BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemilukada adalah satu bagian penting dalam demokrasi. Secara sederhana, Pemilukada adalah cara individu warga negara yang mendiami suatu daerah tertentu melakukan kontrak politik dengan orang atau partai politik yang diberi mandat menjalankan sebagian hak kewarganegaraan pemilih. Demokrasi memiliki makna yang variatif karena sifatnya yang interpretatif. Setiap penguasa negara berhak menyebut negaranya sebgai negara demokrasi meskipun nilai yang dianut atau dalam praktek politiknya jauh dari konsep awal demokrasi.1 Dalam UUD 1945 dikatakan bahwa “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”, hal ini merupakan defenisi normatif dari demokrasi yang dianut oleh Indonesia.2 Sebagai salah satu amanat demokrasi maka dilaksanakan Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 merupakan Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan yang telah kedua kalinya diselenggarakan secara langsung setelah sebelumnya Pemilihan Walikota Medan Tahun 2005 dimenangkan oleh pasangan Abdillah-Ramli . Pelaksanaan Pemilukada sesungguhnya merupakan tradisi politik dan manifestasi dianutnya paham demokrasi dalam sistem pemerintahan negara kita, serta adanya otonomi daerah yang mengizinkan setiap warga negara yang telah memiliki hak pilih di masing – masing daerah di wilayah Indonesia untuk dapat 1 2
Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001, hal. 298 Gafar, Afan, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999, hal. 4
Universitas Sumatera Utara
menentukan kepala daerahnya seperti yang tertuang dalam Pasal 24 ayat (5) UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yaitu “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan”.3 Sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2005 Tentang Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah Untuk Kelancaran Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, kemudian dilanjutkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2005 maka Pelaksanaan Pemilukada sepenuhnya diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Provinsi atau Kota/Kabupaten dan pendanaan penyelenggaraan Pemilukada tersebut dibebankan kepada Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah tersebut.4 Proses demokrasi akan terus berjalan setelah terbentuknya sebuah pemerintahan demokratis lewat mekanisme pemilu demokratis, dimana negara wajib membuka saluran-saluran demokrasi. 5 Sebuah kehidupan bangsa yang demokratis selalu dilandasi prinsip bahwa rakyatlah yang berdaulat sehingga berhak terlibat dalam aktifitas politik, walau disadari betul partisipasi rakyat secara penuh dalam seluruh proses politik mustahil dilakukan pada masa sekarang ini akibat dari lambannya proses perbaikan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat sehingga menimbulkan kejenuhan bagi pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan 2010 Putaran I di ikuti oleh 10 pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota yang berasal dari berbagai kalangan. Dari kesepuluh pasangan calon tersebut tidak ada satu pun pasangan calon yang 3
Undang-Undang Otonomi Daerah Terbaru, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, hal. 28 Peraturan Lengkap Pilkada, Jakarta : Sinar Grafika, 2006, hal. 153-162 5 Ubaedillah, A dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2008, hal. 40 4
Universitas Sumatera Utara
mampu meraih 30 % suara masyarakat. Sehingga dengan demikian diambillah 2 pasangan calon yang meraih suara terbanyak dari pilihan masyarakat di Putaran I untuk mengikuti Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan 2010 Putaran II. Kedua pasangan calon tersebut adalah Rahudman Harahap-Dzulmi Eldin yang memperoleh total 22,20 % suara dan Sofyan Tan-Nelly Armayanti yang memperoleh total 20,72 % suara pada Putaran I.
6
Pemilukada Putaran II ini sedikit banyak
menimbulkan efek pada tingkat partisipasi masyarakat. Efek negatif yang ditimbulkannya yaitu kejenuhan di masyarakat karena hanya berselang beberapa bulan masyarakat harus kembali datang ke TPS untuk memberikan hak suaranya sehingga antusiasme masyarakat untuk memberikan suara berkurang, hal ini dikhawatirkan akan menambah angka golongan putih. Sementara di lain pihak ada juga efek positifnya karena pasangan calon yang maju pada putaran kedua ini berasal dari Suku, Agama, serta Ras yang berbeda maka masyarakat berbondongbondong datang ke TPS untuk memberikan suaranya kepada pasangan yang memiliki kesamaan dengan pemilih agar pasangan calon tersebut memenangkan Pemilukada. Partisipasi Politik berhubungan erat dengan stabilitas politik. Semakin tinggi partisipasi politik masyarakat maka pelembagaan politiknya akan semakin baik sehingga tercipta stabilitas politik. Dalam jangka pendek kestabilan politik lebih banyak ditentukan oleh kewibawaan pemerintah. Maka partisipasi itu sangat penting untuk menciptakan kewibawaan pemerintah, yaitu komposisi pemerintah yang paling banyak didukung masyarakat akan semakin memiliki wibawa. Jika masyarakat
6
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa-lainnya/2010/05/17/brk,2010. Diakses 02/11/2010 Pukul 17.55 WIB
Universitas Sumatera Utara
kurang berpartisipasi atau bahkan menjurus kepada Apatis maka pemerintah kekurangan dukungan dan wibawanya akan hancur.7 Dengan mengikuti tipologi model Almond dan Verba, maka Orientasi Politik pemilih ini dapat dikembangkan menjadi tiga. Pertama, Orientasi Politik Kognitif, yaitu pengetahuan tentang dan kepercayaan pada Calon Kepala Daerah yang dalam hal ini adalah Walikota Medan. Pada tataran ini, sebagian besar dari kelompok pemilih ternyata tidak mengenal Calon Kepala Daerah tersebut. Kedua, Orientasi Politik Afektif, yakni perasaan terhadap simulasi pemilu, pengaruh luar (eksternal) pada saat penentuan pilihan, dan antusiasme pada Pemilukada 2010.
Ketiga,
Orientasi Politik Evaluatif, yaitu keputusan dan pendapat pemilih terhadap pasangan calon pilihan; penyelesaian persoalan ekonomi, politik dan keamanan oleh Walikota terpilih; keamanan, ketertiban dan kerahasiaan pemilu; serta keterlibatan dalam kampanye Pemilukada 2010.8 Adanya kecenderungan Orientasi Politik seperti itu merupakan peringatan bagi partai politik dan pasangan calon untuk lebih meningkatkan pelaksanaan beberapa fungsinya yang selama ini terabaikan dan hanya di jalankan menjelang pelaksanaan pemilu. Salah satunya adalah pembenahan sistem perekrutan anggota partai politik, agar kader yang dimiliki benar-benar berkualitas dan berbakat sebagai pemimpin. Proses ini semestinya dilakukan jauh sebelum pelaksanaan Pemilukada, agar para Calon Kepala Daerah yang diikutkan dalam Pemilukada lebih memasyarakat. Kecamatan Medan Denai yang terletak di wilayah Tenggara Kota Medan dengan batas-batas, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota dan Kecamatan Medan Area, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, 7 8
Sanit, Arbi, Sistem Politik Indonesia, Jakarta : Rajawali, 2000, hal.20-21 Almond, Gabriel A & Sidney Verba, The Civic Culture, New Jersey : Princeton University Press, 1963, hal.13
Universitas Sumatera Utara
sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas dan sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Tembung memiliki luas wilayah sebesar 11,19 km².9 Kecamatan Medan Denai adalah wilayah Timur Kota Medan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang, dengan penduduknya berjumlah 186.133 jiwa. Dari jumlah penduduk itu Kecamatan Medan Denai memiliki 148.178 pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap yang tersebar di 281 Tempat Pemungutan Suara.10 Kecamatan Medan Denai terdiri dari 6 Kelurahan yaitu Kelurahan Tegal Sari Mandala I, Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kelurahan Tegal Sari Mandala III, Kelurahan Denai, Kelurahan Binjai dan Kelurahan Medan Tenggara. Masing-masing Kelurahan tersebut memiliki ciri khas Suku, Ras dan Agama yang berbeda dan masyarakatnya sangat memegang teguh kekhasannya tersebut sehingga dapat diamati kecendrungan partisipasi politik masyarakatnya dan sekaligus mencermati apa saja faktor yang mempengaruhi partisipasi politik tersebut. Pemilukada Kota Medan Putaran I yang telah dilaksanakan pada 12 Mei 2010 lalu hanya diikuti oleh 29,77 % masyarakat Kecamatan Medan Denai yang terdaftar dalam DPT. Sedangkan pada Pemilukada Kota Medan Putaran II yang juga telah dilaksanakan pada 19 Juni 2010 lalu diikuti oleh 33,79 % pemilih di Kecamatan Medan Denai.11 Dari data tersebut dapat dilihat bahwa partisipasi politik masyarakat Kecamatan Medan Denai cenderung naik meskipun dalam angka 4,02 %. Melihat dari kenaikan angka partisipasi ini dapat dikatakan bahwa efek negatif yang ditimbulkan oleh Pemilukada Kota Medan yang dilaksanakan 2 Putaran di
9
http://www.pemkomedan.go.id/mdnden.php Diakses 02/11/2010 Pukul 17.40 WIB Daftar Jumlah Penduduk, DPT, dan TPS Kecamatan Medan Denai 11 Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara Pemilukada Kota Medan Putaran I dan II di Kecamatan Medan Denai KPU Kota Medan 10
Universitas Sumatera Utara
Kecamatan Medan Denai tidak begitu mempengaruhi masyarakat dan masyarakat tetap tertarik untuk datang ke TPS dan berpartisipasi memberikan hak suaranya. Untuk itu, penulis melihat perlunya penelitian tentang bagaimana perbandingan partisipasi masyarakat yang berdomisili di Kecamatan Medan Denai dalam kegiatan politik khususnya pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan 2010 yang berlangsung dua putaran serta apa sajakah faktor yang mempengaruhi para pemilih dalam mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan partisipasi politik.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah penelitian ini ditekankan pada sejauh mana tingkat partisipasi politik masyarakat Kecamatan Medan Denai terhadap Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan 2010 yang dilakukan dalam dua putaran dan apa saja faktor yang menyebabkan partisipasi tersebut dilakukan.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka pertanyaan dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana perbandingan tingkat partisipasi politik masyarakat Kecamatan Medan Denai terhadap Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan 2010 Putaran I dan II ? 2. Apakah faktor yang menyebabkan masyarakat Kecamatan Medan Denai memberikan partisipasi dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan 2010 Putaran I dan II ?
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui perbandingan tingkat partisipasi masyarakat Kecamatan Medan Denai pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan 2010 Putaran I dan II. 2. Memahami faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Kecamatan Medan Denai berpartisipasi dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan 2010 pada Putaran I dan II. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada ilmu politik, peneliti dan masyarakat umum, yaitu, 1. Bagi ilmu politik, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan baru tentang faktor penyebab partisipasi politik masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat perbatasan dalam Pemilihan Kepala Daerah atau Pemilihan Umum sebagai bagian dari sistem politik demokrasi yang dianut oleh Negara Indonesia. 2. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan tentang
partisipasi
politik
masyakarat
multikultural
agar
dapat
meminimalisasi terjadinya golongan putih. 3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan tentang partisipasi pemilih yang berasal dari daerah perbatasan Kota Medan dengan Kabupaten Deliserdang yang memiliki Suku, Agama dan Ras yang berbeda dan dipegang sangat kuat oleh masyarakatnya, sehingga masyarakat perbatasan tersebut dapat dimaksimalkan partisipasi politiknya dan diserap
Universitas Sumatera Utara
aspirasinya sehingga mereka tidak merasa terpinggirkan dan meminimalisir golongan putih.
1.5 Kerangka Teori 1.5.1 Partisipasi Politik
Istilah Partisipasi Politik mengacu pada semua kegiatan orang dari semua tingkat sistem politik, misalnya pemilih (pemberi suara) berpartisipasi dengan memberikan suaranya dalam pemilihan umum, menteri luar negeri berpartisipasi dalam menetapkan kebijaksanaan luar negeri, dan sebagainya. Dengan demikian, Partisipasi Politik dapat diartikan sebagai penentuan sikap dan keterlibatan setiap individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mencapai cita-cita bangsanya.12
Beberapa pengertian partisipasi politik menurut para ahli:
Herbert McClosky, Partisipasi Politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung terlibat dalam proses pembentukan kebijaksanaan umum. 13
Norman H. Nie dan Sidney Verba, Partisipasi Politik adalah kegiatan pribadi warga Negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat Negara dan/atau tindakantindakan yang mereka ambil. 14
12
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal. 52 McClosky, Herbert dalam Michael Rush & Philiph Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1986, hal. 123-125 14 Nie, Norman H. & Sidney Verba dalam Gabriel A. Almond, The Study of Comparative Politic, Boston : Little Brown & Company, 1974, hal. 48 13
Universitas Sumatera Utara
Prof. Miriam Budiardjo, Partisipasi Politik merupakan kegiatan seseorang dalam partai politik. Partisipasi Politik mencakup semua kegiatan sukarela melalui mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan pemimpinpemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum. 15
Samuel P. Huntington & Nelson, Partisipasi Politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi – pribadi yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi politik juga bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, serta efektif atau tidak efektif.16
1.5.2 Jenis – Jenis Partisipasi Politik Secara sederhana menurut Almond, jenis Partisipasi Politik terbagi menjadi dua: Pertama, partisipasi secara Konvensional di mana prosedur dan waktu partisipasinya diketahui publik secara pasti oleh semua warga. Kedua, partisipasi secara Non Konvensional, artinya prosedur dan waktu partisipasi ditentukan sendiri oleh anggota masyarakat yang melakukan partisipasi itu sendiri.17 Jenis partisipasi yang pertama, terutama pemilu dan kampanye. Keikutsertaan dan ketidakikutsertaan dalam pemilu menunjukkan sejauh mana tingkat partisipasi konvensional warga negara. Seseorang yang ikut mencoblos dalam pemilu, secara sederhana, menunjukkan komitmen partisipasi warga. Tapi orang yang tidak menggunakan hak memilihnya dalam pemilu bukan berarti ia tak punya kepedulian 15
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal. 52 Imawan, Riswadha, “Pemilu Sebagai Mekanisme Demokrasi Politik di Indonesia”, Prospektif, No. 2 Vol. 3 (1991), hal. 117 17 Budiardjo, Miriam, Dasar – Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1982, hal. 177 16
Universitas Sumatera Utara
terhadap masalah-masalah publik. Bisa jadi ia ingin mengatakan penolakan atau ketidakpuasannya terhadap kinerja elite politik di pemerintahan maupun partai dengan cara menjadi golongan putih. Sementara bentuk partisipasi politik yang kedua biasanya terkait dengan aspirasi politik seseorang yang merasa diabaikan oleh institusi demokrasi maka ia menyalurkannya melalui protes sosial atau demonstrasi. Wujud dari protes sosial seperti boikot, mogok, petisi, dialog, turun ke jalan, bahkan merusak fasilitas umum. Tabel 1 Bentuk Partisipasi Politik Menurut Gabriel Almond Konvensional
Non Konvensional
Pemberian suara (voting)
Pengajuan petisi
Diskusi politik
Berdemonstrasi
Kegiatan berkampanye
Konfrontasi
Membentuk dan bergabung dalam
Mogok
Kekerasan
kelompok kepentingan
Komunikasi
individual
dengan
pejabat politik/administratif
politik
terhadap
harta
benda: perusakan, bom, pembakaran
Kekerasan politik terhadap manusia: penculikkan,
pembunuhan,
perang
gerilya/revolusi 18
Dari jenis partisipasi politik di atas, penelitian ini melihat Partisipasi Politik Konvensional masyarakat Kecamatan Medan Denai pada Pemilu Kepala Daerah
18
Adaptasi dari Gabriel A. Almond, The Study of Comparative Politic, Boston : Little Brown & Company, 1974, dalam Mochtar Mas’oed & Collin MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1989, hal. 47
Universitas Sumatera Utara
Kota Medan 2010, yang meliputi bagaimana pemberian suara rakyat dalam konteks Partisipasi Politik Konvensional tersebut.
1.5.3 Perilaku dan Budaya Politik Pemahaman Perilaku Politik (Political Behavior) yaitu perilaku politik dapat dinyatakan sebagai keseluruan tingkah laku aktor politik dan warga negara yang telah saling memiliki hubungan antara pemerintah dan masyarakat, antara lembagalembaga pemerintah, dan antara kelompok masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik. Menurut Almond Budaya Politik (Political Culture) merupakan sikap individu terhadap sistem politik dan komponen-komponennya dan juga sikap individu terhadap peranan yang dimainkan oleh sistem politik. Atau dengan kata lain, bahwa Budaya Politik adalah orientasi psikologis terhadap objek sosial, dalam hal ini sistem politik yang selanjutnya akan mengalami proses internalisasi ke dalam bentuk orientasi yang bersifat kognitif, afektif dan evaluatif.19 Klasifikasi Budaya Politik menurut Gabriel A. Almond yaitu : a. Budaya Politik Parokial (Parochial Political Culture) adalah tingkat partisipasi sangat rendah yang disebabkan faktor kognitif seperti tingkat pendidikan yang rendah. b. Budaya Politik Kaula
(Subject
Political Culture) yakni
masyarakat
bersangkutan sudah relatif maju sosial ekonominya, akan tetapi masih bersifat pasif. c. Budaya Politik Partisipasi (Participant Political Culture) yakni budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang tinggi.20 19
Almond, Gabriel A & Sidney Verba, Budaya Politik : Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara, Jakarta : Bumi Angkasa, 1990, hal. 13 20 Ibid, hal. 13
Universitas Sumatera Utara
Dengan orientasi kognitif, afektif dan evaluatif yang disebutkan Almond maka terbentuklah Budaya Politik yang berbeda. Menurut Kantaprawira bahwa yang di artikan dengan Budaya Politik adalah, pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota / masyarakat sistem politik.21 Menurut Miriam Budiardjo konsep Budaya Politik berdasarkan keyakinan bahwa setiap politik itu di dukung oleh suatu kumpulan kaedah, perasaan dan orientasi terhadap tingkah laku politik.22 Menurut B.N. Marbun bahwa Budaya Politik adalah pandangan politik yang mempengaruhi sikap, orientasi, dan pilihan politik seseorang. Budaya Politik lebih mengutamakan dimensi psikologis dari suatu sistem politik yaitu sikap, sistem kepercayaan, simbol yang dimiliki individu dan yang dilaksanakannya dalam masyarakat.23
1.5.4 Aturan Pilkada Daerah Penelitian Pilkada, meskipun di dalam undang-undang 32 tahun 2004 yang terdapat dalam pasal 56-119 tidak memberikan definisi yang tegas tentang Pilkada, tetapi menurut hemat penulis definisi Pilkada dapat kita sebutkan, bahwa Pilkada adalah singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Gubernur dan Wakilnya di tingkat provinsi dan Bupati/Walikota dan Wakilnya ditingkat kabupaten/kota), Pilkada dapat juga diartikan sebagai proses pergantian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang secara sah diakui hukum, serta momentum bagi rakyat untuk secara langsung menentukan Pasangan Kepala Daerah dan Wakil 21
Kantaprawira, Rusadi, Sistem Politik Indonesia : Suatu Model Pengantar, Bandung : Sinar Baru, 1988, hal. 13 22 Budiardjo, Miriam, Masalah Kenegaraan, Jakarta: PT Gramedia, 1982, hal. 17 23 Marbun, B.N, Kamus Politik, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2005, hal. 84
Universitas Sumatera Utara
Kepala Daerah sesuai dengan aspirasi/keinginan rakyat. Dalam hal ini Pilkada, meskipun salah satu produk negara yang berlandaskan hukum (Rechtstaat) bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat) namun bukan berarti Pilkada merupakan parameter yang mutlak dalam rangka memberikan suatu penilaian apakah momentum pilkada benar-benar demokratis, disisi lain Pilkada merupakan demokrasi yang prosedural dan belum menyentuh asas demokrasi yang substansial, yakni lahirnya kualitas kepemimpinan yang bersih, jujur, dan lain sebagainya. Keterlibatan masyarakat dalam momentum Pilkada Langsung menjadi landasan dasar bagi bangunan demokrasi. Bangunan demokrasi tidak akan kokoh manakala kualitas partisipasi masyarakat diabaikan. Karena itu, proses demokratisasi yang sejatinya menegakkan kedaulatan rakyat menjadi semu dan hanya menjadi ajang rekayasa bagi mesin-mesin politik tertentu. Format demokrasi pada aras lokal (Pilkada) meniscayakan adanya kadar dan derajat kualitas partisipasi masyarakat yang baik. Apabila demokrasi yang totalitas bermetamorfosis menjadi kongkrit dan nyata, atau semakin besar dan baik kualitas partisipasi masyarakat, maka kelangsungan demokrasi akan semakin baik pula. Demikian juga sebaliknya, semakin kecil dan rendahnya kualitas partisipasi masyarakat maka semakin rendah kadar dan kualitas demokrasi tersebut. Pentingnya pendidikan demokrasi memungkinkan setiap warga negara dapat belajar demokrasi melalui praktek kehidupan yang demokratis, dan untuk membangun tatanan dan praksis kehidupan demokrasi yang lebih baik di masa mendatang.24 Dalam sejarah perkembangan Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Daerah sejak tahun 1945 mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan 24
Saripudin U, Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi (Disertasi), UPI : Program Pascasarjana, 2001
Universitas Sumatera Utara
dimaksudkan untuk mencari bentuk yang dapat mencerminkan aspirasi masyarakat dan hingga sejak reformasi lahirlah UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan tidak lama kemudian disempurnakan lagi oleh UU No. 32 Tahun 2004. Dari dua perubahan terakhir mengalami perubahan yang cukup mendasar dibandingkan
dengan
Peraturan
Perundang-undangan
Pemerintahan
Daerah
sebelumnya. Mencermati berbagai Perubahan Perundang-undangan Pemerintahan yang pernah terjadi, jika belum sesuai dengan aspirasi masyarakat, maka yang perlu dipertanyakan kemudian mungkin sistem perundang-undangan ataukah memang mungkin dari tingkat kesadaran masyarakat sebagian belum memahaminya. Berikut disebutkan “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil” Pasal 56 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 yang kemudaian diatur pendukung peraturan perundangan lain seperti Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2005 & Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.25
1.6 Definisi Konsep Definisi konsepsional merupakan pembatasan pengertian tentang hal-hal yang perlu diamati. Sedangkan pengertian konsep itu sendiri adalah suatu pemikiran umum mengenai suatu masalah atau persoalan. 26 Dari pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan pembatasan terhadap variabel-variabel penelitian untuk menentukan indikator-indikator yang akan diteliti.
25
Undang-Undang 2005. Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 26 Koentjaraningrat, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1980, hal. 50
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian definisi konsepsional pada Perbandingan Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan Putaran I dan II Tahun 2010 di Kecamatan Medan Denai adalah suatu sikap yang menentukan adanya kepedulian terhadap budaya politik yang baik dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam memaknai pembelajaran berpolitik dalam kondisi multikultural dan memanfaatkannya dengan sikap pengendalian diri melalui pengembangan pengalaman
multikulturalisme
yang
didapatkan
masyarakat
untuk
bekal
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
1.7 Definisi Operasional Menurut Koentjaraningrat, definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberikan pengertian tentang cara mengubah konsep-konsep yang berupa konstruksi dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku gejala yang dapat diamati dan dapat diuji serta ditentukan kebenarannya oleh orang lain.27 1.7.1 Perbandingan Perbandingan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai perimbangan antara beberapa perkara.
28
Dalam hal ini merupakan
perimbangan antara Pemilukada Kota Medan Putaran I dan II. Membandingkan hasil perolehan suara yang didapat Pasangan Calon Kepala Daerah pada putaran I dan putaran II yaitu memperoleh hasil yang cenderung naik. 1.7.2 Partisipasi Politik Partisipasi Politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Partisipasi Politik itu merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam 27 28
Ibid hal. 50 Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1976, hal. 84
Universitas Sumatera Utara
proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah. Huntington dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Partisipasi Politik di Negara Berkembang mendefinisikan Partisipasi Politik sebagai kegiatan warga negara preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.29 Budiardjo secara umum mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).30 1.7.3 Pemilukada Pemilukada merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah, baik itu Gubernur/Wakil Gubernur, maupun Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. Dalam kehidupan politik di daerah, Pemilukada merupakan salah satu kegiatan yang nilainya equivalen dengan Pemilihan Anggota DPRD. Equivalensi tersebut ditunjukkan dengan kedudukan yang sejajar antara Kepala Daerah dan DPRD. Aktor utama sistem Pemilukada adalah rakyat, partai politik, dan calon kepala daerah. Ketiga aktor tersebut terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangkaian tahapan-tahapan kegiatan Pemilukada Langsung.31 Karena partisipatoris,
Pemilukada maka
Langsung
nilai-nilai
merupakan
demokrasi
menjadi
implementasi parameter
demokrasi keberhasilan
pelaksanaan proses kegiatan. Nilai-nilai tersebut diwujudkan melalui azas-azas Pemilukada Langsung yang umumnya terdiri dari langsung, umum, bebas, rahasia, 29
Sastroatmodjo, Sudijono, Perilaku Politik, Semarang : IKIP Semarang Press, 1995, hal. 68 Ibid hal.68 31 Prihatmoko, Joko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar, 2005, hal.203 30
Universitas Sumatera Utara
jujur dan adil. Sebagai implikasinya proses pelaksanaan tahapan-tahapan kegiatan itu harus menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai objektivitas, keterbukaan, keadilan dan kejujuran.32
1.8 Metodologi Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta dn data yang ada. Data yang ada dikumpulkan, diklasifikasikan dan kemudian dianalisa. Penelitian deskriptif ini bukan hanya menjabarkan tetapi juga memadukan atau menganalisa. 1.8.2 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Denai Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. 1.8.3 Populasi dan Sampel Sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Medan Denai yang termasuk dalam DPT dan ikut serta memberikan hak suaranya dalam Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 Putaran I dan II . Dengan populasi masyarakat warga Kecamatan Medan Denai yang termasuk dalam DPT sebanyak 148.178 orang akan diambil sampel sebanyak
100 orang, sampel ini
diambil dari Rumus 33 :
.
32 33
Ibid hal.204 Bungin, Burhan, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta : Prenada Media.2005. hal.105
Universitas Sumatera Utara
dimana n = jumlah sampel N = jumlah populasi d = galat pendugaan sebesar 10 % maka,
.
148178 148178. 0,1
1
148178 1482,78 99,93 100 Pengambilan sampel dilakukan melalui rancangan sampel menurut teknik stratified proporsional sampling. Teknik pengambilan sampel ini digunakan agar diperoleh sampel yang mempunyai karakteristik tertentu dengan proporsi tertentu yang sesuai dengan penyebaran karakteristik dalam populasi. Untuk mendapatkan sampel digunakan cara : Populasi 1 Total Populasi
Sampel 1
Total Sampel
Dengan menggunakan rumus tersebut, maka perhitungan komposisi jumlah sampel adalah sebagai berikut : 12.407 148.178
Kel. Tegal Sari Mandala I Kel. Tegal Sari Mandala II
22.518 148.178
Kel. Tegal Sari Mandala III
37.189 148.178
100 100 100
Kel. Denai
15.640 148.178
100
10,55 → 11
Kel. Binjai
42.540 148.178
100
28,7 → 29
8,3 → 8 15,2 → 15 25
Universitas Sumatera Utara
Kel. Medan Tenggara
17.884 148.178
100
12
Kemudian untuk mengambil 100 orang sampel yang akan dijadikan responden maka digunakan teknik pengambilan sampel accidental sampling. Teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan memilih unsur yang paling mudah diperoleh dan memiliki karakterisrik yang sesuai dengan penelitian. 1.8.4 Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam penelitian ini, akan dipergunakan beberapa teknik pengumpulan data, antara lain: a. Library Research, yaitu suatu penelitian dengan cara mempelajari dan mengumpulkan berbagai bahan bacaan atau literatur, dokumen serta media massa yang ada hubungannya dengan penulisan penelitian. b. Field Work Research, yaitu mengumpulkan data dari penelitian yang dilakukan secara langsung di lapangan. Teknik yang dilakukan menggunakan metode Interview dan Kuesioner. Menurut Hadi interview adalah metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara sepihak, yang dikerjakan dengan sistematis, logis, metodologis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.34 Adapun bentuk wawancara yang dipergunakan dalam penelitian ini melalui kuisioner, metode ini digunakan untuk mendapatkan alasan-alasan yang tepat terhadap partisipasi masyarakat Kecamatan Medan Denai dalam Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 Putaran I dan II . 1.8.5 Teknik Analisis Data Teknik analisa data yang digunakan adalah deskriptif yaitu suatu analisa yang memberikan gambaran yang rinci berdasarkan data dan fakta yang terdapat di lapangan. Data yang ada dikelompokkan dan disajikan dalam bentuk tabel lalu 34
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1990, hal. 51
Universitas Sumatera Utara
dianalisis dengan uraian. Secara analitis lalu ditarik kesimpulan terhadap hasil penelitian.
1.9 Sistematika Penulisan BAB I
: Pendahuluan
Pendahuluan berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II
: Deskripsi Lokasi Penelitian
Deskripsi Lokasi Penelitian berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian dan profil daerah tempat penulis melaksanakan penelitian. BAB III
: Penyajian dan Analisis Data
Penyajian dan Analisis Data berisi tentang gambaran secara garis besar hasil penelitian sekaligus menganalisa data yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan penelitian. BAB IV
: Penutup
Penutup adalah bab terakhir dari penulisan skripsi yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta berisi saran-saran yang berguna di masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara