BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Akhir dekade ini telah di jumpai berbagai macam penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang mudah menular dan dapat menyebabkan kematian. Penyebaran virus ini sangat tinggi, terutama melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian, heterosekxual, dan pecandu narkoba. Virus akan merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga mengakibatkan turun/hilangnya daya tahan tubuh, akibat lanjutanya adalah mudah terjangkit penyakit lain diantaranya kanker, TBC, serta masih banyak lagi dan pada akhirnya akan meninggal karena komplikasi infeksi sekunder. Sampai saat ini belum ada obat/vaksin untuk dapat mencegah virus ini, Pengobatan yang ada hanya untuk menghambat perkembangan pertumbuhan virus di dalam tubuh. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 di Amerika Serikat, kemudian menyebar dengan cepat ke Eropa dan bagaian lain di dunia. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, HIV/AIDS
1
telah menyebar hampir ke semua negara, sehingga dianggap sebagai pandemik baru. Dalam 20 tahun terakhir infeksi HIV telah dipastikan telah menyebar luar ke seluruh penjuru dunia. Sejak epidemik mulai, sampai saat ini sudah 21,8 juta orang meninggal karena AIDS dan sampai saat ini terus meningkat. Data dari The Joint United Nations Program on AIDS (UNAIDS) menggambarkan perkiraan sebaran orang dewasa dan anak yang terinfeksi oleh HIV dan AIDS pada akhir tahun 2008 dengan total global 33,4 juta dalam tabel penyebaran sebagai berikut : Tabel 1.1. Sebaran Orang Dewasa dan Anak yang Terinfeksi HIV/AIDS di Dunia Pada Akhir Tahun 2008. (Sumber : The Joint United Nations Program on AIDS (UNAIDS)). Orang yang
Orang yang
hidup dengan
terinfeksi
HIV
selama tahun 2008
Sub-Sahara
22,4 juta
1,9 juta
3,8 juta
280.000
Afrika Asia selatan & tenggara
2
Asia Timur
850.000
75.000
Amerika latin
2,0 juta
170.000
Amerika Utara
1,4 juta
55.000
Eropa Tengah
850.000
30.000
1,5 juta
110.000
Karibia
240.000
20.000
Timur Tengah
310.000
35.000
59.000
3.900
& barat Eropa Timur & Asia Tengah
dan Afrika Utara Oceania
Kasus AIDS pertama kali di laporkan di Indonesia pada 1 Juli 1987 di Bali. Sampai dengan 30 Juni 2011 ditemukan pengidap HIV/AIDS mencapai 26.483 orang secara komulatif dari 33 provinsi dan 300 kab/kota perbandingan resiko laki-laki dan perempuan adalah 3 :1, dan presentase tertinggi pada kelompok usia 20-29 tahun, serta jumlah penderita yang meninggal 5056 orang. data tentang jumlah sebenarnya dari ODHA di Indonesia sulit untuk di dapat. Sering kali dikemukakan bahwa jumlah penderita yang berhasil dihimpun hanyalah pucuk dari sebuah gunung es yang di bawahnya menyimpan banyak sekali jumlah penderita yang tidak terdeteksi. Setiap kasus yang dilaporkan diperkirakan ada 100 3
orang lainya yang sudah terinfeksi HIV, namun tidak terdeteksi. Menurut laporan Bappenas dan UNDP (2007/2008), virus HIV diperkirakan telah menginfeksi antara 172.000-219.000 orang di Indonesia. Tercatat pada akhir tahun 2011 penderita HIV/AIDS di Indonesia berkisar 200.000 penduduk (Depkes RI, 25/11/11), dengan jumlah kumulatif hingga akhir Juni 2011 adalah 26.438 yang terinfeksi HIV/AIDS dan yang meninggal 5056 jiwa. Jumlah tersebut akan terus bertambah dan menyebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan tidak terkecuali di provinsi jawa Tengah. Pengidap HIV/AIDS pertama kali dilaporkan di Jawa Tengah pada tahun 1993 di Kabupaten Pemalang yang terdeteksi di Jawa Barat dan meninggal sebagai kasus AIDS pada tanggal 14 Oktober 1995. Setelah itu setiap tahun dilaporkan adanya kasus HIV& AIDS di Jawa Tengah. Berdasarkan survey jumlah kasus AIDS menurut provinsi sampai dengan tanggal 31 Desember 2007 di Jawa Tengah terdapat sebanyak 17.207 kasus dengan perincian HIV sebanyak 6.066 kasus dan AIDS sebanyak 11.141 kasus dan yang sudah meninggal sebanyak 2.369 kasus dan jumlah penderita di Jawa Tengah sejak tahun 1993 hingga 2007 tercatat 1.486 kasus, dan pada akhir tahun 2011 tercatat 1.745 kasus, Dari jumlah tersebut 527 orang di derita warga berusia 25-29 tahun, sedangkan 202 orang pada kisaran usia 20-24 tahun. Hal ini membuktikan
4
terjadi peningkatan penderita tiap tahunya (spiritia, 21/11/11). Pengidap HIV/AIDS di Kota Salatiga sampai dengan tahun 2011 ini mencapai 124 kasus. Ini berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 112 kasus. Dari kasus tersebut, 52%-nya merupakan usia produktif dan yang meninggal dunia dari tahun 2000 hingga tahun 2011 sebanyak 40 orang . (Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) dinkes Salatiga. 2011). Penyakit ganas ini telah menyerang mahasiswa dan pegawai negeri sipil (PNS). Demikian diungkapkan Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Kabid P2PL) Dinas Kesehatan Kota (DKK) Salatiga, BPH Pramusinta, (KPA Salatiga,11 november 2011). Dalam perkembangannya seorang ODHA tidak akan bisa berdiri sendiri dalam manjalani kehidupannya. Mereka dikelilingi oleh faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi aktiviasnya dalam mengkonsumsi obat setiap harinya, Obat yang dikonsumsi ODHA beragam dan setiap obat mempunyai dosis tentukan
oleh
dokter.
Faktor-faktor
tersebut
yang di
adalah
faktor
lingkungan, faktor PMO (pengawas minum obat bisa dari keluarga, sahabat, atau dari pihak terapis), faktor pendidikan, faktor ekonomi, faktor diri sendiri dan faktor CST (care support treatment). ODHA diwajibkan untuk mengkonsumi obat-obatan secara patuh.
5
Pengobatan HIV/AIDS atau yang sering dikenal dengan terapi ARV ini dilakukan seumur hidup dengan diagnosa positif, dengan masa percobaan kepatuhan selama 3 sampai 6 bulan pertama. Obat yang diminum akan masuk ke aliran darah melewati ginjal dan hati sebagai organ detoksifikasi dan oksigenasi. Setelah terjadi eksresi sebagian obat,maka obat yang berada dalam darah menjadi berkurang konsentrasi plasmanya.Untuk mempertahankan kadar plasma dalam darah tetap tinggi, maka penderita harus minum kembali obat. Beberapa obat. Beberapa obat ARV seperti AZT (zidovudin), ddl (didanozin), ddC (zalsitabin), akan diserap baik oleh tubuh dan masuk aliran darah dengan tingkat yang lebih tinggi bila tidak terdapat persediaan makanan di dalam perut, ada juga jenis obat yang masuk kedalam darah lebih tinggi dengan keadaan perut terdapat persediaan makanan, dalam arti lain jenis-jenis obat yang dikonsumsi oleh odha ini berbeda-beda, ada yang harus diminum setelah makan dan ada pula yang harus diminum saat posisi perut kosong, ada juga obat yang di minum dengan dosis yang berbeda setiap harinya seperti obat kotrimoksasol yang berupa sirup. Karena itu perlu sekali memahami penggunaan obat-obat ARV yang di konsumsi, sehingga kadarnya dalam plasma dapat dipertahankan tetap tinggi, kadar plasma obat yang rendah memungkinkan HIV tetap menggandakan diri dalam tubuh. Semakin banyak mengalami penggandaan virus HIV semakin
6
banyak terbentuk virus yang mengalami mutasi dan resisten (kebal) terhadap obat. Jika virus HIV didalam tubuh telah resistan terhadap obat
yang
dipakai,
maka
terapi
yang
digunakan
telah
gagal.(www.spiritia.com) Cara terbaik untuk mencegah terjadinya resistan terhadap obat adalah dengan kepatuhan terhadap mengkonsumsi obat. Diagnosa yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar dari tenaga kesehatan ternyata belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu terapi jika tidak diikuti dengan kepatuhan pasien HIv/AIDS dalam mengkonsumsi obatnya. Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang (hingga nilai CD4 normal dengan masa percobaan 6 bulan) terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50% sedangkan di Negara berkembang jumlah tersebut bahkan lebih rendah padahal untuk mencapai survey virologis yang baik diperlukan tingkat kepatuhan terapi ARV yang sangat tinggi, Penelitian menunjukan bahwa untuk mencapai supresi virus yang optimal,
setidaknya
95%
dari
semua
dosis
tidak
boleh
terlupakan.(www.sipitia.com) Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi utamanya pada terapi penyakit tidak menular, misalnya : diabetes, hipertensi, asma, kanker, gangguan mental, penyakit
infeksi
HIV
/
AIDS 7
dan
tuberkulosis
Adanya
ketidakpatuhan pasien pada terapi penyakit ini dapat memberikan efek negatif yang sangat besar karena prosentase kasus penyakit tersebut diseluruh dunia mencapai 54% dari seluruh penyakit, pada tahun 2001. Angka ini bahkan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 65% pada tahun 2020. Harus diingat bahwa kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang ditentukan oleh lima dimensi yang saling terkait, yaitu faktor pasien, faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan dan faktor sosial ekonomi. Semua
faktor
tersebut
adalah
faktor-faktor
penting
dalam
mempengaruhi kepatuhan dan tidak ada yang memiliki pengaruh yang lebih kuat dari faktor lainnya. Selain itu, diperlukan komitmen pasien yang kuat dan koordinasi yang erat dari seluruh pihak. Ketidakpatuhan pasien dalam melakukan terapi ARV di pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya paling banyak di pengaruhi oleh faktor ekonomi, faktor pendidikan dan faktor putus asa. Berdasarkan penjelasan diatas mengenai semakin tingginya jumlah penderita HIV/AIDS dan belum ditemukanya obat yang mampu untuk memusnahkan virus HIV dan semakin tingginya angka ketidakpatuhan ODHA dalam mengkonsumsi ARV, peneliti
ingin
megetahui
pengaru
dar
faktor-faktor
maka yang
mempengaruhi kepatuhan ODHA dalam mengkonsumsi obat, diantaranya adalah faktor lingkungan, faktor PMO (pengawas minum obat bisa dari keluarga, sahabat, atau dari pihak terapis),
8
faktor pendidikan, faktor ekonomi, faktor diri sendiri, faktor pengetahuan Cst. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui faktor yang paling berpengaruh atau. 1.2 Identisifikasi Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah diatas fenomena yang terjadi adalah banyak sekali para ODHA yang mengalami drop out obat atau berhenti minum obat karena suatu ketidakpatuhan. Ada beberapa faktor-faktor yang sangat berpengaruh pada kepatuhan minum obat ODHA, agar terapi yang dilakukan berhasil, maka kepatuhan harus dijalankan sesuai dengan petunjuk, Ketidakpatuhan akan menyebabkan HIV virus menjadi resistan terhadap ARV. 1.3 Batasan Masalah Agar penulisan pada penelitian ini tidak menyimpang dari apa yang akan diteliti maka peneliti membatasi penelitian ini pada masalah : Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada Odha di Salatiga.
1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka Rumusan masalahnys diajukan dalam penelitian ini adalah “ anlisis Faktorfaktor yang berhubungan dengan kepatuhan meminum obat pada Odha di Salatiga. 9
1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1
Tujuan Umum Mengetahui
hubungan
antara
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kepatuhan minum obat pada Odha di salatiga 1.4.2 Tujuan khusus
Mendiskripsikan karakteristik responden
Mendiskripsikan kepatuhan minum obat pada penderita HIV/AIDS di salatiga
Mengetahui
hubungan
antara
pendidikan
dengan
pengetahuan
dengan
kepatuhan minum obat
Mengetahui
hubungan
antara
kepatuhan minum obat
Mengetahui hubungan antara peran pengawas minum obat dengan kepatuhan minum obat
1.6 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah
Bagi institusi pendidikan terkait Sebagai dasar pengembangan Institusi Pendidikan dalam pembentukan profil lulusan yang ideal.
Bagi pengembangan ilmu keperawatan
10
Memberikan informasi bagi perawat dan pemerhati HIV/AIDS tentang kepatuhan minum obat yang berpengaruh bagi ODHA dalam
memberikan
berkesinambungan
asuhan
terutama
keperawatan
program
terapi
ARV
yang pada
penderita HIV/AIDS
Bagi komisi penanggulangan AIDS Diharapkan dapat memberikat informasi yang adekuat tentang penyuluhan HIV/AIDS untuk meningkatkan penatalaksanaan program pemberantasan HIV/AIDS, Selain itu, dapat dijadikan sebagai masukan, acuan, wawasan baru, serta bahan untuk penentuan kebijakan yang berkaitan dengan kepedulian terhadap penderita HIV/AIDS.
Bagi Peneliti Menambah pengetahuan peneliti dan dapat menjadi sumber informasi pada peneliti lainya.
11