1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan Indonesia dasawarsa terakhir ini dalam ikut serta merealisasikan gagasan atau kesepakatan internasional semakin meningkat. Hal ini semakin nyata menunjukkan bahwa pembangunan harus berstandarkan pada industri yang menghasilkan nilai tambah yang tinggi. Keikutsertaan Indonesia dalam kesepakatan mengenai ASEAN Free Trade Area (AFTA) serta keanggotaan Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), telah menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam mendukung sistem perekonomian yang terbuka. Hal ini secara tidak langsung memacu perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk lebih meningkatkan daya saingnya dan menuntut kualitas produk yang semakin tinggi. Semakin derasnya arus perdagangan bebas akan semakin menuntut tingginya kualitas produk yang dihasilkan dan semakin memacu perkembangan teknologi yang mendukung kebutuhan tersebut. Seiring dengan hal ini, peranan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) penting dalam mendukung perkembangan teknologi dan meningkatkan daya saing suatu produk.1 1
Implementasi perlindungan HKI merupakan suatu hal yang penting,
terlebih lagi bagi Indonesia yang ikut serta sebagai anggota WTO, sehingga harus
1
Adrian Sutedi, 2008, Hukum Waralaba, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. v.
1
2
melaksanakan ketentuan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs). Kesiapan Indonesia dalam menghadapi arus perdagangan bebas, kini tengah diuji. Industri domestik berskala kecil dan menegah menjadi salah satu unit usaha yang dikhawatirkan tergerus akibat kalah bersaing dengan industri luar negeri ataupun bahkan dengan industri domestik itu sendiri. Kesiapan salah satu industri domestik dalam meningkatkan daya saing melalui perlindungan HKI yang menjadi fokus pembahasan dalam penulisan ini, ialah usaha Angkringan dengan sistem waralaba. Angkringan bukanlah merupakan hal yang asing bagi yang sudah pernah mengunjungi ataupun merantau ke Yogyakarta. Angkringan menyerupai sebuah ‘cafe’ tradisional yang memiliki ciri khas menjajakan dagangannya dalam sebuah gerobak kayu yang beratapkan terpal dan dilengkapi dengan bangku panjang. Bukan hanya bentuknya yang menjadi pusat perhatian (center of interest), menumenu makanan yang dijajakan juga unik mulai dengan menu wajib berupa sego kucing (nasi putih dengan sambal, mie atau oseng-oseng tempe yang dibungkus dalam porsi kecil), Kopi Joss, wedang jahe, teh, gorengan dan baceman. Angkringan, berasal dari bahasa Jawa ‘angkring’ yang berarti duduk santai.2 Sejarah angkringan pertama kali bermula di Yogyakarta pada tahun 1950an yang dipelopori oleh Mbah Pairo, yang juga bisa disebut sebagai pionir
2
Equator Indonesia, 2012, Angkringan Jogja, www.equator-indonesia.com, diakses tanggal 07 Mei 2014.
3
angkringan di Yogyakarta.3 Usaha angkringan Mbah Pairo hingga sekarang masih eksis dan dapat ditemui dengan nama Angkringan Lik Man.4 Lik Man merupakan putra Mbah Pairo yang sekitar tahun 1969 diwarisi usaha angkringan ini oleh Mbah Pairo.5 Lambat laun bisnis ini kemudian menjamur hingga sekarang ini dan telah menjadi salah satu ikon Yogyakarta. Angkringan yang telah menjadi ikon Yogyakarta ini tentu memberikan kesan yang membekas bagi yang sudah pernah mencobanya, terlebih bagi mereka para alumni, pelajar atau perantau yang dahulunya pernah mengenyam pendidikan atau bekerja di Yogyakarta. Tidak mengherankan bila setiap acara reunian yang ingin menciptakan suasana Yogyakarta, keberadaan angkringan ini menjadi salah satu objek yang tidak terlewatkan. Seiring bergulirnya waktu, melihat antusias para mantan perantau Yogyakarta yang menyebar di seluruh pelosok tanah air dan juga daya tarik konsumen melalui keunikan bentuk angkringan, usaha angkringan ini pun kemudian dikembangkan dengan sistem waralaba. Waralaba berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba, didefinisikan sebagai hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.6
3
Info Angkringan, 2013, Sejarah Asal Mula Warung Angkringan, www.playindonesia.com, diakses tanggal 10 Maret 2014. 4 Yunanto Wiji Utomo, 2006, Angkringan Lik Man, www.yogyes.com, diakses tanggal 08 Mei 2014. 5 Info Angkringan, Loc.cit. 6 Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
4
Angkringan yang dijalankan dengan konsep waralaba sangat berperan untuk memperluas kegiatan usaha tanpa investasi sendiri dari pemberi waralaba (franchisor) dan juga memberikan beberapa keunggulan, yaitu dapat memperluas jaringan usaha dengan cepat, menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan, meningkatkan lapangan kerja baru, mampu mempercepat alih teknologi dan meningkatkan peluang berusaha bagi UMKM, serta merupakan pilihan berwiraswasta dengan risiko yang kecil.7 Waralaba pada hakikatnya merupakan sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha dengan cepat.8 Selain itu, dalam sistem 8
waralaba tersembunyi suatu hal yang abstrak yang memiliki nilai ekonomis tinggi, yaitu citra (image) atau nama baik (good will) tertentu. Citra atau nama baik diperlukan dalam dunia bisnis, dimana unsur persaingan serta upaya merebut pangsa pasar memegang peran yang amat besar.9 Konsekuensi logis dari adanya persaingan adalah terciptanya harga yang bersaing, kualitas barang yang baik.10 Waralaba berhubungan dengan jaringan pembuatan dan/atau pengedaran barang atau jasa dengan suatu standar tertentu, meliputi kesamaan dalam penggunaan nama perniagaan dan merek, sistem pembuatan, serta tata cara pengemasan, penyajian dan pengedaran. Nama baik franchisor yang telah tertanam secara kokoh di masyarakat akan memberi keuntungan pada franchisee untuk tidak perlu membangun sendiri citra serta nama baik yang sangat
7
Adrian Sutedi, Op.cit., hlm. 127. Anonymous, Sejarah Waralaba, www.wirausaha.com. diakses tanggal 10 Maret 2014. 9 Adrian Sutedi. Op.Cit., hlm. 97. 10 Sonny Keraf, 1996, Pasar Bebas, Keadilan dan Peran Pemerintah: Telaah Etika Politik Ekonomi Adam Smith, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 137. 8
5
dibutuhkan dalam upaya perebutan pangsa pasar.11 Oleh karenanya, penting 11
perlindungan HKI pada usaha angkringan dengan sistem waralaba. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.12 Perjanjian waralaba mengakibatkan adanya pemberian hak untuk menggunakan sistem waralaba yang bersangkutan dengan HKI. Perjanjian waralaba mengenai HKI bisa dimuat dalam perjanjian pokok ataupun dengan perjanjian accesoir yang mengikutinya, seperti pemberian Trade Mark License Agreement, Management Assistance atau Technical Assistance Agreement.13 Angkringan yang beroperasi sangatlah banyak, khususnya di Yogyakarta akan tetapi yang menjalaninya dalam sistem waralaba belum banyak. Berdasarkan data dari Asosiasi Franchise Indonesia (AFI)14 dan data yang penulis dapatkan, jumlah waralaba angkringan di Indonesia hingga Maret 2014, tidak mencapai sepuluh. Dari waralaba angkringan yang ada, berdasarkan hasil penjajakan penulis, kesadaran pemilik waralaba angkringan akan pentingnya perlindungan HKI pada usaha waralaba angkringan tersebut masih rendah.
11
Setiawan. “Segi-segi Hukum Trade Mark dan Licensing”, Varia Peradilan, No. 70, Juni Tahun 1991, hlm. 152. 12 Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. 2013, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, DJHKI Kemenkumham, Tangerang, hlm. iii. 13 Gunawan Widjaja, 2003, Waralaba, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 106. 14 Asosiasi Franchise Indonesia, 2011, Info Franchise: 2000+ Data Franchise & Business Opportunity, PT Neo Mediatama, Jakarta, hlm. 176.
6
Sebagai contoh, beberapa angkringan yang dijalankan dengan sistem waralaba ialah Angkringan 78 dan Angkringan Pak Blangkon. Angkringan 78 yang usahanya telah dimulai sejak tahun 2011 hingga kini telah memiliki sekitar 200-an mitra. Akan tetapi usaha waralaba angkringan yang telah meluas dari Banda Aceh hingga Makassar ini masih belum mempunyai perlindungan HKI dan perjanjian antar pihak selama ini dilakukan dengan sistem percaya sama percaya. 15 Sama halnya juga pada waralaba Angkringan Pak Blangkon, usaha waralaba angkringannya juga belum memiliki perlindungan HKI.16 Dalam penulisan ini, penulis akan meneliti potensi perlindungan HKI terhadap bisnis waralaba angkringan, khususnya pada jenis HKI Merek, Rahasia Dagang, Desain Industri dan Paten. Hal ini dikarenakan keempat jenis HKI tersebut yang paling erat hubungannya dengan bisnis waralaba angkringan. Perlindungan HKI pada bisnis waralaba angkringan tidak bisa dianggap enteng atau tidak penting. Perlindungan HKI yang efektif pada suatu produk akan meningkatkan daya saing produk tersebut dan tidak mudah tergerus oleh arus perdagangan bebas yang ketat akan persaingan mutu dan kualitas produk. Peningkatan kesadaran akan pentingnya perlindungan HKI ini juga dapat memberikan motivasi pada industri atau perusahaan untuk terus berinovasi mewujudkan produk yang kreatif dan unggul. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti mengenai perlindungan HKI terhadap bisnis waralaba angkringan.
15
16
Hasil wawancara langsung dengan Bapak Christian Triangga Bayu (Pemilik Waralaba Angkringan 78). 8 Maret 2014. Pukul 12.15 WIB. Hasil Hasil wawancara via Telepon dengan Bapak Asep Nurdiansyah (Pemilik Waralaba Angkringan Pak Blangkon). 24 Maret 2014. Pukul 10.20 WIB.
7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana potensi perlindungan HKI terhadap bisnis waralaba angkringan? 2. Mengapa
kesadaran
pemilik
waralaba
angkringan
akan
pentingnya
perlindungan HKI terhadap bisnis waralaba angkringan masih rendah?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif Sesuai dengan permasalahan yang diteliti maka tujuan objektif dari penulisan hukum ini adalah: a. Untuk mengetahui potensi perlindungan HKI terhadap bisnis waralaba angkringan terdaftar; dan b. Untuk mengetahui dan mengkaji penyebab masih rendahnya kesadaran pemilik waralaba angkringan akan pentingnya perlindungan HKI terhadap bisnis waralaba angkringan terdaftar.
2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data dan informasi dalam penyusunan penelitian untuk penulisan hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
8
D. Keaslian Penelitian Penelitian maupun penulisan ilmiah tentang perlindungan HKI terhadap bisnis waralaba telah dilakukan beberapa kali. Sebagian besar penelitian yang dilakukan memfokuskan pada salah satu jenis HKI, kemudian penelitian tersebut dilakukan di suatu lokasi perusahaan tertentu. Berdasarkan penelusuran kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan database perpustakaan lain di Internet belum ada yang secara spesifik membahas potensi perlindungan HKI terhadap bisnis waralaba angkringan. Sebagai perbandingan, penulis menemukan tulisan yang berkaitan dengan perlindungan HKI terhadap bisnis waralaba, yaitu: 1. Penulisan Hukum Irene Diani Tyasnita dengan judul asli “Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dalam Waralaba Produk Makanan TelaTela di Wilayah Kabupaten Sleman.” Penulisan Hukum ini dilakukan pada tahun 2008. Penulisan Hukum ini membahas Perlindungan HKI dalam Waralaba Produk Makanan Tela-Tela di Wilayah Kabupaten Sleman dan penulisannya menitikberatkan pada keseluruhan cakupan HKI yang meliputi paten, merek, hak cipta, desain industri, rahasia dagang dan varietas tanaman. 2. Penulisan Hukum Irene Handika Ika Sari dengan judul asli “Tinjauan terhadap Perlindungan Hukum Rahasia Dagang pada Pemberian Waralaba.” Penulisan Hukum ini dilakukan pada tahun 2009. Penulisan ini menitikberatkan pada perlindungan hukum rahasia dagang sebagai bagian dari HKI. Penulis tersebut beranggapan bahwa rahasia dagang memiliki ciri khas dan karaketeristik yang
9
berbeda dengan HKI lain sehingga perlindungan hukum rahasia dagang akan berbeda dan tidak dapat dipersamakan dengan HKI lainnya. 3. Penulisan Hukum Widyastomo Isworo dengan judul asli “Perlindungan terhadap Rahasia Dagang dalam Perjanjian Waralaba Selama Maupun Setelah Perjanjian Berakhir (Studi Kasus di PT Cawan Artha atau I-Tasuki Gandaria City Jakarta Selatan).” Penulisan Hukum ini dilakukan pada tahun 2013. Penulisan ini menitikberatkan pada metode pengembangan sistem waralaba di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan upayaupaya yang dapat dilakukan pemilik waralaba untuk melindungi rahasia dagang dalam pemberian waralaba baik selama perjanjian berlangsung maupun setelah perjanjian berakhir. Perbedaan penulisan hukum tersebut dengan penulisan yang akan dilakukan ini adalah bahwa penulisan ini fokus pada perlindungan HKI terhadap bisnis waralaba angkringan yang pembahasannya tidak secara spesifik terhadap salah satu jenis HKI dan tidak juga secara keseluruhan terhadap jenis HKI, melainkan membahas HKI yang berpotensi untuk melindungi bisnis waralaba angkringan. Selain itu, penulisan ini juga akan meneliti penyebab rendahnya kesadaran pemilik bisnis waralaba angkringan untuk melakukan perlindungan HKI terhadap bisnis waralaba angkringan-nya.
E. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu:
10
1. Manfaat Teoritis a. Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya di bidang hukum dagang/bisnis mengenai hukum hak kekayaan intelektual dan hukum waralaba; b. Sebagai sarana untuk mengetahui penerapan keilmuan yang diperoleh dalam teori dengan yang terjadi dalam lapangan atau di masyarakat; dan c. Sebagai wujud pelaksanaan salah satu Tri Darma Perguruan Tinggi di bidang penelitian.
2. Manfaat Praktis a. Memberi masukan kepada para pemilik waralaba atau hak kekayaan intelektual akan pentingnya kesadaran perlindungan hak kekayaan intelektual; b. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesadaran perlindungan hak kekayaan intelektual; dan c. Mengembangkan keterampilan penelitian bagi peneliti.