ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang dan Perumusan Masalah Lembaga perbankan mempunyai fungsi yang sangat krusial bagi perekonomian suatu negara. Selain sebagai penghimpun dana, bank merupakan lembaga intermediasi karena berfungsi sebagai penyalur dana masyarakat. Dalam menjalankan salah satu fungsinya sebagai penyalur dana masyarakat yang pada umumnya berupa kredit, maka terlebih dahulu antara bank dan nasabah debitur akan melakukan suatu perjanjian yang dituangkan dalam suatu perjanjian kredit. Pemberian kredit tersebut merupakan hal yang tidak asing lagi sebagai salah satu bentuk pembiayaan bank dalam beragam fasilitas untuk kebutuhan, investasi, modal kerja ataupun yang bersifat konsumtif. Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan usaha yang paling utama, karena pendapatan terbesar dari usaha bank berasal dari pendapatan kegiatan usaha kredit yaitu berupa bunga dan provisi. Ruang lingkup dari kredit sebagai kegiatan perbankan, tidaklah semata-mata berupa kegiatan peminjaman pada nasabah, melainkan sangat kompleks karena menyangkut keterkaitan unsur yang cukup banyak di antaranya meliputi : sumber-sumber kredit, alokasi, organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan perkreditan, dokumentasi dan administrasi kredit, pengawasan kredit serta penyelesaian kredit bermasalah. Sehingga penanganan kredit harus dilakukan secara hati-hati dengan terlebih dahulu melakukan penilaian terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitor.
1 TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2
Dalam dunia perbankan kelima faktor tersebut dikenal dengan sebutan the five of credit analysis atau prinsip five C’s (Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of economic) karena resiko yang ada tidak hanya terhadap bank yang bersangkutan, tetapi juga berdampak terhadap nasabah dan perekonomian secara keseluruhan.1 Di dalam praktek, perjanjian kredit yang dipakai adalah perjanjian standart atau baku yang isi atau klausula-klausulanya telah dibakukan sebelumnya oleh pihak bank. Dengan demikian nasabah sebagai calon debitor hanya mempunyai pilihan untuk menerima seluruh isi perjanjian atau tidak bersedia menerima klausul-klausul itu baik sebagian atau seluruhnya, yang berakibat nasabah tidak akan menerima kredit tersebut. Klausula tersebut dapat disebut juga “covenant”, yang merupakan serangkaian persyaratan yang diformulasikan dalam upaya pemberian kredit ditinjau dari aspek finansial dan hukum. Memang dalam dunia bisnis seperti ini perjanjian baku sangat diperlukan karena cukup praktis dan ekonomis sebab tidak perlu dibuat kontrak baru untuk setiap transaksi bisnis yang sama. Perjanjian kredit bank, belum terdapat pengaturannya secara khusus sehingga pelaksanaanya diserahkan kepada kehendak para pihak yang mengikatkan diri. Pada prakteknya pembuatan perjanjian kredit didunia perbankan lebih banyak bertumpu pada asas kebebasan berkontrak. Dalam mengikatkan diri, debitur lebih diarahkan oleh bank untuk menyesuaikan dengan fasilitas-fasilitas kredit yang dapat diberikan oleh bank tersebut. Fasilitas kredit
1
TESIS
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Rineka Citra, Jakarta, 2009, h.158.
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3
hendaknya dapat memberikan manfaat penuh apabila sesuai dengan kebutuhan debitor. Dalam berbagai fasilitas kredit dirumuskan klausula-klausula sebagai bentuk prestasi dan kontra prestasi yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak. Klausula-klausula tersebut dirumuskan oleh pihak bank karena memiliki urgensi yang sangat besar bagi bank untuk menjamin pengembalian kredit tepat waktu. Hal ini sejalan dengan prinsip Kehati-hatian bagi bank dalam kinerja usahanya. Salah satu perumusan klausula yang sangat erat kaitannya dengan penyelesaian pinjaman dan sekarang ini semakin banyak dijumpai dalam perjanjian kredit perbankan ialah klausula Cross default dan Cross collateral, klausula ini untuk menjembatani kebutuhan debitor dan usaha bank yang sehat serta mengantisipasi kerugian yang timbul. Kedua klausula tersebut akan diterapkan pada debitor yang mempunyai lebih dari satu fasilitas kredit. Mengenai “Cross default” adalah ketentuan dimana debitur yang memiliki beberapa kewajiban hutang, default pada salah satu hutang, yang otomatis berlaku ketentuan default pada semua hutang yang diberikan oleh bank selaku pemberi kredit. Pengertian “Cross collateral” dimaksudkan bahwa jaminan yang diserahkan debitor yang telah diikat sesuai dengan sifat jaminannya akan mengikat ke beberapa perjanjian kredit, baik atas nama satu atau beberapa debitor pada bank atau kreditor.2 Bagi debitor, adanya klausula ini membuatnya terpacu untuk memenuhi prestasi yang diperjanjikan, sehingga perumusan klausula Cross default dan Cross collateral merupakan upaya bank agar tidak terjadi adanya kredit macet di kemudian hari. 2
Johannes Ibrahim, Cross Default& Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Masalah Kredit (selanjutnya disebut Johannes Ibrahim I), Rafika Aditama, Bandung, 2004, h.107
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4
Sebagaimana telah dikemukakan diatas, bahwa pembuatan perjanjian kredit tidak dapat diserahkan pada bekerjanya mekanisme asas kebebasan berkontrak saja, dikarenakan besar kemungkinan akan menciptakan ketidakadilan dan ketidakselarasan hubungan antara bank sebagai kreditor dan nasabah sebagai debitor. Sehingga perlu adanya pembatasan-pembatasan terhadap bekerjanya asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kredit perbankan. Hal ini besar pengaruhnya terhadap sah atau tidaknya perumusan klausula Cross default dan Cross collateral yang telah dirumuskan oleh pihak bank, mengingat bank sebagai salah satu pihak dalam perjanjian kredit tersebut. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan permasalahan dalam tesis ini adalah sebagai berikut : a. Limitasi penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kredit perbankan. b. Keabsahan klausula Cross Default dan Cross Collateral dalam perjanjian kredit perbankan.
1.2 Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui dan menganalisis limitasi penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kredit perbankan. b. Untuk menganalisis keabsahan klausula Cross Default dan Cross Collateral dalam perjanjian kredit perbankan.
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5
1.3 Manfaat Penelitian a. Sebagai sumbangan dan pembelajaran untuk ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya b. Sebagai bahan-bahan pertimbangan atau referensi bagi permasalahanpermasalahan hukum yang serupa dengan topik permasalahan ini.
1.4 Tinjauan Pustaka Pengertian bank menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (untuk selanjutnya disebut dengan UU Perbankan) adalah : “Badan Usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.” Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, giro, tabungan, dan deposito. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit dan investasi. Pemberian kredit atau pinjaman adalah suatu kegiatan usaha yang sah bagi Bank Umum. Menurut HMA Savelberg sebagaimana dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan bahwa kredit mempunyai arti :3
3
TESIS
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1989, h. 21.
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6
-
sebagai dasar dari setiap perikatan dan seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain ; sebagai jaminan dan seseorang menyerahkan sesuatu pada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan. Menurut O.R. Simorangkir sebagaimana dikutip oleh Hasanuddin
Rahman, Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang. Dewasa ini kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, maka transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit yang menjadi pembahasan. Kredit berfungsi koperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditor dengan debitor. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung resiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi di masa-masa mendatang.4 Sedangkan dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan. Menurut Pasal 1 angka 11 UU Perbankan, menyebutkan bahwa “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Atas suatu pelepasan kredit oleh bank kepada nasabahnya, pertama-tama akan selalu dimulai dengan permohonan kredit oleh nasabah yang bersangkutan. Apabila bank menganggap permohonan tersebut layak untuk diberikan, maka untuk dapat terlaksana pelepasan kredit tersebut, terlebih dahulu haruslah dengan
4
Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, h. 106
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7
diadakan suatu persetujuan atau kesepakatan dalam bentuk perjanjian kredit atau pengakuan hutang.5 Mengenai istilah perjanjian kredit itu sendiri secara definitif tidak dikenal di dalam UU Perbankan. Perjanjian kredit menurut Sutan Remy Sjahdeini merupakan perjanjian antara bank sebagai kreditor dengan nasabah sebagai debitor mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah-nasabah debitor untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau hasil keuntungan.6 Syarat sahnya perjanjian kredit, perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat supaya perjanjian tersebut diakui dan mengikat para pihak yang membuatnya. Ketentuan mengenai hal ini terdapat dalam Pasal 1320 BW. Dalam Hukum Perjanjian dikenal beberapa asas yang melandasi suatu perjanjian yang lain:7 1. Asas itikad baik Asas ini di dalam hukum perjanjian hanya terdapat pada waktu melaksanakan perjanjian. Dalam Pasal 1338 ayat (3) BW menyebutkan, bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Apapun yang telah diperjanjikan oleh para pihak harus dilaksanakan dengan penuh kejujuran sesuai dengan maksud dan tujuannya. Sesungguhnya, asas itikad baik tidak hanya pada 5
Ibid., h.149
6
Jonannes Ibrahim, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum, Utomo, Bandung, 2004, h. 111, dikutip dari Sultan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, (Selanjutnya disebut Johannes Ibrahim II) h. 158-160 7
TESIS
Gatot Supramono, Op.Cit., h. 164-165
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
waktu pelaksanaan perjanjian, akan tetapi pada waktu membuat perjanjian juga dilandasi dengan itikad baik. 2. Asas konsensualisme Sesuai dengan artinya konsensualisme adalah kesepakatan, maka asas ini menetapkan bahwa terjadinya suatu perjanjian setelah terjadi kata sepakat dari kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan kesepakatan maka perjanjian menjadi sah dan mengikat kepada para pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka. Asas ini dijumpai dalam Pasal 1320 BW. 3. Asas kekuatan mengikat persetujuan Para pihak harus memenuhi apa yang telah merupakan ikatan mereka satu sama lain dalam persetujuan yang mereka adakan . 4. Asas kebebasan berkontrak Asas ini menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan macam apa saja, asalkan perjanjiannya tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, dan undangundang. Hal ini tercermin dalam Pasal 1338 BW yang menentukan bahwa : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Mengenai hal itu Abdul Kadir Muhammad menyatakan : “Dalam ketentuan dan syarat tersebut tercermin asas kebebasan berkontrak untuk menentukan seberapa jauh pihak-pihak dapat mengadakan perjanjian, hubungan apa yang terjadi antara mereka dan berapa jauh hubungan mereka itu.”8
8
TESIS
Abdul kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982,h. 125
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9
Dari ketiga asas tersebut, asas kebebasan berkontrak adalah yang cukup sentral, Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa “kebebasan berkontak adalah salah satu asas yang sangat penting didalam hukum perjanjian, kebebasan berkontrak adalah perwujudan dari kehendak bebas pancaran hak asasi manusia”9 atau dengan diakuinya asas kebebasan berkontrak, berarti manusia diakui harkatnya sebagai subjek terhormat yang dapat memelihara atau memegang teguh kata-kata atau janjinya. Hanya orang yang memegang amanah dalam bentuk katakata atau janji tersebutlah yang dapat diandalkan untuk menjadi mitra bisnis yang baik dan untuk waktu yang lama. Dengan demikian membahas perjanjian kredit tidak akan lepas dari pula dari asas asas kebebasan berkontrak tersebut. Dengan semakin menonjolnya aktivitas Kredit sekarang ini, dapat disimpulkan bahwa pengkreditan merupakan sumber pendanaan terbesar bagi bank, sekalipun bank memiliki sumber pendapatan lain dari proses pendanaan dan jasa-jasa perbankan. Oleh karena itu, pemberian kredit harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, mulai dari perencanaan besarnya kredit, analisis pemberian kredit, sampai pada pengendalian atas kredit macet.10 Pengendalian atas kredit macet ini diupayakan oleh bank dengan meminta jaminan (agunan) kepada nasabah, sebagai upaya untuk mengantisipasi resiko yang mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pelepasan dan pelunasan kredit tersebut. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat keberhasilan dalam pemberian kredit bank sangat
9
A.Yudha Harnoko, Kaitan antara Itikad Baik Asas Kebebasan Berkontrak dan Asas Konsensualisme dalam perjanjian, Lembaga Penelitian Unair, 1992, h. 12 10
Jongker Sihombing, Tanggung Jawab Yuridis Bankir Atas Kredit Macet Nasabah, Alumni, Bandung, 2009, h. 47
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10
berpengaruh pada keamanan dan pengembalian dana maka dapat dikatakan macetnya kredit dapat dikatakan mengancam kelangsungan hidup bank. Untuk menjembatani antara kebutuhan debitor dan usaha bank yang sehat serta untuk menjamin tidak adanya gagal bayar atau kredit macet, dalam merumuskan perjanjian kredit bank mencantumkan klausula Cross default dan Cross collateral. Cross default adalah ketentuan dalam sebuah perjanjian kredit yang berhubungan kontraktual dengan perjanjian kredit lain yang menjadikan debitor dinyatakan default jika debitor tersebut default pada kewajiban lain, dan menghentikan pemberian kredit yang diberikan. Pengertian dari Cross Default adalah sebagai berikut : “The inclusion of cross default provision is not uncommon with many banks, especially if the bank specialize in providing multiple loans and lines of credit corporations. This type of default cross acceleration protects the interest of the lender, making it to take imeddiate action before any defaults on other debt instrumens can take place.”11 Diterjemahkan secara bebas, bahwa cross default biasanya diterapkan berspesialisasi dalam hal lebih dari satu fasilitas terhadap perusahaan debitor. Cross
Default
dimaksudkan
untuk
mempercepat
perlindungan
terhadap
kepentingan kreditor, dalam hal untuk mengambil tindakan segera sebelum terjadinya default pada instrumen hutang lainnya akan terjadi. Lebih khusus dinyatakan bahwa cross default adalah “common stipulation in loan agreement under which a bank has a right to deny access to balances in any or all loan account (with several loans at the same bank) even if only one loan goes into
11
TESIS
http://www.wisegeek.com/what is-a-cross-default.htm
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11
default.”12 Dengan demikian disimpulkan bahwa bank berhak menghentikan pemberian pinjaman pada seluruh pinjaman debitor yang mempunyai beberapa fasilitas pinjaman pada bank yang sama, bahkan jika hanya satu fasilitas pinjaman masuk dalam kriteria default. ”The facility agreements commits the bank to provide the agreed facilities unless default accours. If this happens, the bank may and their commitment and demand immediate repayment.”13 Bank berkomitmen memberikan fasilitas yang disepakati kecuali terjadi default. Cross Collateral adalah jaminan yang diserahkan oleh debitor yang telah diikat sesuai dengan sifat jaminannya akan mengkait kebeberapa kredit, baik atas nama satu atau beberapa debitor pada bank atau kreditor yang sama. Pengertian yang lebih khusus mengenai cross collateral : “common stipulation in loan agreements under which a bank has a legal right to seize any or all assets pledged by a borrower (for diffrents loans with the same bank) even if only one loan goes into default.”14 Dengan demikian ketentuan cross collateral berlaku setelah debitor dinyatakan default. Ketentuan cross collateral juga terdapat dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah : “Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu hutang atau lebih berasal dari beberapa hubungan hukum.” Dalam prakteknya, Cross default dan Cross collateral sudah merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena biasanya debitor yang mempunyai beberapa fasilitas juga mempunyai beberapa jaminan. 12
http://www.businessdirectonary.com/ad_server/iframe.php?id=97
13
James R. Lingard, Commercial Loan Agreements : A Practical Guide To Commercial Loan O r Multiple Option Facility Agreements, Tolley Publishing Company Limited, 1990, h.61 14 http://www.businessdictionary.com/definition/cross-collateral-cause.html
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
Perumusan klausula Cross default dan Cross collateral merupakan upaya bank untuk mengantisipasi kerugian yang timbul, namun terkadang resiko kemacetan masih tetap ada walaupun telah dilakukan upaya untuk mengatasinya. Hal ini dapat berakibat kerugian pada pihak bank selaku kreditor, sehingga muncul adanya tanggung gugat (liability) debitor atas dasar kegagalan pemenuhan hutang yang telah diberikan oleh pihak bank. Black's Law Dictionary mengartikan “liability” sebagai "condition of being actually or potentially subject to an obligation; condition of being responsible for a possible or actual loss, penalty, evil expenses or burden; condition with create a duty to perform act immediately or in the future".15 Sedangkan menurut Butterworths, istilah tanggung gugat (liability) adalah : A person’s present or perspective legal responsibility, duty, or obligation. Liability may arise by party entering contract or through tortius or statutory obligation wholly unknown to the party at the material time.16 Dari definisi tanggung gugat (liability) tersebut diatas, nampak bahwa ruang lingkup tanggung gugat meliputi 2 (dua) hal yakni : 1. tanggung gugat atas dasar hubungan kontraktual antara para pihak dalam kontrak ; 2. tanggung gugat atas dasar perbuatan melanggar hukum, yang dalam hal ini tidak diisyaratkan adanya hubungan kontraktual. Dengan demikian apabila terjadi kegagalan pemenuhan hutang dalam perjanjian kredit maka hal ini termasuk dalam lingkup tanggung gugat atas dasar
15
The Publisher’s Editorial Staf, Black Law Dictionary with Pronunciation First Edition, West Publishing Co. Page 1179 16 Butterworths, Concise Australian Legal Dictionary, 2 th edition, Butterworths Australia, 1998
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
hubungan kontraktual antara para pihak dalam kontrak. Mengenai tanggung gugat atau pemenuhan kewajiban debitor untuk membayar hutangnya dapat dipaksa dengan jalan eksekusi barang jaminan melalui penjualan lelang oleh kreditor atau melalui pengadilan, apabila debitor ingkar janji atau wanprestasi atas perjanjian. Berdasarkan Pasal 1243 jo. Pasal 1763 BW, faktor cidera janji atau wanprestasi oleh debitor adalah sebagai berikut: 1. lalai memenuhi perjanjian; atau 2. tidak menyerahkan atau membayar dalam jangka waktu yang ditentukan; atau 3. tidak berbuat sesuai yang dijanjikan dalam tenggang waktu yang ditentukan; atau 4. tidak mengembalikan pinjaman sesuai dengan jumlah pinjaman dalam waktu yang ditentukan. Dalam hal hasil eksekusi barang jaminan melebihi nilai penjaminan, maka kreditor wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada debitor. Namun apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk melunasi pembayaran utang, maka debitor tetap bertanggung-jawab atas utang yang belum terbayar. Pemenuhan kewajiban debitor atas utang yang belum terbayar tersebut dilakukan melalui gugatan perdata sesuai ketentuan Pasal 1131 BW. Bertitik tolak dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat ini, perjanjian kredit dilindungi dengan jaminan yang memilki hak preferensi dan separatis, yaitu : 1. Hak Tanggungan (HT) berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah ( untuk selanjutnya disebut dengan UU HT)
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
2. Jaminan Fidusia (JF) berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ( untuk selanjutnya disebut dengan UU Fidusia) 3. Hak Gadai (Pandrecht) berdasarkan Pasal 1150 – 1161 BW. 4. Hipotek Kapal berdasarkan Pasal 314 Kitab Undang-undang Hukum Dagang jo. Pasal 1162-1232 BW serta Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran ( untuk selanjutnya disebut dengan UU Pelayaran) 5. Hipotek Pesawat Terbang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan jo Pasal 1162-1232 BW 1.5 Metode Penelitian a. Pendekatan Masalah Tipe penelitian ini merupakan penelitian hukum. Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Hasil yang hendak dicapai adalah memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya.17 Ada dua pendekatan yang digunakan untuk pemecahan masalahnya yaitu : 1. Pendekatan Peraturan Undang-undang (Statute Approach) yaitu suatu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.18 2. Pendekatan Konsep (Conceptual Approach) yaitu suatu pendekatan dengan berusaha membangun suatu konsep yang akan dijadikan acuan didalam penelitian dengan beranjak dari perundang-undangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.19 b. Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam pembuatan tesis ini ada dua macam yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan judul tesis ini.
TESIS
17
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2008, h.89
18
Ibid., h.97
19
Ibid., h.137
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
Sedangkan bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan pendukung yang berupa literatur, berita dari media massa, situs internet, bahan perkuliahan, jurnal dan lainnya. c. Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum Bahan hukum dikumpulkan dengan teknik Library Research yaitu dengan mengguanakan teknik studi kepustakaan atau studi literatur dan dokumen yang ada. Teknik ini dikenal juga dengan nama penyelidikan perpustakaan. Bahanbahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan dikumpulkan dengan cara melakukan inventarisasi, diambil yang relevan dan pokok persoalan kemudian dikaitkan dengan peraturan-peraturan dan buku hukum yang berupa teori atau pendapat-pendapat hukum yng terkait dengan permasalahan penelitian. Sedangkan bahan hukum sekunder dikumpulkan, dipilah-pilah dan didata lalu diklasifikasi sesuai dengan topiknya. Kemudian data-data yang berkaitan dengan penulisan tesis ini diambil dan diolah lagi dengan baik untuk dimasukkan dalam tesis ini.
1.6 Pertanggungjawaban Sistematika Tesis ini dibagi dalam empat bab yang saling terkait erat karena bab yang lebih dahulu merupakan dasar untuk uraian dan pembahasan bagi bab-bab selanjutnya. Susunan keempat bab tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut : Bab I tentang Pendahuluan. Dipaparkan gambaran umum mengenai isi tesis secara keseluruhan dan diberikan penjelasan tentang beberapa hal yang
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
menyangkut teknis penulisan. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang dari permasalahan yang dibahas dan rumusan masalah yang akan dipecahkan. Selain itu juga tujuan penelitian, manfaat penulisan, kajian pustaka sebagai dasar bagi pembahasan yang akan dilakukan dalam bab berikut, metode penelitian yang digunakan untuk meneliti masalah yang ada, serta pertanggungjawaban sistematika yang secara besar mengungkap apa yang menjadi isi dari masing-masing bab yang terdapat dalam tesis. Bab II tentang Limitasi dalam Pembuatan Perjanjian Kredit. Pada Bab II ini akan membahas mengenai rumusan masalah yang pertama. Bab ini akan menguraikan tentang makna asas kebebasan berkontrak, kebebasan berkontrak dalam perjanjian kredit perbankan, serta akibat hukum atas pelanggaran terhadap batas-batas kebebasan berkontrak. Bab III tentang Keabsahan Klausula Cross default dan Cross collateral dalam Perjanjian Kredit Perbankan. Pada Bab III ini akan membahas mengenai rumusan masalah yang kedua. Didalamnya membahas mengenai karaktristik klausula Cross default dan Cross collateral, penentuan ada tidaknya kegagalan pembayaran hutang pada debitor, dan juga tanggung gugat debitor akibat kegagalan pemenuhan hutang. Hal ini berguna agar para pihak baik itu bank dan nasabah (debitor) mengetahui apa klausul tersebut tetap relevan digunakan. Bab IV tentang Penutup. Pada Bab IV yang juga sekaligus bab terakhir pada tesis ini berisi tentang kesimpulan yang merupakan kristalisasi dari pembahasan yang telah dibuat pada Bab II dan Bab III. Selain itu juga memuat
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
saran-saran dari penulis yang menyangkut aspek operasional, kebijakan, maupun konseptual.
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO