BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Awal tahun 2014 lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan adanya
pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Undang-undang ini mengatur kewenangan bagi Pemerintah Desa untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa diberikan kesempatan mengurus tata pemerintahan serta melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Selain itu Pemerintah Desa diharap dapat mandiri dalam mengelola pemerintahan dan sumber daya yang dimiliki, termasuk dalam hal pengelolaan keuangan dan kekayaan desa, sehingga bisa memenuhi kebutuhan akan sarana prasarana serta mensejahterakan masyarakatnya. Pengembangan undang-undang tentang desa sejalan dengan penerapan dari otonomi daerah yang menganut asas desentralisasi, yaitu pemberian kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengurus urusan daerahnya sendiri. Menurut Shah (1997) yang dikutip dalam Mardiasmo (2002:25) dikatakan bahwa “secara teoritis desentralisasi diharapkan memiliki dua manfaat nyata yaitu yang pertama mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa, dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan
1
serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang ada di setiap daerah. Lalu yang kedua adalah untuk memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi secara lengkap”. Pada era pemerintahan yang baru, pemerintahan Presiden Joko Widodo memposisikan desa sebagai fokus utama dalam pembangunan. Hal ini ditunjukkan dari sembilan agenda prioritas yang disebut Nawa Cita. Pada poin ketiga Nawa Cita disebutkan bahwa pemerintah bertekad membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Agenda tersebut didukung dengan dikeluarkannya kebijakan baru Pemerintah Pusat mengenai dana desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) sehingga setiap desa berpotensi mendapatkan dana transfer hingga 1 miliar rupiah, tergantung pengalokasian anggarannya. Kebijakan Dana Desa bertujuan untuk mewujudkan tekad pemerintah dalam mempercepat pembangunan kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan kepribadian budaya Indonesia melalui penguatan daerah pinggiran dan desa. Dana Desa ini menjadi tambahan pendapatan bagi desa dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes) selain Pendapatan Asli Desa, Bagian dari
Hasil Pajak
Daerah
Kabupaten/Kota dan Retribusi Daerah, Alokasi Dana Desa (ADD), serta Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi dan Kabupaten atau Kota. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 56 Tahun 2015 tentang kode dan data wilayah administrasi pemerintahan ditulis 2
bahwa jumlah Desa yang telah memiliki kode wilayah administrasi desa yaitu sebanyak 74.754 Desa. Sedangkan berdasar potensi desa (Podes), BPS 2014, terdapat 73.709 Desa dari total 82.190 Desa/Kelurahan/UPT. Terdapat lima klasifikasi desa menurut status Indeks Desa Membangun (IDM), yaitu Desa maju, mandiri, berkembang, tertinggal, dan sangat tertinggal. IDM sendiri merupakan indeks komposit yang dibangun dari dimensi sosial, ekonomi, dan budaya. Indeks ini dikembangkan sebagai upaya pencapaian sasaran pembangunan desa karena sasaran pembangunan memerlukan kejelasan dan status perkembangannya. Penghitungan IDM menurut potensi desa (Podes), BPS 2014, menghasilkan data sebagai berikut:
Desa Sangat Tertinggal : 13.453 Desa
Desa Tertinggal
: 33.592 Desa
Desa Berkembang
: 22.882 Desa
Desa Maju
: 3.608 Desa
Desa Mandiri
: 174 Desa
Gambar 1. Jumlah dan Klasifikasi Desa Berdasar Status IDM Tahun 2015
3
2015 5% 0% Desa Sangat Tertinggal Desa Tertinggal
18% 31%
Desa Berkembang Desa Maju
46%
Desa Mandiri
Sumber: Indeks Desa Membangun 2015 Pada tahun 2016, jumlah desa yang mendapat alokasi anggaran atas Dana Desa adalah sebanyak 74.754 Desa dengan total 46,9 trilliun rupiah. Jumlah tersebut naik dua kali lipat dibanding sebelumnya, di APBN-P Tahun 2015, yang hanya sebesar 20,7 trilliun rupiah. Dana sebesar itu membuat peran dan tanggung jawab Pemerintah Desa semakin besar pula. Prioritas penggunaan Dana Desa ditujukan untuk mendanai
program
atau kegiatan bidang pelaksanaan
pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehingga, Pemerintah Desa harus bisa menerapkan asas akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi dalam penyelengaraan pemerintahan khususnya dalam pengelolaan Dana Desa agar dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan menghindari potensi penyalahgunaan anggaran. Potensi munculnya fraud dalam pelaksanaan kebijakan Dana Desa sangat memungkinkan bila tidak diimbangi dengan kemampuan manajerial yang baik dan pengawasan yang ketat. Berdasarkan data pada Tabel 1. Tindak Pidana Korupsi menurut Instansi Tahun 2004 – 2015 tercatat bahwa korupsi yang dilakukan pada tingkat Pemeritah Kabupaten/Kota memiliki jumlah
4
terbanyak
kedua
setelah
tingkat
Kementerian/Lembaga.
Data
tersebut
mencerminkan bahwa potensi fraud di daerah cukup tinggi. Tabel 1. Tindak Pidana Korupsi menurut Instansi Tahun 2004 - 2015 Instansi 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah DPR RI 0 0 0 0 7 10 7 2 6 2 2 3 39 Kementerian/Lembaga 1 5 10 12 13 13 16 23 18 46 26 21 204 BUMN/BUMD 0 4 0 0 2 5 7 3 1 0 0 5 27 Komisi 0 9 4 2 2 0 2 1 0 0 0 0 20 Pemerintah Provinsi 1 1 9 2 5 4 0 3 13 4 11 18 71 Pemkab/Pemkot 0 0 4 8 18 5 8 7 10 18 19 10 107 Jumlah 2 19 27 24 47 37 40 39 48 70 58 57 468
Sumber: ACCH (2016) Penyelenggaraan pemerintahan oleh Pemerintah Desa erat kaitannya dengan pengelolaan keuangan desa. Pemerintah Desa bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Dalam hal keuangan desa, sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, Kepala Desa harus menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDes dan laporan
pertanggungjawaban
realisasi
pelaksanaan
APBDes
kepada
Bupati/Walikota. Jika dilihat dari PP Nomor 43 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 diketahui bahwa laporan pertanggungjawab yang harus dibuat perlu terintegrasi secara utuh, tidak melihat dari sumber dana. Namun ada yang berbeda ketika dilihat dari PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa, pada PP tersebut disebutkan bahwa Kepala Desa harus membuat pelaporan dan pertanggungjawaban khusus Dana Desa yang bersumber dari APBN. Sehingga jika secara peraturan, dalam hal pelaporan keuangan desa perlu ada rincian khusus mengenai pelaporan Dana Desa yang berasal dari APBN. Hal tersebut juga didukung oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 Tahun 2016 tentang Tata 5
Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa yang mengatur mengenai laporan realisasi penggunaan Dana Desa. Penelitian ini akan menganalisis implementasi pengelolaan keuangan desa dalam hal penggunaan dan pelaporan Dana Desa. Analisis difokuskan pada penggunaan Dana Desa dan pelaporan Dana Desa oleh pemerintah Desa. Penelitian ini bersifat studi kasus dengan mengambil objek penelitian Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul sebagai salah satu Desa terbaik kategori nasional di Indonesia dalam hal pemberdayaan masyarakat, pembangunan desa, inisiatif masyarakat dalam pemerintahan, pemahaman aparat dalam sistem informasi penyelenggaraan desa, dan kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah.
1.2.
Rumusan Masalah Pergantian kepemimpinan dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Joko
Widodo, menghadirkan sejumlah inisiatif baru terkait pengelolaan pemerintahan di tingkat desa. Inisiatif tersebut dapat dilihat dari susunan struktur Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla yang memunculkan kementrian baru, yaitu Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dengan kewenangan untuk mengurus pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Kehadiran kementrian ini mempunyai mandat untuk menjalankan Nawa Cita Jokowi-JK, terutama Nawa Cita ketiga yang berbunyi “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa”. Menurut Marwan Jafar
6
(2015), Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi, paradigma pembangunan desa sudah berubah dari yang sebelumnya “membangun desa” menjadi “desa membangun”. Jika “membangun desa” adalah pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah di luar desa (kabupaten/kota) dengan melibatkan masyarakat desa, sedangkan “desa membangun” menempatkan desa sebagai subjek pembangunan yaitu menjalankan program pembangunan yang dirancang oleh desa dan pemerintah hanya sebagai fasilitator memperkuat, memonitor, dan mengawasi. Selain
pembentukan
Kementrian
Desa,
PDT,
dan
Transmigrasi,
Pemerintah Pusat juga mengubah anggaran Dana Desa dalam APBN-P 2015. Anggaran Dana Desa yang awalnya dialokasikan sebesar 9,06 trilliun rupiah pada era pemerintahan SBY, ditambah 11 trilliun rupiah menjadi 20 trilliun rupiah dalam APBN-P 2015. Kenaikan anggaran Dana Desa yang dilakukan tersebut besarnya hingga 122%. Dana Desa tahun 2015 merupakan belanja Pemerintah pusat yang direlokasi ke Desa, dana tersebut berasal dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan dan belanja terkait sistem penyediaan administrasi umum pedesaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016, dalam pasal 4 dikatakan bahwa dalam pelaksanaan kewenangan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa, Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal desa bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Pembangunan desa yang dimaksud meliputi
7
pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan infrastruktur termasuk sarana prasarana permukiman, ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, pendidikan, sosial, budaya, produksi, destribusi, serta energi terbarukan. Sedangkan pemberdayaan masyarakat desa yang dimaksud adalah program atau kegiatan yang bertujuan meningkatkan kapasitas warga atau masyarakat desa dalam pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi individu warga atau kelompok masyarakat desa. Dalam penggunaan Dana Desa, sudah tentu implementasinya harus sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan serta sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa. Hal tersebut menunjukkan perlu adanya kesiapan juga dari pihak aparat desa serta masyarakat desa dalam hal partisipasi pengelolaan Dana Desa. Wawasan mengenai pengelolaan keuangan desa, terutama Dana Desa menjadi modal awal agar implementasi kebijakan Dana Desa ini dapat efektif dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain implementasi penggunaan Dana Desa, pelaporan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa juga menjadi syarat utama untuk melihat keefektifan kebijakan Dana Desa karena sebagai organisasi sektor publik dalam memberikan pelayanan umum ke masyarakat, asas akuntabel dan transparansi perlu dipegang. Hal ini bertujuan agar urusan pemerintahan yang diselenggarakan Pemerintah Desa dapat dipertanggungjawabkan ke masyarakat. Sesuai dengan penjelasan yang telah disampaikan di latar belakang mengenai pelaporan, khusus penggunaan Dana Desa berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa, perlu ada rincian khusus mengenai pelaporan Dana Desa yang berasal dari APBN.
8
Kebijakan Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla dalam mengucurkan Dana Desa untuk setiap Desa di Indonesia menyebabkan perlunya kesiapan pemerintah Desa dalam mengelola dana tersebut. Hal ini tentu agar menghindari penyalahgunaan pengelolaan keuangan desa khususnya Dana Desa karena kapabilitas setiap Desa tidak sama dalam pengelolaan keuangan. Seperti yang telah disampaikan pada latar belakang, penelitian ini mengambil kasus pada Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Desa Panggungharjo menjadi objek dari penelitian karena desa ini masuk dalam kategori desa terbaik nasional di Indonesia pada tahun 2014 dalam hal pemberdayaan masyarakat, pembangunan desa, inisiatif masyarakat dalam pemerintahan, pemahaman aparat dalam sistem informasi penyelenggaraan desa, pengelolaan keuangan desa, dan kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah. Pemilihan Desa Panggungharjo, yang merupakan Juara I Lomba Desa Nasional, sebagai objek penelitian diharapkan dapat menggambarkan kondisi ideal penerapan kebijakan Dana Desa.
1.3.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pemaparan dari rumusan masalah dan penjelasan dari latar
belakang, maka dapat disajikan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi penggunaan dan pelaporan Dana Desa yang dilaksanakan oleh Desa Panggungharjo?
9
2. Apa saja potensi fraud yang dapat muncul dalam pelaksanaan Dana Desa di Desa Panggungharjo? 3. Keputusan
strategik
apa
yang
harus
diambil
Pemerintah
Desa
Panggungharjo dalam meminimalisir penyalahgunaan Dana Desa untuk merealisasikan “Desa Membangun”?
1.4.
Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1.
Menganalisis implementasi pengelolaan keuangan Desa Panggungharjo dalam hal penggunaan dan pelaporan Dana Desa.
2.
Menganalisis potensi fraud yang dapat muncul dalam pelaksanaan Dana Desa di Desa Panggungharjo
3.
Menganalisis keputusan strategik yang perlu diambil Pemerintah Desa Panggungharjo dalam meminimalisir penyalahgunaan Dana Desa untuk merealisasikan “Desa Membangun”
1.5.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
dan manfaat untuk: 1. Akademisi
10
Penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi untuk penelitian lain dalam bidang Akuntansi Sektor Publik dan memperkaya penelitian di bidang Akuntansi Sektor Publik terutama Akuntansi Pemerintahan tingkat Desa. 2. Masyarakat Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi masyarakat umum mengenai akuntabilitas pengelolaan keuangan desa khususnya penggunaan dan pelaporan Dana Desa. 3. Pemerintah Penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi Pemerintah Desa, Kabupaten, dan Pemerintah Pusat untuk meningkatkan kinerjanya.
1.6.
Batasan Penelitian Objek penelitian ini adalah pemerintahan Desa dengan fokus pengelolaan
Dana Desa sebagai implementasi dari diterapkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kebijakan Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam hal penggunaan dan pelaporan. Adapun hal yang ingin diteliti yaitu: 1.
Proses pelaksanaan penggunaan Dana Desa yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul.
11
2.
Sistem pengendalian internal dalam penggunaan Dana Desa yang diterapkan pemerintah Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul.
3.
Dokumen pencatatan dan pelaporan penggunaan Dana Desa pada pendapatan dan belanja pemerintah Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Fokus penelitian ini adalah memberikan gambaran dan penjelasan
mengenai bagaimana proses pelaksanaan anggaran Dana Desa oleh pemerintah Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul serta pelaporan realisasi anggaran Dana Desanya. Sejak disahkannya UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, kebijakan Dana Desa telah berjalan selama setahun di tahun 2015 dan saat ini sedang memasuki tahun keduanya. Tentu dengan usia yang masih baru, sistem yang mengatur tentang pengelolaannya masih memiliki tantangan dan hambatan di lapangan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas akuntabilitas keuangan Desa dan mendukung tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah Desa.
1.7.
Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari enam bagian dengan susunan atau sistematika
sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN 12
Pendahuluan terdiri dari latar belakang permasalahan, rumusan masalah penilitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian dan sistematika penulisan. Bab ini lebih banyak menjelaskan uraian permasalahan yang akan diteliti serta esensi dari penelitian studi kasus yang akan diambil. BAB II LANDASAN TEORI Landasan teori menjelaskan dasar ilmu yang melandasi penelitian ini serta telaah teoritis dan konsep lain yang memiliki kaitan dengan tema dari penelitian studi kasus ini. Pada bab ini juga dijelaskan berbagai peraturan dan undang-undang yang menjadi dasar penelitian. Selain itu terdapat penjabaran profil dari Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. BAB III METODE RISET Metode Riset terdiri dari desain penelitian, kerangka pemikiran penelitian, objek penelitian, tipe data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Pada bab ini akan dijelaskan metode analisis data yang digunakan sesuai kerangka pemikiran penelitian yang telah disusun. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan uraian hasil penelitian dari data yang diperoleh selama melakukan penelitian. Hasil temuan dan pengolahan analisis akan dipaparkan pada bab ini dan merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang sebelumnya telah disebutkan di Bab I. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
13
Bab ini terdiri dari kesimpulan pembahasan penelitian yang dilakukan serta rekomendasi atas hasil temuan dan pengolahan analisis penelitian pada Bab IV. BAB VI DAFTAR PUSTAKA Bab ini berisi daftar pustaka yang menjadi referensi bagi penulis dalam melakukan penelitian.
14