BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan pakaian menjadi semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin besarnya permintaan pasar terhadap produk garmen. Industri tekstil selain mampu meningkatkan perekonomian juga memiliki dampak meningkatkan pencemaran oleh limbah cair ke lingkungan. Tanpa pengelolaan yang baik, maka limbah yang dihasilkan akan mengakibatkan beban pencemar yang diterima oleh lingkungan menjadi bertambah. Limbah industri tekstil sebagian besar mengandung pencemar berupa zat warna yang digunakan pada proses pencelupan. Pada proses pewarnaan tekstil lebih banyak digunakan zat warna sintetik dibandingkan dengan zat warna alam karena zat warna sintetik dapat memenuhi kebutuhan skala besar dengan warna yang bervariasi dan lebih praktis dalam pemakaiannya (Montano, 2007 ; Sastrawidana, 2011). Salah satu zat warna sintetik yang digunakan adalah Rhodamin B. Rhodamin B adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna merah atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan berwarna merah terang berfluorensi. Rhodamin B semula digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan seperti sebagai pewarna kertas dan tekstil. Pewarna ini terbuat dari dietillaminophenol dan phatalic anchidria dimana kedua bahan baku ini sangat toksik bagi manusia.
1
2 Biasanya pewarna ini digunakan untuk pewarna kertas, wol, dan sutra (Djarismawati, 2004). Dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan oleh limbah industri, Pemerintah Republik Indonesia melalui KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah industri cair bagi kegiatan industri dan PP No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air mewajibkan pelaku pelaku industri yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan berpotensi mencemari lingkungan harus dilengkapi dengan instalansi pengolahan air limbah yang memadai. Namun pada kenyataannya masih banyak pelaku industri yang belum menyediakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang memadai sehingga limbah yang dihasilkan langsung dibuang ke badan air dan tentu saja dapat mencemari lingkungan. Limbah yang mengandung bahan pencemar akan mengubah kualitas lingkungan bila lingkungan tersebut tidak mampu memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukung yang ada. Limbah yang dilepas ke lingkungan dapat meracuni dan terakumulasi pada biota, mengganggu ekosistem akuatik, mencemari air tanah, serta mengancam kesehatan manusia. Selama ini pengolahan limbah tekstil lebih menekankan pada cara fisika dan kimia. Cara ini memang terbukti efektif dalam mengelola limbah namun memiliki kekurangan yaitu belum bisa sepenuhnya diaplikasikan di lapangan terutama oleh industri kecil dan menengah karena membutuhkan bahan kimia yang banyak, biaya yang relatif tinggi dan menimbulkan lumpur yang banyak.
3 Saat ini telah banyak dikembangkan pengelolaan limbah secara biologi (biosistem). Faktor yang menentukan efektivitas dalam sistem ini adalah penggunaan mikroorganisme serta terbentuknya sistem biofiltrasi di dalam biosistem. Biofiltrasi merupakan salah satu proses pengolahan limbah secara biologi seperti menggunakan tanaman sebagai media penyerap limbah. Pengolahan limbah dengan menggunakan sistem biofiltrasi yaitu menggunakan biofilter tanaman teraerasi terbukti efektif dalam meminimalkan bahan-bahan pencemar seperti dalam air limbah pencelupan (Nailufary, 2008). Dalam proses biofiltrasi digunakan tanaman air sebagai media filtrasi. Akar tanaman akan memberikan lingkungan yang cocok
untuk pertumbuhan mikroba (Sumastri,
2009). Penggunaan biosistem tanaman digunakan untuk pengolahan limbah pencucian rumput laut dengan penambahan mikroorganisme aktif dalam penelitian yang dilakukan oleh Suyasa dan Dwijani (2015) mampu menurunkan kadar COD sebesar 117,32 mg/L selama 8 jam pengolahan. Dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme diharapkan senyawa organik yang terdapat dalam limbah tekstil akan terdegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana dan tidak membahayakan kehidupan perairan. Proses biofiltrasi memiliki banyak kelebihan diantaranya sangat efektif, biaya pembuatan kolam biofiltrasi relatif murah, tanaman untuk biofiltrasi cepat tumbuh dan mudah dipelihara, serta tidak membutuhkan operator dengan keahlian khusus. Dalam proses biodegradasi dari Rhodamin B, zat tersebut kemungkinan tidak akan terdegradasi langsung menjadi CO2 dan H2O namun bisa menimbulkan dampak pencemaran lain seperti senyawa fenol, amonia, dan ion klorida.
4 Senyawa-senyawa tersebut sangat berbahaya jika berada di perairan karena merupakan polutan. Maka dalam penelitian ini perlu diketahui efektivitas dari biosistem yang terjadi pada proses degradasi Rhodamin B dan kemampuannya dalam menurunkan konsentrasi dari senyawa fenol, amonia, ion klorida dan nilai COD (Chemical Oxygen Demand) sebagai indikator bahwa air hasil dari pengolahan tidak membahayakan lingkungan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian ini, dirumuskan permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah biosistem tanaman mampu menurunkan kadar senyawa fenol, amonia, ion klorida dan kandungan beban pencemar kimia lain yang sulit dioksidasi (COD) yang terjadi pada proses biodegradasi Rhodamin B dalam limbah yang mengandung Rhodamin B. 2. Seberapa besar efektivitas biosistem tanaman dalam menurunkan konsentrasi senyawa fenol, amonia, ion klorida dan kandungan beban pencemar kimia lain yang sulit dioksidasi (COD) dari proses biodegradasi air limbah yang mengandung Rhodamin B. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menentukan kemampuan biosistem tanaman dalam menurunkan kadar fenol, amonia, ion klorida dan kandungan beban pencemar kimia lain yang sulit dioksidasi (COD) dari proses biodegradasi air limbah yang mengandung Rhodamin B.
5 2. Menentukan efektifitas biosistem tanaman dalam menurunkan kadar fenol, amonia, ion klorida dan kandungan beban pencemar kimia lain yang sulit dioksidasi (COD) dari proses biodegradasi air limbah yang mengandung Rhodamin B. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Menghasilkan teknologi remediasi zat warna Rhodamin B. Dengan inovasi penggunaan
konsorsium
mikroorganisme
dalam
meningkatkan
kemampuan dan efektivitas pengolahan limbah/air dari zat warna dalam biofilter sistem tanaman (biosistem). 2. Diharapkan dengan teknologi ini akan memberikan alternatif pengelolaan limbah tekstil yang lebih efisien, murah serta ramah lingkungan.