BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sejarah peradaban manusia telah mencatat banyak peristiwa di mana seseorang atau sekelompok manusia mengadakan perlawanan terhadap penguasa atau sekelompok manusia yang lain untuk memperjuangkan apa yang dianggap menjadi haknya. Bahkan sejarah pernah mengisahkan bahwa seringkali perjuangan itu penuh dengan ceceran darah dan pengorbanan jiwa.1 Kemerdekaan dan kebebasan selalu menjadi hal yang diperbincangkan dan diperjuangkan oleh manusia, karena pada hakekatnya dalam diri manusia selalu terdapat keinginan untuk dapat melakukan kehendaknya tanpa adanya suatu tekanan dan paksaan dari pihak lain yang dianggap akan menghalangi kebebasan kehendak tersebut.2 Tuntutan kemerdekaan dari berbagai bangsa, suku ataupun etnis banyak terjadi, hal ini membuat kita berpikir untuk mengetahui apa yang sebenarnya menjadi penyebabnya, padahal pihak yang meneriakkan kemerdekaan itu merupakan bagian dari suatu negara yang merdeka dan berdaulat.3 Umumnya pihak-pihak yang menginginkan kemerdekaan tersebut adalah pihak-pihak yang merupakan golongan minoritas atau suatu etnik atau sebagian 1
Eddy O.S. Hiariej, dkk, 2006, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara, Jakarta, h.147. 2 Ibid. 3 Rafika Nur, Pengaturan Self Determination Dalam Hukum Internasional (Studi Kemerdekaan Kosovo), Jurnal Hukum Internasional, Vol.I No.1 (Juli 2013), h.69.
1
penduduk di suatu negara yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah yang berkuasa.4 Wilayah yang menginginkan kemerdekaan pada umumnya memiliki gerakan pembebasan yang merupakan cerminan dari sebagian ataupun keseluruhan dari rakyat di wilayah tersebut. Tuntutan yang dilakukan oleh rakyat Krimea saat ini adalah hak untuk menentukan nasib sendiri.5 Hak atas penentuan nasib sendiri merupakan hak asasi manusia yang fundamental dan tidak dapat dipisahkan dari diri seorang manusia. Hak ini dicantumkan sebagai Pasal Pertama oleh masyarakat Internasional dalam dua instrument utama yaitu Covenant on Economic, Social and Cultural Rights tahun 1966 dan Covenant on Civil and Political Rights tahun 1966 mengingat pentingnya hak ini bagi tatanan internasional dan perlindungan hak-hak individu. Mahkamah Pengadilan Internasional mengakui hak atas penentuan nasib sendiri sebagai hak asasi manusia yang paling penting dan menyangkut semua negara. 6 Hak untuk menentukan nasib sendiri (self determination) telah menjadi prinsip dasar Hukum Internasional umum yang diterima dan diakui sebagai suatu norma yang mengikat dalam masyarakat internasional yang sering disebut dengan Jus Cogens. Prinsip ini membatasi kehendak bebas negara yang dalam menangani masalah gerakan separatis yang terjadi di wilayahnya dengan tetap mengacu pada kaidah Hukum Internasional yang mengancam invaliditas setiap persetujuan4
Ibid. Rafika Nur, Op.Cit,. h.75. 6 Advisory Opinion on the Legal Consequences of the Construction of a Wall in the Occupied Palestinian Territory, (2004) International Court of Justice, paragraph 155. 5
2
persetujuan ataupun aturan dan cara-cara yang ditempuh negara yang bertentangan dengan Hukum Internasional, karena penentuan nasib sendiri diakui oleh masyarakat internasional sebagai hak asasi yang harus dihormati.7 Hak Asasi Manusia (HAM) adalah Hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan.8 Hak Asasi Manusia dapat dirumuskan sebagai hak yang ada dan melekat pada diri manusia yang apabila hak tersebut tidak ada, maka mustahil seseorang itu hidup sebagai manusia. Karena pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang ingin bebas. Satu-satunya hak ini dimiliki manusia semata-mata karena dia adalah manusia yang memiliki akal budi, bukan karena pemberian masyarakat atau negara. Manusia yang boleh memiliki HAM adalah manusia yang hidup, apabila manusia itu mati maka tidak dapatlah dia menjalankan hak-haknya sebagai manusia.9 Meskipun HAM sudah diakui secara universal, akan tetapi hal ideal tidak selalu terwujud dalam kehidupan nyata masyarakat.10 Pelanggaran-pelanggaran atas HAM dalam segala bentuk dan macam tingkatannya mulai dari yang ringan sampai yang terberat, masih saja dilakukan di dunia ini. Meskipun secara kuantitatif peristiwa pelanggaran-pelanggaran itu hanya sebagian kecil saja dibandingkan peristiwa penghormatan dan perlindungan HAM, artinya masih
7
Whisnu Situni, 1998, Identifikasi dan Reformasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Bandar Maju, Bandung, h.108. 8 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, 2010, Civic Education: Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.222. 9 Ibid. 10 I Wayan Parthiana, 2003, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Yrama Widya, Bandung, h.89.
3
banyak yang menghormati daripada melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap HAM.11 Perkembangan
selanjutnya,
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
(PBB)
menciptakan sejumlah instrumen-instrumen pelindung hak asasi manusia dan lembaga-lembaga yang bertujuan memantau pelaksanaan hak asasi manusia dari negara-negara anggotanya. Berikut ini adalah instrumen-instrumen utama PBB yang diupayakan untuk menjamin standar hak asasi manusia : a. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Pasal 1 Piagam PBB menyatakan bahwa salah satu tujuan PBB adalah untuk mencapai kerjasama internasional dalam memajukan dan mendorong penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan yang mendasar bagi semua orang tanpa membedakan suku, bangsa, jenis kelamin, bahasa maupun agama.12 b. Deklarasi Hak Asasi Manusia (DUHAM) ((Universal Declaration of Human Rights (UDHR)) 10 Desember 1948 UDHR merupakan suatu produk dari Komisi Hak Asasi Manusia (Commision of Human Rights) yang memuat daftar hak-hak manusia yang seharusnya dihormati, Hak-hak tersebut antara lain : 1) Hak Sipil dan Politik, termasuk hak untuk hidup, kebebasan, keamanan pribadi, kebebasan dari penganiayaan dan perbudakan,
11
Ibid. Leah Levin, 1987, Hak-hak Asasi Manusia-Tanya Jawab, PT Pradnya Paramitha, Jakarta, h.6. 12
4
partisipasi politik, hak-hak atas harta benda, perkawinan dan kebebasan untuk berkumpul dan bersidang. 2) Hak Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan yang berkaitan dengan pekerjaan, tingkat kehidupan yang pantas, pendidikan dan kebebasan hidup berbudaya.13 Salah satu bentuk konflik bersenjata dimana Hukum HAM Internasional dapat diterapkan adalah konflik bersenjata antara Ukraina dan Rusia di Krimea pada tahun 2014, dalam konflik bersenjata antara Ukraina dan Rusia pada tahun 2014 juga berlaku dalam Hukum Humaniter Internasional. Wilayah Krimea di Ukraina mendadak terkenal sejak menjadi wilayah konflik antara Ukraina dan Rusia. Hal ini terjadi sebagai buntut dari digulingkan kepemimpinan Presiden Viktor Yanukovych oleh warga pro Barat Ukraina.14 Akibatnya, Rusia langsung bertindak dengan mengirim pasukan dalam jumlah besar ke wilayah selatan Krimea. Ukraina pun langsung merespon dengan meminta pihak militer mereka siap berperang dan meminta masyarakat Ukraina untuk mempertimbangkan pilihannya untuk ikut kepada negara barat atau Rusia.15 Selama ini, Krimea merupakan sebuah kota di Ukraina yang menjadi pusat sentimen pro-Rusia di negara itu. Wilayah ini berada di semenanjung Laut Hitam
13
Achie Sudiarti Luhulima, 2007, Bahan Ajar tentang Hak Perempuan: UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk DIskriminasi terhadap Wanita, Yayasan Obor Indonesia, Anggota IKAPI DKI Jaya, Jakarta, h.39. 14 http://vibiznews.com/2014/03/06/mengenal-crimea-penyebab-ancaman-perang-rusiadan-ukraina/. 15 http://www.kompasiana.com/alextampubolon/sikap-indonesia-terhadap-konflikcrimea_54f80f39a33311f1608b49cc.
5
dan memiliki sekitar 2,3 juta penduduk yang sebagian besar diantaranya berasal dari etnis Rusia dan berbahasa Rusia.16 Wilayah ini juga menjadi basis kuat pendukung presiden Viktor Yanukovych dalam pemilihan presiden tahun 2010. Banyak penduduk di Krimea percaya bahwa mereka adalah korban kudeta sehingga melakukan aksi separatis di Parlemen Krimea untuk mendorong referendum untuk berpisah dari Ukraina.17 Memang belum ada buktinya bahwa penduduk Krimea benar-benar berasal dari Rusia. Namun, Rusia telah menjadi kekuatan dominan di Krimea sejak 200 tahun terakhir karena sempat menguasai kota itu pada tahun 1783 meski akhirnya menjadi milik Ukraina sejak pecahnya Uni Svoiet. Selain itu, warga minoritas beragama muslim Tatar di wilayah ini sangat banyak, hal ini menunjukkan bahwa mereka adalah warga mayoritas di Ukraina, namun dideportasi oleh pemimpin Soviet, Joseph Stalin pada tahun 1944 karena diduga ikut bekerja sama dengan penjajah Nazi di Perang Dunia II. Menurut sensus yang dilakukan pada tahun 2001, etnis Ukraina terdiri dari 24 persen populasi di Krimea, dibandingkan dengan 58 persen Rusia dan 12 persen Tatar. Etnis Tatar sendiri dikabarkan telah kembali sejak runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 yang menyebabkan ketegangan terus-menerus di wilayah itu. Secara hukum, Krimea adalah bagian dari Ukraina, ditambah lagi Rusia sudah berjanji untuk menjunjung tinggi integritas wilayah Ukraina dalam sebuah
16 17
http://jakartagreater.com/krisis-crimea-sebuah-analisis/. http://sorot.news.viva.co.id/news/read/499699-prahara-ukraina.
6
memorandum yang ditandatangani juga oleh AS, Inggris dan Perancis pada tahun 1994.18 Dalam memorandum itu disebutkan, Krimea adalah sebuah republik otonom di Ukraina, dan memiliki hak melakukan parlemen sendiri. Meskipun begitu, jabatan Presiden Krimea sudah dihapuskan pada tahun 1995. Sejak saat itu, pemerintah Ukraina telah menunjuk seorang perdana menteri khusus dari Krimea. Rusia sendiri sudah memiliki pangkalan laut utama di Krimea bernama Sevastopol. Pangkalan itu merupakan tempat dimana Rusia menyiagakan armada perangnya di Laut Hitam. Menurut ketentuan, setiap kali Rusia ingin melakukan pergerakan militer di wilayah itu, maka pemerintah Ukraina juga harus mengetahuinya.19 Namun, sejak konflik di Krimea dimulai, Rusia dikabarkan sudah mengirimkan pasukan tambahan tanpa sepengetahuan pemerintah Ukraina untuk menguasai wilayah itu. Rusia mengklaim, aksi ini dilakukan karena mereka bertanggung jawab atas keselamatan etnis Rusia di Krimea. Parahnya lagi, Presiden Rusia, Vladimir Putin
telah memperoleh persetujuan dari parlemen
untuk menginvansi Ukraina secara keseluruhan. Penyebab utamanya adalah karena Rusia menganggap pemerintah baru Krimea bersikap fasis. Sebenarnya sulit untuk menyingkirkan pertumpahan darah di Krimea, karena langkah Rusia ini pasti akan membuat marah kaum nasionalis di Ukraina Barat. Selain itu, aksi Rusia ini juga bias memberikan dampak secara
18
http://m.lasdipo.com/kajian/tsaqofah/2014/03/19/penyebab-konflik-krimea.html. http://www.foreximf.com/trading-strategy/crimea-mengapa-engkau-begitudiperebutkan/. 19
7
internasional, dimana negara-negara barat telah mengecam keras pengambilan Krimea oleh Rusia.20 North Atlantic Treaty Organization (NATO) sendiri menyatakan tidak mungkin untuk bereaksi secara militer, tetapi negara Eropa Tengah dapat meningkatkan penyebaran pasukan di perbatasan Polandia Ukraina. Disamping itu, negara barat juga bisa menjatuhkan sanksi, meski Presiden Putin percaya mereka tidak akan melakukan seperti yang terjadi selama Perang Georgia. Sebelumnya, pada tahun 2008, Rusia pernah mengirim pasukan dalam jumlah besar ke wilayah Ossetia Selatan pada tahun 2008 untuk melindungi warga Rusia di wilayah itu. Efeknya adalah Georgia langsung mengerahkan pasukan NATO memutuskan untuk tidak ikut campur. Namun, kenyataannya adalah Krimea lebih besar dari Ossetia Selatan, Ukraina lebih besar dari Georgia, dan penduduk Krimea lebih pro-Rusia dibandingkan Ossetia Selatan. Dua buah sisi yang jauh berbeda. Sejauh ini, presiden AS Barrack Obama dan presiden Perancis Francoise Hollande gencar melobi Putin agar tidak berperang dengan Ukraina. Putin sendiri menyebutkan hanya akan mengambil keputusan perang sebagai opsi terakhir.21 Elemen-elemen nasionalis radikal terus dengan sangat kuat mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil di Kiev dengan cara memanfaatkan teror dan penakutan. Terlihat jelas bahwa kepentingan-kepentingan daerah di Ukraina, kepentingan penduduk yang berbahasa Rusia serta etnis-etnis minoritas sedang
20
http://www.antaranews.com/berita/424522/referendum-krimea-bisa-benturkan-amerikaserikat-rusia. 21
http://internasional.kompas.com/read/2014/03/02/1001125/Rusia.Bermain.Api.Di.Crimea
8
diabaikan. Situasi demikian membawakan pimpinan sah Krimea untuk mengambil keputusan mengenai terpisahnya Kiev dengan cara pelaksanaan referendum mengenai hari depan semenanjung ini.22 Hak untuk menentukan nasib sendiri telah tercantum dalam Artikel 1 Piagam PBB. Hak ini sudah berulang kali dibenarkan dalam keputusan-keputusan Majelis Umum PBB (contohnya, di Deklarasi tahun 1970 tentang prinsip-prinsip hukum internasional, Deklarasi 1960 tentang pemberian kemerdekaan kepada negara-negara dan bangsa-bangasa jajahan). Dalam keadaan di mana rakyat tidak sempat memperoleh statusnya dan melindungi haknya dalam kerangka kesatuan negara tempat dia berdomisili, maka pada rakyat sedemikian muncul hak untuk menentukan nasibnya sendiri dengan cara berpisah dari negara tersebut dan/atau bergabung dengan negara lain. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul “HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI BAGI RAKYAT KRIMEA DITINJAU DARI SEGI HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis mengangkat beberapa permasalahan akan dibahas lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Apakah hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dibenarkan oleh Hukum Internasional? 22
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/resolusi-pbb-untuk-crimea-rusia-veto-
china-abstain
9
2. Bagaimana cara penyelesaian hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dilihat dari Hukum Internasional? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Mengingat luasnya masalah yang berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea, maka merupakan suatu hal yang tidak mungkin bagi penulis untuk membahas keseluruhan aspek dalam suatu tulisan, terutama berkaitan dengan bentuk penulisan berupa skripsi. Sehingga dalam penulisan ini ruang lingkup masalah dibatasi mengenai masalah hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dibenarkan dalam Hukum Internasional, hak menentukan nasib sendiri dilihat dari Hukum HAM Internasional dan cara penyelesaian hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dilihat dari Hukum Internasional. 1.4. Tujuan Penelitian Dalam menentukan tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh peneliti, maka berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dan ruang lingkup masalah, serta untuk mendapatkan data-data dan informasi-informasi atau keterangan-keterangan, maka peneliti mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Tujuan Umum 1. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis; 2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa; 3. Untuk mengembangkan Ilmu Pengetahuan Hukum;
10
4. Untuk membulatkan studi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Hukum pada program Strata Satu (S1) di Fakultas Hukum Universitas Udayana; 5. Untuk mengetahui Hak Penentuan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Krimea ditinjau dari segi Hukum HAM Internasional. b. Tujuan Khusus 1. Untuk menganalisa pembenaran hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea oleh Hukum Internasional. 2. Untuk menganalisa mekanisme cara penggunaan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dilihat dari Hukum Internasional. 1.5. Manfaat Penelitian Dalam setiap penelitian tentunya diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang diperoleh atas penelitian tersebut, hal ini dikarenakan besar kecilnya manfaat yang diperoleh dari penelitian mempengaruhi nilai-nilai dari penelitian tersebut, Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini : a. Manfaat Teoritis Manfaat Teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberi gambaran dasar mengenai realita yang terjadi dalam hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea ditinjau dari Hukum HAM Internasional, syarat hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dalam Hukum HAM Internasional, cara penyelesaian hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dilihat dari Hukum Internasional. Selain itu, penulisan skripsi ini bermanfaat untuk menambah literatur bagi
11
mahasiswa pada umumnya dan penulis pada khususnya dalam hal pengetahuan hukum yang berkaitan dengan Hak Menentukan Nasib Sendiri bagi Rakyat Krimea ditinjau dari Hukum HAM Internasional. b. Manfaat Praktis Manfaat Praktis dari penelitian ini adalah untuk mengimplementasikan keilmuan yang diperoleh penulis, khususnya yang berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea ditinjau dari Hukum HAM Internasional, apabila menemukan kasus yang sejenis. 1.6. Landasan Teoritis Penulis
menggunakan
sejumlah
sumber-sumber
Hukum
HAM
Internasional yang berkaitan guna mendukung penulisan ini, seperti : a. Pengertian Hukum Internasional Menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.23 b. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) Secara universal HAM adalah hak dasar yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir. c. Teori-teori tentang Hak Asasi Manusia (HAM) 1) Teori Hak-Hak Kodrati 23
Mochtar Kusumaatmadja, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Rosda Offset, Bandung, h.2.
12
HAM adalah hak-hak yang dimiliki oleh semua orang setiap saat dan di semua tempat oleh karena manusia dilahirkan sebagai manusia. Hak-hak tersebut termasuk hak untuk hidup, kebebasan dan harta kekayaan seperti yang diajukan oleh John Locke. Pengakuan tidak diperlukan bagi HAM, baik pemerintah atau dari suatu sistem hukum, karena HAM bersifat universal. Berdasarkan alasan ini, sumber HAM sesungguhnya semata-mata berasal dari manusia.24 2) Teori Positivisme Penganut teori ini berpendapat, bahwa mereka secara luas dikenal dan percaya bahwa hak harus berasal dari suatu tempat. Kemudian, hak seharusnya diciptakan dan diberikan oleh konstitusi, hukum atau kontrak. Menurut positivisme suatu hak mestilah berasal dari sumber yang jelas, seperti dari peraturan perundang-undangan atau konstitusi yang dibuat oleh negara. Dengan perkataan lain, jika pendukung hak-hak kodrati menurunkan gagasan mereka tentang hak itu dari Tuhan, nalar atau pengandaian moral yang a priori, kaum positivis berpendapat bahwa eksistensi hak hanya dapat diturunkan dari hukum negara.25 3) Teori Relativisme Budaya
24
Todung Mulya Lubis, 1993, In Search of Human Rights Legal-Political Dilemmas of Indonesia’s New Order, Gramedia, Jakarta, h.15-16. 25 Scott Davidson, 1994, Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan Internasional, Graffiti, Jakarta, h.40.
13
Menurut para penganut teori relativisme budaya, tidak ada suatu hak yang bersifat universal. Mereka merasa bahwa teori hak-hak kodrati mengabaikan dasar sosial dari identitas yang dimiliki oleh suatu individu sebagai manusia. Manusia merupakan produk dari beberapa lingkungan sosial dan budaya dan tradisi-tradisi budaya dan peradaban yang berbeda yang memuat cara-cara yang berbeda menjadi manusia. Oleh karena itu, hak-hak yang dimiliki oleh seluruh manusia setiap saat dan di semua tempat merupakan hakhak yang menjadikan manusia terlepas secara social (desocialized) dan budaya (deculturized). 1.7. Metode Penelitian Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doctrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali dikonsepkan sebagai apa yang diucapkan dalam peraturan perundangundangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.26 Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif mencakup : penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap 26
Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h.118.
14
sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum.27 Objek kajian dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen peraturan-peraturan hukum serta bahan-bahan pustaka. Penelitian normatif ini digunakan untuk mengkaji tinjauan hukum ham internasional mengenai hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat krimea. b. Jenis Pendekatan Pendekatan hukum normatif umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yakni:28 1.
Pendekatan Kasus (The Case Approach)
2.
Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach)
3.
Pendekatan Fakta (The Fact Approach)
4.
Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach)
5.
Pendekatan Frasa (Word & Phrase Approach)
6.
Pendekatan Sejarah (Historical Approach)
7.
Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach) Untuk kedalaman pengkajian, peneliti dianjurkan untuk memilih
dan menggunakan lebih dari satu jenis pendekatan (dari ketujuh jenis pendekatan di atas) sesuai dengan konteks permasalahan yang dibahas.
27
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.14. 28 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.75.
15
Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk meneliti ketentuan-ketentuan hukum mana saja yang memiliki hubungan dengan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea, pendekatan fakta digunakan untuk memahami permasalahan-permasalahan yang terjadi karena hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea, sedangkan pendekatan analisis konsep hukum digunakan untuk meneliti timbulnya hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea tersebut berdasarkan piagam PBB. c. Sumber Bahan Hukum Data-data yang diperoleh selama penelitian merupakan data-data yang sebelumnya sudah dihasilkan dalam bentuk peraturan perundangundangan maupun dihasilkan oleh para sarjana melalui proses penelitian dan pengolahan sehingga menghasilkan karya tulis baik berupa buku, artikel, dan lain-lain. Data inilah yang disebut data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun data tersier. 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas29, dalam penelitian ini yaitu Deklarasi HAM 1993, Piagam PBB. 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti pendapat pakar hukum, literatur-literatur hukum, artikel hukum, maupun jurnal hukum yang terkait dengan rumusan masalah yang dibahas.
29
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h.96.
16
3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan ensiklopedia. d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum untuk melakukan penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan (library research) dimana teknik ini merupakan teknik pengumpulan bahan hukum dengan cara mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi, dokumen yang dipelajari dapat berupa buku-buku hukum, majalah hukum, makalah hukum, artikel hukum, peraturan perundang-undangan, maupun pendapat para sarjana hukum. e. Teknik Analisis Bahan Hukum Terhadap bahan-bahan hukum yang telah diperoleh akan digunakan teknik analisis deskripsi, argumentasi, dan sistematisasi. Teknik deskripsi adalah teknik analisis dengan memaparkan bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier apa adanya.30 Teknik argumentasi digunakan untuk memberikan penilaian apa yang seyogyanya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian. Dari hal tersebut nantinya akan ditarik kesimpulan secara sistematis.
30
Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet. II, Ghalia Indo, Jakarta, h.93.
17