BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pengungkapan risiko perusahaan menjadi perhatian penting bagi masyarakat khususnya bagi para investor. Hal ini dapat dipahami mengingat informasi tersebut dibutuhkan para investor sebagai salah satu alat untuk pengambilan keputusan yang cermat dan tepat dalam melakukan investasi. Oleh sebab itu, pengungkapan informasi risiko oleh suatu perusahaan harus dilakukan secara berimbang, artinya informasi yang disampaikan bukan hanya yang bersifat positif saja namun termasuk informasi yang bersifat negatif terutama yang terkait dengan aspek risiko perusahaan. Permintaan para investor atau pemegang saham terhadap pengungkapan yang lebih transparan dalam laporan keuangan membuat manajemen perusahaan melakukan perluasan terhadap aspek-aspek pengungkapan dalam laporan tahunan, yaitu dengan menambahkan pengungkapan mengenai informasi non-keuangan yang dianggap lebih relevan dan transparan sebagai bentuk pertimbangan dalam pembuatan keputusan. Sesungguhnya pengungkapan risiko perusahaan ini sudah menjadi perhatian banyak pihak sejak era tahun 90-an. Pada Tahun 1995 American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) dalam laporannya telah menaruh perhatian pada masalah pengungkapan risiko. Dimana dalam laporan tersebut AICPA melihat terdapat perubahan kebutuhan dari pengguna atas Laporan Keuangan yang diterbitkan perusahaan dan merekomendasikan agar informasi dalam Laporan Keuangan tersebut
1
memberikan informasi yang jauh kedepan (forward looking information) termasuk informasi tentang ketidakpastian dan risiko (Oorschot, 2009). Pada tahun 1998 Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) mempublikasikan sebuah discussion paper berjudul “Financial Reporting of Risk – Proposals for a Statement of Business Risk”. Dalam paper ini ICAEW menekankan kembali akan perlunya informasi yang jauh kedepan (forward looking information) sehingga dapat membantu investor dalam melakukan analisa lebih mendalam (The ICAEW report, 1998). Bahkan paper The ICAEW kemudian menjadikan Risk Reporting sebagai pijakan penting dalam praktek akuntasi dan investasi (Abraham dan Cox, 2007). Dalam perkembangannya pengungkapan risiko (risk disclosure) semakin menjadi perhatian dari banyak pihak, studi menunjukkan sejak tahun 2001 penelitian terhadap pengungkapan risiko terus meningkat (Amran, Rosli Bin dan Hassan, 2009). Pada tahun 2007 dan 2008 ketika krisis keuangan besar melanda dunia maka perhatian pada pengungkapan risiko menjadi semakin besar dan dipandang semakin penting. Hingga pada perkembangannya pengungkapan risiko ini tidak hanya pada pengungkapan yang bersifat voluntary (sukarela) akan tetapi kemudian menjadi pengungkapan yang bersifat mandatory (kewajiban) di berbagai negara. Sesuai dengan implementasi Basel II - Pilar 3 telah mensyaratkan pengungkapan yang memungkinkan pelaku pasar untuk menilai informasi utama mengenai cakupan risiko, modal, eksposur risiko, proses pengukuran risiko dan kecukupan modal bank (Idroes, 2011). Sehingga pada industri perbankan kewajiban pengungkapan informasi
2
tersebut kemudian dapat dilihat dalam Annual Report yang disampaikan manajemen setiap tahunnya. Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka implementasi pengungkapan risiko maka Bank Indonesia juga telah mengatur mengenai kewajiban pengungkapan tersebut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank, yang sebagian telah dicabut dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. Serta Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/31/DPNP tentang Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia, yang sebagian telah dicabut Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/35/DPNP perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia. Lebih lanjut kewajiban pengungkapan risiko bagi perusahaan terbuka yang terdaftar di bursa diatur dalam Keputusan Bapepam LK Nomor: Kep-134/BL/2006 yang menyatakan bahwa manajemen wajib mengungkapkan uraian singkat mengenai tata kelola perusahaan yang meliputi: “Penjelasan mengenai risiko-risiko yang dihadapi perusahaan serta upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengelola risiko tersebut, misalnya: risiko yang disebabkan oleh fluktuasi kurs atau suku bunga, persaingan usaha, pasokan bahan baku, ketentuan negara lain atau peraturan internasional, dan kebijakan pemerintah.”
Praktek pengungkapan informasi dalam industri perbankan di Indonesia sesungguhnya belum cukup memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Bank Dunia pada tahun 2006 yang berjudul “Bank Disclosure Index: Global Assessment of Bank Disclosure Practices”. Penelitian ini dilakukan dengan
3
menghitung komposit indeks dari pengungkapan perbankan di 180 negara sejak tahun 1994. Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan atas pengungkapan informasi perbankan dikaitkan dengan asset, liabilities, funding, incomes dan profil risiko. Hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.1. Bank Disclosure Index Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 18 29 32 37 44 45 48 55 128 135 169 175
Negara Hong Kong Swedia Italia Belanda Finlandia Bahrain Norwegia Qatar Swiss Oman Spanyol Jepang UAE Thailand India Sri Lanka Malaysia Singapura Filipina Indonesia Kamboja Vietnam Brunei Darussalam Laos
Indeks Komposit Pengungkapan 91 90 89 86 85 84 84 83 83 82 81 81 79 75 74 73 72 71 71 69 48 47 29 25
(Sumber: data diolah dari Rocco Huang, “Bank Disclosure Index: Global Assessment of Bank Disclosure Practices”, World Bank, September 2006)
Dari tabel 1.1 diatas dapat dilihat bahwa posisi Indonesia berada pada ranking 55 dari 177 negara di dunia yang diteliti oleh Bank Dunia. Posisi ini jelas jauh tertinggal
4
dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Hongkong yang berada di ranking nomor 1, Bahrain di posisi 6, Qatar di posisi 8, Jepang di posisi 12, UAE di posisi 18 dan India posisi 32. Bahkan di tingkat negara Asia Tenggara Indonesia tertinggal oleh Thailand yang berada diposisi 29, kemudian Malaysia di posisi 44 diikuti Singapura di posisi 45 dan Filipina di posisi 48. Dibandingkan negara di Asia Tenggara Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja, Vietnam, Brunei Darussalam dan Laos. Hasil penelitian tersebut diatas mendorong dilakukannya penelitian terhadap praktek pengungkapan risiko pada perbankan di Indonesia, ditambah dengan alasan lainnya bahwa bank dalam menjalankan aktivitas operasinya lebih banyak berhubungan dengan risiko jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Oorschot (2009): “Since the existence of banks these are known to be major risk taking and risk management entities”. Selain itu, perlu diingat pula bahwa perbankan adalah industri yang sarat dengan regulasi (highly regulated industry), hal ini dapat dilihat dari banyaknya ketentuan peraturan yang mengatur bank baik langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan hal tersebut maka melatarbelakangi perlunya penelitian ini untuk memfokuskan pada industri perbankan di Indonesia. Beberapa penelitian terkait dengan pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) sebagaimana telah disampaikan sebelumnya telah banyak dilakukan. Menurut hasil penelitian Hossain (2008) yang meneliti tentang “The Extent of Disclosure in Annual Reports of Banking Companies: The Case of India”, menunjukkan bahwa ukuran bank, profitabilitas, komposisi dewan komisaris dan disiplin pasar memiliki pengaruh/hubungan yang signifikan dengan tingkat
5
pengungkapan (disclosure). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Elzahar dan Hussainey (2012), yang meneliti tentang “Determinants of Narrative Risk Disclosures in UK Interim Reports”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan tipe industri memiliki hubungan dengan tingkat CRD. Sesuai dengan hasil penelitian tersebut maka hasil penelitian Juhmani (2013), Abdallah dan Hassan (2014), Al-Shammari (2014) dan Linsley dan Shrives (2006) menunjukan hal yang sama bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan dengan CRD. Hasil penelitian Al-Moataz dan Hussainey (2012) yang meneliti Determinant of Corporate Governance Disclosure in Saudi Companies, menunjukan bahwa komisaris independen, ukuran komite audit, profitabilitas, likuiditas, dan gearing memiliki pengaruh yang signifikan dalam corporate governance disclosure di Arab Saudi. Hasil penelitian yang menunjukan profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap corporate risk disclosure dapat ditemui pula dalam hasil penelitian Hossain (2008). Penelitian Suhardjanto et al. (2012) yang meneliti peran Corporate Governance dalam praktik Risk Disclosure pada perbankan Indonesia mengungkapkan bahwa jumlah anggota komisaris (board size), jumlah rapat dewan komisaris dan leverage mempengaruhi atau berpengaruh positif pada tingkat risk disclosure. Penelitian lain yang dilakukan oleh Suhardjanto dan Dewi (2011) tentang Pengungkapan Risiko Finansial dan Tata Kelola Perusahaan: Studi Empiris Perbankan Indonesia menunjukkan bahwa jumlah anggota komisaris dan jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan finansial. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Amran et.al (2010), Al-Janadi (2013), Al-Shammari (2014) dan
6
Akhtaruddin et al. (2014) yang menunjukkan bahwa jumlah anggota komisaris (board size) berpengaruh positif terhadap Corporate Risk Disclosure. Penelitian yang dilakukan oleh Horing dan Grundl (2011) tentang “Investigating Risk Disclosure Practices in the European Insurance Industry”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengungkapan risiko dengan ukuran perusahaan, level risiko perusahaan, cross listing dan penyebaran kepemilikan. Penelitian lain dilakukan Helbok dan Wagner (2006), tentang “Determinants of Operational Risk Reporting in the Banking Industry”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa institusi keuangan dengan rasio ekuitas/asset dan/atau rasio profitabilitas rendah memandang penting untuk mengungkapkan hasil asesmen dan pengelolaan risiko operasional dibandingkan insitusi keuangan yang memiliki rasio asset dan profitabilitas lebih tinggi. Hasil penelitian Botosan (1995) meneliti tingkat keterbukaan dan hubungannya atas Cost of Equity Capital, dengan melihat voluntary disclosure dalam Annual Report tahun 1990 dari 122 perusahaan manufaktur di Amerika. Hasil analisis regresi penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan langsung antara Cost of Equity Capital dengan Disclosure Level. Penelitian mengungkapkan bahwa dengan tingkat keterbukaan yang semakin besar maka cost of equity capital akan lebih rendah. Berdasarkan latar belakang penelitian dan hasil beberapa penelitian terdahulu maka judul penelitian ini adalah: “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan (Corporate Risk Disclosure) Pada Industri Perbankan Indonesia”.
7
1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dalam Latar Belakang sebagaimana tersebut diatas maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan risiko perusahaan pada industri perbankan di Indonesia. 2. Mengukur tingkat pengungkapan risiko perusahaan pada industri perbankan di Indonesia. 3. Mengukur pengaruh ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan Indonesia.
1.3. Batasan Masalah Mengingat terbatasnya waktu, biaya dan sumber daya yang ada, maka penelitian ini hanya dibatasi meneliti bank umum konvensional yang telah go public (terbuka) di Indonesia yang tercatat di Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia. Hingga Desember 2014 terdapat 120 Bank yang terdaftar di Bank Indonesia, terdiri dari 109 bank umum konvensional dan 11 Bank Syariah. Dari 109 bank umum konvensional tersebut tercatat 39 bank telah go public dan tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sesuai dengan PBI Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank dan SEBI No. 14/35/DPNP perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia, maka bank
8
memiliki kewajiban pengungkapan risiko yang harus diungkapkan dalam Annual Report.
Ketentuan
tersebut
diterbitkan
pada
tahun
2012
dan
mulai
berlaku/diimplementasikan bagi seluruh Bank di Indonesia pada saat menyusun Annual Report tahun 2012. Berdasarkan hal tersebut kemudian dikumpulkan Annual Report masing-masing bank pada tahun 2012 dan 2013. Sehingga kemudian diperoleh Annual Report bank umum konvensional yang telah go public pada tahun 2012 dan 2013 yang lengkap sebanyak 34 bank dengan jumlah sampel sebanyak 68 Annual Report.
Dengan
demikian penelitian ini sesuai dengan judulnya adalah “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan (Corporate Risk Disclosure) Pada Industri Perbankan Indonesia”.
1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) sangat penting bagi kelangsungan usaha perbankan dan bagi para stakeholder. Selain itu hal ini juga merupakan kewajiban perbankan sebagaimana disyaratkan dalam berbagai peraturan yang diatur oleh regulator. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat pengaruh ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan Indonesia?
9
2. Apakah ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, berpengaruh secara simultan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan Indonesia?
1.5. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan Indonesia. 2. Menganalisis pengaruh secara simultan antara ukuran bank, profitabilitas, kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan Indonesia.
1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat bermanfaat bagi:
10
1. Stakeholder Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai indikator yang menunjukkan faktor-faktor yang penting dan berpengaruh dalam pengungkapan risiko perusahaan. Sehingga membantu stakeholder (pemangku kepentingan) dalam mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memahami profil risiko dan bagaimana manajemen mengelola risiko. Selain itu bermanfaat untuk memonitor risiko dan mendeteksi potensi masalah sehingga dapat melakukan tindakan lebih awal agar masalah tersebut tidak terjadi. Pengungkapan risiko juga berguna bagi investor karena dapat membantu menentukan profil risiko perusahaan, mengurangi asimetri informasi, memperkirakan nilai pasar, dan menentukan keputusan investasi portofolio.
2. Perusahaan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu indikator yang menunjukkan faktor-faktor yang penting dalam pengungkapan risiko. Sehingga manajemen bank, dalam hal ini dewan direksi dan senior manajemen memiliki acuan untuk menyusun laporan tahunan yang secara transparan memuat setiap aktivitas bank kepada pihak terkait dengan perusahaan/pemangku kepentingan (stakeholder).
3. Bank Indonesia/OJK Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun ketentuan, regulasi atau peraturan terkait pengungkapan risiko perusahaan. Sehingga dapat secara lebih efektif mengatur perusahaan dalam
11
menyajikan laporan tahunan sebagai bentuk pengungkapan risiko dan menjamin stakeholder mendapatkan informasi yang akurat terkait risiko perusahaan.
1.7. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian ini maka Tesis ini terdiri atas 5 (Lima) bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan Latar Belakang penelitian tentang Corporate Risk Disclosure, kemudian Identifikasi Masalah terkait faktor-faktor Corporate Risk Disclosure, Batasan Masalah yaitu meneliti perbankan di Indonesia, selanjutnya Rumusan Masalah terdiri atas 2 (dua) permasalahan yang akan diteliti,
kemudian
Tujuan Penelitian untuk menganalisis 2 (dua) permasalahan yang ada, sementara Manfaat Penelitian adalah manfaat penelitian ini bagi stakeholder, perusahaan dan Bank Indonesia/OJK serta ditutup dengan Sistematika Penulisan.
Bab II
Landasan Teori Landasan teori dalam penelitian ini meliputi Teori Keagenan, Teori Tata Kelola Perusahaan, Teori Pengungkapan Risiko, Teori Manajemen Risiko, Teori Pemangku Kepentingan dan Teori Pengawasan Perbankan (Banking Supervision), Penelitian Sebelumnya yang terkait tentang risk disclosure, kemudian Rerangka Pemikiran yang menjelaskan variabel dependen dan
12
variabel independen dari penelitian ini dan kemudian Hipotesis penelitian yang terdiri atas 7 hipotesis.
Bab III Metodologi Penelitian Berisikan tentang Jenis dan Sumber Data Penelitian dimana jenis penelitian ini deskriptif-kualitatif dan sumber data yaitu data sekunder, kemudian Populasi dan penentuan sampel dimana populasinya adalah seluruh bank umum dan penentuan sampel dengan cara purposive sampling, sementara Teknik Pengumpulan Data menggunakan teknik dokumentasi, selanjutnya Definisi Operasional Variabel menjelaskan definisi seluruh variabel dan kemudian Metode Analisis Data/Teknik Pengolahan penelitian ini yang menggunakan model analisis regresi linear berganda.
Bab IV Analisis dan Pembahasan Bab ini menjelaskan gambaran umum dan data deskriptif obyek penelitian yang terbagi atas gambaran umum dan data deskriptif. Kemudian dijelaskan pula hasil analisis dan hasil perhitungan yang menjelaskan hasil Uji Asumsi Klasik, Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas dan Uji Heterokedasitas. Selain itu diuraikan pula hasil Pengujian Regresi Berganda yang meliputi Uji Statistik t, Uji Statistik F dan Koefisien Determinasi (R2). Bab ini kemudian ditutup dengan pengujian 7 (tujuh) Hipotesis.
13
Bab V Bab Simpulan dan Saran Bab ini terdiri dari 3 (dua) bagian yaitu Simpulan, yang berisi Simpulan hasil penelitian, Implikasi manajerial yang memberikan penjelasan atas implikasi dari hasil penelitian ini kepada manajemen dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
14