BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota pelajar dengan jumlah hampir 6.000 instansi
pendidikan. Jumlah tersebut meliputi Taman Kanak-Kanak (TK) sampai dengan perguruan tinggi. Banyaknya instansi tersebut menjadikan Kota Yogyakarta sebagai kota tujuan pelajar dari berbagai daerah untuk datang menuntut ilmu. Hal ini menyebabkan Yogyakarta memiliki keragaman penghuni. Keberagaman tersebut pada akhirnya memunculkan komunitas-komunitas daerah asal yang menampung pendatang sesuai asal daerah mereka. Hal tersebut yang menjadikan Kota Yogyakarta sebagai bentuk dari Indonesia mini. Keberagaman lekat dengan adanya konflik. Perbedaan-perbedaan budaya serta cara pandang memungkinkan antarkelompok untuk berusaha menjadikan idealisme yang dibawa oleh kelompoknya dapat diterima oleh lingkungan baru. Hal ini dilakukan oleh masing-masing kelompok dan dari hal tersebut konflik menjadi hal yang tidak terhindarkan. Tidak hanya sekali konflik yang melibatkan pendatang menjadikan suasana Kota Yogyakarta menjadi mencekam. Kasus yang bisa dibilang cukup besar terjadi pada tahun 2013. Kasus tersebut biasa disebut kasus Cebongan yang melibatkan warga pendatang dari Indonesia Timur. Kasus ini menjadikan warga Kota Yogyakarta curiga terhadap kehadiran pendatang, terutama pendatang dari Indonesia Timur. Kasus ini berlanjut pada keputusan Sri Sultan HB X sebagai
1
Gubernur DIY untuk memperketat ijin pembangunan asrama mahasiswa di Kota Yogyakarta. Sri Sultan HB X menyerukan kepada Bupati/Walikota DIY untuk menyeleksi dan memperketat ijin pembangunan asrama mahasiswa pendatang. Kasus ini memunculkan hal yang tidak disadari tapi berbahaya bagi ketenangan warga Kota Yogyakarta. Fenomena labelisasi terhadap pendatang, terutama pendatang dari Indonesia Timur, muncul pasca kasus Cebongan ini. Dalam artikel Kompas.com hari Selasa tanggal 30 Juni 2013 yang bertajuk Pertahankan Indonesia Mini, AAGN Ari Dwipayana, dosen IP UGM berpendapat bahwa: “Munculnya labelisasi kriminalitas yang diidentikkan dengan pendatang adalah wacana yang berbahaya serta mengancam keberagaman di Yogyakarta.” Selain itu, Arie Sujito, dosen Sosiologi UGM dalam artikel yang sama juga berpendapat bahwa: “Untuk menjaga kedamaian di Yogyakarta, stigmatisasi pada etnis tertentu harus dihindari.”
labelisasi
dan
Hal tersebut yang mendorong penulis untuk meneliti mengenai komunitas pendatang atau asrama pendatang yang ada di Kota Yogyakarta. Terdapat sebuah komunitas atau asrama pendatang yang menampung mahasiswa dari Papua bernama IKPM Papua (Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Papua). IKPM Papua menjadi salah satu asrama yang terdaftar di data Dinas Pendidikan Yogyakarta. IKPM beranggotakan pelajar dan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Papua dan Papua Barat. IKPM Papua merupakan wadah atau ruang bagi mahasiswa asal Papua yang sedang menuntut ilmu di Yogyakarta.
2
Berbicara mengenai Papua tentu membawa berbagai konteks yang masih begitu luas di dalamnya. Papua tidak hanya menjadi satu daerah, namun banyak daerah dengan berbagai karakter masyarakat yang saling berbeda. Penulis menemukan asrama mahasiswa yang berasal dari salah satu kabupaten di Papua Barat yang justru tidak bergabung dengan IKPM Papua. Komunitas atau asrama tersebut bernama Bamana (Barisan Mahasiswa Kaimana). Penulis melihat bahwa Bamana merupakan sebuah asrama yang lebih fokus terhadap sebuah daerah di Papua, dibanding dengan IKPM Papua yang menyeluruh menampung mahasiswa dari berbagai daerah asal di Papua. Bamana merupakan organisasi yang pada akhirnya juga menjadi asrama atau wadah bagi pendatang asal Kabupaten Kaimana, Papua Barat. Bamana terbentuk dari kesadaran kritis mahasiswa asal Kaimana yang berkuliah di Yogyakarta.1 Bamana didirikan sejak 24 Febuari 2002 dengan visi misi yang secara khusus mengarah pada pentingnya pendidikan dan wadah pemberdayaan yang representatif. Bamana memiliki struktur kepengurusan yang didalamnya juga memiliki penasehat atau pembimbing komunitas.
Penasehat atau
pembimbing merupakan alumni Bamana yang dianggap mampu membimbing anggota ke arah yang lebih baik. Berangkat dari latar belakang penelitian tersebut, penulis memiliki beberapa catatan mengenai penelitian ini, salah satunya adalah Bamana di Yogyakarta sebagai bentukfenomena keruangan yang di dalamnya terdapat proses 1
Tulisan Nicho Monenggue dalam artikel Sejarah Barisan Mahasiswa Kaimana pada laman web http://monenggue.blogspot.com/2013/04/sejarah-barisan-mahasiswa-kaimana.html . Diakses pada hari Selasa, 3 Maret 2015, pukul 23.47.
3
produksi ruang dan arena kontestasi. Teori produksi ruang menjadi teori yang digunakan penulis sebagai pisau analisis untuk mendeskripsikan apa yang terjadi di dalam tubuh komunitas Bamana. Selanjutnya, teori produksi ruang dari Henri Lefebvre yang merupakan arena produksi kultural membantu menjelaskan proses pembentukan sikap manusia dari segi ruang maupun sebaliknya, pembentukan ruang dari segi kebutuhan manusia. Melihat proses hanya yang terjadi di asrama saat dilakukannya penelitian menjadikan proses yang terjadi adalah proses produksi, bukan proses reproduksi.
1.2.
Rumusan Masalah Berpijak pada latar belakang masalah yang sudah diuraikan di atas,
penelitian kali ini akan berupaya untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut. 1) Bagaimana produksi ruang sosial mahasiswa Kaimana di Yogyakarta? 2) Bagaimana anggota Bamana menjadikan asrama Bamana sebagai arena kontestasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan kehidupan sosialnya?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut. 1) Produksi ruang dalam Bamana akan menjelaskan bagaimana manusia membentuk ruang dalam rangka memenuhi kebutuhan sosialnya.
4
2) Bentuk kontestasi anggota Bamana yang akan menjelaskan bagaimana ruang membentuk perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan sosialnya.
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini digunakan sebagai syarat kelulusan dan sebagai syarat
mendapatkan gelar sarjana strata satu (S1). Lebih dari itu, penulis berharap penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama pengetahuan sosial. Melalui penelitian ini, penulis juga berharap perkembangan Kota Yogyakarta sebagai bentuk dari Indonesia mini masih dapat dipertahankan dengan proses-proses rekonsiliasi konflik yang paling bijak dan tidak merugikan berbagai pihak.
1.5
Landasan Teori
1.5.1
Belajar Keruangan dari Henri Lefebvre Henri Lefebvre adalah salah satu filsuf kiri Perancis yang cukup dominan.
Salah satu karyanya yang penting adalah “The Production of Space”. Karya ini menjadi karya terakhirnya hingga pada tahun 1991 ia meninggal. Henri Lefebvre menekankan adanya aspek peran ruang dalam proses relasi sosial. Jika Marx berbicara mengenai relasi produksi dan akumulasi kapital, ia berpendapat bahwa semuanya tidak akan berlangsung tanpa adanya ruang. Relasi sosial menciptakan ruang dan melihat bahwa ruang sosial adalah produk sosial.2
2
Henri Lefebvre, The Production of Space, Blackwell Publishing, 1991, hlm: 26-27.
5
“Social space is a product ... the space thus produced also serves as a tool of thought and of action: that in addition to being a means of production it is also means of control, and hence of domination, of power; yet that, as such, it escapes on part from those who would make use of it. The social and political (state) forces which engendered this space now seek, but fail, to master it completely; that very agency that has forced spatial reality towards a sort of uncontrollable autonomy now strives to run it into the ground, then shackle and enslave it.” (1991: 26-27) Secara sosial, ruang-ruang menjadi sarana untuk berkuasa dan menciptakan kontrol dengan dikonstruksi sedemikian rupa sebagai sarana pemikiran dan tindakan. Artinya, ruang diproduksi sedemikian rupa untuk melanggengkan kekuasaan dan menciptakan dominasi. Hal ini disampaikan Lefebvre pada bagian awal The Production of Space. Peradaban barat menciptakan konsep ruang melalui konstruksi dan struktur ilmu pengetahuan. Ia mempertanyakan
bagaimana
relasi
sosial
juga
menciptakan
kumpulan
pengetahuan yang akhirnya juga berpengaruh dalam konstruksi wacana tentang ruang. Wacana ruang sudah muncul sejak manusia belum menyadari bagaimana ruang diperlakukan, dikapitalisasi misalnya. Dengan adanya manusia yang menciptakan
konsep
filterisasi,
semacam
membuat
kategori,
memilah,
memisahkan, dan menyekat ruang fisik yang ada di sekitar kehidupannya seharihari. Wacana yang terbentuk ini menciptakan ruang dalam bentuk abstrak. Konsep mengenai spasial tersebut lambat laun menjadi terstruktur dan berubah menjadi ilmu pengetahuan mengenai ruang. Pengetahuan dari alam yang dipisahkan oleh manusia menjadi biologi, matematika, fisika, dan ilmu alam lain secara tidak langsung menjadikan ruang menciptakan ilmu pengetahuannya
6
sendiri. Dalam The Production of Space, Lefebvre mencoba untuk menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan berperan memberi jalan bagi manusia untuk memaknai lingkungannya sebagai ruang. Bagi Lefebvre, studi dan pemaknaan mengenai ruang seharusnya menjadi hal pokok ilmu pengetahuan sebab manusia akan kembali lagi ke ruang alamiahnya dalam proses berpengetahuannya sebagai sebuah peristiwa spasial. 1.5.2
Ruang dan Kontestasi Sosial Kebutuhan merupakan hal yang sulit dipisahkan dari kehidupan manusia
demi keberlangsungan hidupnya. Produksi ruang muncul sebagai dampak keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia, dalam kaitannya dengan ruang, dipenuhai melalui produksi ruang fisik dan ruang abstrak. Objek lahan mata pencaharian merupakan bentuk dari ruang fisik dan hal yang berada dalam pikiran merupakan bentuk dari ruang abstrak. Hal tersebut menjadi bagian dari arena kontestasi ruang. Lefebrve menekankan teorinya pada perbedaan tripartite (tiga pihak) produksi
ruang,
yaitu
praktik
ruang,
representasi
ruang,
dan
ruang
representasional. Praktik ruang merupakan bentuk produksi ruang yang akhirnya memunculkan dominasi praktik ruang. Bentuk dominasi praktik ruang inilah yang dimaksud sebagai representasi ruang. Ruang representasional terbentuk dari pengalaman-pengalaman hidup di luar kelompok yang dominan dalam ruang. Ruang memiliki peran besar dalam aspek sosial ekonomi. Ruang sebagai bentuk dari kekuatan produksi, komoditas produksi, dan kontrol dalam sistem produksi. Hal ini dimaknai Lefebvre dengan menjelaskan hal-hal yang berada
7
dalam sebuah ruang. Pertama adalah ruang mutlak sebagai bentuk ruang untuk menghasilkan sesuatu yang akan memenuhi kebutuhan. Lalu, ruang abstrak diyakini sebagai alat kekuasaan. Jika ruang mutlak sebagai ruang yang didominasi, maka ruang abstraklah yang menjadi ruang yang mendominasi. Terakhir adalah ruang diferensial, ruang yang memperlihatkan perbedaan dan kebebasan dari sistem dan berusaha untuk memulihkan kesatuan dari perpecahan yang dihasilkan oleh dominasi ruang abstrak.
1.6.
Tinjauan Pustaka Dalam penulisan skripsi ini, penulis menemukan beberapa karya tulis yang
juga membahas mengenai studi produksi ruang melalui sudut pandang dan konteks yang lain, diantaranya adalah:3
1) Produksi Ruang Lingkungan Tinggal Desa Melalui Konstruksi Pengetahuan
Lokal
Masyarakat
di
Desa
Sidosari,
Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Skripsi karya Ratna Yunita yang dipublikasi tahun 2013, mahasiswa
Sosiologi
dari
Universitas
Brawijaya
Malang
membahas mengenai produksi ruang lingkungan tinggal desa melalui konstruksi pengetahuan lokal di Malang. Dalam karyanya ini, Ratna Yunita melihat kembali proses-proses pemisahan Desa
3
Pencarian karya ilmiah dilakukan lebih dahulu melalui studi pustaka ke perpustakaan UGM, mengakses koleksi tesis dan disertasi melalui situs jejaring perpustakaan UGM ditambah mencari melalui Google lewat internet dengan beberapa kata kunci seperti Henri Lefebvre, produksi ruang, ruang dan kebutuhan sosial, dan the production of space.
8
Sidosari sebagai praktik ruang yang menekankan pada praktek dominasi. Berlanjut
pada
proses
pembangunan
desa,
Ratna
menyebutkan bahwa dalam aspek sosial pembangunan desa melalui dua tahap berupa produksi ruang fisik dan produksi ruang abstrak. Ruang fisik sebagai bentuk tempat tinggal masyarakat yang memang pendahulunya sudah menempati tempat tersebut. Ruang abstrak
sebagai bentuk adat istiadat
yang sudah
terkonstruksi sama sejak awal. Dalam aspek ekonomi, produksi ruang mengarah pada pengetahuan masyarakat terhadap potensi sumber daya alam. Dalam hal ini, cabang pertanian, perikanan, dan perdagangan menjadi praktek pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dalam kaitannya dengan karya ini, karya Ratna memiliki sudut pandang teori yang sama, namun dengan subjek penelitian yang berbeda. Karya Ratna yang sudah lebih awal dilakukan menjadi bahan referensi penulis dalam menyelesaikan karya ini. 2) Ruang yang Tercipta oleh Para Pesepeda (Studi Kasus: Bundaran Hotel Indonesia pada acara Car Free Day) Skripsi
karya
Kosa
Lazawardi,
mahasiswa
Teknik
Arsitektur Universitas Indonesia pada tahun 2012 ini membahas mengenai terciptanya ruang dari aktivitas para pesepeda. Aktivitas
9
ini berujung kepada penambahan fungsi pada ruang publik sehingga menjadi ramai dan diminati pengunjung. Studi kasus penelitian tersebut berada di Bundaran Hotel Indonesia pada saat kegiatan Car Free Day atau hari bebas kendaraan bermotor. Pembahasan mencakup makna ruang, produksi ruang, dan kaitannya dengan hubungan manusia dan ruang. Lazawardi menemukan bahwa ruang-ruang yang tercipta pada acara Car Free Day antara lain adalah ruang untuk melakukan usaha, ruang untuk berkumpul dengan komunitas, dan ruang untuk ekspresi. Dari temuan tersebut dapat terlihat bahwa produksi ruang memiliki fungsi sebagai media untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan sosial. Terkait dengan karya penulisan, penulis memiliki kesamaan dengan Kosa Lazawardi dari segi tema, yaitu produksi ruang. Perbedaan cabang ilmu akan memberikan perspektif berbeda pada penulisannya. Karya Kosa Lazawardi yang sudah lebih dahulu ditulis dan dipublikasikan
akan
menjadi
referensi
penulis
dalam
menyelesaikan karya penulisan ini.
1.7.
Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif dan melakukan observasi, kekuatan
10
untuk mengamati serta menilik kembali latar belakang sejarah suatu fenomena menjadi poin utama dalam menganalisis fenomena yang saat ini sedang terjadi.4 Teknik observasi dan wawancara mendalam terhadap narasumber menjadi titik berat dalam proses metode penelitian kualitatif. Berikut uraian dalam metode penelitian kualitatif. 1.7.1
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian akan dilakukan di Jl. Sidikan No. 24A Umbulharjo,
Yogyakarta di mana asrama Bamana berada. Asrama Bamana akan menjadi lokasi utama dalam penelitian ini. Namun, lokasi bisa menjadi fleksibel saat melakukan wawancara dengan narasumber,. Lokasi lain yang penulis sepakati bersama narasumber akan menjadi lokasi berikutnya setelah asrama Bamana. 1.7.2
Teknik pengumpulan data
1.7.2.1 Observasi Observasi menjadi metode paling dasar dalam suatu penelitian karena dalam cara-cara tertentu kita selalu terlibat dalam proses pengamatan.5 Poin pentingnya
terletak
pada
pengamatan.
Pengamatan
bertujuan
untuk
mendiskripsikan kondisi lapangan yang dipelajari, mulai dari tempat, aktor, aktivitas, dan makna dari suatu kejadian. Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan observasi dengan cukup fleksibel. Kedekatan penulis dengan pengurus Bamana sudah terjalin sejak penulis melaksanakan KKN di Kabupaten Kaimana
4
Iin Tri Rahayu, S.Psi dan Tristiadi Ardi Ardani,. S.Psi., M.Si., Observasi & Wawancara, Bayumedia Publishing, Malang, 2004, hlm. 1. 5 Iin Tri Rahayu, S.Psi dan Tristiadi Ardi Ardani,. S.Psi., M.Si., Observasi & Wawancara, Bayumedia Publishing, Malang, 2004, hlm. 1.
11
dan bekerjasama menjalankan program selama KKN. Menjalin silaturahmi menjadi kostum dalam penyamaran penulis melakukan observasi. 1.7.2.2 Wawancara Mendalam Setelah melakukan observasi, langkah berikutnya adalah wawancara. Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan (Hadi, 1993).6 Wawancara di sini digunakan sebagai metode untuk melengkapi data yang sudah diperoleh dari proses observasi. Cara kerja yang akan dilakukan adalah dengan wawancara bebas terpimpin. Penulis membuat interview guide berupa daftar poin pertanyaan, namun tidak berupa kalimat tanya. Poin daftar wawancara akan menjadi kriteria pengontrol relevan atau tidak sebuah proses wawancara. Dalam proses wawancara, penulis mempunyai kebebasan untuk menggali alasan-alasan dengan cara yang tidak kaku karena irama wawancara diserahkan kepada kebijaksanaan penulis. Wawancara dilakukan kepada beberapa narasumber yang terbagi menjadi narasumber kunci dan narasumber pendukung. Narasumber kunci dipilih berdasarkan pengalaman berada dalam tubuh komunitas Bamana yang merupakan pengurus komunitas sekaligus seoarang yang dituakan dalam Bamana yang menjadi penasehat komunitas. Narasumber pendukung adalah anggota dari Bamana itu sendiri sebagai orang yang secara langsung menjalani hari demi hari bersama dengan Bamana. 6
Iin Tri Rahayu, S.Psi dan Tristiadi Ardi Ardani,. S.Psi., M.Si., Observasi & Wawancara, Bayumedia Publishing, Malang, 2004, hlm. 63.
12
Dengan kontak pengurus Bamana yang telah dimiliki, penulis memiliki akses untuk terus mengontak, membuat janji, bertemu, dan mencari data yang dibutuhkan sehingga memperoleh data yang valid. Selain itu, penulis juga menggunakan alternatif akses lain yang dapat mendukung proses pengumpulan data. Hal ini sebagai alternatif jika narasumber tidak berada di Yogyakarta dan tidak memungkinkan untuk dijangkau, misalnya alumni Bamana yang sedang berada di Kaimana, Papua Barat. Penulis akan menggunakan telepon atau chat di facebook dalam proses melengkapi data. Dengan data yang valid, dalam artian memenuhi kebutuhan interview guide yang sudah dibuat, diteruskan dengan proses pengolahan dan analisis data. 1.7.2.3 Studi Literatur Studi literatur menjadi poin ketiga dalam proses pengumpulan data. Dengan studi literatur, penulis akan mendapatkan data dari buku ataupun media lain yang bertema sama dan juga secara teori akan mendukung pengembangan data dalam penelitian ini. Studi literatur juga akan menjadi wadah dalam terkumpulnya data melalui catatan-catatan sejarah Bamana yang ditulis atau didokumentasikan oleh pendahulu Bamana.
1.7.3
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik pengolahan dan analisis data akan menggunakan teknik kualitatif,
di mana cara deskriptif akan dilakukan. Struktur pengolahan data tidak akan detail jika menggunakan teknik kuantitatif yang memang harus sistematis. Klasifikasi yang dilakukan bukan proses klasifikasi data seperti pada metode penelitian
13
kuantitatf,
melainkan klasifikasi tema. Pengolahan dan analisis data yang
deskriptif tidak diklasifikasi dalam bentuk bagan-bagan tertentu. Proses pengumpulan data menggunakan tiga metode, yakni observasi, wawancara, dan studi literatur. Dari hal ini sekaligus akan didapatkan hasil berupa tiga jenis data. Data hasil observasi dan studi literatur akan didapatkan dalam bentuk diskriptif, yakni penjabaran atas apa yang penulis baca, lihat, dan temui. Data wawancara akan didapat dalam bentuk deskriptif-eksplanatif, di mana data akan muncul dalam bentuk diskripsi pernyataan narasumber, deskripsi deretan penjelas, dan deskripsi interpretasi. Ketika keseluruhan data yang dibutuhkan sudah didapat dan sudah tercatat, teori The Production of Space karya Henri Lefebvre akan digunakan sebagai pisau analisis data. Selain itu, pernyataan dan keterangan dari tokoh lain pun juga akan digunakan dalam menganalisis dan memperkuat argumentasi. Proses pengumpulan dan analisis data akan menghasilkan jawaban atas pertanyaan penelitian. Hal ini berlanjut pada proses penarikan kesimpulan. Kesimpulan menjadi bentuk berakhirnya penelitian ini dengan rumusan masalah yang sudah terjawab.
14