BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Minyak hati ikan kod atau cod liver oil bermanfaat sebagai pencegah
penyakit degeneratif dan membantu dalam proses tumbuh-kembang otak. Kandungan omega-3 di dalam minyak hati ikan kod (MHIK) dapat mencegah resiko gangguan penglihatan (Irianto, 2002). MHIK mengandung asam cis-5, 8, 11, 14, 17-eikosapentanoat (EPA) dan asam cis-4, 7, 10, 13, 16, dokosaheksaenoat
(DHA),
yang
digunakan
sebagai
pencegah
19-
penyakit
kardiovaskular (Moghadasian, 2008). Gunstone (2004) menjelaskan bahwa MHIK menjadi sumber vitamin A dan vitamin D. Minyak ikan merupakan minyak yang harganya mahal dibandingkan lemak hewan lainnya seperti lemak sapi, kambing, babi, dan lemak ayam (Yang dkk., 2005). Hal tersebut memperbesar kemungkinan untuk adanya pemalsuan MHIK menggunakan minyak yang berwarna sama, seperti minyak kelapa sawit atau minyak kedelai. MHIK memiliki nilai terapeutik yang tinggi dan harga yang mahal sehingga sangat penting dilakukan identifikasi keaslian minyak tersebut. Jaminan kualitas mutu, nilai gizi dan keamanan produk menjadi hal yang penting bagi konsumen. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu metode analisis seperti spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) untuk autentikasi MHIK. Metode spektroskopi FTIR memiliki kemampuan sebagai metode sidik jari (fingerprint), mudah dalam pengerjaannya, reliabel, dan peka. Metode tersebut
1
2
dapat dihubungkan dengan “kemometrika” analisis multivariat dan memberikan informasi kuantitatif dan kualitatif (Guillen dan Cabo, 1997). Penggabungan spektroskopi FTIR dengan metode kemometrika analisis multivariat (analisis menggunakan banyak variabel) telah digunakan sebelumnya pada analisis autentikasi minyak, seperti analisis pemalsuan minyak dedak padi dalam minyak wijen (Rohman dan Che Man, 2011a), analisis pemalsuan minyak buah merah (Rohman dkk., 2011b), dan autentikasi MHIK (Rohman dan Che Man, 2010). Selain menggunakan spektroskopi FTIR, Rohman dkk. (2012) telah melakukan penelitian mengenai pembedaan minyak babi menggunakan HPLC. Penelitian ini menggunakan campuran MHIK dengan minyak nabati yang memiliki harga yang jauh lebih murah seperti seperti minyak jagung dan minyak biji bunga matahari. Metode spektroskopi FTIR dan analisis multivariat digunakan untuk membedakan MHIK dengan beberapa minyak nabati dan untuk menghasilkan model yang sesuai untuk analisis kemurnian MHIK dalam campuran dengan minyak nabati. Analisis kemurnian MHIK menggunakan campuran minyak antara lain, MHIK dalam campuran biner dengan minyak jagung (MJ), MHIK dalam campuran biner dengan minyak biji anggur (MBA), dan MHIK dalam campuran terner dengan minyak biji bunga matahari (MBBM) dan minyak biji anggur.
3
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut: 1. Apakah metode spektrofotometri FTIR yang dikombinasikan dengan principal component analysis (PCA) dapat digunakan untuk membedakan MHIK dengan beberapa minyak nabati? 2. Bagaimana optimasi spektroskopi FTIR dan partial least square (PLS) untuk menghasilkan model yang sesuai untuk analisis kemurnian MHIK dalam campuran minyak nabati (MHIK dalam campuran biner dengan MJ, MHIK dalam campuran biner dengan MBA, dan MHIK dalam campuran terner dengan MBBM dan MBA)?
C.
Pentingnya Penelitian Dilakukan Metode spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FTIR) merupakan
metode menggunakan instrumen yang operasionalnya mudah, reliabel, peka, reprodusibel, dan memiliki kemampuan sebagai metode sidik jari (fingerprint), sehingga dapat dijadikan sebagai teknik analisis yang potensial untuk melakukan studi autentikasi MHIK. Optimasi spektrofotometri FTIR dengan kombinasi analisis multivariat dilakukan untuk membedakan MHIK dengan beberapa minyak nabati dan untuk menghasilkan model yang sesuai untuk analisis kemurnian MHIK dalam campuran dengan minyak nabati (MHIK dalam campuran biner dengan MJ, MHIK dalam campuran biner dengan MBA, dan MHIK dalam campuran terner dengan MBBM dan MBA).
4
D.
Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengembangkan
spektrofotometri FTIR yang dihubungkan dengan analisis multivariat untuk autentikasi MHIK. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah: 1. Membedakan MHIK dengan beberapa minyak nabati dengan metode spektrofotometri FTIR yang dikombinasikan dengan principal component analysis (PCA). 2. Memperoleh kondisi optimal spektroskopi FTIR yang dikombinasikan dengan partial least square (PLS) untuk menghasilkan model yang sesuai untuk analisis kemurnian MHIK dalam campuran dengan minyak nabati (MHIK dalam campuran biner dengan MJ, MHIK dalam campuran biner dengan MBA, dan MHIK dalam campuran terner dengan MBBM dan MBA).
E.
Tinjauan Pustaka Asam lemak adalah salah satu golongan lipid yang merupakan komponen
paling penting pada minyak. Asam lemak merupakan senyawa yang mengandung rantai hidrokarbon dengan ujung gugus karboksilat. Minyak mengandung banyak asam lemak dalam bentuk ester dengan gliserol (trigliserida). Trigliserida merupakan unsur utama dalam minyak nabati dan lemak hewani. Minyak adalah campuran kompleks yang mengandung berbagai senyawa, terutama triasilgliserol, monoasilgliserol, diasilgliserol, asam lemak bebas, fosfolipid dan komponen kecil lainnya (Gunstone, 2005). Kelompok besar senyawa alami yang terdapat di dalam lipid diantaranya adalah lemak, fosfolipida, sterol, lilin, monogliserida,
5
digliserida, vitamin larut lemak (A, D, E, K), dan karotenoid (Bernal dkk., 2010).
1.
Minyak Hati Ikan Kod (Gadus morhua Linne) Sinonim dari MHIK diantaranya adalah Oleum Iecoris Aselli, Oleum
Morrhuae, Cod Liver Oil, Minyak ikan, dan Lavertraan. Minyak ikan adalah minyak yang diperoleh dari hati segar Gadus morhua Linne dan spesies lain dari familia Gadidae. MHIK mengandung tidak kurang dari 255 µg (850 unit FI) vitamin A dan tidak kurang dari 2,125 µg (85 unit FI) vitamin D per gram minyak ikan. Pemerian MHIK adalah sebagai berikut: bentuk berupa cairan minyak, encer, berwarna kuning pucat, berbau khas, tidak tengik, bau seperti ikan, dan memiliki rasa yang khas, dan agak manis. Minyak ini sukar larut dalam etanol, mudah larut dalam eter, dalam kloroform, dalam karbon disulfida dan dalam etil asetat (Depkes RI, 1995). Gambar 1 adalah gambar ikan kod (Gadus morhua Linne).
Gambar 1. Gadus morhua Linne (Schou, 2013)
MHIK
memiliki
ciri
kandungan
asam
lemak
tak
jenuh
ganda
(polyunsaturated fatty acid/PUFA) yang tinggi, memiliki panjang rantai karbon hingga 20 atau 22. Minyak ini memiliki manfaat diantaranya sebagai pencegah penyakit jantung dan penyakit degeneratif, dapat membantu dalam proses tumbuh-kembang otak, perkembangan sistem kekebalan tubuh dan perkembangan
6
indra penglihatan pada bayi dan balita, serta tingginya kandungan omega-3 yang dapat membantu menghindari resiko gangguan penglihatan (Irianto, 2002). MHIK memiliki karakteristik sebagai berikut : Tabel I. Sifat fisika kimia minyak hati ikan kod (Medina dkk., 1995)
Komposisi Asam Lemak Berat Jenis (x °C/air pada 25 °C)
Presentase (%) 0,922-0,928 x = 25°C
Indeks bias (pada 25 °C)
1,478-1,485
Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak)
180-192
Bilangan iodium (mg I2/g minyak)
142-176
Zat yang tidak tersabunkan (g/kg)
0-2
MHIK juga mengandung vitamin A dan vitamin D. Pemanfaatan vitamin D adalah untuk penyembuhan penyakit osteoporosis dan mobilisasi asupan kalsium untuk memperkuat tulang, serta untuk tumbuh kembang anak (Ackman, 2005). Dalam dunia kefarmasian, MHIK dijual sebagai obat atau minyak makanan fungsional, baik dalam bentuk kapsul atau suspensi (Aursand, 2007a). Mikroenkapsulasi MHIK bermanfaat untuk bahan makanan termasuk susu formula, makanan bayi, roti, dan sup (Aursand, 2007b). Triasilgliserol (TAG) yang dihasilkan (93,5 %) diperoleh dari konsentrasi asam lemak polyunsaturated MHIK dengan komposisi 25 % asam cis-5, 8, 11, 14, 17-eikosapentanoat (EPA) dan 45% asam cis-4, 7, 10, 13, 16,
19-
dokosaheksaenoat (DHA) (Medina dkk, 1999). DHA dan EPA dibutuhkan untuk pengaturan fungsi membran sel. DHA sangat penting manfaatnya, terutama untuk
7
membran sel pada jaringan saraf. DHA juga bermanfaat sebagai prekursor untuk pembentukan eikosanoat pada beberapa macam hormon (Tocher, 2003).
2.
Minyak Nabati Minyak nabati merupakan minyak yang diekstraksi dari berbagai bagian
tanaman. Kebanyakan minyak nabati mengandung 1000-5000 ppm (1-5 g/kg) sterol, sebagian merupakan sterol bebas dan sebagian sebagai sterol teresterifikasi (Gunstone, 2005). Menurut Cert dkk. (2000), minyak nabati terdiri atas sekitar 9598 % trigliserida dan 2 % sisanya merupakan campuran kompleks senyawa minor termasuk ester, hidrokarbon, alkohol, lemak, pigmen, lilin, fosfolipid, senyawa fenolik, senyawa volatil, asam triterpenat, dan senyawa gliserida.
a.
Minyak Biji Anggur Menurut Shahidi (2005), minyak biji anggur (MBA) berasal dari biji anggur
(Vitis vinifera). Minyak yang juga dikenal sebagai grapeseed oil ini memiliki karakteristik sebagai berikut : Tabel II. Sifat fisika kimia minyak biji anggur (Codex, 2001)
Komposisi Asam Lemak Berat Jenis (x °C/air pada 20 °C)
Presentase (%) 0,920-0,926 x = 20 °C
Indeks bias (pada 40 °C)
1,467-1,477
Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak)
188-194
Bilangan iodium (mg I2/g minyak)
128-150
Zat yang tidak tersabunkan (g/kg)
20
8
MBA mengandung asam amino seperti lisin dan tirosin. Minyak ini juga mengandung asam linoleat (60-76 %), asam palmitat (6-8 %), asam stearat (3-6 %), dan asam oleat (12-25 %). Tingginya kandungan asam linoleat memiliki efek yang menguntungkan bagi kulit. Minyak ini bermanfaat sebagai antioksidan yang mencegah produksi radikal bebas yang terbentuk selama proses oksidasi akibat radiasi ultraviolet. Pemanfaatan MBA dalam pembuatan sediaan topikal adalah untuk memperbaiki kerusakan kulit akibat radikal bebas karena pengaruh radiasi sinar ultraviolet sebaik kemampuan alami dari lemak tubuh manusia untuk menjaga tingkat kelembaban (Spiers dan Cleaves, 1999).
b.
Minyak Jagung Minyak jagung (MJ) diperoleh dari biji jagung yang hanya berisi 3-5 %
minyak. Minyak ini bersumber dari tanaman jagung (Zea mays L.). Minyak yang juga dikenal sebagai corn oil atau maize oil ini memiliki karakteristik sebagai berikut : Tabel III. Sifat fisika kimia minyak jagung (Codex, 1968)
Komposisi Asam Lemak Berat Jenis (x °C/air pada 20 °C)
Presentase (%) 0,917 – 0,925 x = 20 °C
Indeks bias (pada 40 °C)
1,465 – 1,468
Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak) 187 - 195 Bilangan iodium (mg I2/g minyak)
103– 135
Zat yang tidak tersabunkan (g/kg)
28
9
Menurut Byrdwell (2001), TAG utama yang terkandung dalam MJ biasanya LLL (Linoleil-Linoleil-Linoleat) sebesar 25,4 %, LLO (Linoleil-Linoleil-Oleat) sebesar 21,5 %, LLP (Linoleil-Linoleil-Palmitat) sebesar 14,7 %, OOL (OleilOleil-Linoleat) sebesar 10,7 %, dan kandungann triasilgliserol lainnya sebesar 27,7%. Tiga komponen kimia paling banyak dalam fraksi tidak tersabunkan dalam MJ adalah pitosterol, tokoferol, dan squalene. Squalene adalah senyawa tidak tersabunkan dalam minyak yang dilaporkan menjadi hidrokarbon utama dalam MJ (Moreau, 2005). Schurgers dkk. (2002), melaporkan bahwa mengonsumsi MJ dapat meningkatkan metabolisme dan penyerapan vitamin K. Asam lemak yang terkandung dalam MJ memiliki aktivitas untuk memperkuat lapisan kulit dan mencegah hidrasi epidermis. Minyak ini juga digunakan sebagai komponen dalm produk perawatan wajah dan kulit seperti krim pelembut tangan dan sabun (Moreau, 2005).
c.
Minyak Biji Bunga Matahari Minyak biji bunga matahari (MBBM) yang bersumber dari biji bunga
matahari (Holianthus annuus) bisanya digunakan sebagai minyak goreng, sumber pembuatan margarin, dan sebagai minyak salad. Tanaman bunga matahari tumbuh terutama di Uni Soviet. Tiap daerah penanaman bunga matahari akan menghasilkan minyak dengan mutu yang berbeda, tergantung pada kondisi iklim pada wilayah tersebut (Tambun, 2006). Menurut Shahidi (2005), TAG utama yang terkandung biasanya LLO (Linoleil-Linoleil-Oleat) sebesar 39 %, LOO (Linoleil-
10
Oleil-Oleat) sebesar 19 %, LLS (Linoleil-Linoleil-Stearat) sebesar 14 %, LLL (Linoleil-Linoleil-Linoleat) sebesar 14 %, LOS (Linoleil-Oleil-Stearat) sebesar 11 %, dan kandungann TAG lainnya sebesar 3 %. Minyak yang juga dikenal sebagai sunflower oil ini memiliki karakteristik sebagai berikut : Tabel IV. Sifat fisika kimia minyak biji bunga matahari (Codex, 2001)
Komposisi Asam Lemak Berat Jenis (x°C/ air pada 25 °C)
Presentase (%) 0,909 – 0,915 x = 25°C
3.
Indeks bias (pada 25 °C)
1,467 – 1,471
Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak)
182 - 194
Bilangan iodium (mg KOH/g minyak)
78-90
Zat yang tidak tersabunkan (g/kg)
≤1,5
Analisis Pemalsuan Minyak Pemalsuan minyak menjadi perhatian penting karena berhubungan dengan
penjaminan mutu, serta terkait dengan keamanan dan kualitas produk yang dikonsumsi oleh masyarakat. Adanya pemalsuan dapat menyebabkan alergi pada manusia yang terkait dengan bahan-bahan tertentu (Lai dkk., 1995). Pencampuran sering melibatkan penggantian atau pengenceran minyak yang memiliki harga tinggi dengan minyak pengganti yang lebih murah (Rohman dan Che Man, 2011a). Dalam proses deteksi keberadaan minyak nabati pemalsu dalam minyak hati ikan kod (MHIK) perlu dilakukan pendekatan karena karakteristik fisik dan komposisi kimia yang hampir sama antara minyak nabati dengan MHIK yang dipalsukan. Menurut Cordella dkk. (2002), terdapat tiga pendekatan umum untuk
11
keberhasilan deteksi pemalsu tersebut. Pendekatan yang pertama adalah dengan menentukan perbandingan atau rasio antar beberapa komponen kimiawi dan mengansumsikan rasio tersebut bersifat konstan dalam minyak tertentu. Pendekatan yang kedua adalah dengan mencari penanda (marker) yang cocok dalam minyak. Pendekatan yang ketiga adalah dengan menggunakan metode analisis, baik metode fisika atau kimia. Metode yang digunakan biasanya didasarkan pada konstanta sifat fisikakimianya atau pada pengukuran kimia dan biologi (Kowalski, 1989). Sebagai contoh adalah metode kromatografi dan spektroskopi inframerah.
a.
Kromatografi Gas Kromatografi gas (KG) merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan
dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. KG dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran. Prinsip pemisahan pada KG didasarkan pada perbedaan titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi solut dengan fase diam (Gandjar dan Rohman, 2007). Gandjar dan Rohman (2007) menjelaskan bahwa pemisahan asam lemak dapat dilakukan menggunakan suhu kolom yang diatur secara terprogram untuk meningkatkan resolusi komponen dalam suatu campuran yang mempunyai titik didih pada kisaran luas. Di samping itu, pada suhu terprogram juga mampu mempercepat keseluruhan waktu analisis. Detektor dalam KG adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi sebagai
12
pengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Hasil yang diperoleh berupa kromatogram yang disajikan sebagai deretan luas puncak terhadap waktu. Waktu tambat tertentu dalam kromatogram dapat digunakan sebagai data kualitatif, sedangkan luas puncak kromatogram
dapat digunakan sebagai data kuantitatif yang keduanya telah
dikonfirmasikan dengan senyawa baku. Salah satu detektor yang digunakan dalam KG adalah detektor ionisasi nyala atau Flame Ionization Detector (FID) yang bersifat umum. Respon detektor FID sangat peka, teliti, dan jika ditinjau dari segi ukuran cuplikan bersifat linier (Gandjar dan Rohman, 2007). Menurut Scrimgeour (2005), instrumen KG merupakan salah satu metode untuk melakukan karakterisasi asam lemak dengan pemisahan asam lemak berdasarkan jumlah ikatan rangkap di dalamnya, dan berdasarkan pada jumlah atom karbonya (panjang rantai). Komposisi asam lemak dapat diklasifikasikan sebagai asam lemak jenuh (asam stearat, asam arakidat asam miristat, dan asam palmitat), asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (asam eikosenoat, asam oleat, dan asam palmitoleat), serta asam lemak tidak jenuh rantai ganda (asam linolenat dan asam linoleat). Asam lemak dengan jumlah atomnya lebih rendah akan muncul lebih dahulu. Asam lemak dengan satu ikatan rangkap, akan muncul lebih dahulu daripada asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap lebih dari satu pada jumlah atom C yang sama (Slamet, 1984). Watson (1999) menjelaskan bahwa diperlukan proses hidrolisis dan metilasi dalam proses satu tahap pada pembuatan derivat metil ester. Proses derivatisasi asam lemak menjadi derivat asam lemak metil ester atau Fatty Acid Methyl Esters
13
(FAME). Proses derivatisasi yang dilakukan akan menurunkan ikatan hidrogen yang menyebabkan kenaikan volatilitas, sehingga dapat meningkatkan stabilitas, menaikkan respon detektor, meningkatkan batas deteksi, meningkatkan bentuk kromatogram, dan dapat meningkatkan daya pisah (Gandjar dan Rohman, 2007). MHIK dapat dibedakan dengan minyak nabati dengan melihat tingkat kejenuhan asam lemak penyusunnya, posisi asam lemak, serta kandungan asam lemak yang mendominasi dan komponen minor spesifik asam lemak lain yang terkandung dalam minyak. Dari hal tersebut, penggunaan profil asam lemak dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui keberadaan minyak nabati pemalsu dalam MHIK.
b. Spektroskopi Inframerah Fourier Transform (FTIR) Spektrum inframerah didapatkan dengan cara melewatkan radiasi pada sampel dan menentukan fraksi yang terserap pada bilangan gelombang tertentu. Energi dari setiap puncak yang muncul berhubungan dengan frekuensi vibrasi dari molekul tersebut (Stuart, 2004). Spektrum inframerah dapat dibagi menjadi tiga daerah utama, yaitu inframerah jauh (400-40 cm-1), inframerah tengah (4000-400 cm-1) dan inframerah dekat (13.000-4000 cm-1). Aplikasi inframerah banyak menggunakan pada wilayah inframerah tengah, tetapi inframerah daerah dekat dan jauh juga memberikan informasi penting tentang bahan tertentu. Skala ordinat dapat disajikan dalam presentase transmitan atau absorbansi sebagai ukuran intensitas spektra (Stuart, 2004).
14
Spektroskopi FTIR merupakan metode analisis yang cepat, tidak merusak, sensitif, dan mudah operasionalisasinya karena adanya penggunaan Attenuated Total Reflectance (ATR) sebagai teknik pengambilan sampel (Rohman dan Che Man, 2008). Penggunaan teknik tersebut terutama untuk sampel yang tidak dapat diperiksa secara langsung dengan metode transmisi normal. Teknik tersebut dapat digunakan untuk menganalisis sampel padat dan cair yang merupakan sampel homogen dengan ketebalan sampel tiap pengujian sama. Teknik ATR adalah teknik yang nyaman dan sederhana sehingga banyak digunakan dalam analisis makanan (Subramanian dan Rodriguez-Saona, 2009). Kristal yang banyak digunakan pada teknik ATR adalah zink selenida, silikon, berlian, germanium, dan KRS-5 (kalium iodida atau kalium bromida). Pemecah sinar yang digunakan terdiri dari material semi-transparan. Pemecah sinar tersebut digunakan untuk memecah dan menggabungkan sinar inframerah dalam interferometer. Sinar radiasi masuk dari media yang lebih padat dengan indeks bias lebih tinggi (kristal) menuju ke media yang kurang padat dengan indeks bias lebih rendah (sampel), kemudian sebagian dari sinar tersebut dipantulkan kembali ke medium indeks bias rendah (sampel). Ketika sudut kejadian meningkat, maka fraksi sinar yang dipantulkan juga akan meningkat. Apabila sudut datang lebih besar dari sudut kritis, maka semua peristiwa radiasi tercermin pada antar muka. Sinar tersebut akan menembus jarak yang sangat singkat di luar antarmuka dan ke dalam medium yang kurang padat sebelum refleksi terjadi. Hal tersebut umumnya berada pada kedalaman beberapa mikrometer (µm). Intensitas sinar akan berkurang (dilemahkan) oleh sampel di
15
daerah spektrum IR, tempat sampel menyerap (Sherman, 1997). Pada kondisi intensitas sinar berkurang, sebagian kecil energi cahaya akan terlepas dari kristal dan berpindah sejauh 0,1-5 µm di bawah permukaan kristal dalam bentuk gelombang yang transparan yang disebut sebagai gelombang evanescent. Ketika terjadi fenomena pelepasan energi, maka intensitas sinar yang dipantulkan menjadi berkurang. Kondisi yang demikian disebut sebagai attenuated total reflectance. Absorpsi sinar akan terlepas dari kristal tersebut ketika sampel diletakkan pada kristal. Besarnya jumlah energi yang terabsorbsi, akan diterjemahkan sebagai spektra inframerah (Subramanian dan RodriguezSaona, 2009). Instrumen spektrofotometer inframerah terbagi menjadi dua jenis yaitu dispersif dan FTIR. Spektrofotometer inframerah dispersif menggunakan monokromator, sedangkan spektrofotometer FTIR menggunakan interferometer sebagai pengolah sinar inframerah (Watson, 1999). Interferometer yang paling terkenal adalah interferometer Michelson. Interferometer ini terdiri dari sumber sinar (source), pemecah sinar (beam splitter), cermin bergerak (moving mirror), dan cermin tetap (fixed mirror). Interferogram adalah sinyal analog pada detektor yang harus diubah ke dalam bentuk digital melalui Fourier-transformation menghasilkan spektrum FTIR (Subramanian dan Rodriguez-Saona, 2009). Spektrum FTIR digunakan untuk menghasilkan suatu interferogram dengan dan tanpa sampel dalam berkas, dan mengubah interferogram menjadi spektrum dari sumber dengan serapan sampel dan sumber tanpa serapan sampel. FTIR merupakan operasi matematika yang dapat memisahkan frekuensi serapan yang
16
khusus dari interferogram. Spektra yang diproduksi dari spektrofotometer FTIR terlihat identik seperti yang terdapat pada dispersive spectrometer. Untuk mendapatkan spektra adalah cepat karena cermin yang digunakan memiliki kemampuan untuk bergerak dalam jarak dekat secara cepat. Instrumen spektrofotometer FTIR memiliki sensitivitas yang tinggi daripada instrumen dispersif (Pavia, 2009). Resolusi yang digunakan pada pembacaan spektra dapat diatur karena akan mempengaruhi pola pita yang terjadi. Dengan resolusi yang kecil, maka puncak akan semakin terlihat (Yang dan Irudayaraj, 2000). Spektroskopi inframerah juga dikenal sebagai teknik sidik jari (fingerprint) yang menerangkan bahwa tidak ada suatu senyawa atau sampel yang memiliki jumlah puncak atau intensitas absorbansi yang sama (Guillen dan Cabo, 1997). Menurut Sastrohamidjojo (1991), bagian utama spektrofotometer inframerah terdiri dari: c. Sumber Inframerah Sumber sinar inframerah diperoleh dari batang yang dipanaskan oleh energi listrik yang berupa Nernst (campuran oksida Y, Zr, Er, dan sebagainya), Globar (silikon karbida), dan berbagai bahan keramik. d. Monokromator Monokromator yang biasa digunakan adalah bentuk prisma dan kisi difraksi. Kisi difraksi memberikan hasil yang lebih baik daripada prisma pada frekuensi yang tinggi. Prisma yang banyak digunakan adalah NaCl, karena NaCl hanya transparan di bawah daerah frekuensi 625 cm-1, namun bersifat higroskopis sehingga cermin harus dilindungi dari kondensasi uap. Logam halida lainnya
17
harus digunakan pada pekerjaan dengan frekuensi yang rendah (misal: CsI, atau campuran ThBr dan ThI). e. Detektor Kebanyakan alat modern menggunakan detektor thermophile dengan dasar dua kawat logam yang berbeda dihubungkan antara ujung kepala dan ekor menyebabkan arus yang mengalir di dalam kawat, yang akan sebanding dengan intensitas radiasi yang jatuh pada thermopile.
Sastrohamidjojo (1991) juga menjelaskan bahwa sumber sinar akan memancarkan sinar pada daerah inframerah melalui cuplikan. Pemecah sinar akan membagi sinar yang diterima, menjadi dua berkas sinar menjadi frekuensi individunya. Satu sinar dipantulkan pada cermin tetap dan satu sinar akan dipantulkan oleh cermin bergerak. Cermin bergerak berpindah sepanjang garis sambil memantulkan sinar. Kedua sinar hasil pemantulan akan bergabung kembali pada pemecah sinar. Perbedaan jarak tempuh antara kedua sinar ini disebut optical path difference (OPD) yang menghasilkan frekuensi yang berbeda pada interferogram. Kedua sinar yang menggambarkan besarnya intensitas relatif dari frekuensi individu yang sudah bergabung tersebut, kemudian dilewatkan pada sampel, selanjutnya dideteksi dan diukur oleh detektor. Alat ini akan merubah intensitas sinar yang diterima menjadi sinyal elektonik (Subramanian dan Rodriguez-Saona, 2009). Subramanian dan Rodriguez-Saona (2009) juga menjelaskan bahwa perubahan dari intensitas radiasi inframerah yang masuk ke dalam detektor akan
18
menyebabkan perubahan suhu, sehingga dapat mengakibatkan perubahan konstanta dielektrik dari detektor deuterated triglycine sulfate (DTGS). Perubahan tersebut akan menyebabkan perubahan juga pada kapasitan DTGS yang disebut sebagai respon detektor dalam satuan voltase. Gambar 2 menunjukkan skema alat spektrofotometer FTIR.
Gambar 2. Skema alat spektrofotometer FTIR (Silverstein dan Webster, 1998)
Pengukuran background adalah pengukuran lingkungan yang terdiri dari gas yang mengabsorpsi sinar inframerah seperti karbon dioksida, gas atmosfer, dan uap air. Perangkat lunak komputer akan mengurangi spektra hasil pengukuran dengan spektra background secara otomatis untuk menghasilkan spektra sampel yang dianalisis (Pavia dkk., 2001). Kelebihan dari spektrofotometer FTIR terletak pada kemampuanya dalam melakukan analisis multikomponen, terutama jika dikombinasikan dengan teknik kemometrika. Langkah tersebut mempermudah manipulasi informasi spektra, sehingga memungkinkan perhitungan dapat dilakukan dengan cepat. Komputer mengontrol instrumen untuk menetapkan kecepatan pemindaian dan batas pemindaian, serta untuk mengatur lamanya proses pemindaian. Pembacaan
19
spektrum yang dilakukan oleh komputer dari instrumen dalam bentuk digital (Stuart, 2004). Analisis kuantitatif mengunakan spektroskopi inframerah dapat dilakukan karena intensitas (absorbansi) dalam spektrum inframerah berbanding lurus dengan konsentrasi gugus fungsional. Hal tersebut sesuai dengan hukum LambertBeer (Guillen dan Cabo, 1997). Absorpsi radiasi inframerah menggunakan frekuensi (energi) tertentu diserap oleh suatu molekul dan bersesuaian dengan kisaran frekuensi vibrasi regangan dan ulur suatu ikatan dalam kebanyakan ikatan kovalen molekul (Pavia dkk., 2009). Gambar 3 menunjukkan contoh vibrasi gugus metilen (-CH2-). Vibrasi uluran (stretching)
Uluran simetris (v = 2853 cm-1)
Uluran asimetris (v = 2923 cm-1) Vibrasi tekukan (bending)
Vibrasi guntingan (v = 1450 cm-1)
Vibrasi goyangan (v = 720 cm-1); Dalam bidang (in-plane)
Vibrasi kibasan (v = 1250 cm-1)
Vibrasi pelintiran (v = 1250 cm-1); Keluar bidang (out of plane)
Gambar 3. Contoh vibrasi pada gugus metilen (-CH2-) (Pavia dkk., 2009)
20
Spektroskopi FTIR memiliki beberapa keuntungan lain, yaitu: dapat meningkatkan kecepatan pembacaan data spektra inframerah, dapat memberikan energi yang lebih tinggi, penyediaan sampel dalam jumlah kecil, merupakan instrumen analisis non destruktif (Vlachos dkk., 2006). Keuntungan utama spektroskopi FTIR adalah kemampuan untuk meningkatkan rasio signal-to-noise (SNR) oleh signal-averaging. Keuntungan Fellgett karena peningkatan SNR per satuan waktu yang sebanding dengan akar kuadrat dari jumlah resolusi elemen yang dipantau secara bersamaan. Keuntungan Jacquinot karena spektroskopi FTIR tidak memerlukan penggunaan celah atau perangkat pembatas lainnya, dan output sumber keseluruhan dapat diteruskan melalui sampel terus menerus. Hal ini menghasilkan keuntungan substansial energi di detektor, sehingga dapat menerjemahkan sinyal yang lebih tinggi dan SNR dapat ditingkatkan (Stuart, 2004). Cermin yang bergerak harus akurat, selaras, dan harus mampu memindai dua jarak perbedaan sesuai dengan nilai yang dikenal, kemudian secara bersamasama dengan perbaikan SNR oleh Fellgett dan Jacquinot akan mendapatkan spektrum pada skala waktu milidetik. Dalam interferometer, faktor yang menentukan ketepatan posisi sebuah spektra inframerah adalah presisi pada posisi cermin pemindaian yang dikenali. Dengan menggunakan laser helium-neon sebagai referensi, posisi cermin dikenal dengan presisi tinggi (Stuart, 2004).
21
4.
Kemometrika Kemometrika merupakan disiplin ilmu kimia yang menggunakan metode
matematika dan statistika untuk merancang atau memilih prosedur dan percobaan pengukuran yang optimal, serta untuk menyediakan informasi kimia yang maksimal dengan data analisis kimia (Otto, 2007). Spektra inframerah digunakan untuk pengolahan data kimia dalam spektroskopi. Salah satu jenis kemometrika adalah analisis multivariat yang menggunakan beberapa variabel, yakni spektra dalam banyak bilangan gelombang. Tiap spektra tersebut diukur untuk suatu sampel yang menjadi target (Miller dan Miller, 2000). Persamaan matematika yang menghubungkan antara respon analit dengan konsentrasi disebut dengan persamaan kalibrasi (Mark dan Workman, 2003). Kemometrika banyak berkaitan dengan penggunaan kalibrasi multivariat (Adams, 2004). Dua macam kalibrasi multivariat yang sudah banyak digunakan adalah regresi kuadrat terkecil atau partial least square (PLS) dan regresi komponen utama atau principal component regression (PCR).
a.
Partial Least Square (PLS) Model kalibrasi ini dapat mengatasi selektivitas yang rendah, hasil
pengukuran (variabel x) yang dipengaruhi senyawa lain, ko-linieritas, respon pengukuran yang saling berkorelasi, kurangnya pengetahuan tentang faktor-faktor yang berpengaruh pada nilai x dan y, belum diketahuinya analit pada hasil pengukuran, dan adanya interaksi antar analit. Metode PLS lebih robust karena suatu parameter model yang tidak banyak berubah ketika sampel baru diambil dari
22
total populasi, sehingga metode ini dapat menjadi alternatif yang baik (Geladi dan Kowalski, 1986). Matriks yang digunakan adalah data spektra (variabel prediktor) pada matriks X dan nilai referens (variabel respon) pada matriks Y. Setiap komponen pada regresi PLS diperoleh dengan memaksimalkan korelasi variasi antara variabel y dengan setiap fungsi linier yang memungkinkan dari variabel x (Romia dan Bernardez, 2009). PLS digunakan untuk mengekstrak informasi dari spektra kompleks yang mengandung puncak yang tumpang tindih, adanya pengganggu, serta adanya derau (noise) dari instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data (Syahariza, dkk., 2005). Informasi diperoleh dari pengukuran yang diekstraksi menjadi variabel baru dengan jumlah variabel lebih kecil tanpa kehilangan informasi pengukuran. Evaluasi kalibrasi PLS dilakukan dengan menggunakan root mean square error of calibration (RMSEC) dan koefisien determinasi (R2). Uji-silang model PLS menggunakan teknik “leave one out” (Rohman dan Che Man, 2011c).
b.
Principal Component Analysis (PCA) PCA adalah teknik mereduksi data yang saling berkorelasi (Miller dan
Miller, 2005). Pengolahan data dengan metode PCA ini dapat berjalan meskipun peneliti tidak memiliki pengetahuan (no prior knowledge) tentang data yang akan diolah, karena PCA merupakan salah satu teknik pengenalan pola yang tidak tersupervisi (unsupervised pattern recognition), dan sering digunakan untuk pembedaan sejumlah kelompok sampel (Miller dan Miller, 2005).
23
Pengelompokkan menggunakan PCA sebagian terjadi karena perbedaan komponen kimia atau perbedaan sifat fisik dari setiap sampel, yang tidak dapat dibedakan tanpa bantuan perhitungan matematika. Perbedaan kecil dan tidak kasat mata dari konsentrasi suatu komponen dapat menjadi komponen penting dalam pengelompokkan menggunakan PCA (Brereton, 2003). Hal ini membuat principle compnent (PC) sering disebut sebagai variabel tersembunyi ( latent variables ) (Miller dan Miller, 2005). PCA tidak bermanfaat apabila antar variabel tidak ada korelasi sama sekali (Miller dan Miller, 2000). Pada PCA, data diasumsikan tidak memiliki pola distribusi tertentu. PCA akan membuat beberapa komponen utama (principal components) dari data dengan membuat kombinasi linier antara masing-masing variabel. Komponen utama merupakan komponen yang dapat mengekstrak informasi sebanyak-banyaknya dari suatu data (Miller dan Miller, 2000).
5.
Spektrum Derivatif Spektrum derivatif bertujuan untuk mengurangi gangguan yang disebabkan
oleh penghamburan dan serapan senyawa lain, dapat mendeteksi dan menentukan bilangan gelombang serapan senyawa target dari spektrum yang kompleks, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemisahan pita serapan dari spektrum yang tumpang tindih. O’Haver (1979) menyatakan bahwa spektroskopi derivatif adalah suatu pengukuran spektrum yang berasal dari rata-rata perubahan absorbansi dengan panjang gelombang. Menurut Skujins dan Varian (1986), spektra derivatif dirumuskan sebagai berikut :
24
= Keterangan: A = absorbansi ; λ = panjang gelombang (nm) Plot spektrum turunan orde pertama dihasilkan dari plot hubungan antara dA/dλ terhadap nilai λ. Nilai plot spektrum turunan pertama digunakan untuk menentukan d2A/dλ2 dan apabila di-plotting-kan terhadap λ maka akan menghasilkan plot spektrum turunan orde kedua, dan seterusnya. Pada turunan orde ke-n maka dibuat plot hubungan antara dn A/dλn terhadap λ (Skujins dan Varian, 1986).
F. LANDASAN TEORI Minyak hati ikan kod (MHIK) merupakan minyak yang mahal jika dibandingkan dengan lemak hewani lainnya. Hal ini menyebabkan MHIK besar kemungkinan untuk dipalsukan dengan minyak nabati yang memiliki harga yang jauh lebih murah, sehingga perlu dilakukan analisis autentikasi MHIK sebagai suatu langkah dalam penjaminan kualitas dan keamanan bagi konsumen. Metode analisis spektrofotometri inframerah Fourier Transform (FTIR) yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat sebelumnya telah banyak dilakukan untuk analisis pemalsuan minyak. Berdasarkan penelitian sebelumnya, spektroskopi FTIR telah memberikan kesuksesan pada analisis pemalsuan minyak karena merupakan metode sidik jari (fingerprint), peka, reliabel, dan operasionalisasinya mudah. Metode ini juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif, sesuai dengan hukum Lambert Beer yang menyatakan bahwa intensitas puncak (absorbansi) sebanding dengan konsentrasi gugus fungsional
25
dalam molekul sampel (Guillen dan Cabo, 1997). Pengukuran sampel menggunakan spektrofotometer FTIR akan menghasilkan data dalam jumlah besar sehingga diperlukan bantuan teknik untuk mereduksi dan mengekstraksi informasi yang ada menjadi lebih sederhana. Kalibrasi multivariat adalah analisis menggunakan beberapa variabel (spektra dalam banyak bilangan gelombang) yang diukur untuk suatu sampel yang dituju. Dua jenis analisis multivariat yang dapat digunakan diantaranya PCA untuk untuk membedakan MHIK dengan minyak nabati, dan PLS untuk optimasi dalam menghasilkan model yang sesuai untuk analisis kuantitatif minyak dalam campuran biner MHIK dengan minyak jagung (MJ), campuran biner MHIK dengan minyak biji anggur (MBA), dan campuran terner MHIK dengan minyak biji anggur dan minyak biji bunga matahari (MBBM). Berdasarkan alasan tersebut, maka digunakan kalibrasi multivariat untuk analisis dalam studi autentikasi MHIK.
G.
HIPOTESIS Berdasarkan landasan teori tersebut, dapat dikemukan 2 hipotesis sebagai
berikut: 1. Spektroskopi FTIR dihubungkan dengan PCA dapat digunakan untuk membedakan MHIK dengan minyak nabati.
26
2. Spektroskopi FTIR dan kalibrasi PLS dapat dapat digunakan untuk melakukan optimasi dan menghasilkan model yang sesuai untuk analisis kemurnian MHIK dalam campuran dengan minyak nabati (MHIK dalam campuran biner dengan MJ, MHIK dalam campuran biner dengan MBA, dan MHIK dalam campuran terner dengan MBBM dan MBA).