BAB I PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Diawali dari percakapan antara peneliti dengan temannya yang kebetulan adalah anak seorang juragan genteng : “Penulis : Gun, kamu kenapa tidak ikut nongkrongnongkrong bareng kita? Temannya : waduh maaf saya tidak bisa ikut, mau membantu ayah membuat genteng. Penulis : lho…bukannya anak juragan tinggal main perintah saja.hahha… Temannya : wah sekarang susah mencari karyawan genteng, ini lagi banyak kerjaan, tidak enak sama ayah kalau tidak membantu.” (percakapan di alih bahasakan oleh peneliti dari Bahasa Jawa Ngapak ke dalam Bahasa Indonesia). Berawal dari suatu percakapan ringan saat nongkrong, peneliti merasa ada yang menarik dibalik obrolan ringan tersebut. Mengapa menarik karena di desa yang notabene masih banyak pengangguran tidak kentara atau penganguran musiman, ternyata ada sebuah realita bahwa usaha kecil di desa seperti usaha genteng contohnya, sekarang ini cukup sulit untuk mencari tenaga kerja. Sudah menjadi rahasia umum, tentunya kita tahu alasan yang melatar belakangi munculnya fenomena tersebut. Seperti pekerja generasi tua sudah tidak memiliki tenaga untuk terus bekerja karena memang sektor genteng membutuhkan kekuatan fisik dalam pekerjaannya.
15
Generasi muda yang masih memiliki tenaga prima juga semakin sulit didapatkan. Mereka lebih memilih merantau ke ibu kota. Sudah dapat dipahami bahwa era sekarang ini sudah tidak asing lagi dengan trend “merantau”. Itulah yang menjadi alasan mengapa terjadi kelangkaan tenaga kerja terutama generasi muda. Mereka lebih memilih untuk mencari pekerjaan di ibu kota yang dianggap lebih dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Ya, sepertinya faktor ekonomi yang menyebabkan kelangkaan tenaga kerja genteng tersebut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa penghasilan di sektor buruh genteng tergolong sedikit. Berdasarkan realita tersebut, awal proposal, peneliti ingin meneliti dampak kelangkaan tenaga kerja di desa dengan fokus penelitian dari sisi pengusaha itu sendiri untuk mengatasi dampak tersebut, sehingga tercipta judul : “Eksistensi Sektor Usaha Genteng Sokka Kebumen ; Sebuah Studi Mengenai Strategi Pengusaha Genteng di tengah Menurunnya Jumlah Tenaga Kerja”. Namun setelah peneliti terjun ke lapangan, didapatkan temuan yang sedikit berbeda dari proposal yang dibuat. Tren menurun jumlah tenaga kerja genteng memang ada, tetapi hal tersebut tidak menyebabkan terjadinya kelangkaan tenaga kerja pada sektor genteng. Tenaga kerja masih tetap ada dikarenakan bargaining position industri genteng yang masih tetap ada. Industri genteng walaupun memberikan penghasilan yang sedikit tetapi menyediakan lapangan pekerjaan yang di desa jumlahnya terbatas, sehingga mau tidak mau masih banyak masyarakat yang membutuhkannya.
16
Dari temuan tersebut, fokus penelitian tetap pada sisi pengusaha genteng agar tetap eksis menyediakan pilihan lapangan pekerjaan di desa, sehingga judul penelitian bergeser menjadi : “Strategi Eksistensi Industri Genteng Sokka (Studi Kasus di Desa Kebadongan, Klirong, Kebumen)” Masalah ketenagakerjaan sampai saat ini masih menjadi topik yang harus segera diatasi oleh negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Banyaknya jumlah tenaga kerja tidak sebanding dengan ketersediaan pekerjaan sehingga menimbulkan pengangguran. Tingkat pengangguran yang tinggi dapat dijadikan tolak ukur masih tingginya angka kemiskinan di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah misalnya melalui industrialisasi. Industrialisasi sekarang ini tidak hanya berada di perkotaan tetapi juga tumbuh di pedesaan walaupun dalam skala kecil. Industri kecil di pedesaan ternyata mampu memberikan manfaat dengan menyerap tenaga kerja pedesaan. Walaupun dalam prakteknya keberadaan industri kecil masih terjadi kelemahan misalnya penghasilan yang didapatkan tergolong kecil, akan tetapi keberadaan mereka dapat mengurangi jumlah pengangguran. Dengan manfaat yang dapat mengurangi jumlah pengangguran, sehingga diperlukan dukungan dari berbagai pihak agar industri pedesaan tetap eksis. Untuk itu masalah ini masih menjadi sangat menarik untuk dibahas guna melihat eksistensi sektor industri kecil di pedesaan.
17
Sesuai dengan studi yang diambil oleh penulis, yaitu juruan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, tentu saja ini sangat menarik bagi penulis untuk mengetahui lebih jauh mengenai fenomena tersebut. Pembangunan sosial dan Kesejahteraan adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari permasalahan sosial atau social problem yang ada di masyarakat beserta upaya pemecahannya. Relevansi penelitian ini dengan jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan adalah social problem mengenai kelangkaan tenaga kerja dalam usaha Genteng Sokka. Dengan adanya permasalahan tersebut tentu saja sangat mengganggu berjalannya sektor UMKM khususnya industri genteng yang notabene merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat pedesaan sehingga perlu diketahui upaya pemecahannya.
B. Latar Belakang Masalah
Sampai detik ini kemiskinan masih menjadi masalah utama yang menghantui negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan, salah satunya melalui pembangunan. Pembangunan pada dasarnya merupakan sebuah proses perubahan yang disengaja dengan harapan agar memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan itu dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tujuan utama yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga tercapai kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, upaya pembangunan yang diterapkan belum diterapkan secara bijak sehingga menimbulkan berbagai macam masalah yang kompleks
18
seperti pembangunan yang tidak merata sehingga menimbulkan permasalahan baru yaitu kesenjangan. Kesenjangan yang ada terjadi di berbagai bidang kehidupan sehingga kemiskinan masih menghantui di tengah laju pembangunan yang tinggi. Dampak lain dari pembangunan yang tidak merata adalah permasalahan ketenagakerjaan. Permasalahan ketenagakerjaan sampai saat ini masih menjadi topik
yang hangat
untuk
dibahas.
Menurut Wirakartakusumah (dalam
Tjiptonoherianto, 1996), peta ketenagakerjaan di Indonesia diwarnai tiga ciri utama, yaitu: laju pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi sebagai akibat derasnya pertumbuhan penduduk memasuki usia kerja, jumlah angkatan kerja yang besar tetapi rata-rata berpendidikan rendah, partisipasi angkatan kerja tinggi tetapi rata-rata pendapatan pekerjanya rendah. Mengingat banyaknya jumlah tenaga kerja di Indonesia yang masih tidak sebanding dengan ketersediaan pekerjaan sehingga menimbulkan pengangguran. Tingkat pengangguran yang tinggi dapat dijadikan tolak ukur masih tingginya angka kemiskinan di Indonesia. Masalah ketenagakerjaan misalnya, terutama berkaitan dengan tidak seimbangnya antara pertumbuhan angkatan kerja dengan jumlah ketersediaan lapangan kerja menyebabkan masih tingginya jumlah pengangguran di Indonesia. Berdasarkan data SAKERNAS BPS 2011, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sebesar 7.700.086 jiwa atau sekitar 6,56 % dari total 117.370.485 jiwa jumlah angkatan kerja. Data tersebut menunjukan bahwa angka pengannguran di Indonesia masih cukup tinggi.
19
Keadaan seperti ini tentu saja perlu mendapat perhatian lebih agar masalah-masalah sosial yang muncul sebagai akibat dari ketimpangan tersebut dapat diminimalisir. Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah melalui industrialisasi. Pembangunan nasional terutama sektor ekonomi mengacu pada industrialisasi karena mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan pesat. Bisa kita lihat dari contoh negara-negara Eropa dan Amerika menjadi negara maju karena pertumbuhan industrialisasi yang sangat pesat. Semenjak adanya revolusi industri, negara barat mengubah sistem ekonomi tradisional (pertanian) menjadi ke arah sistem ekonomi modern (industri). Itu yang menjadi alasan mengapa pemerintah kita mengikuti madzab tersebut. Diharapkan dengan adanya industrialisasi mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seiringi berjalannya waktu, industrialisasi sekarang ini tidak hanya tumbuh dan berkembang di perkotaan tetapi juga tumbuh di pedesaan walaupun dalam skala kecil. Namun walaupun dalam skala kecil, industri tersebut mampu memberikan banyak manfaat bagi masyarakat daerah. Sebenarnya munculnya dukungan terhadap industri kecil di pedesaan sebagai salah satu sasaran kebijakan pembangunan termasuk gejala baru. Hal ini jelas terkait dengan kenyataan di negara-negara sedang berkembang, bahwa industri-industri besar padat modal yang membentuk basis kebijakan pembangunan sebelumnya telah gagal memberikan harapannya sebagai mesin penggerak pertumbuhan. Ketika pemerintah menyadari ketidakcocokan antara teknologi skala besar barat dan dukungan faktor-faktor lokal, dan ketika pengangguran di daerah perkotaan
20
menjadi suatu masalah yang semakin menekan, barulah sekitar pada tahun 1970an perhatian beralih kepada perusahaaan-perusahaan skala kecil dan lebih padat tenaga kerja untuk pemecahan masalah (James dan Narongchai, 1992). Salah satu contoh industri kecil yang ada di daerah pedesaan yaitu industri genteng. Industri genteng tersebar di wilayah pedesaan di Indonesia. Kabupaten Kebumen merupakan salah satu dari sekian banyak sentra industri genteng di pedesaan. Genteng Kebumen memiliki merk “Sokka”, yang merupakan merk terkenal selain Genteng “Jatiwangi” dari Majalengka, Jawa Barat. Kebanyakan orang jarang yang tahu bahwa “Sokka” adalah nama daerah di salah satu sisi Kabupaten Kebumen. Mereka hanya tahu bahwa “Sokka” adalah sebuah brand hasil industri genteng. Menurut sejarah, genteng ini adalah salah satu warisan peninggalan zaman Belanda. Pada masa itu, Belanda mulai menggali sumber daya di daerah Kebumen yang terkenal dengan tanah lempungnya yang bagus untuk bahan baku gerabah, dengan menciptakan industri genteng untuk memenuhi kebutuhan atap rumah-rumah kolonial dan atap pabrik seperti pabrik gula. Sampai sekarang produksi genteng “Sokka” menyebar ke berbagai wilayah, diantaranya Kecamatan Sruweng, Kecamatan Adimulyo, kecamatan Pejagoan, Kecamatan Klirong dan Kutowinangun. Kondisi yang ada sekarang adalah hampir semua pembuat genteng di Jawa Tengah menggunakan merk yang sama yakni “Sokka”.
21
Tabel 1: Jumlah Industri Genteng di Kabupaten Kebumen tahun 2009 Industri Genteng No
Kecamatan Jumlah Unit Usaha
Jumlah Tenaga Kerja
1
Petanahan
20
163
2
Klrong
122
1350
3
Kebumen
322
2316
4
Pejagoan
379
5833
5
Sruweng
182
3009
1025
12671
Jumlah
Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Kebumen tahun 2009 Seperti dalam tabel di atas, industri genteng di Kebumen mampu menyerap cukup banyak tenaga kerja yaitu sebanyak 12.671 orang. Munculnya industri kecil di daerah selama ini memegang peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja terutama yang berasal dari desa. Salah satu daerah yang menjadi sentra indusri genteng Sokka adalah Desa Kebadongan di Kecamatan Klirong. Sama seperti daerah lainya, Kebadongan yang merupakan daerah pedesaan memiliki mata pencaharian utama ada di sektor pertanian. Sekarang ini dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah, lahan persawahan yang semakin menyempit, dibarengi dengan kebutuhan hidup yang semakin hari semakin meningkat, tentu saja dengan menggantungkan penghasilan dari pertanian saja tidaklah cukup. Terutama untuk buruh tani, mereka hanya sebagai penggarap saja tidak memiliki lahan pertanian. Aktivitas produktif di sektor pertanian juga sebagian besar di waktu panen dan tanam, di luar tersebut
22
otomatis mereka tidak ada pemasukan dari sektor pertanian. Untuk itu, kehadiran industri
genteng
mampu
menjawab
tambahan
penghasilan
masyarakat
Kebadongan di luar sektor pertanian. Ibarat dua sisi pada mata uang logam, kehadiran industri genteng selain bermanfaat juga menimbulkan permasalahan baru. Bahan baku utama pembuatan genteng dengan membutuhkan jumlah tanah liat yang banyak mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Tanah liat diambil dari lahan produktif persawahan, apabila diambil terus menerus maka dapat mengurangi kualitas kesuburan tanah. Tanah liat yang diambil terus menerus juga dapat menimbulkan degradasi permukaan tanah sehingga tanah akan mudah tergenang air, sehingga tidak dapat digunakan untuk pertanian.
Gambar 1: Degradasi permukaan tanah persawahan akibat galian Permasalahan lain yang timbul dari adanya industri genteng adalah penghasilan yang didapatkan oleh pekerja genteng relatif sedikit, kurang sebanding dengan beban kerja yang harus menggunakan tenaga fisik ekstra. Penghasilan yang pekerja genteng sekitar Rp 20,000 – Rp 25,000 per hari, masih di bawah standar UMK Kabupaten Kebumen yang berjumlah Rp 975,000 (UMK 2014).
23
Industri genteng di Kebadongan meskipun terdapat banyak kekurangan tetapi kehadirannya tidak dapat dipungkiri mampu memberikan pilihan penghasilan di pedesaan yang sebelumnya terbatas pada sektor pertanian saja. Hal tersebut sangat bermanfaat bagi buruh tani yang sebagian besar penghasilannya saat musim panen dan misim tanam, di luar tersebut mereka dapat mendapatkan penghasilan di sektor pergentengan. Melihat manfaat yang didapatkan dari keberadaan industri kecil sehingga dibutuhkan upaya dan dukungan dari berbagai pihak agar keberadaan industri kecil di pedesaan tetap eksis.
24
Gambar 2: Alur Latar Belakang Penelitian Pengangguran dan kemiskinan masih banyak terutama di pedesaan
Berkembangnya industri pedesaan untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan di pedesaan
Berkembangnya industri genteng Sokka Kebumen
Dampak positif : Lapangan pekerjaan masyarakat pedesaan perkembangan mahasiswa wirausaha
Dampak negatif : SDA berkurang, penghasilan pekerja genteng rendah, dll.
Walaupun masih memiliki dampak negatif, keberadaan industri genteng Sokka mampu memberikan perubahan terhadap perekonomian pedesaan.
Eksistensi sektor industri genteng Sokka Kebumen Keterangan :
fokus penelitian,
alur fokus penelitian 25
C. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang, maka penelitian ini akan difokuskan pada rumusan pertanyaan sebagai berikut, 1. Bagaimana gambaran industri genteng Sokka di Desa Kebadongan, Klirong, Kebumen? 2. Bagaimana strategi eksisteni yang diterapkan Industri Genteng Sokka di Desa Kebadongan, Klirong, Kebumen?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan khusus yaitu ingin mengetahui secara spesifik bagaimana gambaran usaha yang diterapkan oleh pengusaha genteng, sehingga industri genteng mampu eksis sampai saat ini. Dengan demikian akan menambah khazanah ilmu khususnya bagi peneliti dan juga memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan kajian Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan sesuai dengan studi yang diambil oleh penulis.
E. Tinjauan Pustaka Pada dasarnya semua penelitian bersifat ilmiah, oleh karena itu semua penelitian harus berbekal teori. Posisi teori dalam penelitian kualitatif tentu berbeda dengan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif ini, teori digunakan sebagai bekal untuk bisa memahami konteks sosial secara lebih luas dan mendalam saat peneliti terjun ke lapangan. Karena permasalahan yang dibawa
26
dalam penelitian kualitatif bersifat sementara, maka teori sangat memungkinkan berkembang setelah peneliti memasuki lapangan ( Sugiyono, 2009: 213). Judul penelitian ini adalah “Strategi Eksistensi Industri Genteng Sokka (Studi Kasus di Desa Kebadongan, Klirong, Kebumen)” Sebagai bekal untuk memahami permasalahan di lapangan, peneliti menjabarkan beberapa konsep sesuai dengan fokus penelitian yaitu konsep mengenai industri kecil, permasalahan industri kecil, serta strategi eksistensi industri kecil di Indonesia.
1. Konsep Industri Kecil Istilah industri kecil atau usaha kecil sudah umum menjadi topik permasalahan terutama setelah pemerintah mengupayakan pemerataan pembangunan sampai ke pelosok daerah. Banyak pihak yang sudah melakukan studi mengenai industri kecil sehingga menjadikan pengertian industri kecil dari berbagai pihak berbeda-beda tetapi dengan substansi yang kurang lebih sama. Menurut Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), menyebutkan bahwa Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Kriteria yang 27
dimaksud adalah usaha kecil ini memiliki asset antara lebih dari Rp 50.000.000,- sampai Rp 500.000.000,- dan omzet atara lebih dari Rp 300.000.000,- sampai Rp 2.500.000.000,-. Dalam situs resmi BPS, industri genteng termasuk ke dalam industri pengolahan, yaitu suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Perusahaan Industri Pengolahan dibagi dalam 4 golongan yaitu :
Industri Besar Industri Sedang Industri Kecil Industri Rumah Tangga
: jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih. : jumlah tenaga kerja antara 20 - 99 orang. : jumlah tenaga kerja antara 5 - 19 orang. : jumlah tenaga kerja antara 1 - 4 orang.
Sehubungan dengan adanya keanekaragaman dalam batasan tersebut, tampaknya perlu diketahui mengenai ciri-ciri usaha kecil secara umum. Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Mitzerg dan Musselman serta Hughes (dalam Sutojo dkk, 1994: 2&9) dapat disimpulkan ciri-ciri umum usaha kecil, yaitu : 1. Kegiatannya cenderung tidak formal dan jarang yang memiliki rencana usaha; 2. Struktur organisasi bersifat sederhana; 3. Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar; 4. Kebanyakan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan;
28
5. Sistem akuntansi kurang baik, bahkan sukar menekan biaya; 6. Kemampuan pemasaran serta diversifikasi pasar cenderung terbatas; 7. Margin keuntungan sangat tipis. Raharjo dalam Ria (2003) juga mengemukakan ciri-ciri dan manfaat industri kecil antara lain: 1). Ciri umum industri kecil bervariasi namun pada dasarnya meliputi: a. Berorientasi pada pasaran lokal. b. Mempunyai produksi khusus volume produksi rendah dan metode produksi sederhana. c. Tidak membutuhkan modal yang banyak dan dapat dikelola dengan manajemen sederhana. 2). Keuntungan atau manfaat dari industri kecil: a. Dapat memproduksi barang yang berbeda dalam jangkauan pemikiran anggota masyarakat yang kurang formal. b. Merupakan sumer penghasilan tambahan di luar sektor pertanian. c. Beroperasi lebih fleksibel dan biayanya kecil. d. Mendidik masyarakat untuk berwiraswasta dan berkembang untuk berinisiatif sendiri. Menurut Saleh (1986 : 50-51), berdasarkan eksistensi dinamisnya, industri kecil dan kerajinan rumah tangga di Indonesia dapat dibagi berdasarkan tiga kelompok yaitu :
29
1. Industri lokal, yaitu kelompok jenis industri yang menggantungkan kelangsungan hidupnya kepada pasar setempat yang terbatas, serta relatif tersebar dari segi lokasinya. Skala usaha kelompok ini umumnya sangat kecil, dan mencerminkan suatu pola “pengusahaan” yang bersifat subsisten. 2. Industri sentra, yaitu kelompok jenis industri yang dari segi satuan usaha mempunyai skala kecil, tetapi membentuk suatu pengelompokan atau kawasan produksi yang terdiri dari kumpulan unit usaha yang menghasilkan barang sejenis. Ditinjau dari segi target pemasarannya kategori ini umumnya menjangkau pasar yang lebih luas sehingga peranan pedagang perantara menjadi cukup menonjol. 3. Industri mandiri, yaitu kelompok jenis industri yang masih mempunyai sifat industri kecil namun telah berkemampuan mengadaptasi teknologi produksi yang cukup canggih. Pemasaran sudah tidak tergantung dengan pedagang perantara, manajemen perusahaan sudah berada di tingkat lanjut.
Dilihat dari tiga kategori di atas, industri genteng termasuk ke dalam kelompok yang kedua yaitu “industri sentra”. Persebaran industri genteng di Kebumen sendiri tersebar di seluruh wilayah Kebumen tetapi membentuk suatu sentra yang mengelompok seperti di daerah Sokka, Kuwayuhan dan Kedawung di Pejagoan, Kebadongan di Klirong. Masih menurut Saleh, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri sentra tersebut adalah pertama, adanya faktor penarik atau pull factor yaitu terkonsentrasinya bahan mentah bagi suatu produksi di daerah-daerah tertentu sehingga tercipta suatu sentra industri kecil dari jenis produk yang bersangkutan. Faktor yang kedua adalah sebagai pendorong atau push factor yaitu keahlian dan ketrampilan tertentu yang memang ( atas dasar bakat, kultur,
30
pengalaman kerja, dan berbagai alasan lainya) telah dipunyai kelompok masyarakat di suatu daerah tertentu, sehingga mengakibatkan terciptanya produk-produk yang cenderung terpola pada kegiatan produksi dalam suatu kawasan tertentu.
2. Permasalahan Industri Kecil di Indonesia Indonesia disebut sebagai negara agraris. Pemaknaan ini terbentuk karena secara faktual sebagian besar masyarakat Indonesia bermata pencaharian di bidang agraris terutama di daerah pedesaan. Hampir sebagian besar masyarakat pedesaan sangat bergantung dengan hasil pertanian. Akan tetapi akhir-akhir ini sektor pertanian dianggap sudah tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup yang semakin lama semakin tinggi. Upaya pemerintah dengan mengupayakan swasembada beras dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dianggap gagal karena kebijakan pemerintah lebih condong ke arah industri. Hal ini memberikan dampak pekerja di sektor pertanian berpindah / transformasi ke sektor industri termasuk industri kecil karena penghasilan di sektor industri kecil lebih bisa mencukupi kebutuhan hidup. Menurut Karsidi ( 2003 : 28 – 32 ) faktor yang mempengaruhi adanya tranformasi pekerjaan dari pertanian ke sektor industri kecil di sebabkan oleh faktor – faktor sebagai berikut : 1. Berkurangnya lahan pertanian yang ada di pedesaan yang banyak berubah fungsi lahan 2. Adanya kemajuan pesat di sektor lain, selain bidang pertanian. 3. Adanya desakan monopoli dari perusahaan terhadap sektor – sektor pertanian menyebabkan sektor produksi 31
4.
5. 6.
7.
pertanian yang menjadi mahal dan sulit di jangkau oleh para petani. Jumlah penduduk yang terus berkembang pesat, sedangkan jumlah lahan yang semakin sempit, berakibat pada terbatasnya lahan yang dapat mereka olah, sehingga hasil yang mereka peroleh pun jauh dari harapan. Tingkat pendapatan pertanian yang rendah, dan adanya kesempatan kerja di luar sektor pertanian Adanya para petani yang tidak bertanah seperti para buruh tani, pemuda dan para pria yang lebih tertarik untuk meninggalkan sektor pertanian yang tidak menguntungkan bagi mereka Adanya kebijakan industrialisasi pedesaan yang diciptakan oleh pemerintah ikut mendorong para petani untuk melakukan transformasi pekerjaan, kepada sektor industri kecil yang di anggap mereka lebih menguntungkan.
Akan tetapi proses transformasi tersebut tidak meninggalkan sektor pertanian secara penuh, karena sifat tradisi dan budaya masyarakat pedesaan yang masih kental dengan pertanian sehingga tidak langsung bisa hilang. Hal ini yang menyebabkan terjadinya fakta adanya pekerjaan utama yaitu pertanian – pekerjaan pendukung seperti industri kecil. Atau bahkan bisa sebaliknya karena penghasilan di industri kecil lebih menguntungkan daripada sektor pertanian sehingga masyarakat lebih mengutamakan di industri kecilnya dan bahkan bisa meninggalkan sektor pertanian. Proses transformasi dari pertanian ke sektor industri kecil tidak serta merta dapat mengangkat derajat penghidupan masyarakat, terutama yang hanya bekerja sebagai buruh industri kecil. Penghasilan mereka bisa dikatakan tidak lebih baik daripada di bidang pertanian. Seperti contoh
32
pada industri genteng, penghasilan buruh genteng yang biasanya diupah borongan dianggap tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup.
Hal ini
dikarenakan penghasilan di sektor industri kecil seperti genteng masih kurang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Ditambah lagi oleh biaya produksi yang terkadang mepet dengan keuntungan sehingga dengan berimbas pada upah buruh genteng yang rendah. Keterbatasan penghasilan di pedesaan baik di bidang pertanian maupun sektor industri kecil mengakibatkan mereka memilih untuk mencari pekerjaan di kota besar yang dianggap mampu untuk mencukupi kebutuhannya. Hal ini yang mengakibatkan kelangkaan angkatan kerja di pedesaan karena mereka meilih bekerja di perkotaan. Namun, tidak semua masyarakat pedesaan bekerja di perkotaan. Persaingan yang sangat ketat di perkotaan mengakibatkan tidak semua bisa mendapatkan pekerjaan yang diinginkan sehingga mereka dengan terpaksa bekerja kembali di desa. Seperti apa yang dikemukakan oleh Anaroga (2009:1), “di dalam memilih pekerjaan, orang-orang biasanya meiliki beberapa pertimbangan. Namun di Indonesia pada umumnya sering terjadi di dalam memilih pekerjaan, pertimbangan-pertimbangan tersebut diabaikan, karena kurang mengerti peranan faktor-faktor tersebut bagi kepuasan kerja. Atau mungkin juga terpaksa diabaikan karena faktor situasi yang memaksa, misalnya karena sukar mencari pekerjaan sehingga orang terpaksa menerima pekerjaan dengan kondisi apa saja”. Pada dasarnya kehadiran industri kecil memberikan manfaat bagi masyarakat terutama kalangan menengah kebawah. Namun pada
33
kenyataannya industri kecil mengalami kesulitan dalam berkembang. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan industri kecil sulit berkembang dari waktu ke waktu. Menurut Weber (1993 : 19), problem yang mempengaruhi sulitnya industri kecil berkembang yaitu sikap yang masih bersifat tradisional terutama muncul sebagai masalah manajemen kekeluargaan. Rasionalitas para pengusaha yang dicerminkan dalam proses pengambilan keputusan misalnya dalam perekrutan tenaga kerja sering tidak didukung oleh pertimbangan ekonomis (kebutuhan fungsional terhadap kelangsungan usaha, misalnya ketrampilan), melainkan dengan pertimbangan
non
ekonomis
(sistem
kekeluargaan,
misalnya
kekerabatan/hubungan darah, daerah asal,dll). Masalah tersebut erat terkait dengan ketrampilan dan pengetahuan khusus yang dimiliki oleh pengusaha industri kecil itu sendiri. Sebagian besar dari mereka menjalankan usaha hanya meneruskan perusahaan yang diwariskan orang tua atau mendirikan usaha sendiri setelah sekian lama menjadi pekerja pada usaha yang bersangkutan.
Ketrampilan
para
pengusaha
terhadap
aspek-aspek
manajerial perusahaan yang lebih profesional seperti perluasan pemasaran, promosi produk, perkembangan teknologi, peningkatan kualitas produk, akses terhadap permodalan formal seperti perbankan, pada umumnya masih sangat minim sehingga kemungkinan untuk meninggalkan tingkat perkembangan perusahaan yang bersifat tradisional masih sangat terbatas. Selain para pengusaha, sifat dan sikap para tenaga kerja industri pedesaan dalam hal etos kerja/prestasi (tepat waktu, disiplin kerja) masih
34
sering
dipengaruhi
oleh
faktor
budaya.
Selanjutnya
kerendahan
ketrampilan para pekerja sering tidak memperbolehkan pembaharuan cara produksi sesuai dengan kebutuhan pemasaran. Lebih lanjut, menurut Ariawati (2002), industri kecil memiliki kelemahan: a). Tingkat pendidikan yang rendah b). Profesionalisme, ketrampilan, keahlian, dan manajerial yang rendah. c). Kemampuan penetrasi pasar yang rendah, karena produk yang inferior dan skala produksi kecil. d). Modal usaha kecil dan sulit akses pada lembaga keuangan. e). Penerapan teknologi yang kecil karena akses pada informasi dan IPTEK lemah. f). Jaringan usaha yang terbatas karena produk inferior dan jumlahnya terbatas. g). Iklim
usaha
yang kurang menunjang karena
adanya
persaingan dengan usaha yang lebih kua. h). Belum memiliki sarana dan prasarana yang menunjang (sederhana). Kelemahan industri kecil tersebut saling terkait satu sama lain dan memberikan dampak yang sangat kompleks sehingga mengganggu perkembangan industri kecil di pedesaan.
35
Namun industri kecil merupakan ciri ekonomi kerakyatan. Indsutri kecil akan selalu memiliki tempat tersendiri di tengan perekonomian modern. Indsutri kecil mampu bertahan di massa krisis sekalipun. Indsutri kecil secara dinamis mampu mencari dan mengisi peluang pasar yang tidak dapat digarap industri menengah ataupun industri besar. Dalam pada itu, industri kecil Indonesia menduduki posisi strategis sebagai sasaran dalam pertumbuhan dan pemerataan sebagai tujuan pembangunan. Oleh karenanya merupakan alasan kuat mendasari eksistensi keberadaan industri kecil dalam pembangunan nasional Indonesia, meskipun tidak terlepas, jenis industri ini memiliki kelemahan selain kelebihan yang dimiliki.
3. Strategi Eksistensi Industri Kecil Menurut Strickland (Winardi 2008: 107), strategi merupakan bauran dari: pertama, tindakan-tindakan yang dilakukan secara sadar dan yang ditujukan kearah sasaran-sasaran tertentu. Kedua, tindakan-tindakan yang diperlukan guna menghadapi perkembangan-perkembangan yang tidak diantisipasi dan karena tekanan-tekanan kompetitif yang dilancarkan. Menurut pengertian tersebut, strategi dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan secara sadar dan terencana terhadap suatu dengan tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan arti karta eksis, yang merupakan kata dasar dari eksistensi, menurut kamus adalah ada, adanya, sadar akan adanya, keadaan kehidupan dan menjelma atau menjadi ada. Sedangkan
36
eksistensi dalam bahasa awamnya adalah usaha agar sesuatu dapat bertahan (terus ada). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi eksistensi industri kecil merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara sadar dan terencana yang dilakukan oleh pelaku industri kecil agar industri kecil tersebut terus ada (berjalan). Mengapa diupayakan agar terus ada? Mengingat industri kecil di Indonesia banyak memberikan manfaat bagi perekonomian sehingga dibutuhkan keberlangsungannya. Menurut Saleh (1986: 11), beberapa alasan yang mendasari keberadaan
industri
kecil
dan
kerajinan
rumah
tangga
dalam
perekonomian Indonesia adalah: pertama, sebagian besar populasi industri kecil dan kerajinan rumah tangga berlokasi di daerah pedesaan, sehingga jika dikaitkan dengan kenyataan tenaga kerja yang semakin meningkat serta luas tanah garapan pertanian yang relatif berkurang, industri kecil merupakan jalan keluar. Kedua, beberapa jenis kegiatan industri kecil dan kerajinan rumah tangga banyak menggunakan bahan baku dari sumbersumber di lingkungan terdekat (disamping tingkat upah yang murah) telah mengakibatkan bahan produksi dapat ditekan rendah. Ketiga, harga jual yang relatif murah serta tingkat pendapatan kelompok bawah yang rendah sesungguhnya merupakan suatu kondisi berjawa tersendiri yang memberi peluang bagi industri kecil dan kerajinan rumah tangga untuk tetap bertahan. Dan yang keempat, tetap adanya permintaan terhadap komoditi
37
yang tidak diproduksi secara nasional, juga merupakan salah satu aspek pendukung yang kuat. Dalam suatu usaha baik itu usaha besar, usaha sedang, maupun usaha kecil pasti dijalankan oleh seorang atau sekelompok orang yang biasa disebut pengusaha. Dalam Kamus Besar Bahasa Inonesia, pengertian pengusaha adalah “orang yang berusaha di bidang perdagangan, industri, jasa, dsb.” Pengusaha memiliki kata dasar usaha yang berarti “kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud; pekerjaan (perbuatan, prakarsa, ikhtiar, daya upaya) untuk mencapai sesuatu (misalnya keuntungan).” Berdasarkan pengertian tersebut berarti seorang pengusaha akan mengerahkan tenaga dan pikirannya untuk mencapai suatu maksud tertentu. Karena pengusaha bergerak di bidang perekonomian tentu saja sesuai dengan prinsip ekonomi, usaha tersebut memiliki tujuan untuk mendapakan keuntungan dengan maksimal. Industri kecil agar mampu eksis dalam perekonomian pedesaan tentu membutuhkan kecakapan dari si pemilik usaha dalam menentukan keputusan-keputusan strategis. Resnik dalam (Darmawan, 2004: 26) membuat sepuluh saran untuk formulasi strategi usaha kecil yang dirancang untuk mempertinggi kesempatan hidup dan sukses. Kesepuluh formulasi strategi tersebut adalah: menjadi obyektif, memuat sederhana dan terfokus, fokus pada pasar yang menguntungkan, mengembangkan rencana pemasaran, manajemen tenaga kerja secara efektif, membuat
38
catatan keuangan yang jelas, tidak pernah menghambur-hamburkan kas, menghindari perangkap yang berulang-ulang dari pertumbuhan yang cepat, mengerti seluruh fase bisnis, merencanakan ke depan. Walaupun formulasi tersebut sudah dijalankan tetapi dalam prakteknya terkadang Terkadang
dan
setiap usaha tidak seterusnya berjalan mulus.
bahkan
sering
terdapat
kendala-kendala
yang
mengakibatkan keuntungan tidak berjalan maksimal atau bahkan bisa mengakibatkan kerugian. Ibarat seorang makhluk hidup yang akan beradaptasi terhadap lingkungannya agar makhluk tersebut bisa bertahan hidup, seorang pengusaha pasti akan melakukan segala upaya saat usaha mereka menghadapi kendala agar usaha tersebut tetap survive. Bagaimana cara agar usaha yang mereka tekuni bisa tetap eksis untuk menghidupi kehidupan si pengusaha terebut. Seorang pengusaha dalam memecahkan permasalahan usahanya pastinya tidak dilakukan dengan gegabah. Walaupun terkadang pendidikan terkhir seorang pengusaha rendah, tetapi mereka pasti menggunakan “strategi yang rasional” sesuai dengan prinsip ekonomi yaitu “mengeluarkan biaya yang sedikit-dikitnya untuk mendapatkan hasil yang sebanyak-banyaknya.” Biaya dalam hal ini tidak harus dalam bentuk uang, bisa dalam bentuk efektifitas dalam hal produksi misalnya efektifitas waktu, tenaga, dll. Friedman dan Hechter (1988) dalam Ritzer (2007: 357-358) menghimpun apa yang mereka sebut sebagai model “kerangka” teori pilihan rasional. Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor.
39
Aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau maksud. Artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakanya tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan itu. Aktor pun dipandang mempunyai pilihan (atau nilai, keperluan). Meski teori pilihan rasional berasal dari tujuan atau maksud aktor, namun teori ini memperhatikan sekurang-kurangnya dua pemaksa utama tindakan. Pertama adalah keterbatasan sumber daya. Aktor mempunyai sumber daya yang berbeda maupun akses yang berbeda terhadap sumber daya yang lain. Bagi aktor yang memiliki sumber daya yang besar, pencapaian tujuan mungkin relatif mudah. Tetapi bagi aktor yang memiliki sumber daya sedikit, pencapaian tujuan mungkin sukar atau mustahil sama sekali. Sumber pemaksa kedua atas tindakan aktor individu adalah lembaga sosial seperti aturan keluarga dan sekolah; hukum dan peraturan; kebijakan religi missal gereja dan masjid, dll. Hambatan kelembagaan ini menyediakan baik sanksi positif maupun negatif yang mampu mendorong aktor untuk melakukan tindakan tertentu dan menghindarkan tindakan yang lain. Berdasar pemaparan di atas, kesuksesan eksistensi sebuah industri kecil sangat ditentukan oleh aktor utama yaitu pengusaha atau si pemilik usaha. Walaupun dipengaruhi juga oleh faktor eksternal misalnya kondisi perekonomian, ketersediaan bahan baku,dll, namun di sini peran pengusaha industri kecil di uji dalam mempertahankan kelangsungan usahanya.
40