1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.1
Latar Belakang Pada sebuah organisasi, peran sumber daya manusia memegang peranan
penting. Sumber daya manusia, dalam hal ini karyawan yang handal, mampu menolong organisasi menghadapi tantangan persaingan global (Dessler, 2003:4). Karyawan adalah pelaksana utama fungsi organisasi dan mengelola sarana, prasarana, dan infrastruktur yang ada. Oleh karena itu, karyawan merupakan faktor kunci organisasi yang harus diperhatikan, karena keberadannya selalu mengalami dinamika di dalam organisasi. Jika karyawan mengalami gangguan atau hambatan, maka tidak dapat disangkal lagi akan menyebabkan penurunan produktivitasnya dalam organisasi. Manajemen suatu organisasi harus mengelola karyawannya agar tetap menjadi produktif. Namun, dalam pengelolaannya tidaklah selalu mudah, karena karyawan mempunyai pikiran, status, serta latar belakang yang beragam. Untuk menjaga dan meningkatkan peran aktif karyawan dalam pengoperasian perusahaan, semuanya kembali kepada kebijaksanaan pihak manajemen dalam mengantisipasi maupun mencari solusi pemecahan atas berbagai permasalahan yang menimpa karyawannya. Di dalam perusahaan, termasuk industri perhotelan, karyawan dituntut bekerja dengan profesionalisme tinggi. Tuntutan profesionalisme ini tercermin dari peraturan, tata nilai, budaya, norma, dan SOP (Standard Operation Procedure) yang ditetapkan
2
perusahaan. Dalam kenyataannya, semua peraturan tersebut seringkali berpeluang menimbulkan konflik bagi karyawan karena tidak sesuai dengan tata nilai, kebiasaan, adat istiadat, serta proses pembelajaran yang dipegang sebelumnya. Kondisi demikian bisa menimbulkan konflik peran dan stres kerja. Konflik peran dan stres kerja merupakan salah satu dysfunctional behavior, yang bila tidak ditangani secara efektif oleh manajemen akan dapat berdampak buruk, baik bagi kinerja karyawan yang bersangkutan maupun bagi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Salah satu dampak buruk yang dapat terjadi apabila suatu perusahaan tidak menangani permasalahan konflik peran dan stres kerja karyawan secara efektif adalah timbulnya intensi keluar (Firth, Mellor, Moore dan Loquet, 2004; de Croon, Sluiter, Blonk, Broersen, dan Frings-Dresen, 2004; M.Acker, 2004) yang pada akhirnya dapat menimbulkan turnover yang sebenarnya. Turnover merupakan suatu hal yang tidak dikehendaki oleh perusahaan. Turnover biasanya merupakan keputusan akhir yang dilakukan oleh karyawan apabila mereka tidak mendapatkan kondisi kerja yang tidak sesuai lagi dengan apa yang diharapkannya dan berusaha mencari pekerjaan yang lain. Perusahaan terkadang juga memerlukan turnover terutama bagi karyawan yang memiliki kinerja rendah, namun tingkat turnover tersebut harus diupayakan agar tidak terlalu tinggi sehingga perusahaan masih memiliki kesempatan untuk memperoleh manfaat atas peningkatan kerja karyawan baru yang lebih besar dibanding biaya rekrutmen yang ditanggung perusahaan (Toly, 2001).
3
Intensi keluar adalah niat serius karyawan untuk meninggalkan tempat kerja ke tempat kerja lainnya (Mor Barak et al., 2001). Intensi keluar dapat berarti suatu keinginan untuk berpindah tetapi belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lain. Gejala yang diamati pada karyawan yang memiliki intensi keluar yaitu selain berusaha mencari lowongan kerja dan merasa tidak nyaman bekerja di perusahaan, juga memiliki gejala-gejala seperti sering mengeluh, merasa tidak senang dengan pekerjaannya, mengeluarkan pernyataan bernada negatif dan tidak mau peduli dengan perusahaan tempatnya bekerja
(Harninda, 1999).
Proses
identifikasi
terhadap faktor-faktor
yang
mempengaruhi intensi keluar menjadi suatu hal yang penting untuk dipertimbangkan dan menjadi suatu yang efektif untuk menurunkan angka turnover yang sebenarnya (Maertz dan Campion, 1998). Turnover karyawan merupakan masalah penting yang perlu memperoleh perhatian utama bagi manajemen di industri perhotelan dimana keunggulannya terletak pada pelayanan prima bagi tamu-tamunya. Beragamnya jenis tamu yang harus dilayani oleh Anantara Resort & Spa, Bali menuntut keharusan untuk memiliki kualitas SDM yang handal dan profesional agar mampu memberikan pelayanan yang berkualitas. Kondisi demikian seringkali menuntut para karyawan memberikan yang terbaik kepada para tamunya dan bahkan harus bekerja melebihi kapasitas normal, terutama pada waktu musim tamu memuncak (high season). Tidak jarang hal itu menimbulkan stres bagi karyawan dan juga memicu terjadinya konflik peran, yang pada akhirnya berujung pada terjadinya turnover.
4
Adapun profil tamu yang menginap di Anantara Seminyak Resort & Spa, Bali berdasarkan laporan kamar yang terjual,dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Profil Tamu Anantara Seminyak Resort & Spa, Bali Periode Januari sampai dengan Mei 2015
Sumber: Laporan Bulanan Departemen Sales & Marketing, 2015 (data diolah).
Pada Tabel 1.1 di atas, dapat dilihat dari laporan kamar yang terjual dalam periode Januari sampai dengan Mei 2015, terlihat bahwa tamu yang menginap di Anantara Seminyak Resort & Spa, Bali setiap bulannya bervariasi. Terdapat lima besar negara yang mendominasi jumlah tamu yang datang setiap bulannya yaitu Australia, Indonesia, China, Hongkong, India, USA, Singapura, Inggris, Hotel yang mengalami turnover adalah Anantara Seminyak Resort & Spa, Bali, merupakan hotel berbintang lima yang berbasis di Thailand, berdiri pada tahun 2008 dan merupakan chain international hotel. Hotel ini merupakan resort all-suite yang berlokasi di daerah Seminyak, Kabupaten Badung. Hasil wawancara awal dengan beberapa karyawan menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan intensi keluar yang cukup tinggi. Berdasarkan wawancara awal terlihat bahwa karyawan memiliki intensi keluar karena merasakan stres dan konflik dalam bekerja yang disebabkan oleh tidak adanya yang bisa dipelajari dari
5
pekerjaannya,
membenci
pekerjaanya,
memiliki
pemimpin
yang
tidak
menyenangkan, hubungan pribadi terganggu, beban kerja yang semakin tinggi tapi gaji tidak bertambah, dan kesehatan terganggu. Jumlah karyawan yang diamati adalah 21 orang dan hingga saat ini yang masih bekerja adalah 8 orang. Intensi keluar adalah indikator penting dari turnover sesungguhnya dimasa yang akan datang dan dengan angka turnover yang tinggi dapat menimbulkan kerugian yang nyata bagi perusahaan (Futrell dan Parasuraman, 1984). Turnover menyebabkan rekrutmen dan pelatihan sangat sering dilakukan untuk menggantikan posisi yang ditinggalkan oleh karyawan sebelumnya. Kondisi ini mengakibatkan sulitnya menetapkan target dan sasaran bagi masing-masing karyawan karena sering terjadinya keluar masuk karyawan. Akibat lainnya yaitu terjadinya banyak perubahan diantaranya pada sistem kerja, struktur organisasi, strategi dan lainnya, yang berimbas bagi perilaku karyawan yang dapat memunculkan potensi stres kerja dan konflik peran sehingga dapat mempengaruhi kepuasan kerja masing-masing karyawan. Data perbandingan realisasi dan target turnover karyawan selama periode Agustus sampai dengan Oktober di tahun 2012 sampai 2013 pada Anantara Seminyak Resort & Spa, Bali dapat dilihat pada Tabel 1.2.
6
Tabel 1.2 Perbandingan Realisasi dan Target Turnover Karyawan Anantara Seminyak Resort & Spa, Bali Periode Agustus-Oktober Tahun 2012-2013
Sumber: Laporan Bulanan Departemen HRD, 2013 (data diolah).
Pada Tabel 1.2, angka turnover karyawan selama periode bulan Agustus 2013 sampai Oktober 2013 mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Data realisasi adalah persentase turnover karyawan yang terjadi pada saat itu. Data target adalah persentase standar yang telah ditetapkan oleh manajemen dengan tujuan sebagai pembanding dengan jumlah realisasi. Data tahun lalu adalah jumlah persentase turnover yang terjadi selama periode Januari sampai Desember 2012. Di bulan Agustus 2013, persentase turnover karyawan (1,4%) lebih tinggi daripada jumlah persentase turnover karyawan di bulan Agustus 2012 (1,3%). Begitu pula di bulan September dan Oktober 2013, persentase turnover karyawan (2%) lebih tinggi daripada target yang telah ditetapkan (1,4%) dan bahkan lebih tinggi daripada jumlah persentase turnover karyawan di bulan September dan Oktober 2012 (1,3%). Diamati pada Tabel 1.2 terlihat bahwa jumlah akumulasi data tahunan dari bulan Januari sampai bulan Agustus 2013 (13,1%) lebih tinggi daripada jumlah target yang telah ditentukan (10,8%) dan jumlah akumulasi data tahunan di 2012 (10,2%). Begitu pula pada jumlah akumulasi data tahunan dari bulan Januari sampai
7
September dan Oktober 2013 (15,1%) lebih tinggi daripada jumlah target yang telah ditentukan (12,2%) dan jumlah akumulasi data tahunan di 2012 (11,5%). Terlihat bahwa persentase turnover karyawan mengalami peningkatan antara 0,1% hingga 0,6%. Menurut beberapa forum terbuka Sumber Daya Manusia seperti Indonesia HRD Link at www.linkedin.com, HRM Club – HRM Indonesia at www.hrmindonesia.com, www.hrdlokal.blogspot.com, idealnya prosentasi turnover karyawan tidak melebihi 10% dalam setahun. Jika melebihi daripada 10% maka turnover karyawan tergolong tinggi, walaupun ada beberapa industri tertentu yang angka turnover cenderung lebih tinggi dibandingkan hospitality industry seperti industri retail. Berdasarkan sumber dari beberapa forum ini, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi kecenderungan turnover karyawan yang tinggi di Anantara Seminyak Resort & Spa, Bali. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 1.2 serta hasil pengamatan dan wawancara terbatas terhadap beberapa karyawan, maka penelitian ini akan mengkaji variabel intensi keluar karyawan di Anantara Seminyak Resort & Spa, Bali dengan beberapa variabel penyebabnya yaitu konflik peran, stres kerja, dan kepuasan kerja. Variabel yang berpengaruh terhadap intensi keluar adalah konflik peran. Dalam penelitian terdahulu, para peneliti menemukan bahwa konflik peran telah menjadi faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja dan intensi keluar. Konflik peran dan ambiguitas peran juga memiliki hubungan signifikan dengan kepuasan kerja dan intensi keluar (Fried et al., 2008). Konflik peran dalam organisasi juga
8
dapat menyebabkan stres kerja, menurunnya kepuasan kerja dan komitmen organisasi, dan meningkatkan intensi keluar (Rahim, 2002). Konflik peran adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok dalam suatu perusahaan karena mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Akibat dari karyawan yang memiliki konflik peran adalah mendominasi diskusi, tidak senang bekerja dalam kelompok, benturan kepribadian, perselisihan antar individu dan ketegangan. Sifat ini yang dapat menghambat upaya pencapaian tujuan strategis perusahaan secara efektif dan efisien. Konflik peran dalam suatu perusahaan dapat disebabkan apabila seorang karyawan mengalami adanya: (1) pertentangan antara tugas-tugas yang harus dilakukan dan antara tanggung jawab yang dimiliki, (2) tugas-tugas yang harus dilakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya, (3) tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya, (4) pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaannya (Sari, 2005). Variabel yang juga dapat mempengaruhi intensi keluar adalah stres kerja. Para peneliti sebelumnya memperoleh temuan bahwa stres kerja telah menjadi faktor yang menyebabkan intensi keluar. Fried et al. (2008) menyimpulkan bahwa stres kerja dan kepuasan kerja merupakan prediktor munculnya intensi keluar. Simamora (2009) juga menyatakan bahwa tingkat stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi keluar karyawan. Terdapat juga hubungan positif dan signifikan antara konflik
9
peran dan stres kerja dan dinyatakan pula bahwa stres kerja dapat menjadi perantara antara konflik peran dan kepuasan kerja (Quarat et al., 2013). Stres kerja muncul sebagai ketidaksesuaian antara individu dengan lingkungan kerjanya dan timbul dari beban kerja yang berlebihan dan berbagai tekanan waktu dari tempat kerja seperti pekerjaan-pekerjaan yang dikejar (deadline). Stres adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya, yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting (Robbins, 2003). Stres juga merupakan sejauh mana karyawan merasakan ketegangan dan kecemasan yang disebabkan oleh pekerjaan mereka (Gill et al., 2006). Selain konflik peran dan stres kerja, faktor yang perlu menjadi perhatian perusahaan untuk mengurangi angka turnover karyawan adalah kemampuan perusahaan mengelola sumber daya manusia yang baik dan berkesinambungan dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Karyawan yang memiliki kepuasan kerja akan lebih produktif, memberikan kontribusi terhadap sasaran dan tujuan organisasi, dan pada umumnya memiliki keinginan yang rendah untuk keluar dari perusahaan (Harter et al., 2002). Kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaannya masing-masing (Handoko, 2001). Dalam penelitian terdahulu, peneliti memperoleh temuan bahwa kepuasan kerja telah menjadi faktor yang menyebabkan intensi keluar. Villanueva dan Djurkovic (2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat menjadi perantara
10
hubungan antara stres kerja dan intensi keluar. Suryati (2000) mengemukakan bahwa konflik peran yang meningkat akan menyebabkan menurunnya kepuasan kerja. Semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan karyawan, semakin rendah keinginan untuk keluar dari organisasi, begitu pula sebaliknya (Azemm, 2010). Penelitian lainnya yang dikemukakan oleh Chen et al. (2004) menunjukkan bahwa kepuasan kerja merupakan salah satu penyebab terjadinya intensi keluar.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara
konflik peran, stres kerja, dan kepuasan kerja, terhadap intensi keluar karyawan. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut. 1)
Bagaimanakah pengaruh konflik peran terhadap kepuasan kerja karyawan?
2)
Bagaimanakah pengaruh stres kerja terhadap kepuasan kerja karyawan?
3)
Bagaimanakah pengaruh konflik peran terhadap intensi keluar karyawan?
4)
Bagaimanakah pengaruh stres kerja terhadap intensi keluar karyawan?
5)
Bagaimanakah pengaruh kepuasan kerja terhadap intensi keluar karyawan?
6)
Bagaimanakah peran kepuasan kerja dalam memediasi hubungan konflik peran dengan intensi keluar?
7)
Bagaimanakah peran kepuasan kerja dalam memediasi hubungan stres kerja dengan intensi keluar?
11
1.3
Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah yang diajukan di atas, maka tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1)
Untuk menjelaskan pengaruh konflik peran terhadap kepuasan kerja karyawan.
2)
Untuk menjelaskan pengaruh stres kerja terhadap kepuasan kerja karyawan.
3)
Untuk menjelaskan pengaruh konflik peran terhadap intensi keluar karyawan.
4)
Untuk menjelaskan pengaruh stres kerja terhadap intensi keluar karyawan.
5)
Untuk menjelaskan pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap intensi keluar karyawan.
6)
Untuk menjelaskan peran mediasi kepuasan kerja dalam hubungan konflik peran dengan intensi keluar karyawan.
7)
Untuk menjelaskan peran mediasi kepuasan kerja dalam hubungan stres kerja dengan intensi keluar karyawan.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis Hasil
penelitian ini
diharapkan
dapat
memperkaya
khasanah ilmu
pengetahuan dan menjadi referensi bagi akademisi dan peneliti dalam bidang manajemen sumber daya manusia, khususnya dalam kajian mengenai interaksi antara konflik peran (Role Conflict), stres kerja (Job Stress), kepuasan kerja (Job Satisfaction) dan intensi keluar (Intention to Leave).
12
Hasil penelitian ini memberi sumbangan bukti empiris tentang hubungan antara konflik peran dan stres kerja dengan intensi keluar yang dimediasi oleh kepuasan kerja. Temuan yang diperoleh diharapkan menambah generalisasi hasil studi khususnya yang membahas hubungan di antara variabel-variabel yang diteliti. 1.4.2
Manfaat Praktis Bagi pihak manajemen, penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan
referensi dalam pengelolaan sumber daya manusia, khususnya dalam upaya menekan dan menurunkan angka turnover karyawan yang dapat terjadi dalam organisasi atau perusahaan.