1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem
pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20 Tahun 2003). Sebagai lembaga pendidikan, sekolah harus mengembangkan strategi utamanya berkaitan dengan kegiatan akademik dalam upaya untuk menghasilkan lulusan sebagaimana yang dicitakannya. Menurut Wibowo (2009: 180) dalam menghasilkan lulusan tersebut sekolah harus memperhatikan dua hal terpenting yang bekaitan dengan: (1) Kebutuhan dan harapan stakeholder, (2) Regulasi yang berlaku. Kebutuhan dan harapan stakeholder diketahui dari berbagai proses pengukuran. Sedangkan berkaitan dengan regulasi, strategi yang dikembangkan sekolah harus berpijak pada berbagai regulasi yang ada. Regulasi utama dalam penyelenggaraan sekolah adalah Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam PP No. 19 tahun 2005 tersebut terlihat bahwa penyelenggaraan sekolah sekurang-kurangnya harus
2
meliputi delapan standar yang ditetapkan, yaitu: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan. Berdasarkan delapan standar tersebut, maka proses penentuan strategi utama sekolah dan penyusunan program kegiatan dalam mencapai visi yang direncanakan harus dikembangkan dalam lingkup 8 standar tersebut. Perubahan sistem pendidikan terjadi dalam proses yang relatif cepat sehingga membuat banyak guru perlu beradaptasi diri terutama pada iklim organisasi sekolah. Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Peningkatan produktivitas sekolah harus mendapat dukungan dari berbagai pihak dengan cara mengelola komponen-komponen, baik yang berada di dalam maupun di luar lingkungan pendidikan. Perubahan sistem pendidikan pada tahun 2010 sampai dengan 2012 yang harus segera diantisipasi adalah diterapkannya pengkategorian sekolah menengah atas (SMA) di wilayah Kota Administrasi Jakarta Barat, dengan tingkatan sebagai berikut: (1) Kategori sekolah standar, (2) Rintisan sekolah kategori mandiri (RSKM), (3) Sekolah kategori mandiri (SKM), (4) Rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), dan (5) Sekolah bertaraf internasional (SBI). Pada tahun 2012 seluruh sekolah di Kota Administrasi Jakarta Barat, khususnya 17 SMA Negeri sudah mencapai kategori sekolah model SKM.
3
Sekolah Kategori Mandiri adalah sekolah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi 8 standar nasional pendidikan (SKM) yaitu Standar Isi, Standar Kompetensi
Lulusan,
Standar
Proses,
Standar
Pendidik
dan
Tenaga
Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, Standar Penilaian Pendidikan. Peningkatan mutu guru di dalam sekolah kategori mandiri (SKM) termasuk dalam standar pendidik dan tenaga kependidikan, persyaratannya adalah sebagai berikut: 75% guru berkualifikasi akademik S1, berlatar belakang pendidikan tinggi sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, serta bersertifikat profesi guru. Dalam iklim yang kompetitif sekarang ini, sulit bagi organisasi untuk dapat hidup dengan baik jika tidak memiliki kemampuan untuk mengubah diri dengan cepat dan mampu berkembang seiring dengan berbagai tantangan dan tuntutan stakeholder. Kondisi ini berlaku hampir pada keseluruhan organisasi baik yang bersifat profit maupun organisasi yang bersifat nonprofit. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang termasuk lembaga nonprofit juga tidak lepas dari fenomena ini. Hingga saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan yang berat di bidang pendidikan, seperti: (1) globalisasi di bidang budaya, etika dan moral, (2) krisis multidimensional baik di bidang ekonomi, politik, moral, dan budaya, (3) mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, (4) angka pengangguran lulusan sekolah/perguruan tinggi semakin meningkat, dan (5) disparitas kualitas pendidikan antar daerah masih tinggi (Wibowo, 2009: 207). Berbagai tantangan
4
tersebut telah menjadi sebuah realitas yang harus dihadapi baik pada tingkat wacana maupun kebijakan aksi. Tantangan yang dihadapi oleh sekolah baik yang bersifat internal maupun eksternal. Dari segi internal tantangan yang dihadapi adalah: (1) Mutu lulusan kurang berkualitas, (2) Pendidik dan tenaga kependidikan kurang kompeten dan professional, (3) Kurikulum belum dapat mengimplementasikan standar isi dan belum mencapai standar nasional, (4) Penyelenggaraan dan pengelolaan sekolah belum dikelola dengan manajemen yang professional, dan (5) Belum memadainya sarana dan prasarana apada sebagian besar sekolah. Secara eksternal, tantangan yang dihadapi sekolah secara khusus adalah menyangkut tuntutan dan persepsi masyarakat terhadap sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan yang cenderung tinggi, tetapi dukungan terhadap sarana dan anggaran pendidikan cenderung rendah. Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang berperan untuk meningkatkan produktivitas kinerja suatu organisasi atau instansi. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi tinggi, karena keahlian atau kompetensi akan dapat mendukung peningkatan prestasi kinerja pegawai. Selama ini banyak instansi pemerintahan yang belum mempunyai pegawai dengan kompetensi yang memadai, ini dibuktikan dengan rendahnya produktivitas pegawai dan sulitnya mengukur kinerja pegawai di lingkup instansi pemerintahan. Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat perkembangan sistem pendidikan nasional, penataan
5
sumber daya manusia perlu diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan melalui sistem pendidikan yang berkualitas baik pada jalur pendidikan formal, informal, maupun non formal, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Keadaan ini menjadikan sumber daya manusia dalam hal ini guru dan siswa sebagai aset yang harus ditingkatkan efisiensi dan produktivitasnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka lembaga pendidikan harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong dan memungkinkan sumber daya manusia untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan yang dimiliki secara optimal. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam mempersiapkan siswanya melalui kegiatan belajar mengajar. Posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualifikasi dan kompetensi, serta kemampuan profesional guru dan mutu kinerjanya. Terdapat
berbagai
faktor
yang
mempengaruhi
keberhasilan
pendidikan, antara lain: guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, kurikulum. Dari beberapa faktor tersebut, guru dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah menempati kedudukan yang sangat penting. Guru sebagi subyek pendidikan sangat menentukan keberhasilan pendidikan itu sendiri. Berdasarkan peraturan menteri pendidikan nasional nomor 16 tahun 2007, tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, bahwa standar kompetensi guru dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi sosial.. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi ke dalam
6
kinerja guru. Dengan pengaturan manajemen sumber daya manusia yang profesional, maka diharapkan guru dapat bekerja dengan baik, yang pada akhirnya dapat berprestasi dengan baik pula. Oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila ada asumsi bahwa manusia adalah faktor yang dominan dalam menentukan berhasil tidaknya tujuan dari suatu organisasi. Tanpa sumber daya manusia, maka mustahil sebuah organisasi dapat dijalankan dengan baik. Kaitannya dengan kompetensi itu Spencer (1993), mengatakn bahwa kompetensi merupakan bagian dalam dan selamanya ada pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksikan tingkah laku dan performansi secara luas pada semua situasi dan job tasks. Ada 7 (tujuh) faktor kompetensi yang dibutuhkan dalam rangka peningkatan produktivitas kinerja, khususnya untuk guru. Ketujuh kompetensi tersebut adalah disiplin, memimpin, berprestasi, komitmen pada organisasi, melayani, kerjasama dan proaktif. Salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh lembaga pendidikan atau sekolah untuk menciptakan kondisi tersebut adalah dengan mengembangkan iklim organisasi yang kondusif dan kepemimpinan kepala sekolah yang efektif. Pentingnya
pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas perlu lebih
ditekankan, karena berbagai indikator menunjukkan bahwa pendidikan yang ada belum mampu menghasilkan sumber daya manusia sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan pembangunan. Di tengah keterbatasan sarana dan prasarana yang dialami oleh negaranegara berkembang peranan guru sangat penting. Guru merupakan elemen kunci dan merupakan faktor utama dalam proses pendidikan dalam sistem
7
pendidikan nasional, khususnya di sekolah. Semua komponen lain, mulai dari kurikulum, sarana-prasarana, biaya, dan sebagainya tidak akan banyak berarti apabila esensi pembelajaran, yaitu interaksi guru dengan siswa tidak berkualitas. Menurut Utami (2003: 1) meskipun fasilitas pendidikannya lengkap dan canggih, namun bila tidak ditunjang oleh keberadaan guru yang berkualitas, maka mustahil akan menimbulkan proses belajar dan pembelajaran yang maksimal. Di dalam lembaga pendidikan dasar dan menengah, guru selalu berada di posisi terdepan dan sentral di dalam pelaksanaan kegiatan belajar dan mengajar. Begitu pentingnya peran guru, hingga banyak ahli pendidikan menyatakan bahwa di sekolah tidak akan ada perubahan atau peningkatan kualitas tanpa adanya perubahan dan peningkatan guru. Sebagaimana hasil penelitian Supriadi (1999: 178) di 16 negara sedang berkembang, guru memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34%, sedangkan manajemen 22%, waktu belajar 18% dan sarana fisik 26%. Di 13 negara industri, kontribusi guru adalah 36%, manajemen 23%, waktu belajar 22% dan sarana fisik 19%. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudjana (2002: 42) menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kinerja guru, dengan rincian: kemampuan guru mengajar memberikan sumbangan 32,43%, penguasaan materi pelajaran memberikan sumbangan 32,38% dan sikap guru terhadap mata pelajaran memberikan sumbangan 8,60%. Dalam meraih mutu pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga kinerja guru menjadi tuntutan penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan. Guru dituntut memiliki
8
kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolok ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukkan guru. Berkaitan dengan hal di atas maka guru akan menjadi bahan permasalahan dan terutama berkaitan dengan kinerja guru tersebut. Kinerja guru akan bermakna jika selalu menyadari akan kekurangan yang ada pada dirinya, dan berupaya untuk meningkatkan kinerjanya kearah yang lebih baik, sehingga kinerja guru yang dilakukan sekarang akan lebih baik dari kinerja guru kemarin. Untuk itu, kinerja guru harus selalu ditingkatkan. Pada prinsipnya guru memiliki potensi yang cukup tinggi untuk berkreasi guna meningkatkan kinerjanya. Namun potensi yang dimiliki guru untuk berkreasi tidak selalu berkembang secara wajar dan lancar disebabkan adanya pengaruh dari berbagai faktor, baik yang muncul dalam pribadi maupun yang terdapat diluar pribadi guru. Peningkatan prestasi belajar siswa akan dipengaruhi oleh kualitas proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik apabila didukung oleh guru yang mempunyai kompetensi atau kinerja baik. Guru yang mempunyai kinerja baik akan mampu menumbuhkan semangat dan motivasi belajar siswa, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Kinerja guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Karena setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam peningkatan sumber daya manusia selalu bermuara pada diri guru. Hal ini
9
menunjukkan bahwa betapa eksisnya peran guru dalam dunia pendidikan. Guru yang mempunyai kinerja baik akan sangat berpengaruh terhadap tujuan dari pendidikan,
dan
sebaliknya
guru
yang
prestasi
kerjanya
jelek
akan
menghancurkan lembaga pendidikan itu pada akhirnya. Dengan demikian kinerja guru adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pencapaian Kinerja guru dipengaruhi oleh iklim organisasi sekolah yang kondusif dan kepemimpinan kepala sekolah sebagai motor penggerak Tanggung jawab peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah bergeser dari birokrasi pusat ke unit pengelola yang lebih dasar yaitu sekolah. Dengan kata lain, didalam masyarakat yang komplek seperti sekarang dimana berbagai perubahan yang telah membawa kepada perubahan tata nilai yang bervariasi dan harapan yang lebih besar terhadap pendidikan terjadi begitu cepat, maka diyakini akan disadari bahwa kewenangan pusat tidak lagi secara tepat dan cepat dapat merespon perubahan keinginan masyarakat tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak ada permasalahan dalam aspek kehidupan yang lebih banyak memperoleh perhatian masyarakat dari pada masalah
pendidikan,
khususnya
yang
diselenggarakan
melalui
sistem
persekolahan. Sebagian permasalahan yang timbul adalah mutu pendidikan yang dianggap kurang memuaskan dan keluaran yang tidak tertampung dalam dunia kerja. Kinerja guru sering dipertanyakan oleh masyarakat ketika terjadi ketidakpuasan pada hasil pendidikan, seperti hasil Ujian Nasional (UN) yang diraih oleh siswa tidak mengalami peningkatan yang signifikan dan sumber daya
10
manusia lulusan sekolah kalah kualitasnya dengan negara lain. Dalam mencari pemecahannya tidak jarang tudingan ditujukan kepada guru, yang dinyatakan kurang memiliki dedikasi dalam kerjanya. Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya sekolah yang dikelola dengan manajemen yang baik akan mampu merespon aspirasi masyarakat secara tepat dan cepat dalam hal mutu pendidikan. Dengan penilaian kinerja yang tepat, maka produktivitas kinerja pegawai dapat dinilai dan dihargai sesuai dengan kompetensinya Selama ini penilaian prestasi kinerja pegawai di Dinas Pendidikan DKI Jakarta, menggunakan Daftar Penilaian Pelaksaan Pekerjaan (DP3) yang didalamnya terdapat 8 (delapan) unsur, yaitu kejujuran, kesetiaan, ketaatan, prestasi kerja, tanggung jawab, kerjasama, kepemimpinan dan prakarsa. Namun DP3 tersebut tidak digunakan oleh instansi untuk menilai kinerja guru berdasarkan kompetensinya serta belum dilaksanakan secara optimal terutama dalam menilai kinerja guru, baik guru PNS maupun guru bukan PNS. Sistem penilaian kinerja guru hanya ditentukan dari hasil kerjanya, belum ada kriteria penilaian yang jelas. Dari uraian latar belakang masalah tentang sumber daya manusia, dan kualitas pendidikan di Indonesia,
serta keterkaitannya dengan
kepemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi, dan upaya peningkatan kinerja guru. Maka penulis memberi judul penelitian ini
“Pengaruh Iklim
Organisasi dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Guru SMA Negeri di Wilayah Kota Jakarta Barat”
11
1.2
Pembatasan Masalah Masalah yang teridentifikasi dalam penelitian ini dibatasi pada aspek-
aspek iklim organisasi di sekolah dan efektivitas kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru. Masalah ini penting untuk diketahui dan dikaji secara mendalam, sehingga memungkinkan dapat ditemukan apakah kinerja guru dipengaruhi oleh iklim organisasi dan kepemimpinan kepala sekolah. Masalah tersebut timbul dari suatu pernyataan, bahwa iklim organisasi yang kondusif akan mendukung tujuan-tujuan sekolah, sebaliknya yang tidak kondusif akan menghambat atau bertentangan dengan tujuan-tujuan sekolah. Sebagai unit analisis atau responden dalam penelitian ini adalah guruguru pegawai negeri sipil (PNS) maupun non pegawai negeri sipil (Non-PNS) SMA Negeri di Wilayah Kota Jakarta Barat. Unit analisis dibatasi, hanya kepada guru yang telah memiliki masa kerja minimal lima tahun. Pembatasan minimal masa kerja lima tahun ditetapkan karena guru yang bekerja di bawah lima tahun biasanya belum mampu memahami lingkungan dan karakter organisasi sekolah secara menyeluruh. Aspek-aspek yang diduga dapat mempengaruhi kinerja guru baik secara langsung maupun tidak langsung dibatasi pada faktor iklim organisasi dan kepemimpinan kepala sekolah.
1.3
Perumusan Masalah Agar penelitian ini memiliki arah yang jelas, maka perlu kiranya
dirumuskan masalah sebagai langkah awal penelitian yang bertujuan untuk
12
merumuskan kondisi yang dihadapi secara sistematis baik berdasarkan pengamatan maupun informasi yang diperoleh saat melakukan penelitian pendahuluan. Selanjutnya, berdasarkan latar belakang masalah di atas, diketahui bahwa pentingnya meneliti aspek-aspek iklim organisasi dan kepemimpinan kepala sekolah,
baik secara parsial maupun simultan. Selain itu, masalah dalam
penelitian ini adalah belum adanya suatu penelitian yang menganalisis pengaruh iklim organisasi dan kepemimpinan terhadap kinerja guru SMA Negeri di Wilayah Kota Jakarta Barat dalam satu kesatuan model penelitian. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini, yaitu: (1)
Apakah terdapat pengaruh positif signifikan iklim
organisasi terhadap
kinerja guru. (2)
Apakah terdapat pengaruh positif signifikan kepemimpinan terhadap kinerja guru.
(3)
Apakah terdapat pengaruh bersama positif signifikan iklim organisasi dan kepemimpinan terhadap kinerja guru.
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan jawaban terhadap permasalahan yang telah
dirumuskan pada tahap sebelumnya. Tujuan penelitian ini ditentukan berdasarkan fenomena yang terlihat pada kehidupan nyata di SMA Negeri Wilayah Kota Jakarta barat.
13
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan, sebagai berikut: (1)
Menjelaskan dan menganalisis pengaruh kekuatan iklim organisasi terhadap kinerja guru.
(2)
Menjelaskan dan menganalisis pengaruh kekuatan kepemimpinan terhadap kinerja guru.
(3)
Menjelaskan
dan
menganalisis
pengaruh
iklim
organisasi
dan
kepemimpinan secara bersama-sama terhadap kinerja guru. (4)
Mengetahui diantara variabel iklim organisasi dan kepemimpinan, variabel mana yang paling kuat mempengaruhi kinerja guru SMA Negeri di wilayah Kota Jakarta Barat.
1.5
Kegunaan Penelitian Melalui penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan hasil yang
berguna baik aspek pengembangan ilmu maupun aspek praktis sejalan dengan tujuan penulisan, sebagai berikut:
1.5.1
Aspek Pengembangan Ilmu Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan atau pengetahuan di
bidang sumber daya manusia khususnya menyangkut iklim organisasi sekolah yang kuat dan kepemimpinan kepala sekolah sehingga dapat meningkatkan kinerja guru.
14
1.5.2
Aspek Praktis (1)
Bagi Penulis Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari di Univeristas
Mercu Buana Program Magister Manajemen dalam bidang Sumber Daya Manusia. (2)
Bagi Sekolah Dapat mengambil manfaat dari penelitian ini dan menjadi bahan
masukan agar dapat menciptakan budaya organisasi yang kuat sehingga dapat meningkatkan kinerja guru. (3)
Bagi Pihak Lain Diharapkan dapat menambah pengetahuan sebagai bahan
referensi untuk membantu untuk penelitian sejenis serta untuk penelitian lebih lanjut.