BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dunia pertelevisian merupakan dunia yang sangat cepat berkembang. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang ditayangkan selama dua puluh empat jam sehari dan tujuh hari dalam seminggu. Salah satu contoh program yang menarik penonton adalah acara realitas. Acara realitas merupakan salah satu bentuk acara yang akhir-akhir ini sering dan banyak ditayangkan di televisi. Beragam acara realitas mengambil dan menampilkan kisah hidup seseorang yang kemudian diangkat menjadi tontonan di layar kaca. Di satu sisi, rasa penasaran penonton dipupuk dari kisah-kisah yang dekat dengan kehidupan penonton. Alur cerita dan setting kejadian yang ditayangkan selalu mendatangkan rasa penasaran penontonnya. Di sisi yang lain, cerita yang diangkat dalam acara realitas sering kali menangkap dilema dan kejadian tidak terduga. Kedua hal tersebut disatukan dalam sebuah program dengan konsep semua pelaku yang muncul dalam serial mengatakan, melakukan, dan menyampaikan sesuatu tanpa adanya panduan dari sutradara. Jika dilihat dari perkembangannya, acara realitas merupakan jenis acara yang sudah lama muncul dan menjadi program favorit dalam dunia pertelevisian. Di Amerika sendiri, acara realitas diawali dengan penayangan acara komedi yang mempunyai konsep „mengerjai orang‟ bertajuk Candid Camera (1948). Orangorang yang dikerjai ini akan menunjukkan tanggapan baik berupa kekesalan maupun rasa geli akibat humor yang muncul. Acara ini merupakan acara
1
2
hiburan yang mengangkat kejadian yang muncul dalam siatuasi tertentu dan terekam oleh kamera tersembunyi. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan kecanggihan dalam dunia pertelevisian, serta berkembangnya dinamika hidup manusia, acara realitas pun ikut berubah. Pada era 90-an dunia pertelevisian barat mulai diramaikan oleh acara realitas yang mengangkat kisah dramatis dari tokohtokoh yang terekam di dalamnya. Big Brother (2000) adalah salah satu dari banyak acara realitas yang sangat sukses dan paling banyak diperbincangkan kala itu. Kisah realitas yang diangkat adalah kisah manusia dari beragam latar belakang dikarantina dalam sebuah rumah besar. Acara realitas ini menjadi sangat terkenal karena belum pernah ada acara seperti ini dalam sejarah pertelevisian dunia Barat. Di Indonesia, acara realitas pada awalnya hanya berupa acara dengan konsep kuis dan kompetisi. Kuis Berpacu Dalam Melodi (1952) merupakan salah satu acara kuis lawas yang tayang perdana di Televisi Republik Indonesia (TVRI), sebagai pionir acara realitas berjenis kuis di Indonesia. Perubahan dan penambahan saluran televisi di Indonesia membuat acara realitas baru mulai bermunculan dan menjadi acara yang banyak ditunggu oleh penonton lokal. Perkembangan ini pulalah yang menjadi pintu gerbang masuknya acara realitas asing ke Indonesia. Salah satu acara realitas asing yang cukup berbeda dan sempat ditayangkan di Indonesia adalah Supernanny. Acara ini muncul perdana pada tahun 2004 di Inggris dan menjadi acara yang sangat diminati di negaranya. Acara ini menjadi terkenal semenjak penayangan perdana, sehingga turut disiarkan hingga ke
3
delapan belas negara termasuk Indonesia, pada tahun 2006. Konsep yang diambil oleh acara ini adalah rekaman kehidupan keluarga yang difokuskan pada komunikasi orang tua dan anak. Jika membicarakan komunikasi orang tua dan anak, maka penggunaan bahasa saat bertutur menjadi hal yang sangat disoroti dalam acara ini. Komunikasi orang tua dan anak merupakan sebuah proses komunikasi yang sangat erat kaitannya dengan konteks situasi tutur. Orang tua sering kali berujar kepada anak-anak mereka dalam konteks tertentu. Ujaran dengan fungsi menyuruh, memuji, melarang, dan beragam fungsi ujaran lainnya dituturkan sesuai dengan kebutuhan komunikasi orang tua dan anak. Kebutuhan komunikasi ini tidak bisa dilepaskan dari situasi tutur yang mendorong ujaran antara orang tua dan anak untuk muncul. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa karena konteks situasi ini pulalah, anak akhirnya mampu memahami maksud yang disampaikan orang tua melalui tuturannya. Penjabaran di atas memberikan gambaran bahwa ujaran yang dituturkan oleh orang tua dan anak adalah alat perantara untuk saling memahami satu sama lain. Di satu sisi, anak dalam usia tertentu semestinya mengerti alasan orang tua mengujarkan sesuatu baik dari sisi bentuk, makna, dan konteks ujaran tersebut. Di sisi yang lain, orang tua mengujarkan sesuatu kepada anak mereka bukan hanya karena mereka ingin melafalkan sesuatu. Para orang tua mempunyai maksud tertentu dalam ujaran yang diharapkan mampu dimengerti oleh anak-anak mereka. Ujaran yang dituturkan oleh orang tua layaknya sebuah tindakan fisik yang diwakili oleh ujaran yang di tuturkan kepada anak-anak mereka.
4
Dalam linguistik, pragmatik adalah ilmu yang menelaah bahasa tidak hanya dengan melihat struktur dan makna ujaran, tetapi juga keterkaitan ujaran dengan aspek eksternal bahasa, yaitu saat ujaran muncul dan digunakan dalam konteks situasi tertentu (Wijana, 1996:1). Dalam ilmu pragmatik, ujaran mempunyai kemampuan untuk mewakili bahkan untuk „melakukan‟ tindakan. Kemampuan ujaran untuk mewakili sebuah tindakan dikenal dengan istilah tindak tutur. Esensi tindak tutur pada dasarnya terletak pada „tindakan‟
yang
direpresentasikan oleh ujaran. Ketika orang tua mengatakan “tutup pintunya” kepada anak mereka, ujaran ini bukan hanya sekedar rentetan kata yang didengarkan oleh lawan tutur. Ujaran ini memiliki sebuah daya yang mendorong lawan tutur layaknya tindakan yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anak. Namun, tindakan ini bukanlah sebuah kegiatan fisik, melainkan daya yang muncul dari rangkaian ujaran atau melalui kata-kata. Tindakan ini pada akhirnya akan memberikan efek kepada pendengarnya sehingga si pendengar atau lawan tutur tersebut bergerak untuk menutup pintu. Lebih jauh lagi, jika dikaitkan dengan komunikasi antara orang tua dan anak, ujaran yang dituturkan oleh orang tua tidak selamanya merupakan ujaran yang bersifat langsung. Keberadaan konteks situasi sangat memengaruhi penutur untuk menyatakan maksudnya secara langsung dalam tuturannya atau melalui bentuk yang tidak langsung (Wijana, 1996: 29). Ada kalanya orang tua, sebagai penutur, tidak langsung menuturkan maksudnya melalui kalimat yang dilontarkan. Petutur, yang dalam konteks situasi tutur ini adalah anak, didorong untuk memahami konteks kemunculan tuturan tersebut dan menangkap maksud tuturan orang tua.
5
Sebagai contoh adalah seorang ibu berkata “tong sampah di dapur sudah penuh”. Dilihat dari jenis tuturannya, maka tuturan ini digolongkan sebagai bentuk tuturan deklaratif. Jenis tuturan dengan bentuk deklaratif umumnya merupakan tuturan yang bersifat informatif bagi pendengarnya. Jika pemahaman akan tindak tutur hanya terbatas pada jenis atau bentuk tuturan saja, tanpa memperhatikan konteks yang akan mempengaruhi maksud tuturan, maka sebuah tuturan tidak akan mampu secara sempurna menyampaikan maksudnya. Contoh tuturan yang tertulis pada paragraf di atas memang memberikan informasi kepada lawan tutur bahwa tong sampah yang berada di dapur sudah penuh. Maksud secara tidak langsung dari pernyataan tersebut adalah sebuah instruksi. Petutur, dalam konteks situasi ujaran tersebut, merupakan orang yang selalu berkewajiban untuk membuang sampah dari dapur. Oleh karena itu, petutur semestinya bertindak untuk membuang sampah yang ada di dapur. Dengan demikian, ujaran yang mempunyai jenis ujaran tak langsung dapat dipahami bukan hanya dari bentuk ujaran tetapi dari fungsi dan maknanya. Suardana (2013) menulis bahwa pada kenyataanya, tindak tutur tidak langsung mempunyai makna implisit. Petutur perlu memahami fungsi yang tidak muncul secara eksplisit dalam tuturan. Keberhasilan dalam memahami tindak tutur baik secara eksplisit maupun implisit mampu menghilangkan hambatan komunikasi yang akan bisa dicapai oleh penutur dan petutur (Suardana, 2013: 35). Pemahaman tindak tutur didorong oleh pemahaman interlokutor terhadap konteks sosial dan psikologis yang mengikat mereka. Kedua konteks ini akan mampu menjadi pendorong bagi
6
interlokutor untuk menuturkan ujaran yang sesuai baik dari sisi jenis, fungsi dan maknanya. Orang tua maupun anak-anak selalu berharap bahwa dalam setiap penuturan mereka mampu dipahami sepenuhnya oleh lawan bicara mereka. Untuk itu, secara tidak sadar orang tua dan anak akan memilih menggunakan tindak tutur tertentu yang mampu mewakili tindakan yang ingin mereka lakukan. Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa tindak tutur memegang peran penting dalam proses komunikasi situasi tertentu. Namun, penelaahan mengenai tindak tutur bukanlah hal yang sederhana. Tindak tutur juga berkaitan dengan kerjasama dan kesantunan yang terjalin antara penutur dan petutur. Wierzbicka (1999) memberikan penjelasan bahwa setiap penutur mempunyai cara yang khas dalam mengujarkan sesuatu. Kekhasan penuturan tergantung pada nilai-nilai yang dianut penutur dan sejauh mana penutur memahami konteks tuturan. Dalam konteks situasi tuturan antara orang tua dan anak, kerjasama dan kesantunan adalah salah satu aspek yang akan muncul. Kerjasama dan kesantunan antara orang tua dan anak tidak hanya terbatas pada kerjasama dalam bentuk sikap dan fisik tetapi juga dalam ujaran. Ketika orang tua dan anak mengujarkan sesuatu, mereka menuturkan sesuatu dalam jumlah dan kadar tertentu. Kerjasama dalam memberikan informasi akan bertautan dengan kesantunan yang muncul. Penjelasan di atas memaparkan mengenai pentingnya penelaahan tindak tutur dalam situasi tutur tertentu, tidak terkecuali dalam komunikasi orang tua dan anak. Tidak jarang orang tua mengujarkan berbagai macam hal seperti perintah kepada anak mereka. Sayangnya, ujaran ini hanya mendapatkan tanggapan yang berujung kepada ketidakpatuhan. Tidak jarang pula anak-anak memberikan tanggapan yang
7
bertujuan untuk melawan tuturan orang tua. Akibat dari keadaan ini, tidak sedikit orang tua pada akhirnya hanya bisa marah. Apapun yang mereka sampaikan tidak dipatuhi oleh anak. Lebih buruk lagi, tidak jarang anak-anak menjadi individu yang berani memberikan tanggapan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang tua seperti umpatan dan kelakuan kasar. Hal ini merupakan pelanggaran buruk terhadap tindak tutur, prinsip kerjasama bahkan kesantunan. Dalam acara realitas Supernanny, permasalahan yang sering kali muncul adalah anak-anak yang tidak mau menuruti orang tuanya. Tidak jarang pula dari tayangan acara ini diperlihatkan anak-anak dengan berani memukul orang tuanya meskipun orang tuanya tersebut sudah melarang bahkan menyuruh mereka untuk berhenti. Acara realitas ini ingin menujukkan bahwa penggunaan bahasa atau tuturan yang tepat sangatlah penting. Tuturan yang diujarkan sesuai dengan konteksnya merupakan alat yang tepat dan efektif untuk membuat anak-anak mampu mendengarkan ujaran orang tuanya dengan baik. Melihat bahwa ujaran yang dituturkan oleh orang tua erat kaitannya dengan aspek situasi dan tindak tutur, maka teori tindak tutur cocok untuk menelaah ujaran-ujaran yang muncul dalam acara realitas Supernanny. Menurut Saeed (2000: 203), tindak tutur menunjukkan bahwa tuturan merupakan bagian dari penggunaan bahasa yang sarat dengan tujuan menyampaikan gagasan sosial. Dengan demikian perlu digarisbawahi bahwa penuturan sebuah ujaran akan mampu memberikan efek tindak tutur jika penutur dan petutur sama-sama memahami aspek sosial yang terjalin di antara mereka. Melalui aspek sosial
8
tersebut, hambatan dalam menangkap gagasan dari sebuah tuturan tidak perlu muncul. Acara realitas Supernanny merupakan gambaran yang baik dari penggunaan tuturan yang sesuai dengan konteks situasi tutur serta teknik penggunaan ujaran yang
tepat
dalam
komunikasi
antara
orang
tua
dan
anak.
Dengan
mempertimbangkan keterkaitan fakta yang terjadi pada acara realitas Supernanny dengan teori tindak tutur dalam pragmatik, peneliti mempunyai pandangan bahwa serial realitas Supernanny layak untuk diangkat sebagai objek penelitian tindak tutur.
1.2 Rumusan Masalah Pada bagian latar belakang telah dijelaskan bahwa komunikasi orang tua dan anak menggunakan tuturan-tuturan yang dipengaruhi oleh konteks situasi tuturan. Tindak tutur memegang peranan penting dalam pemahaman penutur dan petutur terhadap ujaran yang muncul. Dengan adanya tindak tutur, maksud yang disampaikan oleh penutur akan bisa ditangkap dengan baik oleh petutur. Kerjasama dan kesantunan penutur menjadi aspek penting lainnya karena situasi tutur tertentu akan menentukan maksim kerjasama dan kesantunan dalam tuturan. Merujuk penjelasan tersebut, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
9
1) Apa sajakah jenis tindak tutur yang muncul dalam serial realitas Supernanny? 2) Apa sajakah fungsi tindak tutur yang muncul dalam serial realitas Supernanny? 3) Apa sajakah makna tindak tutur yang muncul dalam serial realitas Supernanny? 4) Bagaimanakah hubungan prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan dalam acara realitas Supernanny?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan penelitian yang telah dirumuskan di atas, tujuan penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut
1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menemukan, menelaah, menganalisis, dan menjelaskan tuturan yang muncul dalam serial realitas Supernanny dari segi tindak tutur. Tuturan yang muncul dalam serial ini merupakan tuturan yang sarat dengan situasi tutur. Secara khusus, tuturan yang sarat dengan konteks situasi tutur tersebut akan ditelaah dari sisi jenis, fungsi, dan makna tindak tutur serta prinsip kerjasama dan kesantunan. Kekhususan tuturan tersebut dapat dipaparkan dalam tujuan khusus penelitian ini.
10
1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menelaah tuturan yang muncul dalam serial realitas Supernanny melalui teori tindak tutur, teori pinsip kerjasama, dan kesantunan. Secara khusus, penelitian ini bertujuan sebagai berikut. 1.
Menjelaskan jenis tindak tutur berdasarkan hubungan dari bentuk ujaran dengan maksud penutur melalui ujaran yang dituturkan. Hubungan dari bentuk dan maksud ini bisa saja berkesesuaian melalui bentuk dan maksud yang muncul dalam bentuk yang sama atau bentuk dan maksud mempunyai bentuk yang berbeda.
2.
Menganalisis fungsi tindak tutur yang muncul dalam acara realitas Supernanny. Analisis ini dimaksudkan untuk melihat fungsi-fungsi tindak tutur melalui berbagai konstruksi tuturan. Melalui analisis ini akan terlihat fungsi yang muncul melalui tuturan dalam serial tersebut.
3.
Memaparkan makna tindak tutur yang muncul melalui tuturan dalam serial Supernanny. Makna yang akan dijelaskan meliputi lokusi, ilokusi, dan perlokusi dari ujaran yang muncul dalam serial tersebut.
4.
Menelaah penggunaan maksim-maksim yang berkaitan dengan prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan dalam acara realita Supernanny. Melalui penelaahan ini akan ditemukan maksim apa saja yang digunakan dalam percakapan kesantunan.
serta
keterkaitan
prinsip
kerjasama
terhadap
prinsip
11
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. Kedua manfaat tersebut akan dijabarkan dalam penjelasan berikut.
1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan dalam model kajian pragmatik terutama dalam hal pengaplikasian teori tindak tutur, prinsip kerjasama, dan kesantunan. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai tindak tutur, prinsip kerjasama, dan kesantunan dalam konteks situasi yang spesifik, yaitu komunikasi orang tua dan anak.
1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam hal penggunaan bahasa yang tepat dalam komunkasi antara orang tua dan anak dari sudut pandang linguistik. Dalam penelitian ini dibahas mengenai jenis, fungsi, dan makna tindak tutur untuk menjelaskan daya yang dikandung oleh tuturan. Disamping itu, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan turut menjadi masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Dengan demikian, pembaca penelitian ini bisa memahami dinamika dalam komunikasi orang tua dan anak.