BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Propinsi Sumatera Utara menujukkan tren yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya lahan perkebunan dan meningkatnya produksi rata-rata pertahun, dengan komoditas utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao, tebu dan tanaman lainnya. Peluang pengembangan tanaman perkebunan semakin memberikan harapan, hal ini berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dari produk perkebunan dan semakin luasnya pangsa pasar produk perkebunan. Situasi pangan di Indonesia cukup unik disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, tetapi juga adanya keragaman sosial, ekonomi, kesuburan tanah, dan potensi daerah. Dengan adanya perubahan orientasi kebijakan yang lebih luas dan juga potensi pangan di daerah yang beragam diharapkan akan terjadi pola makan pada masyarakat yang lebih beragam (Rahardjo, 1993). Secara umum pengeluaran rumah tangga berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan, dimana kebutuhan keduanya berbeda. Pada kondisi pendapatan yang terbatas, terlebih dahulu dipentingkan kebutuhan konsumsi pangan. Sehingga dapat dilihat pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah, sebagian besar pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Namun
Universitas Sumatera Utara
demikian seiiring dengan pergeseran dan peningkatan pendapatan, proporsi pola konsumsi untuk pangan akan menurun dan meningkatnya pengeluaran untuk kebutuhan non pangan. Seiring dengan kondisi tersebut akan terukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan berkaitan erat dengan tingkat pendapatan masyarakat. Di negara yang sedang berkembang, pemenuhan kebutuhan pangan masih menjadi prioritas utama, karena untuk memenuhi kebutuhan gizi (Sumanto, 2002). Pengeluaran untuk konsumsi pangan berubah seiring dengan bertambah atau berkurangnya pendapatan. Perubahan dalam pengeluaran konsumsi yang timbul karena adanya perubahan sebesar satu unit dalam pendapatan ini disebut MPC (Marginal Propensity To Consume). MPC menunjukkan kepada kita fraksi dari setiap uang rupiah ekstra pendapatan yang digunakan untuk pengeluaran konsumsi baik pangan dan non pangan. Jadi, misalnya MPC sebesar 0,70 % berarti
setiap pertambahan 1% dalam pendapatan maka pengeluaran untuk
konsumsi akan meningkat sebesar 0,70% ( Nisjar dan Winardi, 1997 ). Pola konsumsi khususnya konsumsi pangan rumah tangga merupakan salah satu faktor penentu tingkat kesehatan dan produktivitas rumah tangga. Dari sisi norma gizi terdapat standar minimum jumlah makanan yang dibutuhkan seorang individu agar dapat hidup sehat dan aktif beraktivitas. Kekurangan konsumsi bagi seseorang dari standar minimum tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas dan produktivitas kerja. Dalam jangka panjang kekurangan konsumsi pangan dalam jumlah dan kualitas (terutama pada anak balita) akan berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia.
Universitas Sumatera Utara
Pemahaman terhadap perubahan pola konsumsi dan pengeluaran rumah tangga berguna untuk memahami kondisi kesejahteraan rumah tangga, tingkat dan jenisjenis pangan yang dikonsumsi serta perubahan yang terjadi. Masalah gizi yang dihadapi seorang individu terkait erat dengan pola konsumsi rumah tangga pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia pada umumnya terdiri dari : padi-padian, umbi-umbian,
pangan
hewani,lemak
(minyak),
buah/biji,
sayur-sayuran,
gula,kacang-kacangan, dan lain-lain. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia ditegaskan dalam Undang – Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan PP Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Ketahanan Pangan adalah kondisi pemenuhan kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, merata dan terjangkau (BBKP, 2003). Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan masalah yang sulit dicapai, namun berkurangnya kesenjangan adalah salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan. Indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat pemerataan pendapatan masyarakat adalah distribusi pendapatan masyarakat diantara golongan pendapatan penduduk (Yustika, 2002). Struktur pengeluaran juga merupakan indikator kesejahteraan yang sama pentingnya dengan indikator lainnya pada rumah tangga. Tingkat pemerataan pengeluaran rumah tangga dapat dilihat dari distribusi antar komponen pengeluaran yang dapat dikelompokkan menjadi pengeluaran untuk pangan dan non-pangan. Dalam kondisi yang berimbang, total pendapatan seharusnya merupakan total dari pengeluaran dan tabungan. Dengan kata lain bila total
Universitas Sumatera Utara
pengeluaran rumah tangga lebih rendah dari total pendapatan, maka ini mencerminkan bahwa rumah tangga tersebut memiliki tabungan (Suhaeti, 2005). Kesejahteraan memiliki keterkaitan terhadap pola konsumsi, hal ini disebabkan apabila terjadi peningkatan dan penurunan
tingkat
kesejahteraan akan
berpengaruh terhadap pola konsumsi rumah tangga. Peningkatan kesejahteraan sangat mendorong bagi terbentuknya kualitas prima kerja karyawan, oleh karena kesejahteraan karyawan menjadi perhatian bagi perusahaan agar terbentuk kualitas prima kerja bagi karyawan. Karyawan adalah pelaku semua aktivitas didalam sebuah perusahaan, sehingga penigkatan kesejahteraan oleh perusahaan bagi karyawannya akan mampu meningkatkan kinerja prima disamping menigkatkan rasa kebanggaan dalam diri karyawan tersebut. Kinerja ini dapat diraih dengan cara : a. Pembinaan rohani, pola hidup sehat untuk karyawan dan keluarga. b. Pembinaan lingkungan sosial yang sejahtera dan harmonis. c. Penyediaaan fasilitas pendidikan yang berkwalitas untuk anak karyawan. d. Tersedia kesempatan pengembangan diri karyawan. e. Gaji dan jaminan hari tua yang layak. Pendapatan karyawan pada perkebunan adalah berbeda untuk setiap karyawan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan golongan setiap karyawan dan kapasitas kerja (premi kerja). Perbedaan golongan yang membedakan karyawan tersebut merupakan karyawan pimpinan atau karyawan pelaksana disamping itu perbedaan golongan ini juga membedakan kapasitas kerja dan tanggung jawab setiap karyawan.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan pendapatan karyawan di perkebunan menyebabkan perbedaan tingkat konsumsinya. Perbedaan pendapatan juga mencerminkan adanya ketidakmerataan pendapatan. Perbedaan pendapatan tersebut mengakibatkan perbedaan pola konsumsi pangan dan pengeluaran konsumsi pangan suatu rumah tangga pada karyawan, serta berbeda pula persentase penggunaan pendapatan yang digunakan untuk konsumsi pangan. Perbedaan inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi pangan akibat perubahan pendapatan dan secara teoritis besar perubahan pendapatan hanya sedikit saja mengubah pola konsumsi pangan atau dapat dikatakan elastisitasnya adalah negatif. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu diadakan penelitian tentang analisis tingkat konsumsi pangan dan elastisitas pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi pangan karyawan di PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan.
1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan Identifikasi masalah sebagai berikut : 1) Bagaimana pola konsumsi pangan
keluarga
karyawan pimpinan dan
karyawan pelaksana di daerah penelitian? 2) Bagaimana perbedaan pola konsumsi pangan antara keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana di daerah penelitian? 3) Berapa persentase pengeluaran konsumsi pangan keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana dari total pengeluaran rumah tangga keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana di daerah penelitian?
Universitas Sumatera Utara
4) Berapa MPC (Marginal Propensity to Consume) rumah tangga keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana di daerah penelitian? 5) Bagaimana elastisitas pendapatan keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana terhadap pengeluaran konsumsi pangan keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana di daerah penelitian?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk menganalisis pola konsumsi pangan keluarga karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana di daerah penelitian. 2) Untuk menganalisis perbedaan pola konsumsi pangan antara keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana di daerah penelitian. 3) Untuk mengetahui persentase pengeluaran konsumsi pangan keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana dari total pengeluaran rumah tangga keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana di daerah penelitian. 4) Untuk mengetahui nilai MPC (Marginal Propensity to Consume) rumah tangga keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana di daerah penelitian. 5) Untuk menganalisis elastisitas pendapatan keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana terhadap pengeluaran konsumsi pangan keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana di daerah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah agar dapat dipergunakan sebagai: 1) Sumbangan dalam bentuk penelitian yang terkait dengan masalah tingkat konsumsi pangan pada karyawan perkebunan. 2) Sebagai bahan informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai tingkat konsumsi pangan karyawan perkebunan.
Universitas Sumatera Utara