksi elektronik dan diharapkan perlu dibentuknya Cyber ADR yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang meliputi adjukasi dan non adjukasi di dunia maya.29
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, rumusan masalah yang menjadi dasar pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Sejak kapan lahirnya kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik ?
2.
Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap hak-hak konsumen dalam perdagangan yang melalui media elektronik ?
29
UU ITE No. 11 Tahun 2008 Pasal 39 ayat 2
Universitas Sumatera Utara
17
3.
Bagaimanakah penegakan hukum jika konsumen mengalami kerugian dalam perdagangan melalui media elektronik ?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan dia atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sejak kapan lahirnya kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik. 2. Untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha terhadap hak-hak konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik. 3. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum perlindungan konsumen jika terjadi kerugian pada konsumen yang melakukan perdagangan melalui media elektronik.
D. Manfaat Penelitian Sehubungan dengan tujuan penelitian yang dilakukan ini, maka manfaat dan hasil yang diharapkan dari penelitian ini, selain dapat berguna bagi diri peneliti sendiri, juga diharapkan berguna bagi penelitian, kebijakan publik dan ilmu pengetahuan, yang diuraikan sebagaimana tertera di bawah ini : 1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pelaku usaha yang melakukan perdagangan elektronik sehingga faktor kepentingan ekonomisnya dapat terlindungi dari
Universitas Sumatera Utara
18
perbuatan pihak lain dan menciptakan keamanan dalam perdagangan elektronik. 3. Sebagai literatur dan bahan diskusi tentang Perdagangan Elektronik.
E. Keaslian penulisan Berdasarkan informasi yang di dapat dari penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, ternyata penelitian tentang “Analisis penegakan hukum perlindungan konsumen dalam perdagangan yang menggunakan media elektronik” belum pernah ditemukan judul atau penelitian tentang judul penelitian diatas sebelumnya. Akan tetapi terdapat suatu penelitian tesis yang dilakukan oleh : 1. Henny Saida Flora, Mahasiswa Program Magister Humaniora, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara pada Tahun 2006 dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pengikatan Jual beli Rumah Melalui Pengembang”. 2. Edwin Syah Putra, Mahasiswa Program Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara pada Tahun 2008 dengan judul “Perlindungan
Hukum
Terhadap
Konsumen
Pengguna
Handphone
Bergaransi Yang Mengalami Cacat Produk Pasca Transaksi” 3. Rosniyani, Mahasiswa Program Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara pada tahun 2008 dengan judul “Klausula Baku
Universitas Sumatera Utara
19
Dalam Perjanjian Beli Sewa Sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”. Dimana permasalahan dalam penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini., dengan demikian penelitian ini adalah asli, untuk itu penulis dapat mempertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.30 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan
cara-cara
untuk
bagaimana
mengorganisasikan
dan
mengimplementasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasilhasil terdahulu.31 Sedang dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.32 Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini maka perlu diuraikan pengertian-pengertian konsep yang dipakai, yaitu sebagai berikut : Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya. Hans Kelsen berpendapat bahwa hukum adalah suatu 30
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Cetakan Ke I (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal 80 31 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Ke II, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hal 23 32 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Edisi I Cetakan 7, (Raja Grafindo Persada : Jakarta), 2003, hal 7
Universitas Sumatera Utara
20
perintah yang memaksa manusia untuk bertingkah laku, dan dengan adanya sanksi akan terbentuk suatu penegakan hukum. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pada nilai-nilai keadilan yang terkandung didalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan Law Enforcement ke dalam bahasa indonesia dalam menggunakan perkataan Penegakan Hukum dalam arti luas dapat pula digunakan istilah Penegakan Peraturan dalam arti sempit.33 Dengan uraian diatas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu, pembahasan kita tentang penegakan hukum dapat kita tentukan sendiri batas-batasnya.34 Dalam pancasila, hukum perlindungan konsumen memperoleh landasan idiil (filosofis) hukumnya pada sila kelima yaitu : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pengertian keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, didalamnya terkandung 33
Hans Kelsen, Penegakan Hukum Menurut Teori Hukum Alam, www.solusihukum.com, diakses 14 Oktober 2009 34 Ibid
Universitas Sumatera Utara
21
suatu ‘hak’ seluruh rakyat Indonesia untuk diperlakukan sama didepan hukum. Hak adalah suatu kekuatan hukum, yakni hukum dalam pengertian subyektif yang merupakan kekuatan kehendak yang diberikan oleh tatanan hukum. Oleh karena itu hak dilindungi oleh tatanan hukum, maka pemilik hak memiliki kekuatan untuk mempertahankan haknya dari gangguan/ancaman dari pihak manapun juga.35 Perlindungan konsumen merupakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen agar terwujudnya tujuan perlindungan konsumen di Indonesia. Adapun yang menjadi tujuan perlindungan konsumen adalah : a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa. c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Hondius memberikan pengertian yang jelas bahwa konsumen adalah pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijke gebruiker van goederen en diensten ).36 Dalam pasal 1 angka 2 UUPK yaitu : Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan
35
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni (Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif), (Bandung : Nusamedia, 2006), hal 152 36 Hondius, Konsumentenrecht, 1976, dalam : Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku, (Bandung : Binacipta,1986), hal 56-79.
Universitas Sumatera Utara
22
diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.37 Terkait dengan perdagangan dengan media elektronik, yaitu transaksi yang dilakukan di internet, pengertian tersebut mengungkapkan bahwa pelaku usaha adalah pihak penyedia barang dan/atau jasa di internet yang merupakan orang perorangan atau badan usaha berbentuk badan hukum ataupun tidak, didirikan dan berkedudukan di dalam wilayah hukum negara RI . Perdagangan dengan media elektronik lebih ditujukan dalam lingkup transaksi yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan (networking) dari sistem informasi berbasiskan komputer (computer based information system) dengan sistem
komunikasi
didasarkan
atas
jaringan
dan
jasa
telekomunikasi
(telecommunication based), yang selanjutnya di fasilitasi oleh keberadaan jaringan komputer global internet.38 Manfaat perlindungan konsumen di Indonesia adalah : 1. Balancing position, dimana bertujuan agar konsumen di tempatkan sebagai subjek dalam bisnis, yang memiliki hak-hak seimbang dengan pelaku usaha 2. Pemberdayaan konsumen, yang dapat dilakukan melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
37
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Edmon Makarim, Apakah Transaksi Secara Elektronik Mempunyai Kekuatan Pembuktian, www.indocyber.net, diakses 5 Desember 2009 38
Universitas Sumatera Utara
23
3. Meningkatkan profesionalisme pelaku usaha. Manfaat ini antara lain dapat dilakukan pada orientasi pelaku usaha jangka pendek menjadi orientasi jangka panjang. Pelaksanaan perlindungan konsumen dapat dilaksanakan melalui hukum konsumen. Hukum konsumen adalah keseluruhan azas-azas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (Barang dan/atau jasa) antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.39 Berdasarkan Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi Elektronik Pasal 1 angka (2) selanjutnya disebut UU ITE, transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer atau media elektronik lainnya.40 Selain itu, perlindungan hukum dapat dilaksanakan dalam bentuk substansi atau isi perjanjian antara konsumen dan pelaku usaha. Ketentuan tentang perjanjian atau kontrak juga diatur dalam Buku III KUHPerdata. Pada buku III KUHPerdata menyatakan sistem serta jenis-jenis perjanjian. Pasal 1 UUPK 1999 mengatur mengenai perlindungan konsumen. Namun, pada kenyataannya UUPK 1999 belum sepenuhnya mengatur mengenai transaksi elektronik, hanya beberapa pasal saja yang dapat dipergunakan dalam transaksi elektronik. Hal tersebutlah yang membuat masih kurangnya perlindungan bagi konsumen yang melakukan transaksi elektronik. Di dalam KUHPerdata sendiri 39
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar, (Jakarta : CV Triarga Utama, 2002), hal 22 40 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 1 ayat (2)
Universitas Sumatera Utara
24
terdapat beberapa pasal yang lazim digunakan dalam transaksi elektronik yaitu Pasal 1338 jo Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur mengenai kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian. Pasal 1338 KUHPerdata angka (1) berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan pasal 1338 KUHPerdata memberikan kebebasan kepada para pihak untuk ;
1. Membuat atau tidak membuat Perjanjian 2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun. 3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya 4. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau tidak tertulis.41
Electronic Commerce (e-commerce) didefinisikan sebagai proses pembelian dan penjualan produk, jasa dan informasi yang dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan jaringan komputer. Salah satu jaringan yang digunakan adalah internet. Definisikan e-commerce dari beberapa perspektif, yaitu:
1. Dari perspektif komunikasi, e-commerce adalah pengiriman informasi, produk/jasa, atau pembayaran melalui jaringan telepon, atau jalur komunikasi lainnya.
41
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Grafika, 2003), hal 218
(Jakarta : Sinar
Universitas Sumatera Utara
25
2. Dari perspektif proses bisnis, e-commerce adalah aplikasi teknologi menuju otomatisasi transaksi bisnis. 3. Dari perspektif pelayanan, e-commerce adalah alat yang digunakan untuk mengurangi biaya dalam pemesanan dan pengiriman barang 4.
Dari perspektif online, e-commerce menyediakan kemampuan untuk menjual dan membeli produk serta informasi melalui internet dan jaringan jasa online lainnya.42
Selanjutnya Yuan Gao dalam Encyclopedia of Information Science and Technology, menyatakan e-commerce adalah penggunaan jaringan komputer untuk melakukan komunikasi bisnis dan transksaksi komersial.43 Kemudian di website ecommerce, e-commerce didefinisikan sebagai kegiatan menjual barang dagangan dan/atau jasa melalui internet. Seluruh komponen yang terlibat dalam bisnis praktis diaplikasikan disini, seperti customer service, produk yang tersedia, cara pembayaran, jaminan atas produk yang dijual, cara promosi dan sebagainya. Seluruh definisi yang dijelaskan di atas pada dasarnya memiliki kesamaan yang mencakup komponen transaksi (pembeli, penjual, barang, jasa dan informasi), subyek dan obyek yang terlibat, serta media yang digunakan (dalam hal ini adalah media elektronik yaitu : internet).44 Sedangkan keabsahan transaksi dan kekuatan pembuktian, dapat dilihat bahwa perdagangan elektronik tidak memerlukan hard copy. Namun demikian, setiap 42
http://www.sentralweb.com, E-Commerce, diakses 16 Agustus 2009 Yuan Gao, Encyclopedia of Information Science and http://wartawarga.gunadarma.ac.id, diakses 16 Agustus 2009. 44 http://wikipedia.org.id, E-Commerce, diakses 16 Agustus 2009 43
Technology,
2005,
Universitas Sumatera Utara
26
transaksi diberikan tanda bukti berupa nomor atau kode yang dapat disimpan dan di cetak dikomputer. Dalam bidang hukum perdata bisnis, kegiatan didalam dunia maya, terjadi dalam bentuk e-commerce, dimana para pelaku usaha tidak lagi secara tatap muka, tetapi hanya melakukan kegiatan usaha di dunia maya (cyberworld).45
G. Metodologi Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis46 karena menelaah bagaimana penegakan hukum itu berjalan terhadap perlindungan konsumen dalam suatu perdagangan atau transaksi elektronik. Jenis penelitian yang diterapkan adalah dengan memakai metode pendekatan penelitian hukum normatif47 dan penelitian hukum empiris, disebut penelitian hukum normatif karena penelitian ini dilakukan dengan menganalisa kaidah hukum tentang perlindungan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik. Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang mengkaji korelasi antara kaidah hukum dengan lingkungan tempat itu berlaku korelasi ini dapat dilihat dalam kaitan pembuatan atau penerapan hukum48. Penelitian ini dilakukan sebagai pendukung penelitian hukum normatif dan mengetahui
45
H.R Daeng Naja, Contract Drafting , (Bandung : Citra Adiya Bakti, 2006), hal 343 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Garafika, 1996), hal 8, menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal didaerah tertentu dan pada saat tertentu. 47 Nama lain dari penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum doktriner juga disebutkan sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen. Ibid, hal 2 48 Bagir Manan, Penelitian di Bidang Hukum, Jurnal Hukum Puslitbangkum, (Bandung : Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), hal 4 46
Universitas Sumatera Utara
27
bagaimana
penegakan
hukum
perlindungan
konsumen
dalam
perdagangan
menggunakan media elektronik.
2. Sumber Data Dalam penelitian ini yang digunakan merupakan data yang terdiri dari : a. Data Sekunder Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek yang diteliti, dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research). Peraturan
perundang-undangan
yang
digunakan
yaitu
peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan konsumen dan transaksi elektronik, yaitu UU Nomor 8 tahun 1999 dan UU Nomor 11 tahun 2008. b. Data Primer Data primer yang dipakai dalam penelitian kasus ini adalah dengan cara menganalisa kasus yang berhubungan dengan kerugian konsumen saat bertransaksi elektronik, yang bahannya diambil melalui media internet, yaitu mengenai kasus kerugian konsumen di Amerika yang melakukan transaksi melalui media internet, dikarenakan di Indonesia masalah mengenai kerugian konsumen saat bertransaksi melalui media elektronik belum pernah termuat dalam laporan media maupun dalam pengadilan, meskipun kenyataannya sangat mungkin terjadi di indonesia.
Universitas Sumatera Utara
28
3. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian tesis ini dengan menggunakan metode : 1. Penelitian kepustakaan (Library Research) Dengan mengumpulkan data sekunder baik berupa peraturan perundang-undangan dan dokumen yang berkaitan dengan objek yang diteliti yang berkaitan dengan perlindungan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik. 2. Studi Lapangan Dengan mengumpulkan data yang diperoleh langsung dari informan dari BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) Medan.
4. Analisa Data Kegiatan analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian, dimulai dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap data yang terkumpul melalui internet, dalam rangka memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti untuk kebutuhan analisis data dalam penelitian ini semua data primer dan data sekunder yang diperoleh dan dikumpulkan dan selanjutnya kedua jenis data itu dikelompokkan sesuai dengan data yang sejenis, sedangkan evaluasi data dilakukan secara kualitatif untuk membahas lebih mendalam tentang permasalahan hukum perlindungan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik. Selanjutnya seluruh data yang terkumpul dipilah-pilah dan diolah, kemudian dianalisis dan ditafsirkan secara logis dan sistematis dengan menggunakan metode ini diperoleh
Universitas Sumatera Utara
29
kesesuaian antara ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa mengenai perlindungan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik. Atas dasar pembahasan dan analisis ini maka dapat ditarik kesimpulan yang dapat digunakan dalam menjawab permasalahan penelitian.
Universitas Sumatera Utara