1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran bahasa daerah Bali yang dilaksanakan di sekolah HighScope merupakan salah satu wujud pembelajaran bahasa kedua dari siswa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai B1 sebanyak 69%, menggunakan bahasa Inggris sebagai B1 sebanyak 7,7%, bahasa Jawa sebagai B1 sebanyak 7,7%, dan bahasa Jepang sebagai B1 sebanyak 7,7%. Siswa SLTP HighScope yang majemuk dan multilingual menjadikan pembelajaran BDB sebagai pembelajaran bahasa kedua di sekolah. Dalam dunia pendidikan BDB merupakan pelajaran muatan lokal yang wajib diberikan di sekolah-sekolah SD--SMA yang ada di Bali. Pembelajaran BDB memegang peranan penting dalam membangun serta memajukan bahasa dan kebudayaan Bali. Dalam perkembangannya, pembelajaran BDB semakin redup sejalan dengan semakin menurunnya minat generasi muda untuk belajar BDB. Hal ini menandakan bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam pembelajaran BDB di tengah kehidupan masyarakat yang multilingual sehingga siswa tertarik untuk belajar BDB. Anonby (1999: 125) mengatakan pada kehidupan masyarakat jika ada dua bahasa yang bersanding atau berdampingan dalam penggunaannya, maka kedua bahasa tersebut dapat hidup berdampingan secara berkeseimbangan dan memiliki kesetaraan. Kedua, salah satu bahasa menjadi lebih dominan digunakan siswa untuk
2
berkomunikasi. Sementara bahasa yang lain dikondisikan serba sebaliknya, bahkan terancam menuju kepunahannya,“rapid change often occurs when there is extensive bilingualism, which can lead to one language being lost altogether”. Kondisi ini dapat terjadi jika minat generasi muda menurun untuk mempelajari BDB sehingga diperlukan metode pembelajaran komunikatif dan kreatif. Sekolah HighScope merupakan sekolah yang memiliki kemajemukan yang tinggi di tengah-tengah kehidupan masyarakat multilingual. Siswa kelas VII berasal daerah yang berbeda yaitu 42,3 % berasal dari Bali, 26,9% berasal dari Jakarta, 3,83% berasal dari Bandung, 3,83% berasal dari Surabaya, 3,83% berasal dari Jember, 3,83% berasal dari Rote, 3,83% berasal dari Belgia, 3,83% berasal dari Perancis, dan 7,7% berasal dari Jepang. Sekolah HighScope menerapkan pembelajaran dwibahasa concurrent, yaitu penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris secara bergantian dalam pembelajaran. Kemampuan siswa berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia sangat berpengaruh terhadap pembelajaran BDB di sekolah. Siswa mengalami kesulitan dalam pembelajaran BDB karena merupakan pembelajaran B2 dari siswa yang menggunakan bahasa Indonesia, Inggris, Jawa dan Jepang sebagai B1. Sehingga muncul kendala–kendala berbahasa yang memengaruhi pembelajaran BDB. Peran
guru
dalam
proses
pembelajaran
tidak
mendominasi,
tetapi
membimbing dan mengarahkan siswa untuk aktif memperoleh pemahaman dari segala sesuatu yang ditemukan di lingkungan pembelajaran. Sebab pengetahuan yang
3
diperoleh merupakan konstruksi dari seseorang yang mengetahui, akibatnya pengetahuan itu tidak dapat diberikan kepada penerima yang pasif. Penggunaan metode pembelajaran HighScope (plan, do, review) dalam pembelajaran BDB digunakan untuk mengarahkan siswa aktif pada setiap aktifitas pembelajaran. Pengalaman ini dapat diperoleh jika siswa aktif berinteraksi dengan lingkungan. Pembelajaran BDB dengan menggunakan metode HigScope, mengharuskan guru untuk menyajikan dan menyediakan materi pelajaran, tetapi siswa yang harus mengolah dan mencerna sesuai kemampuan, minat serta bakat yang dimiliki. Di sekolah dwibahasa yang muridnya aktif menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris dalam pembelajaran seperti SLUB Saraswati diketahui pembelajaran BDB pada siswa kelas VII menggunakan metode ceramah ditandai dengan guru lebih banyak mendominasi kegiatan pembelajaran, sehingga siswa
sangat pasif hanya
mendengarkan dan mencatat. Pembelajaran BDB dengan sistem konvensional pembelajaran BDB masih terfokus pada guru sedangkan siswa belum terlibat aktif dalam pembelajaran, seharusnya untuk mempelajari ilmu bahasa siswa harus aktif dalam pembelajaran terutama dalam berkomunikasi sehingga dapat mengembangkan kemampuannya berbahasa. Untuk menyelesaikan permasalahan mengenai pembelajaran BDB di atas, dapat dipilih alternatif model pembelajaran BDB yang efektif. Salah satu model pembelajaran kooperatif dan komunikatif adalah metode pembelajaran HighScope (plan,do, review). HighScope (2013) mengatakan bahwa proses plan, do, review
4
adalah bagian unik dari kurikulum Highscope yang dapat membangun minat dan motivasi intrinsik siswa dalam pembelajaran (HighScope, 1: 2013). Pendekatan
pembelajaran
HighScope
merupakan
serangkaian
siklus
pembelajaran dengan tahapan merencanakan, melakukan, dan mengulang atau mengkaji kembali proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa sehingga dalam pembelajaran BDB siswa aktif dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan penilaian kepada siswa melalui tahapan plan, do dan review pada proses pembelajaran BDB. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk memberikan kontribusi dalam penerapan teori linguistik terapan (sosiolinguistik). Terutama dalam pembelajaran bahasa yang menawarkan sebuah metode pembelajaran BDB yang nantinya dapat diterapkan dalam proses pembelajaran pada tingkat SLTP.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini. 1) Faktor-faktor apa yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa kelas VII di sekolah HighScope Indonesia –Bali? 2) Kendala apa yang dihadapi siswa dwibahasa kelas VII dalam pembelajaran BDB di sekolah HighScope Indonesia-Bali ?
5
3) Bagaimana metode pembelajaran BDB yang diterapkan pada siswa dwibahasa kelas VII di sekolah HighScope Indonesia -Bali?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan tersebut diuraikan sebagai berikut.
1.3.1
Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan
pembelajaran BDB pada siswa SLTP. Lebih jauh penelitian mengenai pembelajaran bahasa daerah pada siswa dwibahasa cukup berguna dalam pembelajaran BDB untuk sekolah lanjutan tingkat pertama di daerah perkotaan pada umumnya yang menggunakan bahasa daerah Bali sebagai B2.
1.3.2
Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu
pertama untuk
mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa kelas VII di Sekolah HighScope Indonesia–Bali. Kedua, menganalisis kendala yang dihadapi siswa dwibahasa kelas VII dalam pembelajaran BDB. Ketiga, menganalisis metode pembelajaran BDB yang diterapkan pada siswa dwibahasa kelas VII di sekolah HighScope Indonesia–Bali.
6
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan kepraktisan dalam pembelajaran BDB di sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP). 1.4.1
Manfaat Teoretis Manfaat teoretis berkaitan dengan teori pembelajaran bahasa secara umum
dan menggunakan pendekatan pembelajaran bahasa pada siswa bilingual atau dwibahasa. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pengembangan teori pembelajaran BDB sehingga dapat disarankan teori yang dapat digunakan dalam pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa. Tujuannya agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam proses belajar mengajar. 1.4.2
Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh guru BDB
untuk meningkatkan kreativitas dalam pengajaran bahasa. Data hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran BDB pada sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP). Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan minat dalam pembelajaran BDB. Di samping itu, untuk dapat membantu terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa dan siswa dengan guru dalam proses pembelajaran
7
BDB. Hal lainnya adalah memberikan masukan mengenai metode pembelajaran BDB yang bisa diterapkan untuk mengajar siswa dwibahasa
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam suatu penelitian ruang lingkup penelitian berfungsi untuk memberikan batasan dalam suatu analisis agar masalah yang dibahas tidak terlalu meluas dan tidak terlalu sempit. Penelitian ini merupakan penelitian linguistik terapan dari pendekatan sosiolinguistik. Dilihat dari keadaan siswa yang multilingual, di SLTP HighScope siswa hanya menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk berkomunikasi di lingkungan sekolah sedangkan BDB memiliki kedudukan sebagai bahasa kedua di tengah siswa yang multilingual. Pembahasan berfokus pada faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa teori Asrori (2007: 125), kendala yang dihadapi dalam pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa menggunakan teori Ovanda dan Callier (1985) dalam Sudiarta (2005: 27), dan metode pembelajaran bahasa BDB yang diterapkan dalam pembelajaran pada siswa dwibahasa menggunakan teori pembelajaran HighScope (plan, do, review) oleh Morrison ( 2008: 156).
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Pada kajian pustaka penelitian ini dijabarkan beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan pembelajaran BDB di SLTP (sekolah lanjutan tingkat pertama) dengan beragam isu yang terjadi. Ada beberapa studi yang digunakan sebagai kajian pustaka dalam penelitian ini. Berikut diuraikan beberapa referensi yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian yang berhubungan dengan pembelajaran BDB, diantaranya dilakukan oleh Sutama (2001). Sutama membahas loyalitas-bahasa penutur bahasa daerah terhadap bahasanya yang mengalami penurunan, terutama pada ranah keluarga. Keluarga merupakan tempat anak memperoleh bahasa, kondisi seperti ini sangat memprihatinkan. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan upaya melalui pembelajaran. Alternatif pertama, dari TK sampai dengan kelas III SD, bahasa daerah perlu dijadikan bahasa pengantar pembelajaran. Alternatif kedua, di dalam pengajaran bahasa daerah perlu diterapkan pendekatan komunikatif dengan demikian akan tercipta lingkungan baru penggunaan bahasa daerah sebagai pelengkap atau pengganti lingkungan penggunaan bahasa daerah pada ranah keluarga. Lingkungan baru inilah yang akan menciptakan input bagi siswa dan mendorong terciptanya output dari
9
siswa yang keduanya diperlukan dalam pembelajaran bahasa daerah. Untuk melaksanakan upaya pertama, bahasa daerah perlu dikembangkan lebih lanjut. Untuk melakukan upaya kedua, pembelajaran bahasa daerah perlu dibatasi. Di samping itu, juga diperlukan peningkatan mutu guru bahasa daerah yang telah ada dan pengadaan guru bahasa daerah yang baru melalui pendidikan formal. Menurut Sutama (2001), pengembangan pembelajaran bahasa daerah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran BDB melalui pendidikan formal untuk menyelamatkan bahasa daerah melalui pembelajaran BDB. Secara umum penelitian yang dilakukan oleh Sutama memaparkan upaya-upaya penyelamatan bahasa daerah melalui pembelajaran dilihat dari lingkungan bahasa, pengaruh penggunaan bahasa, kondisi pemakaian BDB saat ini, dan pilihan dalam mengajarkan BDB. Penelitian yang dilakukan Sutama memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu melihat faktor–faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa. Akan tetapi Sutama lebih banyak memaparkan mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan BDB secara umum kepada generasi muda. Di pihak lain, Sutama belum mampu memaparkan secara jelas proses dalam penyelamatan BDB secara nyata dan bagaimana teknik pembelajaran BDB yang tepat dalam meningkatkan keterampilan siswa.
10
Menurut Dhanawaty (2006) dalam penelitiannya membahas pentingnya motivasi dan upaya untuk meningkatkan kesuksesan dalam pembelajaran BDB. Setiap siswa memiliki motivasi yang berbeda dalam belajar bahasa, sehingga seorang guru harus memperoleh pengetahuan mengenai motivasi para pembelajar bahasa. Berdasarkan pengetahuan tersebut maka guru dapat mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan motivasi sejak awal pembelajaran. Beberapa upaya dapat dilakukan untuk menciptakan suasana kelas yang rekreatif dalam pembelajaran BDB di sekolah dasar, baik melalui cerita, musik, dan lagu, maupun aktivitas kelompok dalam permainan. Melalui aktivitas itu, maka dapat tercipta proses pembelajaran rekreatif yang dapat menumbuhkan minat siswa dalam pembelajaran bahasa. Siswa membutuhkan perubahan aktivitas dan merupakan tantangan bagi guru untuk berkreasi menggali dan mengupayakan cerita yang menarik. Di samping itu, mencari lagu yang sesuai dengan usia siswa dan permainan tradisional dari berbagai negara yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran BDB. Guru dituntut untuk dapat menciptakan suasana kelas yang santai dan menyenangkan bagi siswa tanpa mengabaikan materi ajar yang harus disampaikan. Penelitian di atas hanya membahas beberapa cara yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran BDB. Penelitian ini lebih berfokus pada pembelajaran BDB pada siswa sekolah dasar yang multilingual. Dalam penelitian selanjutnya dijelaskan secara spesifik mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB, kendala yang dihadapi dalam pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa, dan metode pembelajaran
11
yang diterapkan pada siswa dwibahasa. Dengan demikian, pembelajaran BDB di tingkat SLTP menjadi lebih menyenangkan tanpa mengabaikan materi ajar yang harus disampaikan kepada siswa. Nurjaya (2005) membahas sikap dan motivasi dalam pembelajaran BDB dalam studi kasus pada siswa kelas VI di tiga sekolah dasar di Singaraja. Dalam penelitian ini, Nurjaya membahas sikap dan motivasi siswa kelas VI SD dalam pembelajaran BDB. Pembahasan ini penting karena adanya pernyataan bahwa sikap dan motivasi akan memengaruhi proses pembelajaran. Pembahasan pada penelitian Nurjana memfokuskan pada sikap siswa dalam pembelajaran BDB. Nurjana melakukan penelitian terhadap tiga SD yang ada di kota Singaraja. Penelitian ini ditujukan untuk mengungkapkan kebenaran asumi yang menyebutkan bahwa BDB merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit. Dalam penelitian selanjutnya dianalisis kendala-kendala berbahasa yang dihadapi siswa dalam pembelajaran BDB. Tantra (2006: 4) membahas pengembangan bahasa, aksara, dan sastra Bali dalam bidang pendidikan yang seharusnya dikembangkan sebagaimana layaknya suatu bahasa aktif. Peletakan bahasa Indonesia dan bahasa asing hendaknya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan bahasa, aksara, dan sastra Bali. Bahkan seharusnya dapat dikembangkan sebagai kompetensi linguistik nasional dan internasional. BDB tidak hanya dijadikan materi pelajaran muatan lokal, tetapi juga harus dikembangkan sebagai mata pelajaran wajib di semua satuan dan jenjang pendidikan sehingga pencapaian standar kompetensi dan kemampuan dasar berbahasa
12
daerah dapat dioptimalkan. Tantra membahas model pembelajaran BDB yang berorientasi konseptual dan pembelajaran aktif-kreatif, efektif, dan menyenangkan. Maryadi (2013) membahas mengenai penerapan model pembelajaran HighScope untuk meningkatkan motivasi belajar siswa TK Rembulan di kota Bandung. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai penerapan model pembelajaran HighScope yang digunakan terhadap anak TK untuk meningkatkan motivasi anak dalam belajar. Sumbangan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran terhadap metode pembelajaran HighScope yang diterapkan dalam pembelajaran BDB. Tulisan di atas, terpilih sebagai kajian pustaka dalam penelitian ini. berdasarkan alasan masih adanya kedekatan (relevan) antara objek tulisan dan objek penelitian ini. Hubungan antara keenam penelitian tersebut dapat menunjang dan mengarahkan analisis penelitian selanjutnya. Kontribusi penelitian sebelumnya diharapkan dapat memberikan gambaran dan pengetahuan mengetahui faktor
yang
memengaruhi siswa dalam belajar BDB, kendala-kendala dalam pembelajaran BDB, dan metode pembelajaran yang diterapkan pada siswa dwibahasa yang sangat menunjang penelitian selanjutnya. Peneliti berharap agar uraian materi dalam kajian pustaka di atas dapat memberikan kontribusi sebagai rujukan, dukungan penguat pendapat, dan pengayaan terhadap penelitian yang dilaksanakan dalam pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa kelas VII di sekolah HighScope Indonesia- Bali.
13
2.2 Konsep dan Landasan Teori Dalam penelitian ini dijelaskan beberapa konsep penelitian. Di samping itu juga diuraikan landasan teori yang berkaitan dengan objek penelitian. 2.2.1 Konsep Secara umum konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena, yang digunakan untuk menggambarkan fenomena dan ciri khas yang sama. Dalam penelitian ini terdapat beberapa konsep penting yang dijadikan sebagai acuan . Ada beberapa konsep dasar yang digunakan dan perlu dijelaskan untuk menyamakan persepsi terhadap istilah dalam penelitian ini. (1) Pembelajaran Pembelajaran bahasa merupakan salah satu cabang linguistik terapan (applied linguistics) karena pengajaran bahasa merupakan aktivitas yang berfokus pada aplikasi ilmu bahasa. Linguistik terapan berusaha menerapkan hasil penelitian linguistik untuk keperluaan praktis atau dalam memecahkan persoalan praktis yang berhubungan dengan bahasa yang dijadikan sebagai alat penelitian. Linguistik membekali guru dengan kemampuan untuk menganalisis aspek-aspek bahasa yang dapat digunakan untuk mengantisipasi segala hambatan yang dihadapi dalam proses pembelajaran bahasa. (2) Bahasa Menurut Chaer (2010:13), bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa adalah
14
alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, dan konsep atau perasaan. Wibowo (2001:3) menyatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional. Bahasa dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Tarigan (1989: 4) memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang sistematis dan generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat lambang manasuka atau simbol-simbol arbitrer. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah seperangkat lambang manasuka atau simbol-simbol arbitrer yang digunakan untuk berkomunikasi. Dalam penelitian ini BDB menjadi bahasa yang diteliti karena mengalami pergeseran dari bahasa pertama menjadi bahasa kedua dalam pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa di daerah perkotaan yang multilingual. (3) Dwibahasa Secara harfiah, kata bilingual berarti dwibahasa atau dua bahasa. Sejalan dengan perkembangan peradaban dan kebudayaaan manusia, bahasa berkembang pesat dan memunculkan kebutuhan untuk menguasai bahasa lain di luar bahasa ibu. Berdasarkan hal tersebut, lahirlah konsep dwibahasa seiring dengan perkembangan teknologi transportasi, teknologi informasi, dan komunikasi information and communication technology (ICT) yang mengakibatkan perpindahan manusia lintas
15
negara, transfer pengetahuan, komunikasi antarmanusia di dunia hingga munculnya persaingan antarbangsa. Oleh karena itu, penguasaan bahasa selain bahasa ibu, yaitu bahasa internasional seperti bahasa Inggris, menjadi tuntutan yang mendesak untuk dipelajari Sudiarta (2005). (4) Metode Metode pembelajaran merupakan prosedur atau cara yang digunakan oleh guru untuk mengimplementasikan rencana-rencana praktis guna mencapai tujuan pembelajaran.
2.2.2 Landasan Teori Landasan teori dalam suatu penelitian diperoleh dari simpulan atau pendapat para ahli, kemudian dirumuskan dengan pendapat baru. Agar penelitian ini terarah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai sebagai syarat dalam menganalisis data, maka digunakan suatu landasan teori yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 2.2.2.1 Teori Pembelajaran Bahasa Pengajaran bahasa merupakan cabang linguistik terapan (applied linguistics) yang merupakan suatu aktivitas belajar bahasa yang berfokus pada aplikasi dari ilmu bahasa. Pengajaran bahasa berupaya menerapkan hasil penelitian linguistik untuk
16
keperluan praktis dalam memecahkan persoalan yang berhubungan dengan bahasa dan menjadikan bahasa sebagai alat. Pengajaran psikolinguistik dan sosiolinguistik membekali guru-guru tentang teori hakikat bahasa, proses berbahasa, pemerolehan bahasa, dan penggunaan bahasa. Hal inilah yang dijadikan panduan atau asumsi dasar dalam menentukan metode dan teknik pembelajaran yang termasuk dalam pengorganisasian materi. Seorang tenaga pengajar dengan kemampuannya menganalisis aspek-aspek bahasa akan menemukan berbagai macam hambatan dalam pembelajaran bahasa. Dengan demikian, pembelajaran bahasa bersifat komunikatif dan hanya menitikberatkan pada apa yang dipelajari siswa pada saat belajar dan yang dilakukan siswa untuk dipelajari, bukan apa yang harus dilakukan guru untuk mengajarkan materi pelajaran. Acuan konkret dalam proses pembelajaran memegang peranan penting karena bahan pembelajaran merupakan hal atau peristiwa yang benar-benar dapat dilihat, didengar, atau dirasakan secara langsung dalam suatu pembicaraan atau komunikasi dalam proses belajar mengajar. Adapun acuan konkret yaitu, (1) struktur dan kosakata yang dipakai dalam berkomunikasi hendaknya telah dikuasai siswa (2) berorientasi pada bahan yang bersifat “Here and now”, (3) struktur interaksi dalam berkomunikasi harus dimodifikasi sedemikian rupa (Ellis, 1986: 157--158) dalam Chear ( 2010: 15). Dalam pengembangan teori belajar, hasil yang diamati adalah hasil pembelajaran nyata (actual outcomes) dalam pengertian probabilistik, yaitu hasil pembelajaran yang bisa terjadi dan kemungkinan bukan merupakan hasil
17
pembelajaran yang dinginkan. Oleh karena itu, teori belajar adalah deskriptif, yaitu menggunakan struktur logis “Jika, maka, yang” sering dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar, (Landa dalam Budiningsih, 2005: 13). De Porter, B. (2002: 3) mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran sejauh mana seorang guru mampu mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajarannya, maka sejauh itu pula proses belajar mengajar berlangsung. Dalam pembelajaran diharapkan perhatian pembelajar dapat diarahkan dalam proses belajar seumur hidup dan tak terlupakan. Hal ini sesuai dengan empat pilar pendidikan seumur hidup, seperti yang ditetapkan UNESCO, yaitu (1) to learn to know (belajar untuk berpengetahuan), (2) to learn to do (belajar untuk berbuat), (3) to learn to live together (belajar untuk dapat hidup bersama), dan (4) to learn to be (belajar untuk jati diri). Untuk
membangun
ikatan
emosianal
dengan
siswa,
guru
dapat
menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan ancaman. Hal ini merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik karena proses pembelajaran menjadi bermakna di samping itu, juga dapat menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang, dan ramah. Seifert dalam buku Krasen dan Terrel (1986) berpendapat bahwa teori pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu behaviourist theories dan cognitive theories. Behaviourist theories adalah teori yang terkait dengan
18
rangsangan pembelajaran terdahulu yang dipengaruhi oleh lingkungan yang dikenal dengan penguatan. Di pihak lain, cognitive theories adalah yang berhubungan langsung melalui proses pembelajaran, yaitu memory, attention, insight, organzation of ideas, dan information processing. Behaviourist berfokus pada hubungan langsung antara pendidik dan siswa, yaitu bagaimana mereka merespon pada saat pembelajaran. Guru diharapkan bisa mengatasi dengan bersikap subjektif bila siswa mengalami kegagalan dalam pembelajaran. Sebagai contoh, teguran guru yang kurang hati-hati menyebabkan siswa berbicara tanpa batas atau tidak sopan. Sebaliknya, siswa dapat lebih giat belajar jika guru memberikan senyuman. Cognitive berfokus pada pendidik, yaitu memberikan wawasan pada siswa untuk memahami pembelajaran dan bisa belajar dari kesalahan terdahulu. Pemberian wawasan akan membuat siswa berproses dalam berpikir dengan lebih terstruktur. Inti pembelajaran kognitif adalah bentuk pemikiran secara alami dan berstruktur. Teori penelitian ini juga didukung oleh Krashen dan Terrel tentang pembelajaran bahasa melalui pendekatan natural yang merupakan dasar dari pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua. Prosedur dalam pendekatan natural adalah (1) aquisition/ learning hypothesis , merupakan dua cara yang berbeda dalam kompetensi B2. (2) aquisition adalah pemerolehan dengan cara alami, proses pembelajaran dipengaruhi oleh B1 melalui komunikasi. Learning adalah belajar kaidah-kaidah bahasa dan kemampuan verbal bahasa, yang sering ditemukan kesalahan dalam proses pembelajaran.
19
1.) Monitor hypotesis, pemerolehan ilmu bahasa dengan cara tuturan. 2) Natural order hypothesis, proses pemerolehan tata bahasa. 3) Input hypothesis, menjelaskan hubungan antara pemerolehan dan pembelajaran 4) Affetive filter hypothesis, pengembangan pemerolehan B2 sesuai dengan sifat-sifat. Guru harus memahami pendekatan-pendekatan dan harus menentukan cara yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran memerlukan rencana dalam menyajikan materi pembelajaran berdasarkan pendekatan tertentu. Adapun teori pembelajaran bahasa meliputi teori pembelajaran bahasa secara menyeluruh. Konsep pembelajaran bahasa menyeluruh, diperkenalkan oleh Jerome Harrte dan Carolyn Burke pada tahun 1977. Pada tahun 1978 Ken Goodman memperkenalkan kaidah ini dengan nama ‘Whoel Language Comperhenssion Centered Reading Program”. Pendekatan bahasa menyeluruh terkenal dalam pembelajaran bahasa. Hal ini terjadi karena kaidah bahasa menyeluruh memiliki kelebihan, antara lain (1) melibatkan lingkungan dan pengalaman nyata yang dialami anak, (2) penyampaian secara menyeluruh dan melibatkan berbagai disiplin ilmu, (3)menggunakan pendekatan tematik, programnya disusun berdasarkan pendekatan fungsional dan memperhatikan perkembangan anak, baik perkembangan fisik, sosial emosi, maupun mental intelektual. Materi pembelajaran yang diberikan harus memperhatikan pembelajaran bahasa yang menyeluruh. Oleh karena itu, dalam merancang proses pembelajaran guru sebaiknya memahami dan menganalisis terlebih dahulu materi
20
pokok yang akan diajarkan. Di samping itu, rencana dalam pembelajaran juga memegang peranan sangat penting,
yaitu harus mengintegrasikan seluruh
keterampilan berbahasa, baik membaca, menulis, menyimak, maupun berbicara (Hermawan, 2005: 52). Elis (Chaer, 2003: 242) menyebutkan dua tipe pembelajaran bahasa, yaitu tipe naturalistik dan tipe formal dalam kelas. Pertama, tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru, dan tanpa kesengajaan pembelajaran berlangsung dalam lingkungan kehidupan bermasyarakat. Dalam masyarakat billingual dan multilingual tipe naturalistik banyak dijumpai. Belajar bahasa menurut tipe naturalistik ini sama prosesnya dengan pemerolehan bahasa pertama yang berlangsungnya secara alamiah, sehingga pemerolehan bahasa yang dihasilkan antara anak-anak dan dewasa berbeda. Kedua, yang bersifat formal berlangsung di dalam kelas dengan guru, materi dan alatalat yang sudah dipersiapkan. Pembelajaan bahasa dalam tipe ini dilakukan dengan sengaja atau sadar. Pembelajaran bahasa bersifat formal seharusnya lebih baik dari pada pembelajaran yang dilakukan secara naturalistik, akan tetapi kenyataanya tidak karena terdapat penyebab atau faktor yang mempengaruhinya dalam proses pembelajaran bahasa. Guru bahasa harus memiliki kriteria yang wajib dipenuhi. Adapun kriteria guru bahasa yaitu sebagai berikut. a) menguasai lebih dari satu metode pembelajaram bahasa dan dapat menerapkan metode itu dalam proses belajar mengajar. b) menguasai materi yang diajarkan.
21
c) menguasai semua jenis dan prosedur penilaian. d) menguasai semua tipe latihan ketrampilan berbahasa. e) menguasai pengelolaan kelas f) menguasai teknik pengajaran individual dan kelompok g) dapat menentukan dan menguasai silabus pembelajaran h) dapat memanfaatkan dan menggunakan media pengajaran i) menguasai tujuan pengajaran bahasa dan aktivitas untuk mencapai tujuan. Guru bahasa adalah seorang ahli bahasa, peneliti bahasa, dan penulis materi pelajaran kebahasaan. Guru bahasa harus mendalami dan mengikuti perkembangan ilmu yang diajarkannya sehingga dapat mengajarkan aspek bahasa kepada siswa dengan mudah
dan dapat menguasai materi yang diajarkan. Guru bahasa harus
menguasai fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan ilmu-ilmu sekerabat dengan linguistik, misalnya sosiolinguistik dan psikolinguistik. Pengetahuan linguistik seorang guru bahasa lebih bersifat praktis dalam arti membentengi dirinya agar dapat menjelaskan gejala bahasa yang diajarkannya. Guru bahasa harus memahami bagaimana kaidah bahasa yang dianalisis berdasarkan konsep linguistik sehingga dapat menampakkan diri dalam pemakaian bahasa siswa. Hal itu penting karena guru bahasa tidak mengajarkan siswa menjadi ahli bahasa, tetapi berusaha agar siswa mahir berbahasa. Basiran via (Janawati, 2013:5) tujuan pembelajaran bahasa adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks berkomunikasi. Kemampuan yang
22
dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Belajar bahasa erat kaitannya dengan belajar pendekatan dan linguistik terapan. Pendekatan bahasa diterapkan dalam pengajaran bahasa dengan tujuan siswa tuntas belajar berbahasa. Pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Hal ini relevan karena kompetensi pembelajaran bahasa diarahkan dalam empat aspek, yaitu membaca (reading), berbicara (speaking), menulis (writing), dan mendengarkan (listening). Bahasa pertama dan bahasa kedua sama-sama memiliki kepentingan dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Penggunaan istilah bahasa pertama dan bahasa kedua perlu dibedakan dengan penggunaan bahasa ibu. Pembahasan mengenai bahasa kedua tidak dapat lepas dari bahasa pertama. B2 diperoleh setelah siswa menguasai B1. Penguasaan B1 melalui proses pemerolehan, sedangkan B2 melalui proses pembelajaran. Pembelajaran B2 dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan informal, dengan cara sengaja atau sadar (Chaer, 2003: 243). Ellis (via Chaer, 2003: 243) menyebutkan ada dua tipe pembelajaran bahasa yaitu tipe naturalistik yang bersifat alamiah dan tipe formal yang bersifat nonalamiah. Tipe naturalistik adalah pembelajaran bahasa tanpa guru dan tanpa kesengajaan. Tipe ini ditemukan pada lingkungan multilingual. contoh siswa dari Jakarta bersekolah di Bali, yaitu teman sekolah dan pedagang di sekitar, semuanya berbahasa daerah Bali.
23
Pada awalnya siswa kesulitan dalam mempelajari BDB, tetapi setelah sekian tahun tinggal di Bali akhirnya bisa berbahasa Bali dengan aksen Bali. Hal ini jauh berbeda dengan tipe formal dalam kelas yang sifatnya nonalamiah dengan guru, materi, dan perangkat bantu lainnya, yang sengaja disiapkan sebagai pendukung dalam pembelajaran. Pembelajaran bahasa kedua sulit dilakukan jika siswa tidak memiliki faktor pendukung dalam pembelajaran. Chaer (2003: 45) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran bahasa kedua terdapat lima faktor penentu yaitu (a) faktor motivasi, (b) faktor usia, (c) faktor penyajian formal, (d) faktor bahasa pertama dan (e) faktor lingkungan. Dalam pembelajaran bahasa harus diketahui prinsip-prinsip belajar bahasa dan pendekatan-pendekatan yang diwujudkan dalam kegiatan pembelajaran, di samping itu, juga menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajaran. a.
Pendekatan Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa Seifert (1983) menyatakan bahwa tujuan pengajaran bahasa adalah berupaya
mengembangkan komunikasi siswa, sehingga perhatian guru lebih dipusatkan kepada penggunaan bahasa. Siswa dibimbing untuk menggunakan bahasa, tidak sekadar mengetahui tentang bahasa. Pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif diarahkan untuk membentuk kompetensi komunikatif.
24
b. Pendekatan Behavioristik Kaum behavioris menyatakan bahwa belajar bahasa pada hakikatnya adalah masalah pembiasaan dan pembentukan kebiasaan. Dalam proses pembelajaran yang penting adalah stimulus dan respons serta adanya penguatan. Pembelajaran bahasa melahirkan pendekatan audiolingual yang banyak memberikan pengulangan. Artinya jika belajar bahasa itu dilakukan dengan pengulangan, maka kompetensi berbahasa dapat diperoleh. Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini kemudian berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan. Pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik dengan model hubungan stimulus-respon, mendudukkan siswa yang belajar sebagai individu yang pasif. Pateda, (1991: 98) mengatakan bahwa hal yang penting dalam teori belajar behavioristik adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Stimulus berupa apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru. Teori ini mengutamakan pengukuran sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku. Pendekatan ini berpangkal dari pandangan penganut aliran struktural. Penganut pandangan ini mengatakan bahwa ada hubungan antara rangsangan (stimulus) dan jawaban
25
(responce). Reaksi menjadi rangsangan pada pihak pendengar yang kemudian menimbulkan reaksi pada pembicara. Penganut pandangan ini berpendapat bahwa anak yang lahir belum memiliki potensi bahasa. Bahasa dikuasai anak karena proses belajar. Anak menguasai bahasa karena lingkungan yang memungkinkan proses pemerolehan bahasa. Anak-anak belajar bahasa melalui peniruan. Artinya anak-anak meniru penggunaan bahasa yang dilakukan oleh orang-orang yang berada di sekitarnya. Peniruan ini biasaanya diikuti oleh penguatan atau persetujuan dari orang yang ada di sekitarnya. Proses peniruan yang diperkuat dengan pengukuhan oleh dunia sekitar anak itu kemudian menjadi kebiasaan. Dalam penerapan pendekatan ini, tugas guru bahasa, yakni seperti di bawah ini. (1) memberikan kemungkinan kepada siswa untuk mengembangkan pengalamannya guna meningkatkan keterampilan berbahasa. (2) guru bahasa harus memberikan stimulus sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk memeroleh pengalaman berbahasa yang pada gilirannya berakibat pada perubahan tingkah laku berbahasa siswa. (3) guru bahasa merencanakan pengajaran bahasa sedemikian rupa agar siswa memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan pengalamannya. Stimulus yang tampak dalam pengajaran harus terstruktur dan diprogramkan agar perubahan perilaku terjadi sesuai dengan tujuan pengajaran khusus yang ingin dicapai.
26
(4) guru bahasa harus mempertimbangkan starategi, metode, dan teknik yang tepat serta memungkinkan siswa menambah pengalamannya. (5) guru bahasa harus memikirkan sumber dan alat bantu mengajar yang cocok agar kegiatan menambah pengalaman berbahasa berjalan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. (6) guru bahasa harus menata lingkungan belajar sedemikian rupa agar siswa berkeinginan menambah pengalaman sesuai dengn keinginannya dan tidak bertentangan dengan tujuan khusus pengajaran yang hendak dicapai c. Pendekatan Mentalistik Teori belajar mentalistik dikatakan memiliki hubungan yang sangat erat dan berasal dari teori psikologi. Aspek kognitifnya mempersoalkan masalah bagaimana orang memeroleh bahasa. Menurut penganut pendekatan kognitif/ mentalistik, setiap orang yang belajar bahasa tidak dikondisikan oleh proses yang sama, tetapi telah memiliki potensi yang dibawanya sejak lahir. Penganut paham ini, berpendapat bahwa bahasa sangat rumit. Aktivitas bahasa pada dasarnya adalah aktivitas mental. Kaum mentalis berpendapat bahwa proses belajar manusia tidak boleh disamakan dengan proses belajar yang terjadi pada binatang. Binatang dapat diberikan stimulus tertentu untuk suatu reaksi yang diharapkan. Jadi bahasa sebagai fenomena sosial dan keberadaan manusia tidak boleh dianggap sebagai aktivitas fisik, apalagi disamakan dengan aktivitas binatang.
27
Tujuan teori belajar kognitif adalah untuk membentuk hubungan yang teruji, dari tingkah laku orang-orang pada ruang kehidupan mereka secara spesifik sesuai dengan situasi psikologisnya. Teori kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas diri dan merupakan faktor-faktor yang saling tergantung satu dan lainnya. Dalam penerapannya, pendekatan ini menitikberatkan pada hal-hal berikut. (1) Tugas guru bahasa, yakni melacak potensi yang ada, membimbing dan mengembangkan potensi atau kapasitas yang dibawa sejak lahir itu agar berkembang semaksimal mungkin. (2) Tiap orang yang belajar bahasa tidak karena tersedianya kondisi dari luar, tetapi karena pemerolehan bahasa yang telah dibawa sejak lahir. d. Pendekatan Physical Response Total physical response merupakan metode pendekatan pengajaran bahasa yang diperkenalkan oleh James Asher Metode total physical response biasa juga disebut dengan “the comprehension approach” karena dalam pendekatan ini banyak diimplementasikan listening comprehension atau kemampuann mendengarkan. Ide pendekatan ini muncul dari pengamatan tentang bagaimana seorang bayi dapat menguasai bahasa ibu. Seorang bayi berbulan-bulan mendengarkan suara orang-orang yang ada di sekitarnya sebelum dapat mengucapkan sebuah kata. Tidak ada yang memerintahkan seorang anak untuk berbicara tetapi dia akan berbicara ketika sudah siap.
28
Pada total physical response siswa mendengarkan dan merespon instruksi lisan guru. Tujuan penggunaan metode pengajaran ini adalah untuk membuat para siswa
menikmati
pengalaman
berkomunikasi
menggunakan
bahasa
asing.
Kenyataannya pendekatan ini dikembangkan untuk mengurangi perasaan stres ketika mempelajari bahasa asing. Dalam metode ini ditekankan struktur tata bahasa dan kosakata dibandingkan dengan aspek bahasa lainnya. Guru dapat mengukur tingkat pemahaman seorang siswa dengan melihat aksi yang dilakukan oleh para siswa dengan instruksi yang diberikan ketika belajar bahasa asing. Dalam metode ini diharapkan agar siswa yang melakukan beberapa kesalahan ketika pertama kali memulai untuk berbicara, guru yang menemukan kesalahan harus toleran dan hanya mengoreksi kesalahan yang besar. f. Pendekatan Natural Pengajaran bahasa dikatakan sebagai sebuah proses yang diperoleh karena mempunyai ciri bahwa bahasa aktif dalam otak bawah sadar (subconcious) dan intuitif. Hal ini dapat diamati pada anak kecil yang dapat memahami dan mengetahui bahasa ibu yang menjadi bahasa asing bagi kita. Hal tersebut dapat mereka alami tanpa proses belajar secara sengaja, tetapi dari proses mengamati interaksi orangorang yang ada di sekitarnya dan hal tersebut dapat diketahui tanpa pengetahuan. Kedua adalah hipotesis yang mengatakan bahwa bahasa merupakan sebuah proses pembelajaran yang mustahil dikuasai tanpa mempelajari dan mengetahui aturan-
29
aturan dalam tata bahasa, dalam hal ini bahasa sebagai skill yang harus dipelajari dalam otak sadar. Nunan (1989; Budiningsih, 2005: 54) mengungkapkan bahwa peranan guru dalam pendekatan ini adalah sebagai sumber utama yang memberikan masukan dan menciptakan suasana kelas yang tidak gugup atau kaku. Oleh karena itu seorang guru yang kreatif harus memilih dan menyusun aktivitas kelas yang membuat nyaman para siswa untuk berinteraksi, sebagaimana ia berinteraksi secara alami dalam lingkungan pergaulannya sehari-hari. Sebagai contoh aktivitas pendekatan natural approach dalam pengajaran. Brown (1999) menyatakan bahwa metode pendekatan natural approach meliputi hal-hal berikut. 1. Memperkenalkan diri dan orang lain. 2. Menukar informasi pribadi 3. Mengajarkan mengeja nama orang lain. 4. Memberikan perintah 5. Meminta maaf dan berterima kasih 6. Mengenali dan menggambarkan orang 7. Menanyakan sebuah informasi. Hal unik yang dapat ditemukan dalam pembelajaran ini adalah berlatih dengan teman sekelas, kelompok kerja interaktif, bermain peran, melatih tata bahasa dan pronounciation. Di samping itu juga teknik gap-information, aktivitas internet, dan latihan interaktif ekstra dalam kelas.
30
g. Pendekatan Pembelajaran HighScope Pendekatan HighScope merupakan pendekatan yang berorientasi atau berpusat pada
siswa
(student
centered approach).
Pendekatan
HighScope
pertama
dikembangkan oleh David Weikart. HighScope mulai digunakan tahun 1962. Studi ini menyebutkan bahwa siswa memiliki hubungan sosial dan emosional yang baik. Siswa sebagai pembelajar aktif yang diberikan kesempatan untuk memilih sendiri aktivitas belajar. Pendekatan HighScope pada umumnya merupakan pendekatan yang digunakan pada pembelajaran PAUD karena awal berdirinya HighScope dari PAUD kemudian terus berkembang hingga tingkat SMU. Pendekatan pembelajaaran HighScope digunakan pada pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa kelas VII SLTP. Pendekatan pembelajaran HigScope merupakan pendekatan yang bertujuan mengasah kreativitas siswa. Morrison (2008:156) mengungkapkan bahwa program HighScope berdasarkan teori Piaget, kontruktivisme, Dewey dan Vgotsky menyatakan bahwa pendekatan HighScope merupakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memprioritaskan siswa untuk terlibat secara aktif, baik dalam perencanaan maupun dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dirancang sesuai dengan minat siswa sehingga penentuan kegiatan pembelajaran oleh guru dan siswa dilakukan dengan cara yang seimbang. Plan, do, review merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam metode ini siswa diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan
31
pembelajaran sesuai dengan minat dan keinginannya. Siswa belajar mulai dari membuat perencanaan plan. Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan kegiatan. Pada tahap do siswa melaksanakan atau mengerjakan sesuatu sesuai dengan rencana secara berkelompok. Tahap terakhir adalah review. Pada tahap ini siswa melaporkan kembali/mengkaji apa yang telah dikerjakan dalam proses pembelajaran. Pendekatan
HighScope
memiliki
empat
komponen
penting
dalam
pelaksanaannya sebagai berikut. 1. Siswa sebagai pembelajar aktif yang menggunakan sebagian besar waktunya dalam pusat pembelajaran (learning center) yang beragam. 2. Merencanakan- melakukan-mengulang (plan-do-review) 3. Pengalaman kunci (key experience) merupakan pengalaman-pengalaman penting siswa digunakan dalam pembelajaran. 4. Penggunaan catatan atau anekdot untuk mencatat kemajuan yang diperoleh siswa. Pendekatan HighScope memiliki lima unsur yang mendukung pembelajaran aktif siswa. Kelima unsur tersebut yaitu benda-benda yang dapat dieksplor siswa pada saat belajar kosakata berbahasa Bali, manipulasi benda-benda oleh siswa. Siswa dapat memilih apa yang harus dilakukan dalam pembelajaran, bahasa siswa, dan dukungan dari orang dewasa (guru). Dalam penelitian ini teori pembelajaran bahasa yang digunakan berpedoman pada pendapat Morrison (2008: 159). Menurut Morrison pendekatan pembelajaran HighScope, merupakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada anak dan memprioritaskan siswa untuk terlibat secara aktif dan menggunakan metode plan,do,
32
review baik dalam perencanaan maupun proses pembelajaran. Kegiatan ini dirancang sesuai dengan minat siswa sehingga penentuan kegiatan pembelajaran oleh guru dan siswa dilakukan dengan cara yang seimbang. Landasan teori ini dipakai untuk meneliti metode pembelajaran BDB yang diterapkan pada siswa dwibahasa kelas VII di Sekolah HighScope Indonesia-Bali. Dalam pembelajaran bahasa sering dijumpai faktor-faktor yang dapat menghambat pembelajaran bahasa. Asrori (2007: 125--127) berkembangnya ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia, banyak membahas hasil belajar yang efektif. Para pakar di bidang pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran bahasa. Dengan diketahuinya faktorfaktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar, guru atau siswa dapat memberikan intervensi positif untuk meningkatkan hasil belajar yang diperoleh. Ada dua faktor yang memengaruhi hasil belajar siswa, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor Internal Faktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis. a) Faktor fisiologis sangat menunjang aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat dan kurang sehat akan berpengaruh pada aktivitas belajar. Jika siswa kekurangan kadar makanan, keadaan jasmani akan lemah yang mengakibatkan lekas mengantuk dan lelah.
33
b) Faktor psikologis, yaitu yang mendorong atau memotivasi belajar. Faktorfaktor tersebut di antaranya adalah seperti berikut. ·
Adanya keinginan untuk tahu
·
Agar mendapatkan simpati dari orang lain.
·
Untuk memperbaiki kegagalan
Selain beberapa faktor internal di atas, faktor yang memengaruhi hasil belajar dapat disebutkan sebagai berikut. 1.
Minat Seseorang yang tidak berminat mempelajari sesuatu tidak akan berhasil
dengan baik. Kalau seseorang memiliki minat terhadap objek, maka mendapat hasil yang baik. Guru harus selektif dalam menentukan atau memilih materi pelajaran yang menarik siswa. Selain itu, harus dapat mengemas materi yang dipilih dengan metode yang menarik. Guru juga perlu mengenali karakteristik siswa, misalnya latar belakang sosial ekonomi, keyakinan, kemampuan, dan lain-lain. 2.
Kecerdasan Kecerdasan
memegang
peranan
penting
dalam
menentukan
keberhasilan siswa. Orang cerdas lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas. Berbagai penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara tingkat kecerdasan dan hasil belajar di sekolah.
34
3.
Bakat Bakat merupakan kemampuan bawaan sebagai potensi yang perlu
dilatih dan dikembangkan agar dapat terwujud. Bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Selain kecerdasan, bakat merupakan faktor yang menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar. Belajar pada bidang yang sesuai dengan bakatnya akan memperbesar kemungkinan seseorang untuk berhasil. 4.
Motivasi Istilah motivasi berasal dari kata motif dalam bahasa Inggris motive
berasal dari kata motian yang diartikan gerakan atau sesuatu yang bergerak. Istilah motivasi sangat erat kaitannya dengan gerak, yaitu gerak yang dilakukan manusia yang lebih dikenal dengan istilah tingkah laku atau perbuatan. Dalam ilmu psikologi istilah motivasi dikenal dengan istilah rangsangan atau dorongan. Motivasi yang dimiliki individu akan menentukan, baik kualitas perilaku yang ditampilkannya, maupun dalam konteks belajar. Dalam dunia pendidikan motivasi dikaitkan terutama dengan kepentingan upaya pencapaian prestasi seseorang. Menurut Uno (2007:3), motivasi adalah kekuatan pergerakan yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup yang menimbulkan sesuatu dan mengarahkan pada tujuan tertentu. Teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yaitu sebagai berikut.
35
A. Teori Motivasi Abraham Maslow (1943--1970) Abraham Maslow (1943--1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkan dalam lima tingkatan yang berbentuk piramid, yaitu orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan herarki kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai dengan motif psikologis yang lebih kompleks; yang penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. B. Teori Motivasi Herzberg (1966) Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk hubungan antarmanusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik). Di pihak lain, faktor motivator (instrinsik) memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dan sebagainya. C. Teori Motivasi Vroom (1964) Teori Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang diyakini dan tidak dapat melakukannya sekalipun hasil pekerjaan itu sangat diinginkan. Menurut Vroom,
36
tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu (1) ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas, (2) instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu). (3) valensi, yaitu respons terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan dan motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan. D. Teori Achievement Mc Clelland (1961) Teori ini dikemukakan oleh Mc Clelland (1961). Ia menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu, seperti berikut. • Need for achievement (kebutuhan akan prestasi) • Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan soscialneed Maslow) • Need for Power (dorongan untuk mengatur). Dr. Ngalim Purwanto berpendapat bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong manusia untuk bergerak melakukan sesuatu. Ada beberapa macam jenis motivasi yaitu sebagai berikut. 1. Motivasi berdasarkan terbentuknya motivasi itu sendiri. Berdasarkan hal ini motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi bawaan dan motivasi yang dipelajari. Motivasi bawaan adalah motivasi yang dibawa sejak lahir dan tidak perlu dipelajari. Contoh makan, minum, dorongan untuk bergerak, dan beristirahat. Sebaliknya motivasi yang
37
dipelajari adalah motivasi yang timbul karena dipelajari, misalnya dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan atau dorongan untuk mengejar suatu kedudukan dalam masyarakat. 2. Motivasi berdasarkan jalarannya. Dalam hal ini motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik timbul tidak memerlukan rangsangan dari luar karena sudah ada dalam diri individu sendiri, sedangkan motivasi ekstrinsik berasal dari luar individu. Misalkan dalam bidang pendidikan terdapat minat yang positif yang timbul karena ada manfaatnya. Motivasi instrinsik harus lebih kuat daripada motivasi ekstrinsik. Seorang guru harus dapat menimbulkan motivasi instrinsik untuk menumbuhkembangkan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran. Motivasi merupakan penggerak atau penggugah seseorang untuk melakukan sesuatu agar dapat tercapai suatu keinginan. Motivasi dapat berupa motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang bersifat instrinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi. Orang mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut, bukan karena rangsangan lain, seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seseorang melakukan hobinya. Sebaliknya motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen-elemen di luar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seseorang termotivasi, seperti status ataupun kompensasi.
38
Motivasi sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan seseorang untuk melakukan sesuatu termasuk dalam proses pembelajaran bahasa. Gardner dan Lambert (1972) dalam Harmer (1983) dan Brown (2000) membedakan motivasi menjadi dua, yaitu motivasi instrumental dan motivasi integratif. Motivasi instrumental mengacu pada pemerolehan bahasa sebagai alat untuk mencapai tujuan, seperti karier dan tujuan yang bersifat akademik. Di pihak lain motivasi integrative, yaitu motivasi yang terjadi akibat adanya dorongan atau keinginan untuk mengintegrasikan diri dalam budaya kelompok penutur bahasa yang dipelajari dan terlibat dalam budaya kelompok bersangkutan. Brown (2000:165) berpendapat bahwa motivasi secara tipikal dapat dibedakan atas motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Aktivitas-aktvitas yang termotivasi secara intrinsik adalah aktivitas yang tidak ada imbalannya, kecuali aktivitas itu sendiri atau adanya rasa puas dan prestasi dalam melakukannya. Sebaliknya, perilaku yang termotivasi secara ekstrinsik dipakai untuk kepentingan atau imbalan dari luar diri, seperti untuk mendapatkan uang, hadiah, pangkat, bahkan umpan balik tertentu atau karena adanya tekanan dari pihak luar. seperti atasan dan lingkungan. Rangkaian kedua motivasi ini dapat dipakai oleh semua kelas bahasa di seluruh dunia karena saling melengkapi. Dalam pembelajaran bahasa tidak semua siswa memiliki motivasi yang sama dalam belajar bahasa. Sebelum proses belajar berlangsung, guru perlu memperoleh pengetahuan tentang motivasi para pembelajar bahasa selain kemampuan dasar yang
39
telah dimiliki. Setelah itu guru dapat mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan motivasi sejak permulaan proses pembelajaran demi keberhasilan proses pembelajaran (Harmer, 1983: 7--8; Budiarsa, 2006:3). Motivasi dan sikap siswa penting dalam menentukan kesuksesan dan kegagalan proses pembelajran. Wandia (1990: 105--106; Budiarsa, 2006: 5). mengemukakan bahwa guru harus mengantisipasi dan mengakomodasikannya dengan mengembangkan strategi pembelajar yang lebih aktif di dalam kelas, untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa hal yang harus dilakukan guru.
Pertama
mengembangkan kepiawaian dan pengetahuannya yang memungkinkan menjadi guru yang baik. Kedua bertanggung jawab dan siap melakukan tugas sebagai fasilitator dan mediator yang baik. Ketiga dapat memilih dan memakai materi ajar yang komunikatif yang memungkinkan siswa aktif dalam kelas. Keempat menerapkan langkah dan teknik pembelajaran yang bervariasi sehingga pembelajar tertarik untuk mengikuti pelajaran. Kelima dapat mengembangkan kepercayaan diri pembelajar dalam pengertian bahwa mereka hanya memerlukan sedikit bantuan dari luar dalam hal ini guru. Jika siswa telah memiliki keinginan dan dorongan yang kuat untuk belajar, maka akan tercipta suasana pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan. Motivasi merupakan dorongan yang ada pada diri siswa untuk melakukan suatu tindakan. Motivasi banyak dipengaruhi oleh kebutuhan individu yang ingin dipenuhi (Suharsimi, 1993: 88; Budiarsa, 2006:10).
40
b.
Faktor Eksternal Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri siswa yang ikut memengaruhi
belajar siswa. Faktor eksternal lainnya, misalnya berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat. 1) Faktor yang berasal dari orang tua Faktor yang berasal dari orang tua terutama adalah sebagai cara mendidik orang tua terhadap anaknya. Ada beberapa tanggapan mengenai faktor yang memengaruhi belajar yang berasal dari orang tua. Tipe seperti ini mendidik sesuai dengan kepemimpinan. 2) Faktor yang berasal dari sekolah Faktor yang berasal dari sekolah dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh, dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar siswa yang menyangkut kepribadian guru dan kemampuan mengajarnya. Di samping itu, minat terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan siswa memusatkan perhatian kepada pelajaran yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Keterampilan, kemampuan, dan kemauan belajar siswa tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh karena itu, menjadi tugas guru untuk membimbing siswa dalam belajar.
41
3) Faktor yang berasal dari masyarakat Siswa tidak lepas dari kehidupan masyarakat, bahkan faktor masyarakat sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh masyarakat sulit dikendalikan, baik mendukung maupun tidak mendukung perkembangan siswa, masyarakat memiliki pengaruh terhadap pendidikan. Selain faktor eksternal di atas, ada faktor eksternal yang dapat memengaruhi pembelajaran bahasa yaitu. a) Faktor Luar Faktor luar yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat memengaruhi hasil belajar siswa. Beberapa faktor luar antara lain seperti di bawah ini. o Faktor Lingkungan, meliputi hal-hal berikut. o Lingkungan alam, yaitu kondisi alam yang dapat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. o Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia maupun yang lain, yang langung dapat memengaruhi proses dan hasil belajar. b)
Faktor Instrumen Faktor instrumen adalah faktor-faktor yang dalam penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini meliputi hal-hal berikut.
Kurikulum yang belum mantap dan sering mengalami perubahan dapat mengganggu proses belajar.
42
Program yang jelas tujuan, sasaran, waktu dan mudah dilaksanakan akan dapat membantu proses belajar.
Sarana dan Fasilitas, keadaan gedung dan tempat belajar, penerangan, ventilasi, tempat
duduk
dapat
memengaruhi
keberhasilan
belajar.
Sarana
yang memadai akan membuat situasi yang kondusif untuk belajar.
Guru dan tenaga pengajar, kelengkapan jumlah guru, cara mengajar, kemampuan, kedisiplinan yang dimiliki guru dapat memengaruhi proses dan hasil belajar siswa. Guru yang profesional mengembangkan kemampuannya melalui pendekatan. Pendekatan mampu menciptakan suasana aktif sehingga tujuan yang direncanakan dalam pembelajaran dapat dicapai. Dengan kemampuan pada suatu mata pelajaran, baik pengetahuan, keterampilan
maupun sikap yang mampu dikembangkan, siswa diharapkan dapat mengalihgunakan kemampuan-kemampuan tersebut untuk mengahadapi masalah-masalah dalam berbagai bidang pelajaran. Kemampuan bernalar, kemampuan memilih strategi yang cocok dengan permasalahan, kemampuan menerima dan mengemukakan suatu informasi secara tepat, dan cermat merupakan kemampuan umum yang dapat digunakan dalam berbagai bidang.
43
2.2.2.2 Kedwibahasaan Tantangan yang dihadapi bahasa daerah Bali adalah gencarnya pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya, sehingga masyarakat Bali sudah menjadi dwibahasawan dan masyarakat multibahasa. Hal ini berdampak secara nyata pada penutur dwibahasa, maka penutur akan mulai bergeser dalam menggunakan bahasanya karena memiliki pilihan pemakaian bahasa lebih dari satu (Boloomfield, 1933: Chaer, 1995). Ada beberapa tahapan usia dalam pemerolehan bahasa kedua yang dikemukakan oleh Ovando dan Callier (1985: 65) dalam Tarigan (1988). Adapun tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut. a. Kedwibahasaan Masa Kecil (Infant Bilingualism) Pemerolehan bahasa pada masa kecil dimulai sejak bayi yaitu saat bayi belum dapat mengucapkan suatu kata apa pun, pada saat itu bayi sudah mulai belajar bahasa. Bayi yang secara langsung bergerak atau beranjak dari “tidak berbicara sama sekali” menuju ke “berbicara dua bahasa”. Kasus-kasus kedwibahasaan masa kecil memang perlu melibatkan atau mengikutsertakan pemerolehan serentak (simultaneous acquesition) dari dua bahasa tersebut. b. Kedwibahasaan Masa Kanak-Kanak (Child Bilingualism) Kedwibahasaan
masa
anak-anak
secara
definisi
mencakup
pemerolehan suksesif dua bahasa. Penyebab umum memperoleh suksesif ini
44
adalah perpindahan keluarga ke daerah atau negara lain. Hal ini mempunyai hubungan erat dengan masa sulit adaptasi atau penyesuaian kehidupan anak dan mencakup dalam belajar bahasa. Berdasarkan pengalaman telah diketahui berulang-ulang bahwa siswa dalam situasi ini akan mempelajari bahasa kedua dengan kecepatan yang mengagumkan. Bantuan yang diperoleh anak dari guru dan teman-teman sekelas merupakan hal yang sangat penting. c. Kedwibahasaan Masa Remaja (Adolescent Bilingualism) Masa remaja dikatakan sebagai masa seorang anak mengalami perubahan, baik dilihat dari segi fisik, psikis, suara, maupun bahasa. Kedwibahasaan pada masa remaja atau adolescent bilingualism adalah suatu istilah yang mengacu kepada orang-orang yang menjadi dwibahasawan setelah masa pubertas. Dalam masa ini ada beberapa perbedaan dengan pemerolehan bahasa kedua pada masa anak-anak. Hal ini terjadi sebab yang diperoleh pada masa anak-anak dapat dihubungkan dengan ucapan pribumi atau mirip pribumi (native accent). d. Kedwibahasaan Orang Dewasa (Adult Bilinguyalism) Remaja dan orang dewasa yang mempelajari bahasa kedua akan mengalami hal yang sama. Orang dewasa biasanya telah menguasai bahasa pertama dengan maksimal. Pada waktu belajar dan berusaha untuk memperoleh bahasa kedua akan mengalami kesulitan. Kesulitan ini akan terasa bagi orang dewasa yang belum terbiasa sama sekali atau belum familiar
45
dengan bahasa yang sedang dipelajari, sehingga akan muncul lafal dengan aksen yang sangat kuat dipengaruhi oleh bahasa pertamanya. Oleh karena itu, terlihat perbedaan yang cukup signifikan dengan belajar B2 pada masa anakanak. Apabila dihubungkan atau dikaitkan dengan aksennya, tampak dengan aksen bukan pribumi (nonnative accent). Teori kedwibahasaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Ovando dan Callier (1985: 65) dalam Tarigan (1988). Teori itu yang digunakan untuk meneliti kendala-kendala kebahasaan yang terjadi pada siswa kelas VII dalam pembelajaran BDB.
46
2.3
Model Penelitian Secara garis besar model penelitian dapat dilihat pada bagan 2.3 berikut: Bagan 2.3 Model Penelitian 3 Pembelajaran Bahasa
Bahasa Daerah Bali
Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia
Permasalahan
1.Faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB? 2.Kendala apa yang dihadapi dalam pembelajaran BDB? 3.Metode pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa?
Metode dan teknik pengumpulan data
Metode kualitatif dan kuantitatif, teknik observasi, wawancara, dan kuisioner
Teori Linguistik Terapan Kendala berbahasa menggunakan teori dwibahasa (Ovando dan Callier (1985) dalam Sudiarta (2005:27)
Teori pembelajaran Bahasa HighScope ( plan, do, review) Morrison (2008 : 156)
Hasil Penelitian
47
Model penelitian merupakan alur penelitian yang dipakai oleh seorang peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini. Objek penelitian yang dipakai adalah siswa kelas VII sekolah HighScope Indonesia-Bali. Siswa kelas VII dipilih sebagai objek penelitian karena merupakan siswa dwibahasa yang hidup dalam masyarakat multilingual. Dalam penelitian ini proses pembelajaran BDB diperoleh melalui observasi terhadap siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan satu kali seminggu. Setiap kali pertemuan memiliki waktu enam puluh menit. Dalam proses pembelajaran dilakukan beberapa pendekatan, metode, dan penerapan teknik dalam pembelajaran BDB. Penelitian ini merupakan kajian linguistik terapan, yaitu sosiolinguistik yang menganalisis pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa. Bahasa yang diteliti adalah bahasa daerah Bali. Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif dengan teknik observasi, wawancara, rekaman, dan kuesioner. Dalam penelitian ini, data berupa hasil observasi situasi kelas, hasil wawancara mengenai faktor–faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB, kendala yang dihadapi dalam pembelajaran BDB, dan metode yang digunakan pada pembelajaran BDB. Data dianalisis dengan metode kualitatif dan kuantitatif berdasarkan teori yang relevan dengan pembahasan yaitu teori linguistik terapan. Adapun teori yang dimaksud adalah sebagai berikut yaitu, pertama metode pembelajaran HighScope
48
oleh Morrison (2008: 156). Kedua teori dwibahasa (Ovando dan Callier, 1985) dalam Sudiarta (2005:27) dan Asrori (2007: 125) sebagai acuan dalam menganalisis faktorfaktor yang memengaruhi pembelajaran BDB dan kendala berbahasa yang timbul dalam pembelajaran BDB. Hasil penelitian disajikan secara formal, artinya hasil analisis disajikan dengan table dan lambang-lambang. Di samping itu, hasil penelitian juga disajikan secara informal, artinya bahwa hasil analisis data disajikan dengan kata-kata atau kalimat secara deskriptif.
49
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara yang ditempuh dalam penelitian. Arikunto (2006: 22) menyatakan bahwa metode penelitian merupakan sesuatu yang penting karena berhasil tidaknya dan tinggi rendahnya kualitas penelitian sangat ditentukan oleh ketepatan dalam memilih metode penelitian. Metode penelitian meliputi (1) rancangan penelitian, (2) subjek penelitian dan objek penelitian, (3) prosedur penelitian, (4) metode pengumpulan data dan instrumen penelitian, dan (5) analisis data. Berikut diuraikan metode penelitian tersebut. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menerapkan metode deskriptif kualitatif. Teknik analisis deskriptif kuantitatif merupakan teknik analisis data yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah diperoleh untuk selanjutnya dihitung berdasarkan statistik (angka) sesuai dengan indikator awal yang telah ditetapkan. Deskriptif kualitatif merupakan teknik analisis data yang dilakukan dengan cara menggambarkan data atau fenomena secara umum untuk disimpulkan. Langkah-langkah penelitian ini meliputi penyusunan, rancangan penelitian, penentuan lokasi penelitian, penentuan jenis dan sumber data, dan penyusunan instrumen penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan metode dan teknik penyajian hasil analisis.
50
3.2 Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah siswa kelas VII Sekolah HighScope Indonesia-Bali. Dalam penelitian ini jumlah siswa kelas VII A sebanyak dua belas orang dan siswa kelas VII B sebanyak empat belas orang siswa. Tabel 3.1 Data Siswa Dwibahasa Kelas VII A No
Nama siswa
Jenis kelamin
Agama
Asal
1
Putu Adistya Priyanka Surya
Perempuan
Hindu
Bali
2
Putu Erin Indira Kayana Keefe Jo Basyara Ben Dafyan Marthein Warouw Jamie William Diyono Haico Desitha Van Der Veken I Ketut Putra Purnawibawa Amelie Christabella A.A. Ngurah Bagus Krishna Putu Budi Sukarya Putra P.O. Naufal Alif Imani Ester Caroline Yusuf
Perempuan
Hindu
Bali
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan
Muslim Christian Christian Catolik Hindu Cristian Hindu Hindu Muslim Christian
Jakarta Jakarta Jakarta Belgia Bali Jakarta Bali Bali Jember Jakarta
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Berdasarkan tabel di atas, data siswa dwibahasa kelas VIIA sebanyak dua belas siswa. Lima siswa berjenis kelamin perempuan dan tujuh siswa laki-laki. Berdasarkan agama ada lima siswa beragama Hindu, empat siswa beragama Christian, satu siswa Katolik, dan dua siswa beragama Muslim sebagai subjek penelitian.
yang dijadikan
51
Tabel 3.2 Data Siswa Dwibahasa Kelas VII B
No
Nama siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jenis kelamin
Rin Hasegawa Putu Keysa Kerta Mahesa Marlon Sathya Verchere Amelie Christasya IGA. Istri Raniastu Ista Sidanta Hayato Hachiseko Putu Devika Putri Asha Sana Luh Gede Diva Lilyasih A.M. Yohan Candra IB. Ram Kalpika Putra Mayun M. Naufal Raihansyah Z. Auriga Namira Firmansyah Gracela Michele John Mesach Ariantika Parawangsa P.P.G
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki
Agama Christian Hindu Muslim Christian Hindu Christian Hindu Himdu Christian Hindu Muslim Muslim Christian Hindu
Asal Jepang Bali Perancis Jakarta Bali Jepang Jakarta Bali Bali Bali Bandung Surabaya Rote Bali
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat data siswa dwibahasa kelas VIIB berdasarkan agama ada enam siswa beragama Hindu, lima siswa beragama Christian, tiga siswa beragama Muslim yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Tabel 3.3 Persentase Daerah Asal Siswa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Asal Bali Jakarta Bandung Surabaya Jember Rote Belgia Perancis Jepang
Jumlah Siswa 11 7 1 1 1 1 1 1 2
Persentase 42,3% 26,9% 3,85% 3,85% 3,85% 3,85% 3,85% 3,85% 7,7%
52
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa jumlah siswa kelas VIIA dan VIIB sebanyak 26 orang, 42,3% berasal dari Bali, 26,9% siswa berasal dari Jakarta, 3,85% siswa berasal dari Bandung, 3,85% siswa berasal dari Surabaya, 3,85% siswa berasal dari Jember, 3,85% siswa berasal dari Rote, 3,85% siswa berasal dari Perancis, dan 7,7% siswa berasal dari Jepang. Hal ini menunjukkan kemajemukan siswa kelas VIIA dan VIIB merupakan siswa yang hidup dalam lingkungan multilingual sehingga BDB merupakan pembelajaran bahasa kedua bagi siswa yang menggunakan bahasa Jepang, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai bahasa pertama. 100%
Daerah Asal Siswa kelas VIIA dan VIIB
90% 80%
Bali
70%
Jakarta
60%
Bandung
50% 42.30% 40% 30%
Surabaya Jember
26.90%
Rote
20% 10%
3.85% 3.85% 3.85% 3.85% 3.85%
7.70%
Belgia
3.85%
0%
Perancis Jepang
Grafik 3.1 Daerah Asal Siswa Kelas VIIA dan VIIB Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa daerah asal siswa kelas VIIA dan VIIB yang berjumlah 26 orang berasal dari enam daerah yang berbeda di Indonesia dan tiga negara yang berbeda. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa
53
kelas VIIA dan VIIB merupakan siswa yang berasal dari negara dan daerah yang majemuk sehingga siswa kelas VIIA dan VIIB menguasai lebih dari satu bahasa untuk berkomunikasi.
3.3 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SLTP HighScope Indonesia Bali yang berlokasi di Jalan Muding X No 9, Kerobokan Kaja, Kuta Utara. Lokasi sekolah berada pada daerah perbatasan wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
3.4 Jenis dan Sumber Data 3.4.1
Jenis Data Data dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data ini
diperoleh dari siswa dwibahasa kelas VII SLTP HighScope Indonesia-Bali. Siswa kelas VII A sebanyak dua belas orang dan siswa kelas VII B sebanyak empat belas orang siswa. Selain itu, data diperoleh dari guru BDB yang mengajar di kelas VII. 3.4.1.1 Data Kualitatif Data kualitatif merupakan data yang berbentuk kalimat verbal. Fungsi data kualitatif adalah memberikan informasi mengenai suatu keadaan melalui pernyataan atau kata-kata, tidak berbentuk nominal. Penelitian dengan menggunakan data kualitatif merupakan penelitian yang tidak dapat memperoleh data secara langsung. Data ini diperoleh melalui proses penelitian dan disajikan dalam bentuk kata-kata.
54
Data diperoleh melalui proses pengamatan, proses tanya jawab, dan penyebaran angket. Data kualitatif dalam penelitian ini berupa hasil dari catatan hasil observasi interaksi guru dengan siswa yang terjadi di kelas, hasil wawancara, gambar hasil pemotretan. 3.4.1.2 Data Kuantitatif Data kuantitatif merupakan jenis data yang berupa angka dan dapat dihitung atau diolah dengan menggunakan perhitungan matematika atau statistik untuk menarik suatu simpulan. Fungsi data kuantitatif adalah untuk menggambarkan suatu informasi atau keadaan dalam wujud angka-angka. Penelitian yang menggunakan data kuantitatif dapat langsung memperoleh data yang dibutuhkan. Proses pengumpulan data kuantitatif sangat mudah dan tidak membutuhkan banyak waktu. Data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan rumus sederhana. Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa hasil tes kemampuan berbahasa Bali, jumlah siswa laki-laki dan perempuan, dan jumlah penggunaan BDB. Penyajian hasil penelitian ini dipaparkan dalam bentuk nilai atau persentase dan grafik.
3.4.2 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Kedua jenis data tersebut diuraikan sebagai berikut.
55
3.4.2.1 Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau objek penelitian. Data primer berupa hasil kuesioner yang berisi unsur-unsur efektivitas pembelajaran yang terjadi dalam proses pembelajaran, hasil wawancara, berupa hasil observasi dalam pembelajaran BDB pada siswa kelas VII, dan tes yang diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan BDB siswa. 3.4.2.2 Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui data yang telah diteliti yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yang diperoleh melalui studi pustaka. Data sekunder berupa arsip-arsip, jurnal, artikel, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran BDB.
3.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa observasi di kelas yang dilakukan oleh guru pengajar BDB. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif sehingga peneliti menjadi instrumen penelitian utama yang langsung mengambil data dari pembelajaran BDB. Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara (interview guide) yang dilengkapi dengan alat perekam. Selain itu, digunakan alat pencatat lainnya yang diperlukan selama wawancara dan observasi berlangsung. Ada beberapa instrumen yang dipakai dalam penelitian ini.
56
3.5.1
Pedoman Wawancara Selain melakukan observasi, data primer juga diperoleh melalui hasil
wawancara dengan para informan, yaitu dengan pihak sekolah (baik guru maupun siswa). Dalam kegiatan observasi dan wawancara, data yang digunakan terkait dengan faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB, kendala-kendala dalam pembelajaran BDB, metode pembelajaran BDB di sekolah HighScope IndonesiaBali, serta sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pembelajaran BDB di lingkungan sekolah. 3.5.2
Perekaman dan Dokumentasi Alat perekam digunakan untuk mengumpulkan data melalui rekaman selama
proses pembelajaran berlangsung untuk mengetahui tindakan guru dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran BDB. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan dokumentasi terhadap data yang berkaitan dengan kebijakan penyelenggaraan pembelajaran BDB pada kelas VII, seperti arsip kegiatan pembelajaran di kelas yang meliputi kurikulum pendidikan, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan kalender pendidikan. Selanjutnya data kepustakaan lainnya berasal dari literatur yang berhubungan dengan penyelenggaraan pembelajaran BDB pada siswa SLTP. Hasil penelitian tentang pembelajaran BDB yang memiliki relevansi dengan penyelenggaraan pembelajaran BDB di SLTP dan jurnal ilmiah yang terkait dengan penelitian pembelajaran dan pengajaran bahasa.
57
3.5.3
Catatan Harian Catatan harian digunakan untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses
pembelajaran BDB berupa hasil dari proses pembelajaran ataupun pencatatan data yang dilakukan oleh peneliti berupa tuturan atau ujaran siswa. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan berbahasa dalam pembelajaran BDB. 3.5.4
Kalender Pembelajaran (Silabus) Penggunaan silabus sangat diperlukan untuk mengetahui rencana pembelajaran
guru yang dilaksanakan selama tiga bulan. Instrumen tersebut merupakan pedoman mengajar bagi guru dalam menyampaikan materi. Silabus digunakan untuk mengukur materi yang diberikan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 3.5.5
Rencana Proses Pembelajaran (RPP) RPP digunakan untuk menunjang kelancaran dan keberhasilan selama proses
pembelajaran berlangsung. Instrumen ini merupakan pegangan pengajaran bagi guru yang dapat digunakan untuk pengaturan kelas.
3.5.6 Skala Likert Suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Dalam penelitian ini skala likert digunakan untuk mengukur pendapat siswa mengenai motivasi dalam pembelajaran BDB. Dalam skala likert ini, ada lima pernyataan yang
58
berupa quesioner yang harus diisi oleh siswa mengenai motivasi yang mendorong dalam pembelajaran BDB.
3.6
Metode dan Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, kuisioner dan
identifikasi data. Peneliti berperan sebagai observer yang melakukan observasi mengenai interaksi proses belajar mengajar di kelas yang dilakukan oleh guru dan siswa. Peneliti mengamati pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa kelas VII. Peneliti wawancarai siswa kelas VIIA dan VIIB untuk mengetahui faktor –faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa, kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran bahasa, dan metode pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa kelas VII. Wawancara juga dilakukan dengan guru BDB mengenai proses pembelajaran, dan metode yang digunakan dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Di samping itu, diadakan wawancara dengan kepala sekolah berkaitan dengan kurikulum dan informasi mengenai akademik yang digunakan dalam pembelajaran BDB di sekolah. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut.
3.6.1 Kuesioner Arikunto (2006:28) menyatakan bahwa kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur/responden. Kuesioner adalah metode pengumpulan data melalui formulir-formulir yang berisi pertanyaan-
59
pertanyaan atau pernyataan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data pendapat siswa mengenai faktor –faktor yang memengaruhi siswa dalam pembelajaran BDB dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran BDB. Tabel 3.4 Format Kuesioner Motivasi Siswa
No 1
2 3 4
5
Pernyataan
SS
S
Pendapat KS TS
STS
Saya lebih bersemangat mengikuti pelajaran bahasa Bali karena termotivasi untuk dapat berkomunikasi. Guru selalu memberikan motivasi dalam mempelajari bahasa Bali. Saya termotivasi mengikuti pelajaran bahasa Bali karena tuntutan nilai. Saya termotivasi mengikuti pelajaran bahasa Bali karena merupakan pelajaran wajib. Saya termotivasi mengikuti pelajaran bahasa Bali untuk melestarikan budaya daerah.
Data respons motivasi siswa dalam pembelajaran BDB menggunakan kuesioner yang terdiri atas lima item. Tiap item mempunyai skor maksimal lima dan skor minimal satu, dengan perincian:
Sangat setuju (SS) skor 5 Setuju (S) skor 4
60
Kurang setuju (KS) skor 3 Tidak setuju (TS) skor 2 Sangat tidak setuju (STS) skor 1 Total respons siswa di kelas X100 % Total respons tertinggi (jumlah siswa x 5) Keterangan: 5= Nilai respons tertinggi Explanation: Score Interpretation Criteria 0% -- 20%
= sangat kurang positif
21% -- 40% = kurang positif 41% -- 60% = positif 61% -- 80% = cukup positif 81% -- 100% = sangat positif Penelitian dianggap berhasil apabila jumlah siswa yang memberikan respons positif lebih banyak daripada jumlah siswa yang memberikan respons negatif. Dengan kata lain, penelitian dianggap berhasil apabila 50% ke atas dari jumlah siswa memberikan respons positif. 3.6.2
Observasi Secara harfiah observasi memiliki arti pengamatan. Dalam pengertian yang
lebih luas observasi merupakan suatu kegiatan pengumpulan data melalui mengamati secara mendalam serta mencatat secara teliti dan sistematis segala hal yang dijadikan objek atau sasaran pengamatan.
61
Observasi sebagai alat pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data dalam proses belajar mengajar di sekolah. Observasi memegang peranan yang sangat penting dalam rangka membuat prediksi sementara dan mengevaluasi kemajuan dan perubahan-perubahan tingkah laku juga hasil belajar para siswa, yang mungkin tidak dapat dijangkau oleh instrumen tes hasil belajar. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui dan mendeteksi perkembangan aspek-aspek fisik, intelektual, bahasa, emosi, moral, dan sosial seorang siswa. Observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang penyelenggaraan pembelajaran BDB di SLTP HighScope. Metode observasi yang digunakan adalah observasi nonpartisipan. Observasi nonpartisipan adalah observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan mengamati perilaku tanpa ada interaksi dengan subjek yang sedang diteliti. Format observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah format observasi guru dan siswa. Tabel 3.5 Format Observasi Kegiatan Guru
No
1. 2. 3. 4.
Aspek yang Dinilai Guru menyampaikan salam kepada siswa dengan menggunakan bahasa Bali Guru memeriksa kesiapan siswa. Guru menyampaikan SK, KD, indikator, dan tujuan pembelajaran. Guru mengecek pengetahuan siswa tentang materi yang akan dijelaskan.
Respons Guru Tidak Ada Ada
Ket
62
5. 6.
7.
8 9 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Guru menjelaskan materi dengan menggunakan bahasa Bali. Jika ada siswa menyampaikan pemahamannya ke dalam bahasa lain selain bahasa Bali guru akan mendorong anak untuk mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Bali. Guru memberikan materi bahasa Bali yang integrasi dengan pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa inggris yang sudah dipelajari di kelas. Guru menggunakan banyak waktu di dalam kelas untuk memacu siswa dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Bali. Guru meminta siswa untuk menulis puisi Bali modern Guru mencoba menerjemahkan bahasa Bali untuk siswa yang kurang mengerti. Meminta beberapa siswa untuk menyampaikan hasil tulisannya di depan kelas. Guru melakukan revisi terhadap hasil tulisan siswa. Guru memberikan umpan balik, kepada siswa tentang materi puisi Bali modern. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan dan merefleksi hasil tulisan yang sudah disampaikan oleh beberapa siswa. Memberikan kesempatan siswa untuk menanyakan halhal yang belum dipahami.
Tabel 3.6 Format Observasi Kegiatan Siswa
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Aspek yang dinilai Siswa menyimak apersepsi yang disampaikan oleh guru. Siswa antusias mengikuti pelajaran bahasa Bali. Siswa menyimak SK, KD, indicator, dan tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Siswa mendengarkan pokok-pokok kegiatan pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru.
Respons Siswa Tidak Ada Ada
Ket
63
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
3.6.3
Siswa aktif mengikuti pelajaran di kelas. Siswa menulis puisi melalui tahapan menulis. Siswa menggunakan bahasa tulis dalam pembelajaran menulis puisi Bali modern berbahasa Bali. Siswa aktif dalam pembelajaran (mendengarkan penjelasan guru) dan mengerjakan tugas guru sesuai dengan petunjuk. Ikut serta dalam merefleksi kegiatan pembelajaran. Menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Siswa aktif berkomunikasi menggunakan bahasa Bali Siswa berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
Metode Wawancara Metode wawancara adalah suatu cara memperoleh informasi atau keterangan-
keterangan terhadap suatu hal dari seseorang atau sekelompok orang dengan memberikan pertanyaan lisan secara langsung. Wawancara sebagai alat penilai digunakan untuk mengetahui pendapat, aspirasi, harapan, prestasi, keinginan, keyakinan, dan lain-lain. Cara yang dilakukan adalah dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa dengan beberapa cara. Dalam penelitian ini metode wawancara ini digunakan untuk melengkapi data mengenai kendala eksternal dan internal yang dihadapi siswa dalam belajar bahasa Bali. Wawancara dilakukan untuk mendukung respons siswa yang telah dikumpulkan melalui angket/kuesioner. Pedoman wawancara yang digunakan adalah pedoman wawancara terstruktur, yakni pedoman wawancara yang telah disusun secara sistematis. Menurut Aryana (dalam Suandi, 2008: 35), teknik ini digunakan jika di dalam populasi terdapat kelompok-kelompok subjek dan antara satu kelompok dan
64
kelompok yang lain tampak adanya strata atau tingkatan. Pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Melakukan stratifikasi, yaitu membagi subjek dalam populasi penelitian menjadi beberapa subpopulasi. b. Membuat daftar seluruh subjek yang menjadi anggota subpopulasi yang bersangkutan. c. Memilih sampel dari tiap-tiap subpopulasi dengan teknik random sederhana. Penelitian ini mengambil sembilan orang siswa yang dijadikan subjek wawancara. Tiga siswa berasal dari Bali, tiga siswa berasal dari luar Bali dan tiga siswa berasal dari negara lain. Wawancara ini dilaksanakan pada jam istirahat. Adapun instrumen wawancara yang digunakan adalah sebagai berikut.
PEDOMAN WAWANCARA NAMA
:
KELAS
:
PERTANYAAN 1. Dari keempat keterampilan berbahasa Bali, keterampilan mana yang mudah dipelajari, sebutkan alasannya? 2. Bahasa apa yang kalian gunakan untuk berkomunikasi di lingkungan keluarga? 3. Bahasa apa yang kalian gunakan untuk berkomunikasi di lingkungan sekolah? 4. Di mana biasanya kalian berkomunikasi menggunakan bahasa Bali? 5. Seberapa sering kalian berkomunikasi menggunakan bahasa Bali?
65
6. Apa sajakah pengaruh positif yang ditimbulkan dalam pembelajaran bahasa Bali yang menggunakan sistem dwibahasa? 7. Pengaruh negatif apa yang ditimbulkan dari penggunaan dwibahasa sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran bahasa Bali? 8. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam belajar bahasa Bali? 9. Apakah suasana dan fasilitas di dalam kelas sudah mendukung keberhasilan proses belajarmengajar bahasa Bali? 10. Langkah-langkah
apa
sajakah
yang
dilakukan
oleh
siswa
untuk
meminimalkan kendala-kendala yang dihadapi dalam belajar bahasa Bali? 11. Bagaimanakah penguasaan materi, metode, dan teknik yang dilakukan oleh guru ketika proses belajar mengajar pada mata pelajaran bahasa Bali 12. Apakah siswa di kelas VII merasa senang dengan penerapan metode pengajaran bahasa Bali yang sekarang? 13. Motivasi apa yang mendorong kalian dalam belajar bahasa Bali? 3.6.4
Metode Tes Metode tes berupa pertanyaan atau latihan dari alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan (Arikunto, 2006:150). Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kemampuan berbahasa Bali siswa dwibahasa, khususnya membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Data keterampilan berbahasa Bali siswa dikumpulkan melalui tes penilaian instrument. Tes yang digunakan adalah tes tulis, (Nurgiyantor, 2001:307). Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat produktif. Keterampilan ini mengubah wujud pikiran atau perasaan menjadi wujud bunyi bahasa yang bermakna (Shihabudin, 2009: 195).
66
Suhendar (dalam Cahyani dan Hodijah, 2007: 64) mengemukakan bahwa dalam menilai kemampuan berbicara seseorang sekurang-kurangnya perlu dipahami aspek yaitu lafal, struktur bahasa, kosakata , isi pembicaraan, dan pemahaman. Berikut pedoman yang digunakan untuk mengukur dan menilai keterampilan berbahasa Bali yang meliputi keterampilan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara.
Tabel 3.7 Rubrik atau Pedoman Penilaian Bahasa daerah Bali kelas VII Aspek yang Dinilai MENULIS Kualitas isi
Skor
Tingkat
Pedoman Penilaian
18--20
Sangat baik
Sesuai dengan isi, tema, dan lengkap, amat terjabar, serta amat sesuai dengan judul
14--17
Baik
Sesuai dengan isi, luas dan lengkap, terjabar serta sesuai dengan judul meskipun kurang terperinci
10--13
Sedang
Sesuai dengan isi tapi belum lengkap secara terbatas, kurang lengkap, kurang terjabar, dan kurang terperinci
7--9
Kurang
Tidak sesuai dengan isi, tidak mengenai, dan tidak cukup untuk dinilai
Sangat baik
Sangat teratur dan rapi, amat jelas, amat kaya gagasan, urutan amat logis, dan kohesi amat tinggi
22--26
Baik
Teratur dan rapi, jelas, banyak gagasan, urutan logis, kohesi tinggi
17--21
Sedang
Kurang teratur dan rapi, kurang jelas,
Organisasi 27--30 dan penyajian isi
67
kurang gagasan, urutan kurang logis dan kohesi kurang tinggi.
Bahasa
Kosakata
13--16
Kurang
Tidak teratur dan rapi, tidak jelas, kurang gagasan, urutan kurang logis, tidak ada kohesi, tidak cukup untuk dinilai
22--25
Sangat baik
18--21
Baik
11--17
Sedang
5--10
Kurang
18--20
Sangat baik
14--17
Baik
10--13
Sedang
7--9
Kurang
Sangat menguasai bahasa, amat sedikit kesalahan penggunaan dan penyusunan kalimat dan kata-kata. Penggunaan dan penyusunan kalimat yang sederhana, sedikit kesalahan tata bahasa yang mengaburkan makna Kesulitan dalam penggunaan dan penyusunan kalimat sederhana, kesalahan yang mengaburkan makna. Tidak menguasai penggunaan dan penyusunan kalimat, tidak komunikatif, tidak cukup untuk dinilai. Penggunaan kosakata bahasa Bali yang sangat luas, penggunaan amat efektif, pemilihan kata amat tepat. Menggunakan kosakata bahasa Bali sangat luas, penggunaan efektif, pemilihan kata tepat. Penggunaan kosakata terbatas kurang efektif, pemilihan kata kurang tepat. Penggunaan kosakata seperti terjemahan, kurang tepat untuk dinilai
68
MEMBACA Intonasi
Pilihan Kata
Struktur bahasa
18--20
Sangat baik
14--17
Baik
10--13
Sedang
7--9
Kurang
18--20
Sangat baik
14-17
Baik
10--13
Sedang
7--9
Kurang
18--20
Sangat baik
14--17
Baik
10--13
Sedang
7--9
Kurang
Mampu dan menguasai kaidah membaca sesuai dengan intonasi dan pengucapan dalam bahasa Bali Menguasai kaidah dalam membaca kata, ejaan, dan tanda baca dalam bahasa Bali Kurang menguasai kaidah membaca kata, ejaan, dan tanda baca dengan banyak kesalahan. Tidak menguasai kaidah membaca kata, ejaan, tanda baca, sulit untuk dibaca, dan tidak cukup untuk dinilai Mampu menguasai dan memahami pilihan kata dalam membaca sesuai dengan intonasi dan pengucapan dalam bahasa Bali Menguasai kaidah dalam membaca kata, ejaan, dan tanda baca dalam bahasa Bali Kurang menguasai kaidah membaca kata, ejaan dan tanda baca dengan banyak kesalahan. Tidak menguasai kaidah membaca kata, ejaan, tanda baca, sulit untuk dibaca dan tidak cukup untuk dinilai. Sangat menguasai struktur bahasa, amat sedikit kesalahan penggunaan dan penyusunan kalimat dan kata-kata dalam kegiatan membaca. Penggunaan dan penyusunan kalimat yang sederhana, sedikit kesalahan tata bahasa yang mengaburkan makna. Kesulitan dalam penggunaan dan penyusunan kalimat sederhana, kesalahan yang mengaburkan makna. Tidak menguasai penggunaan dan penyusunan kalimat, tidak komunikatif, tidak cukup untuk dinilai.
69
MENYIMAK
18--20
Sangat baik
14--17
Baik
10--13
Sedang
7--9
Kurang
BERBICARA 18--20 Bahasa
Struktur bahasa
Sangat baik
14--17
Baik
10—13
Sedang
7--9
Kurang
18--20
Sangat baik
14--17
Baik
10--13
Sedang
Mampu menguasai dan memahami setiap informasi dalam bahasa Bali dengan baik. Memahami setiap informasi yang disampaikan dalam bahasa Bali sesuai dengan makna yang disampaikan pembicara. Kurang menguasai dan memahami informasi yang disampaikan dalam bahasa Bali sehingga banyak kesalahan yang timbul dalam setiap kegiatan menyimak. Tidak menguasai dan memahami informasi yang disampaikan dalam bahasa Bali. Dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Bali sesuai dengan anggahungguhin bahasa Bali. Siswa mampu berkomunikasi dalam setiap dialog dan interaksi sosial menggunakan bahasa Bali. Siswa mampu berkomunikasi dengan bahasa Bali dalam bentuk kalimat sederhana. Masih belajar untuk berkomunikasi menggunakan bahasa Bali, siswa lebih banyak berbicara menggunakan bahasa lain. Sangat menguasai struktur bahasa, amat sedikit kesalahan penggunaan dan penyusunan kalimat dan kata-kata dalam kegiatan berbicara. Penggunaan dan penyusunan kalimat yang sederhana, sedikit kesalahan tata bahasa yang mengaburkan makna. Kesulitan dalam penggunaan dan penyusunan kalimat sederhana dalam berbicara serta banyak kesalahan yang mengaburkan makna.
70
Kosakata
Lafal
7--9
Kurang
18-20
Sangat baik
14--17
Baik
10--13
Sedang
7--9
Kurang
18--20
Sangat baik
14--17
Baik
10--13
Sedang
7--9
Kurang
Tidak menguasai penggunaan dan penyusunan kalimat dalam berbicara tidak komunikatif, tidak cukup untuk dinilai. Sangat menguasai bahasa, amat sedikit kesalahan penggunaan dan penyusunan kalimat dan kata-kata dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Bali. Penggunaan dan penyusunan kalimat yang sederhana, sedikit kesalahan tata bahasa yang mengaburkan makna Kesulitan dalam penggunaan dan penyusunan kalimat sederhana, kesalahan yang mengaburkan makna. Tidak menguasai penggunaan dan penyusunan kalimat, tidak komunikatif, tidak cukup untuk dinilai. Sangat menguasai pelafalan dalam bahasa Bali, tekanan suara standar, tidak tampak adanya pengaruh bahasa asing dan terdengar seperti tuturan bahasa lisan. Menguasai pelafalan dalam bahasa Bali, tidak tampak adanya pengaruh bahasa asing. Kesulitan dalam menguasai pelafalan dalam bahasa Bali sehingga terdengar seperti tuturan bahasa asing. Tidak menguasai peklafalan dalam bahasa bali, tidak komunikatif, tidak cukup untuk dinilai.
Berdasarkan pedoman rubrik penilaian di atas, dapat dinyatakan bahwa skor maksimal yang dapat diperoleh siswa dalam keterampilan BDB adalah 100 dan
71
standar minimalnya adalah 40. Secara individual, skor yang diperoleh siswa dapat diperoleh melalui rumus berikut. Ketuntasan Individu =
skor yang diperoleh siswa 100 skor maksimal
Untuk menghitung rata-rata (mean) hasil belajar digunakan rumus sebagai berikut.
X=
fX N
Keterangan :
= Nilai rata-rata (mean) fX = Jumlah nilai seluruh siswa N = Banyaknya siswa X
(Sudjana, 2004: 111)
Nilai yang diperoleh siswa dikonversikan ke dalam pedoman konversi skor berikut (Nurkancana dan Sunartana, 1992: 95).
Tabel 3.8 Kategori Nilai Ketrampilan Bahasa Bali No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Rentangan Skor 85--100 75--84 65--74 55--64 45--54 35--44 25--34 15--24 0--14
Kategori Baik sekali Baik Cukup Sedang Hampir sedang Kurang Kurang sekali Buruk Buruk sekali
72
Berdasarkan pedoman penilaian di atas, secara individual siswa dikatakan tuntas apabila memperoleh nilai minimal 65. Secara klasikal, dikatakan tuntas apabila 75% dari jumlah siswa yang ada di kelas itu memperoleh nilai 65 ke atas. Apabila ini dicapai, penelitian dapat dikatakan tuntas. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung ketuntasan belajar sebagai berikut. KB =
S x100 % N
Keterangan: KB = Ketuntasan belajar S
= Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan
N = Jumlah siswa
Dari rumus tersebut, dapat diuraikan bahwa persentase siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dalam membaca, menulis, menyimak, dan berbicara BDB dapat diketahui dengan cara membagi jumlah siswa yang memperoleh nilai 65 ke atas dengan jumlah seluruh siswa kemudian dikalikan 100%. Dengan demikian, persentase siswa yang sudah tuntas dapat diketahui. Apabila 75% dari jumlah siswa memperoleh nilai 65 ke atas, penelitian sudah dapat dikatakan tuntas.
73
3.6.5
Identifikasi Data
Setelah data diperoleh maka dilanjutkan dengan mengidentifikasi data yaitu data yang diambil kemudian dilanjutkan dengan klarifikasi data artinya data-data yang telah teridentifikasi kemudian dikelompokkan berdasarkan teori yang relevan dan berkaitan dalam penelitian ini.
3.7 Metode dan Teknik Analisis Data Analisis data merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam penelitian ini. Dalam kaitan ini analisis data dilakukan secara deskriptif-kualitatif. Pada tahapan ini semua data dikelompokkan dan dianalisis hingga menghasilkan hasil penelitian yang sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data adalah sebagai berikut. 1. Deskripsi data, yakni memaparkan data asli yang diperoleh melalui kegiatan observasi dan wawancara pada siswa kelas VII SLTP yang menjadi tempat penelitian ini. 2. Reduksi data, yakni kegiatan penelitian yang bersifat menggambarkan data yang sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tentang implementasi pembelajaran bahasa daerah Bali di kelas dwibahasa SLTP HighScope. 3. Interpretasi data, yaitu pengolahan data dilakukan dalam bentuk analisis kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan diolah berdasarkan prosedur yang ada.
74
3.8 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Hasil analisis data penelitian ini disajikan secara informal, yaitu dengan deskripsi naratif dalam bentuk kata, kalimat, paragraf, dan teks deskriptif yang dibantu dengan cara formal, seperti penggunaan tabel, bagan, atau grafik. Paduan kedua cara ini dianggap sangat dibutuhkan untuk mengungkapkan kebutuhan penyajian hasil penelitian yang kompleks dan multidisipliner serta berciri deskriptif-kualitatif seperti dalam penelitian ini.
75
BAB IV METODE PEMBELAJARAN BAHASA DAERAH BALI PADA SISWA DWIBAHASA KELAS VII SLTP DI SEKOLAH HIGHSCOPE INDONESIA-BALI
Dalam bab ini diuraikan dan dibahas hasil penelitian sehubungan dengan metode pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa di sekolah HighScope yang diperoleh dari hasil wawancara, angket, observasi, dan hasil pembelajaran siswa yang berkaitan dengan topik yang sedang dibahas. Selanjutnya dilaksanakan analisis guna kepentingan dalam pembahasan. Pada bab ini dibahas (1) situasi pembelajaran BDB, 2) faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa, 3) kendala dalam pembelajaran BDB, 4) metode pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa.
4.1 Situasi Pembelajaran BDB Kelas dwibahasa di sekolah HighScope memiliki lingkungan sekolah yang nyaman. Fasilitas yang ada meliputi ruangan pegawai, ruangan kepala sekolah, ruangan BK, UKS, perpustakaan, Lab bahasa, Lab IPA, Lab komputer, multimedia, IT, OSIS, Aula (ruang serba guna), ruang makan guru dan siswa, ruang seni lukis, seni tari, ruang agama Hindu, Muslim, Kristen, Katolik, Budha, Gudang, tempat ibadah, kantin, pos jaga, bangsal kendaraan, kantin, lapangan basket, tempat bermain siswa, lapangan upacara, lapangan sepak bola, kolam renang, dan ruang kelas. Ruang
76
kelas merupakan lingkungan belajar yang nyaman, tiap kelas berisi dua unit computer, AC, LCD, dan projektor di tiap-tiap ruangan. Kelas diawasi oleh tiga orang guru dalam pembelajaran. Pada dinding kelas terdapat poster hasil belajar siswa, rubrik penilaian, peraturan kelas yang dibuat oleh siswa dan guru. Situasi pembelajaran BDB di dukung oleh lingkungan kelas yang nyaman lengkap dengan fasilitas yang ditawarkan yang dapat membantu dalam proses pembelajaran. Sarana dan prasarana merupakan komponen pokok yang harus dipersiapkan dalam kelas dwibahasa. Pembelajaran yang berpusat pada siswa harus direncanakan dan diupayakan dengan baik sehingga muncul kelas yang nyaman dan membuat siswa senang belajar di kelas. Guru harus merencanakan dan menyediakan bahan dan peralatan yang dapat mendukung perkembangan siswa. Adapun pusat– pusat yang disediakan sebagai dekorasi kelas dwibahasa HighScope adalah sebagai berikut. a. Pusat Pertemuan Pusat pertemuan merupakan tempat pertemuan siswa dan guru yang digunakan
sebagai
tempat
diskusi,
mendengarkan
pelajaran,
dan
menyampaikan informasi yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Lihat gambar 01. b. Pojok Literatur Pojok literatur merupakan bagian kelas yang berisi segala kebutuhan dalam pembelajaran bahasa. Pojok Literatur memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempersiapkan diri dalam proses membaca dan menulis, bahan-
77
bahan yang ada pada pojok ini meliputi buku-buku cerita fiksi dan nonfiksi berbahasa Indonesia, Inggris, dan Bali. Selain itu berisi buku karya ilmiah popular, majalah, buku cerita, kelengkapan alat menulis, kertas dan alat tulis lainnya yang memungkinkan siswa untuk memilih sendiri kegiatannya. Lihat gambar 02. c. Sudut Teknologi Sudut teknologi dapat digunakan untuk mencari keperluan dalam pembelajaran bahasa. Siswa dapat menggunakan sudut teknologi untuk mencari informasi yang berkaitan dengan pembelajaran. Sudut ini berisi dua komputer lengkap dengan internet dan printer untuk membantu siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Lihat gambar 03. Pusat pertemuan, pojok literatur, dan sudut teknologi merupakan bagian kelas bahasa yang digunakan untuk menaruh barang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam pembelajaran bahasa. Situasi pembelajaran BDB yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang menunjang pembelajaran BDB meningkatkan keinginan siswa untuk belajar BDB.
4.2 Faktor–Faktor yang Memengaruhi Pembelajaran Bahasa Daerah Bali Pembelajaran merupakan suatu proses yang menimbulkan suatu perubahan dalam individu siswa. Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan eksternal. Kedua faktor ini saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil
78
belajar. Guru memiliki tugas untuk membelajarkan siswa sehingga siswa diharapkan mampu belajar. Guru telah mengajar dengan baik. Ada siswa yang belajar dengan giat, ada siswa yang belajar setengah hati, ada siswa berpura-pura belajar, bahkan ada pula siswa yang tidak mau belajar. Ada siswa yang suka memusatkan perhatian ketika belajar, bahkan ada siswa yang menganggap remeh suatu pelajaran tertentu. Faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa penting diketahui oleh guru untuk mencari metode yang tepat digunakan dalam pembelajaran. Berikut hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa kelas VII.
4.2.1 Faktor Internal Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu yang dapat memengaruhi hasil belajar siswa. Adapun faktor internal yang memengaruhi pembelajaran BDB adalah sebagai berikut.
4.2.1.1 Motivasi Motivasi memegang peranan penting dalam pembelajaran bahasa. Dalam penelitian ini pendapat siswa diukur menggunakan skala likert. Ada lima pernyataan yang berupa kuesioner yang harus diisi oleh siswa mengenai motivasi dalam pembelajaran BDB.
79
Dalam penelitian ini siswa kelas VIIA dan VIIB yang berjumlah 26 orang mengisi kuesioner mengenai motivasi dalam pembelajaran BDB. Adapun hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 4.1 Motivasi Siswa Kelas VIIA
No 1
2 3 4
5
Pernyataan
SS (5) Saya lebih bersemangat mengikuti 16,66% pelajaran bahasa Bali karena termotivasi untuk dapat berkomunikasi Guru selalu memberikan motivasi 58,33% dalam mempelajari bahasa Bali. Saya termotivasi mengikuti pelajaran 50% bahasa Bali karena tuntutan nilai. Saya termotivasi mengikuti pelajaran 16.6% bahasa Bali karena merupakan pelajaran wajib. Saya termotivasi mengikuti pelajaran 41,66% bahasa Bali untuk melestarikan budaya daerah.
Pendapat S KS (4) (3) 66.67% 16,66%
TS (2) 0%
STS (1) 0%
25%
8,33%
0%
0%
33.33%
25%
0%
0%
66,6%
16.6%
0%
0%
41,66%
16.6%
0%
0%
Tabel 4.2 Motivasi Siswa Kelas VII B Pendapat No 1
2 3
Pernyataan
SS (5)
Saya lebih bersemangat mengikuti 64,28% pelajaran bahasa Bali karena termotivasi untuk dapat berkomunikasi. Guru selalu memberikan motivasi 57,14% dalam mempelajari bahasa Bali. Saya termotivasi mengikuti 64,28% pelajaran bahasa Bali karena tuntutan nilai
S (4)
KS (3)
TS (2)
14,28%
7,14 %
14,28%
ST S (1) 0%
28,57%
14,28%
0%
0%
14,2%
21,42%
0%
0%
80
4
5
Saya termotivasi mengikuti 21,42% pelajaran bahasa Bali karena merupakan pelajaran wajib. Saya termotivasi mengikuti 28,57% pelajaran bahasa Bali untuk melestarikan budaya daerah.
57,14%
14,28%
7,14 %
0%
57,14%
14,28%
0%
0%
Total respons siswa di kelas X100 % Total respons tertinggi (Jumlah siswa x 5) Keterangan: 5= Nilai respons tertinggi Explanation: Score Interpretation Criteria 0% -- 20% = sangat kurang positif 21% -- 40% = kurang positif 41% --60% = positif 61% -- 80% = cukup positif 81% -- 100% = sangat positif Tabel di atas menggambarkan hasil persentase pendapat siswa mengenai motivasi siswa kelas VIIA dan VIIB dalam pembelajaran BDB. Adapun persentase siswa tersebut dibagi menjadi beberapa respons siswa, yaitu sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Di bawah ini, dipaparkan hasil analisis data dan grafik persentasenya. a. Pernyataan 1, “Saya lebih bersemangat mengikuti pelajaran bahasa Bali karena termotivasi untuk dapat berkomunikasi”. Berdasarkan hasil kuesioner di atas, terlihat bahwa total persentase dari pendapat siswa kelas VIIA 83,33% dan VIIB 78,56%, yaitu respons siswa cukup positif. Jadi, dapat disimpulkan bahwa siswa memberikan respons cukup positif
81
karena siswa ingin dapat berkomunikasi menggunakan BDB dalam pembelajaran BDB. Adapun grafiknya adalah sebagai berikut. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
83.33%
78.56%
Kelas VIIA
kelas VIIB Kelas VIIA
kelas VIIB
Grafik 4.1 Respons Siswa pada Pernyataan 1 b. Pernyataan II, “Guru selalu memberikan motivasi dalam mempelajari bahasa Bali”. Berdasarkan hasil kuesioner di atas, terlihat bahwa total persentase pendapat siswa kelas VIIA 83,33%, dan VIIB 85,71%. Dari data tersebut dapat disimpukan bahwa siswa memberikan respons sangat positif mengenai motivasi yang diberikan oleh guru dalam pembelajaran BDB. Adapun grafiknya adalah sebagai berikut.
82
100% 90%
83.33%
85.71%
80% 70% 60% 50%
Kelas VII A
40%
Kelas VII B
30% 20% 10% 0% Kelas VII A
Kelas VII B
Grafik 4.2 Respons Siswa pada Pernyataan 2 c. Pernyataan III, “Saya termotivasi mengikuti pelajaran bahasa Bali karena tuntutan nilai”. Berdasarkan hasil kuesioner di atas, terlihat bahwa total persentase pendapat siswa kelas VIIA 83,33% dan VIIB 78,40 %. Jadi, dapat disimpulkan siswa memiliki respons cukup positif. Siswa termotivasi mengikuti pelajaran BDB karena adanya tuntutan nilai yang harus dipenuhi dalam pembelajaran. Artinya secara tidak langsung siswa harus belajar bahasa daerah Bali agar mendapatkan nilai yang baik. Adapun grafiknya adalah sebagai berikut.
83
100% 90%
83.33%
80%
78.40%
70% 60% 50%
Kelas VIIA
40%
Kelas VIIB
30% 20% 10%
0% Kelas VIIA
Kelas VIIB
Grafik 4.3 Respons Siswa pada Pernyataan 3 d. Pernyataan IV, “Saya termotivasi mengikuti pelajaran bahasa Bali karena merupakan pelajaran wajib” Berdasarkan hasil kuesioner di atas, terlihat bahwa total persentase pendapat siswa kelas VIIA 83,2% memberikan respons yang sangat positif dan kelas VIIB 78,56%, memberikan respons yang cukup positif. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa memberikan respons positif mengenai motivasi yang mendorong siswa belajar BDB karena pelajaran BDB merupakan pelajaran yang wajib. Adapun grafiknya adalah sebagai berikut.
84
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
83.20%
78.56%
Kelas VIIA Kelas VIIB
Kelas VIIA
Kelas VIIB
Grafik 4.4 Respons Siswa pada Pernyataan 4 e. Pernyataan V, “Saya termotivasi mengikuti pelajaran bahasa Bali untuk melestarikan budaya daerah” Berdasarkan hasil kuesioner di atas, terlihat bahwa total persentase pendapat siswa kelas VIIA 83,2% dan kelas VIIB 85,71%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIIA dan kelas VIIB memberikan respons yang sangat positif dalam pembelajaran BDB. Siswa termotivasi untuk melestarikan kebudayaan Bali melalui keinginan yang kuat untuk belajar BDB. Adapun grafiknya adalah sebagai berikut. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
83.20%
85.71%
kelas VII A Kelas VII B
kelas VII A
Kelas VII B
Grafik 4.5 Respons Siswa pada Pernyataan 5
85
Data di atas didukung oleh data hasil wawancara terhadap empat siswa kelas VIIA. Dari wawancara diperoleh hasil sebagai berikut. Abel berpendapat “motivasi yang mendorong saya untuk belajar bahasa daerah Bali karena pelajaran ini merupakan pelajaran wajib. Jadi harus diikuti untuk mendapatkan nilai yang baik”. Adis berpendapat bahwa hal yang memotivasinya untuk belajar BDB “Karena saya orang Bali sudah sepatutnya menguasai bahasa Bali, sangat memalukan jika orang Bali, tetapi tidak bisa berbahasa Bali”. Dudik berpendapat bahwa hal yang memotivasinya belajar BDB adalah ”Agar saya bisa berkomunikasi dengan teman di kampong menggunakan bahasa Bali”. Ester berpendapat bahwa ”Saya belajar bahasa Bali biar tahu banyak bahasa”. Hasil wawancara terhadap siswa kelas VIIB, Yohan mengatakan yang memotivasi dia untuk belajar BDB “Karena ingin mendapat nilai yang baik”. Naufal berpendapat bahwa hal yang memotivasi dia untuk belajar bahasa Bali “Agar mampu berkomunikasi dengan orang Bali. Grace berpendapat “Karena dia tinggal di Bali jadi dia harus mengerti bahasa Bali”. Rin berpendapat “Belajar bahasa Bali biar dapat nilai bagus”. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil wawancara siswa di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa termotivasi belajar karena BDB merupakan pelajaran wajib yang harus dipelajari untuk mendapatkan nilai yang baik dalam pembelajaran. Di samping itu, untuk dapat melestarikan bahasa dan kebudayaan Bali melalui pembelajaran BDB. Guru dapat meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran BDB dengan cara memotivasi siswa agar memiliki teman sebaya yang berasal dari
86
Bali dan aktif berkomunikasi menggunakan BDB. Tujuannya supaya siswa lebih mudah belajar BDB menggunakan metode langsung. Guru harus memperkenalkan ragam BDB setelah ragam bahasa formal. Hal ini bertujuan untuk memotivasi siswa agar merasakan langsung bahwa BDB yang dipelajari di kelas sangat bermanfaat bila digunakan untuk berinteraksi di luar kelas dengan penutur asli atau masyarakat. Guru selalu memberikan catatan budaya pada setiap tema. Hal ini dimaksudkan untuk membantu siswa menemukan budaya yang dimaksud di dalam kehidupan nyata dalam masyarakat yang lebih bersifat nyata.
4.2.1.2 Minat Minat merupakan kecenderungan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas belajar. Minat siswa dalam pembelajaran BDB sangat memengaruhi keberhasilan suatu proses pembelajaran. Minat belajar tinggi untuk mempelajari sesuatu maka akan memperoleh hasil yang baik. Sebaliknya, jika tidak berminat maka proses pembelajaran akan kurang menarik dan tidak membangkitkan minat siswa untuk tertarik terhadap materi pembelajaran BDB. Dalam proses pembelajaran BDB, sikap siswa dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap merupakan gejala internal yang berupa kecenderungan untuk merespons peristiwa secara positif dan negatif. Sikap juga merupakan kemampuan memberikan penilaian, adanya penilaian terhadap sesuatu menimbulkan terjadinya penerimaan dan penolakan atau mengabaikan pelajaran
87
BDB. Sikap siswa dalam belajar bahasa dapat dipengaruhi oleh perasaan senang pada pelajaran, senang pada guru, atau adanya pengaruh dari lingkungan sekitar untuk mengantisipasi sikap negatif dalam pembelajaran BDB. Guru BDB harus berusaha menjadi guru profesional dan bertanggung jawab. Seorang guru harus berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya. Selain itu, berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empati, sabar, dan tulus kepada siswanya. Berikut tabel minat siswa dalam pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa di kelas VIIA dan VIIB. Tabel 4.3 Persentase Minat Siswa Kelas VIIA dan VIIB No 1 2 3
Interval Senang Biasa Tidak senang
Kelas VIIA R % 8 66,6% 2 16,6% 2 16,6%
7 4 3
Kelas VIIB R % 50% 28,71% 21.42%
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa 66,6% siswa kelas VIIA senang mengikuti pelajaran BDB, 16,6% biasa, dan 16,6% tidak senang. Siswa kelas VIIB 50% senang, 28,71% biasa, dan 21,42% tidak senang. Jadi, berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIIA dan VIIB memiliki minat yang sangat positif terhadap pembelajaran BDB yang dilaksanakan di sekolah. Hal ini terjadi karena dalam proses pembelajaran guru berusaha untuk menarik minat siswa dalam belajar. Minat siswa dapat digambarkan dalam grafik di bawah ini.
88
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Minat Siswa Belajar Bahasa Bali 66.60% 50% Kelas VIIA kelas VIIB
28.71% 16.60%
senang
biasa
21.42% 16.60%
tidak senang
Grafik 4.6 Minat Siswa Belajar Bahasa Bali Data di atas didukung juga dengan hasil wawancara untuk mengetahui minat siswa kelas VIIA dan VIIB di sekolah HighScope dalam pembelajaran BDB. Berikut hasil wawancara siswa dwibahasa kelas VIIA dan VIIB. Hasil wawancara siswa kelas VIIA, yaitu Ester mengatakan yang menarik minatnya untuk belajar BDB adalah “Karena belajarnya bisa milih mau mengerjakan soal yang mana”. Tugus menyatakan bahwa yang menarik minatnya untuk belajar BDB adalah “Ms kalau ngajar banyak bawa benda-benda jadi kita bisa praktek langsung belajarnya”. Rin kurang menyenangi pelajaran BDB karena kendala bahasa. Rin berpendapat, “Aku gak ngerti bahasanya, tapi aksara Balinya suka”. Hasil wawancara siswa kelas VIIB, yaitu Tasya berpendapat yang menarik minatnya belajar BDB, ”Karena ingin belajar aksara Bali”. Jamie berpendapat “ Saya tidak suka belajar bahasa Bali karena bukan bahasa saya, jadi sulit mengerti pelajarannya”. Erin berpendapat, ”Saya tidak berminat belajar bahasa Bali karena
89
tidak mengetahui bahasa Bali dan tidak pernah berkomunikasi menggunakan bahasa Bali”. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap siswa kelas VIIA dan VIIB dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIIA lebih berminat belajar BDB dibandingkan dengan siswa kelas VIIB. Minat siswa dalam belajar cukup besar karena siswa merasa tertantang dalam belajar. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata kemampuan berbahasa daerah Bali siswa kelas VIIA yaitu 73,91 % lebih besar jika dibandingkan dengan siswa kelas VIIB, yaitu 69,5 %. Data tersebut membuktikan bahwa siswa yang memiliki minat untuk belajar BDB akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam pembelajaran BDB.
4.2.1.3 Kemampuan Berbahasa Bali Chomsky (1965) menyatakan bahwa kemampuan adalah pengetahuan tentang penguasaan yang umumnya disebut dengan istilah linguistic competence, yaitu kemampuan dalam menggunakan bahasa secara memadai apabila dilihat dari sistem bahasa. Dalam pembahasan ini kemampuan berbahasa adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa dengan tujuan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Ada empat jenis kemampuan BDB yang diukur dalam penelitian ini, yaitu, kemampuan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara.
90
Tabel 4.4 Skor Kemampuan Menulis Siswa kelas VIIA Nama Siswa Putu Adistya Priyanka Surya Putu Erin Indira Kayana Keefe Jo Basyara Ben Dafyan Marthein Warouw Jamie William Diyono
1
Aspek yang Dinilai 2 3 4
5
Nilai
Kategori
18
25
20
18
3
84
baik
15 18
18 20
15 16
15 15
3 4
66 73
10
15
10
10
1
46
15
15
10
15
2
57
cukup cukup hampir sedang sedang
Haico Desitha Van Der Veken
15
16
20
20
4
75
baik
I Ketut Putra Purnawibawa
15
18
15
16
3
67
Amelie Christabella
20
25
20
20
4
89
cukup baik sekali
15
25
20
18
4
82
18
25
25
18
4
90
Naufal Alif Imani
18
25
20
18
4
85
Ester Caroline Yusuf
15
18
20
16
4
73
Anak Agung Ngurah Bagus Krishna Putu Budi Sukarya Putra Purnawan Oka
Total Nilai Rata-rata
192 245 211 199 40 887 16,00 20,41 17,58 16,58 3,4 73,91
Keterangan : I = Kualitas isi karangan (0--20) 2 = Organisasi karangan (0--30) 3 = Bahasa (0--25) 4 = Kosakata (0--20) 5 = Penulisan (0--5) Nilai seluruh siswa = 887 Rata-rata kelas 887 73,91% 12
baik baik sekali baik sekali cukup
baik
91
1) Persentase kualitas isi karangan : 16 X 100 % 80% 20 2) Organisasi karangan : 20,41 X 100 % 68,03% 30 3) Bahasa : 17,58 X 100 % 70,32% 25 4) Kosakata : 16,58 X 100% 82,9% 20 5) Penulisan : 3,4 X 100 % 68% 5 Tabel 4.5 Skor Kemampuan Menulis Siswa Kelas VIIB Nama Siswa Rin Hasegawa Putu Keysa Kerta Mahesa Marlon Sathya Verchere Amelie Christasya I Gusti Agung Istri Raniastu Ista Sidanta Hayato Hachiseko Putu Devika Putri Asha Sana Luh Gede Diva
1
Aspek yang Dinilai 2 3 4
5
10
15
10
10
15
18
15
10
15
20
Nilai
Kategori
2
47
hampir sedang
15
3
66
cukup
10
10
2
47
25
15
20
4
84
hampir sedang baik
15
15
10
15
4
59
sedang
10
10
10
10
2
42
kurang
15
18
15
16
3
67
cukup
20
25
20
20
4
89
baik sekali
92
Lilyasih Ananda Muntra Yohan Candra
15
25
20
18
4
82
baik
IB. Ram Kalpika
20
25
25
18
4
92
baik sekali
15
20
15
18
3
71
baik
15
18
15
16
3
67
cukup
15
15
15
15
3
63
sedang
20
28
24
20
5
97
baik sekali
215 15,35
272 19,42
219 15, 64
221 15,78
46 3,28
973 69,5
cukup
M. Naufal Raihansyah Zulkarnain Auriga Namira Firmansyah Gracela Michele John Mesach Ariantika Parawangsa Permana P. G. Total Nilai Rata-rata Keterangan : 1 2 3 4 5
= Kualitas isi karangan (0--20) = Organisasi karangan (0--30) = Bahasa (0--25) = Kosakata (0--20) = Penulisan (0--5)
Nilai seluruh siswa = 973 Rata-rata kelas 973 69,5% 14 1) Persentase kualitas isi karangan : 15,35 X 100 % 76,75% 20
2) Organisasi karangan : 19,42 X 100% 64,73% 30
93
3) Bahasa : 15,64 X 100 % 52,13% 25 4) Kosakata : 15,78 X 100% 78,9% 20 5) Penulisan : 3,28 X 100% 65,6% 5 Berdasarkan data di atas, dapat diketahui kemampuan menulis siswa kelas VIIA dan VIIB sebagai berikut. Kualitas isi karangan kelas VIIA 80%, organisasi karangan 68,03%, bahasa 70,32%, kosakata 82,9% dan penulisan 68% dengan nilai rata-rata kelas dari dua belas siswa 73,91%. Nilai persentase kualitas karangan kelas VIIB 76,75%, organisasi karangan 64,73%, bahasa 52,13%, kosakata 78,9%, dan penulisan 65,6% dengan nilai rata-tata kelas dari empat belas siswa adalah 69,5%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswa kelas VIIA dan VIIB baik dan cukup dalam kemampuan menulis BDB terlihat dari kemampuan siswa dalam proses menulis cerita berbahasa Bali memiliki nilai rata-rata 69,5%. Tabel 4.6 Skor Kemampuan Membaca Siswa Kelas VIIA Nama Siswa Putu Adistya Priyanka Surya Putu Erin Indira Kayana Keefe Jo Basyara Ben Dafyan Marthein Warouw
Aspek yang Dinilai 1 2 3
Nilai
Kategori
20
30
30
80
baik
15 10
25 30
15 20
55 60
5
15
10
30
sedang sedang kurang sekali
94
Jamie William Diyono
15
25
15
55
sedang
Haico Desitha Van Der V.
15
25
25
65
cukup
I Ketut Putra Purnawibawa
15
15
15
45
Amelie Christabella Anak Agung Ngurah Bagus Krishna Putu Budi Sukarya Putra Purnawan Oka Naufal Alif Imani Ester Caroline Yusuf Total Nilai Rata-rata
20
20
25
65
hampir sedang cukup
20
25
30
75
baik
25
25
25
75
baik
20 15 195 16,25
20 30 285 23,75
25 10 245 20,41
60 55 725 60,41
sedang sedang
Keterangan : 1.Intonasi (0--20) 2. Pilihan Kata ( 0--30) 3. Struktur bahasa (0--30) Nilai seluruh siswa = 725 Rata-rata kelas 725 60,41% 12 1. Intonasi : 16,25 X 100 % 81,25% 20 2. Pilihan kata : 23,75 X 100 % 79,16% 30 3. Struktur bahasa : 20,41 X 100% 68,03% 30
sedang
95
Tabel 4.7 Skor Kemampuan Membaca Siswa Kelas VIIB
Rin Hasegawa Putu Keysa Kerta Mahesa
Aspek yang Dinilai 1 2 3 15 15 10 15 25 15
Marlon Sathya Verchere
5
15
10
30
Amelie Christasya
20
30
20
80
Baik
I Gusti Agung Istri Raniastu Ista Sidanta
20
30
20
70
Cukup
Hayato Hachiseko
5
10
10
25
Buruk
15
30
20
65
Cukup
20
30
30
80
Baik
20
30
20
70
Cukup
20
25
25
70
Cukup
20
30
20
70
Cukup
15
25
20
60
Sedang
15
20
20
55
Sedang
20
30
30
80
Baik
225 16,07
345 26,64
270 19,28
Nama Siswa
Putu Devika Putri Asha Sana Luh Gede Diva Lilyasih Ananda Muntra Yohan Candra Ida Bagus Ram Kalpika Putra Mayun Mochamad Naufal Raihansyah Zulkarnain Auriga Namira Firmansyah Gracela Michele John Mesach Ariantika Parawangsa Permana P. G. Total Nilai Rata-rata Nilai seluruh siswa = 840 Rata-rata kelas 840 60% 14 1. Intonasi : 16,07 X 100 % 80,35% 20
Nilai
Kategori
40 55
Kurang Sedang Kurang sekali
840 60
Sedang
96
2. Pilihan kata : 26,64 X 100 % 88,8% 30 3. Struktur bahasa : 19,28 X 100% 64,26% 30 Berdasarkan data di atas, dapat diketahui kemampuan membaca siswa kelas VIIA dan VIIB sebagai berikut. Kelas VIIA intonasi 81,25%, pilihan kata 79,16 %, struktur bahasa 68,03%, dengan nilai rata-tata kelas dari dua belas siswa 60,41%. Kelas VIIB intonasi 80,35%, pilihan kata 88,8 %, struktur bahasa 64,26% dengan nilai rata-tata kelas dari empat belas siswa 60%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa kelas VIIA dan VIIB dikategorikan sedang karena memiliki nilai kemampuan membaca sebesar 60%. Tabel 4.8 Skor Kemampuan Menyimak Siswa Kelas VIIA Aspek yang Dinilai 1
Nilai
Kategori
80
80
Baik
50 50
50 50
Hampir sedang Hampir sedang
35
35
Kurang
45
45
Hampir sedang
Haico Desitha Van Der Veken
45
45
Hampir sedang
I Ketut Putra Purnawibawa Amelie Christabella A.A Ngurah Bagus Krishna
50 60 70
50 60 70
Hampir sedang Sedang Cukup
Nama Siswa Putu Adistya Priyanka Surya Putu Erin Indira Kayana Keefe Jo Basyara Ben Dafyan Marthein Warouw Jamie William Diyono
97
Putu Budi Sukarya Putra Purnawan Oka Naufal Alif Imani Ester Caroline Yusuf Total Nilai Rata-rata
70
70
Cukup
50 45 650 54,16
50 45 650 54,16
Hampir sedang Hampir sedang Hampir sedang
Keterangan : 1. Kemampuan menyimak ( 0--100) Nilai seluruh siswa = 650 Rata-rata kelas 650 54,16% 12 1. Kemampuan menyimak 54,16 X 100 % 54,16% 100 \ Tabel 4.9 Skor Kemampuan Menyimak Siswa Kelas VIIB
Nama Siswa Rin Hasegawa Putu Keysa Kerta Mahesa Marlon Sathya Verchere Amelie Christasya I Gusti Agung Istri Raniastu Ista S.
Aspek yang Dinilai 1 50 70 45 80 80
Nilai
Kategori
50 70 45 80 80
Hampir sedang Cukup Hampir sedang Baik Baik
Hayato Hachiseko
35
35
Kurang
Putu Devika Putri Asha Sana Luh Gede Diva Lilyasih Ananda M. Yohan Candra
60 80 70
60 80 70
Sedang Baik Cukup
IB. Ram Kalpika Putra Mayun
85
85
Baik sekali
Mochamad Naufal Raihansyah Z. Auriga Namira Firmansyah
80 70
80 70
Baik Cukup
98
Gracela Michele John Mesach Ariantika Parawangsa Permana P. G. Total Nilai Rata-rata
70 90 965 68,92
70 90 965 68,92
Cukup Baik sekali Cukup
Keterangan : 1. Kemampuan menyimak ( 0--100) Nilai seluruh siswa = 965 Rata-rata kelas 965 68,92% 14 1. Kemampuan menyimak 68,92 X 100 % 68,92% 100 Berdasarkan data di atas, dapat diketahui kemampuan menyimak siswa kelas VIIA dan VIIB sebagai berikut yaitu kelas VIIA kemampuan menyimak 54,16% dan rata-rata kelas dari dua belas siswa sebesar 54,16%. Kelas VIIB kemampuan menyimak 68, 92% dan rata- rata kelas dari empat belas siswa sebesar 68,92%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menyimak siswa kelas VIIA dan VIIB dikategorikan hampir sedang dan cukup dalam menyimak. Tabel 4.10 Skor Kemampuan Berbicara Siswa Kelas VIIA
Putu Adistya Priyanka Surya Putu Erin Indira Kayana Keefe Jo Basyara
Aspek yang Dinilai 1 2 3 4 25 20 20 10 20 15 20 7 20 15 15 7
Ben Dafyan Marthein Warouw
10
10
10
7
37
Kurang
Jamie William Diyono
15
10
10
10
45
Hampir
Nama Siswa
Nilai
Kategori
75 62 57
Baik Sedang Sedang
99
sedang Haico Desitha Van Der Veken
20
20
20
12
72
Cukup
I Ketut Putra Purnawibawa Amelie Christabella
15 15
15 20
15 20
10 12
55 67
Anak Agung Ngurah Bagus Krishna
30
20
20
15
85
Putu Budi Sukarya Putra P.O.
30
20
20
15
85
Naufal Alif Imani
25
20
20
10
75
Ester Caroline Yusuf
15
15
12
10
52
Sedang Cukup Baik sekali Baik sekali Baik Hampir sedang
Total Nilai Rata-rata
240 200 20 16,6
Keterangan : 1. 2. 3. 4.
Bahasa : (0--30) Struktur bahasa : (0--30) Kosakata ( 0--25) Lafal ( 0--15)
Nilai seluruh siswa = 767 Rata-rata kelas 767 63,91% 12 1. Bahasa 20 X 100 % 66,6% 30 2. Struktur bahasa 16,6 X 100% 55,33% 30 3. Kosakata 16,3 X 100 % 65,2% 25 4. Lafal 10,41 X 100% 69,4% 15
202 16,3
125 767 10,41 63,91
Sedang
100
Tabel 4.11 Skor Kemampuan Berbicara Siswa Kelas VIIB
Rin Hasegawa
Aspek yang Dinilai 1 2 3 4 15 10 5 5
Putu Keysa Kerta Mahesa
20
15
7
7
49
Marlon Sathya Verchere
15
10
5
5
35
Kurang Hampir sedang Kurang
Amelie Christasya
20
25
20
10
75
Baik
I Gusti Agung Istri Raniastu Ista Sidanta
20
20
18
12
70
Cukup
Hayato Hachiseko
10
10
7
5
32
Putu Devika Putri Asha Sana Luh Gede Diva Lilyasih A.M. Yohan Candra
20 25 20
15 25 20
18 20 20
10 14 10
63 84 70
IB. Ram Kalpika Putra M.
25
25
25
14
89
Mochamad Naufal Raihansyah Zulkarnain
25
18
18
10
71
Auriga Namira Firmansyah
20
14
10
7
51
15
12
8
55
30
25
15
98
252 18
210 15
Nama Siswa
Gracela Michele John Mesach 20 Ariantika Parawangsa 28 Permana P. G. Total Nilai 283 Rata-rata 20,21 Keterangan : 1. 2. 3. 4.
Bahasa : (0--30) Struktur Bahasa : (0--30) Kosakata ( 0--25) lafal ( 0--15)
Nilai seluruh siswa = 877
Nilai
Kategori
35
132 877 9,42 62,64
Kurang sekali Sedang Baik Cukup Baik sekali Cukup Hampir sedang Sedang Baik sekali Sedang
101
Rata-rata kelas 877 62,64% 14
1. Bahasa 20,21 X 100% 67,36% 30 2. Struktur bahasa 18 X 100 % 60% 30 3. Kosakata 15 X 100% 60% 25 4. Lafal 9,42 X 100 % 62,8% 15
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui kemampuan berbicara siswa kelas VIIA dan VIIB sebagai berikut. Kelas VIIA kemampuan berbicara dari segi bahasa sebesar 66,6%, struktur bahasa 55,33%, kosakata 65,2%, lafal 69,4% dan nilai ratarata kelas dari dua belas siswa sebesar 63,91%. Kelas VIIB kemampuan berbicara dari segi bahasa sebesar 67,36%, struktur bahasa 60%, kosakata 60%, lafal 62,8% dan nilai rata-rata kelas dari empat belas siswa sebesar 62,64%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berbicara siswa kelas VIIA dan VIIB dalam kemampuan berbicara BDB.
dikategorikan sedang
102
Tabel 4.12 Kemampuan Bahasa Bali Siswa Kelas VIIA dan VIIB No
Kemampuan
Kelas
Persentase
Kategori
1
Menulis
2
Membaca
3
Menyimak
4
Berbicara
VIIA VIIB VIIA VIIB VIIA VIIB VIIA VIIB
73,91% 69,5% 60,41% 60% 54,16% 68,92% 63,91% 62,64%
Baik Cukup Sedang Sedang Hampir sedang Cukup Sedang Sedang
Berdasarkan tabel di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan kemampuan BDB siswa kelas VIIA dan VIIB terlihat bahwa kemampuan menulis siswa VIIA sebesar 73,91% dikategorikan baik, kemampuan membaca 60,41% dikategorikan cukup, kemampuan menyimak 54,16% dikategorikan hampir sedang, dan kemampuan berbicara 63,91% dikategorikan sedang. Di pihak lain kelas VIIB kemampuan menulis 69,5% dikategorikan cukup, kemampuan membaca 60% dikategorikan sedang, kemampuan menyimak 68,92% dikategorikan sedang, dan kemampuan berbicara 62,64% dikategorikan sedang. Adapun grafik kemampuan berbahasa daerah Bali siswa kelas VIIA dan VIIB ditampilkan sebagai berikut.
103
Grafik 4.7 Kemampuan Berbahasa Daerah Bali Siswa Kelas VIIA dan VIIB 4.1.2 Faktor Eksternal Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar siswa yang ikut memengaruhi pembelajaran BDB. Faktor eksternal dapat berasal dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Menurut Syah (2003), faktor eksternal yang memengaruhi pembelajaran bahasa dapat digolongkan menjadi dua, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara siswa kelas VIIA dan VIIB diperoleh beberapa faktor eksternal yang memengaruhi pembelajaran BDB. Adapun faktor eksternal tersebut dipaparkan sebagai berikut.
104
4.1.2.1 Lingkungan Sosial Ada beberapa faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa di kelas VIIA dan VIIB. Adapun faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut. a. Lingkungan Keluarga Lingkungan keluarga memiliki peran sangat penting yang dapat memengaruhi pembelajaran BDB. Faktor lingkungan keluarga meliputi bagaimana cara orang tua mendidik dan bahasa apa yang digunakan dalam berkomunikasi di lingkungan keluarga. Siswa kelas VII memiliki kehidupan keluarga yang majemuk siswa merupakan anak yang memiliki keluarga campuran yaitu campuran Bali dengan Belgia, Bali dengan Jepang, Perancis dengan Indonesia, dan beberapa anak yang berasal dari luar Bali. Berikut tabel bahasa siswa pada lingkungan keluarga. Tabel 4.13 Bahasa Siswa Kelas VIIA di Lingkungan Keluarga No
1 2 3 4 5 6
Nama siswa
Putu Adistya Priyanka Surya Putu Erin Indira Kayana Keefe Jo Basyara Ben Dafyan Marthein Warouw Jamie William Diyono Haico Desitha Van Der Veken
Asal
Bali
Bahasa Pertama
bahasa Indonesia
Bahasa yang digunakan berkomunikasi Indonesia
Bali bahasa Indonesia Jakarta bahasa Indonesia Jakarta bahasa Indonesia
Indonesia Indonesia Indonesia
Jakarta bahasa Indonesia Belgia Bahasa Inggris
Indonesia Inggris
105
7 8 9 10 11 12
I Ketut Putra Purnawibawa Amelie Christabella Anak Agung Ngurah Bagus Krishna Putu Budi Sukarya Putra Purnawan Oka Naufal Alif Imani Ester Caroline Yusuf
Bali
bahasa Indonesia
Indonesia
Jakarta bahasa Indonesia Bali bahasa Bali
Indonesia Indonesia dan Bali
Bali
Indonesia
bahasa Indonesia
Jember bahasa Jawa Jakarta bahasa Indonesia
Indonesia dan Jawa Indonesia dan Inggris
Tabel 4.14 Bahasa Siswa Kelas VIIB di Lingkungan Keluarga
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama siswa
Rin Hasegawa Putu Keysa Kerta Mahesa Marlon Sathya Verchere Amelie Christasya I Gusti Agung Istri Raniastu Ista Sidanta Hayato Hachiseko Putu Devika Putri Asha Sana Luh Gede Diva Lilyasih A.M. Yohan Candra Ida Bagus Ram Kalpika Putra Mayun Mochamad Naufal Raihansyah Zulkarnain
Asal
Jepang Bali Perancis Jakarta Bali Jepang Jakarta Bali Bali Bali Bandung
Bahasa Pertama bahasa Jepang bahasa Bali bahasa Inggris bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Jepang bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Indonesia
Bahasa yang digunakan berkomunikasi Jepang, Indonesia Indonesia Inggris Indonesia Indonesia Jepang, Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia
106
12
13 14
Auriga Namira Firmansyah
Gracela Michele John Mesach Ariantika Parawangsa Permana P. G.
Surabaya
bahasa Indonesia
Indonesia
Rote
bahasa Indonesia bahasa Bali
Indonesia
Bali
Bali dan Indonesia
Tabel 4.15 Bahasa Siswa Kelas VIIA dan VIIB di Lingkungan Keluarga No 1 2 3 4 5 6
Bahasa Indonesia Inggris Indonesia dan Inggris Indonesia dan Bali Indonesia dan jepang Indonesia dan Jawa Jumlah
Kelas VIIA dan VII B Jumlah siswa % 18 69,23% 2 7,7% 1 3,8% 2 7,7% 2 7,7% 1 3,8% 26 100%
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa siswa kelas VIIA dan VIIB berjumlah 26 siswa. Penggunaan bahasa pertama di lingkungan keluarga memengaruhi secara signifikan kemampuan siswa dalam pembelajaran BDB. Data siswa yang berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia 69,23%, bahasa Inggris 7,7% bahasa Indonesia dan Inggris 3,8%, bahasa Indonesia dan Bali 7,7%, Indonesia dan Jepang 7,7%, serta bahasa Indonesia dan Jawa 3,8 %. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan bahasa yang digunakan siswa kelas VIIA dan VIIB pada lingkungan keluarga adalah bahasa Indonesia karena sebanyak 69,23% siswa berkomunikasi di lingkungan keluarga menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini berarti bahwa siswa lebih sering berkomunikasi dalam lingkungan keluarga menggunakan bahasa Indonesia. Siswa yang cenderung menggunakan bahasa
107
Indonesia sebagai bahasa pertama di lingkungan keluarga memiliki kemampuan berbahasa Bali yang cukup dalam pembelajaran BDB. Sedangkan siswa yang menggunakan BDB sebagai bahasa pertama memiliki kemampuan BDB yang lebih baik. Adapun grafik bahasa yang digunakan siswa kelas VIIA dan VIIB untuk berkomunikasi di lingkungan keluarga dapat ditampilkan sebagai berikut.
Bahasa di Lingkungan Keluarga 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
69.23%
Indonesia Inggris Indonesia dan Inggris
7.70% 3.80% 7.70% 7.70% 3.80%
0
Indonesia dan Bali Indonesia dan Jepang Indonesia dan Jawa
Grafik 4.8 Penggunaan Bahasa di Lingkungan Keluarga Data di atas didukung dengan hasil wawancara. Adapun hasil wawancara diuraikan sebagai berikut. Pendapat siswa kelas VIIA, yaitu Abel berkomentar,“Abel berkomunikasi
dengan
keluarga
menggunakan
bahasa
Indonesia’.
Naufal
berkomentar “Karena saya berasal dari Jawa, di lingkungan keluarga berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia sehingga bahasa Bali sama sekali tidak pernah digunakan dalam lingkungan keluarga”. Keefe berkomentar ”Dalam
108
berkomunikasi di lingkungan keluarga saya berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, kadang pernah dicoba menggunakan bahasa Bali yang dipelajari di sekolah untuk berkomunikasi di lingkungan keluarga tetapi tidak ada yang mengerti dengan apa yang dibicarakan”. Siswa kelas VIIB Gus Ram berkomentar “Dalam lingkungan keluarga saya berkomunikasi menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Bali jadi bahasa Bali biasa digunakan untuk berkomunikasi pada lingkungan keluarga”. Ari berkomentar “Saya berkomunikasi di dalam keluarga menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Bali”, sedangkan Rania berkomentar ”Saya menggunakan bahasa Indonesia, tetapi saya mengerti jika mendengarkan orang berkomunikasi menggunakan bahasa Bali”. Siswa yang berasal dari Surabaya, yaitu Nara berkomentar “Dalam lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya saya jarang menemukan orang yang berkomunikasi menggunakan bahasa Bali jadi bahasa Bali merupakan bahasa asing, tetapi menarik untuk dipelajari karena saya tinggal di Bali”. Yohan dari Jakarta berpendapat.”Di lingkungan keluarga saya memang tidak pernah berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Bali tetapi saya ingin belajar agar bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Bali”. Berdasarkan pendapat hasil wawancara terhadap siswa kelas VIIA dan VIIB dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VII dalam berkomunikasi di lingkungan keluarga menggunakan bahasa Indonesia siswa cenderung memiliki kemampuan berbahasa Bali yang cukup. Di pihak lain siswa yang menggunakan BDB sebagai bahasa pertama memiliki kemampuan berbahasa Bali yang baik sekali.
109
b) Lingkungan Sekolah Dalam pembelajaran BDB siswa berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Siswa di lingkungan sekolah memiliki hari berbahasa yaitu, hari Senin, Rabu dan Jumat berbahasa Inggris sedangkan hari Selasa dan Kamis berbahasa Indonesia. Pelajaran di kelas, pelajaran ilmu sosial, matematika, pelajaran seni musik, seni rupa, dan olahraga menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Pada kelas ilmu alam, bahasa Indonesia dan agama menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Pada pelajaran BDB digunakan bahasa Bali sebagai bahasa pengantar. Berikut data penggunaan bahasa untuk berkomunikasi siswa kelas VIIA dan VIIB di lingkungan sekolah. Tabel 4.16 Bahasa Siswa Kelas VIIA di Lingkungan Sekolah No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama siswa
Putu Adistya Priyanka Surya Putu Erin Indira Kayana Keefe Jo Basyara Ben Dafyan Marthein W. Jamie William Diyono Haico Desitha Van Der V. I Ketut Putra Purnawibawa Amelie Christabella A.A Ngurah Bagus Krishna Putu Budi Sukarya Putra P.O. Naufal Alif Imani Ester Caroline Yusuf
Asal
Bali Bali Jakarta Jakarta Jakarta Belgia Bali Jakarta Bali Bali Jember Jakarta
Bahasa Pertama
bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Inggris bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Bali bahasa Indonesia bahasa Jawa bahasa Indonesia
Bahasa yang digunakan berkomunikasi Indonesia dan Inggris Indonesia Indonesia dan Inggris Inggris Inggris Inggris Indonesia dan Inggris Indonesia Indonesia dan Inggris Indonesia dan Inggris Indonesia Inggris
110
Tabel 4.17 Bahasa Siswa Kelas VIIB di Lingkungan Sekolah No
Nama siswa
Marlon Sathya Verchere
Jepang Bali Perancis
bahasa Jepang bahasa Bali bahasa Inggris
Bahasa yang digunakan berkomunikasi Indonesia dan Inggris Indonesia Inggris
4
Amelie Christasya
Jakarta
bahasa Indonesia
Indonesia dan Inggris
5
I G.A Istri Raniastu Ista S. Hayato Hachiseko Putu Devika Putri Asha Sana Luh Gede Diva Lilyasih A.M Yohan Candra IB. Ram Kalpika Putra M. Mochamad Naufal Raihansyah Zulkarnain Auriga Namira Firmansyah
Bali
bahasa Indonesia
Indonesia dan Inggris
Jepang Jakarta Bali Bali Bali Bandung
bahasa Jepang bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Indonesia
Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia
Surabaya
bahasa Indonesia
Indonesia dan Inggris
bahasa Indonesia bahasa Bali
Indonesia dan Inggris Indonesia dan Inggris
1 2 3
Rin Hasegawa Putu Keysa Kerta Mahesa
6 7 8 9 10 11 12 13 14
Asal
Gracela Michele John Mesach Rote Ariantika Parawangsa Bali Permana P. G.
Bahasa Pertama
Tabel 4.18 Data Persentase Penggunaan Bahasa di Sekolah No 1 2 3
Bahasa Indonesia Inggris Indonesia dan Inggris Jumlah
Kelas VIIA dan VII B Jumlah siswa % 5 19,23% 5 19,23% 16 61,53% 26 100%
dan Inggris dan Inggris dan Inggris dan Inggris dan Inggris
111
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahasa yang digunakan siswa kelas VIIA dan VIIB untuk berkomunikasi di lingkungan sekolah, yaitu 19,23%, menggunakan bahasa Indonesia, 19,23% menggunakan bahasa Inggris, dan 61,53%. menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kelas VIIA dan VIIB menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris untuk berkomunikasi di lingkungan sekolah. Hal ini mengakibatkan cukup besar pengaruh bahasa Indonesia dan Inggris terhadap pembelajaran BDB sehingga mengakibatkan munculnya pengucapan yang salah dalam pembelajaran BDB. Adapun grafik bahasa yang digunakan siswa kelas VIIA dan VIIB untuk berkomunikasi di lingkungan sekolah dapat ditampilkan sebagai berikut.
Bahasa di Lingkungan Sekolah 100% 80% 61.53% 60% Indonesia 40% 20%
19.23%
Inggris
19.23%
Indonesia dan Inggris
0%
Indonesia
Inggris
Indonesia dan Inggris
Grafik 4.9 Bahasa Siswa kelas VIIA dan VIIB di Lingkungan Sekolah
Grafik di atas menampilkan bahasa yang mendominasi komunikasi di lingkungan sekolah adalah bahasa Indonesia dan Inggris.
Hal ini menunjukkan
112
bahwa siswa dwibahasa kelas VIIA dan VIIB pada lingkungan sekolah menggunakan dua bahasa untuk berkomunikasi, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang bersifat aktif dalam penggunaannya. Di pihak lain, BDB sebagai bahasa kedua digunakan hanya pada saat pelajaran BDB. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan siswa kelas VIIA dan VIIB dalam keterampilan berbicara BDB. Siswa memperoleh penilaian kemampuan berbicara kelas VIIA 63,91% dan VIIB 62,64% yang dikategorikan sedang dalam ketrampilan berbicara. Data di atas ditunjang dengan hasil wawancara terhadap siswa kelas VIIA dan VIIB yang berasal dari daerah yang berbeda. Pendapat siswa yang berasal dari Bali, yaitu Gus Ram dan Ari mengatakan bahwa dalam berkomunikasi di sekolah mereka menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di pihak lain siswa menggunakan BDB pada saat berkomunikasi dengan guru saat pelajaran. Jika dengan teman, tidak ada yang mengerti. Erin juga memiliki pendapat yang sama dalam berkomunikasi di lingkungan sekolah. Artinya, Erin tidak pernah berkomunikasi menggunakan BDB, karena kosakata BDB yang dikuasainya sangat sedikit sehingga sangat menyulitkan jika digunakan untuk berkomunikasi. Siswa yang berasal dari Jakarta, yaitu Keefe, Abel, dan Sasha mengatakan bahwa mereka lebih suka berkomunikasi dengan bahasa Inggris dan Indonesia karena lebih mudah dimengerti. Sebaliknya BDB baru mengetahui sedikit kosakata sehingga susah digunakan untuk berkomunikasi. Siswa yang berasal dari luar Bali, yaitu Hayato dan Rin yang berasal dari Jepang, mengatakan bahwa dalam berkomunikasi di sekolah mereka terbiasa
113
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Pada saat pelajaran mereka terkadang merasa asing dengan kosakata BDB yang didengarkan dari guru. Mereka sering meminta guru untuk mengalihbahasakan BDB yang didengar ke dalam bahasa Inggris. Di pihak lain, Haico siswa yang berasal dari Begia dalam berkomunikasi lebih nyaman menggunakan bahasa Inggris saat pelajaran BDB, tetapi pada saat pelajaran BDB mencoba menggunakan kosakata BDB yang telah dipahami untuk berkomunikasi Berdasarkan hasil tabel 4.18 dan hasil wawancara siswa kelas VIIA dan VIIB. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIIA dan VIIB dalam berkomunikasi di lingkungan sekolah menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Bahasa pertama siswa memberikan pengaruh yang berbeda pada kemampuan berbahasa Bali. Siswa yang bahasa pertamanya bahasa Indonesia dan Inggris cenderung memiliki nilai membaca dan menulis yang cukup baik. Namun, secara keseluruhan siswa dengan bahasa pertama BDB memiliki kemampuan berbahasa Bali yang baik sekali. Pada grafik di atas tampak bahwa siswa yang berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris cenderung memengaruhi kemampuan dalam keterampilan berbahasa Bali. c) Lingkungan Tetangga Masyarakat merupakan makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan satu individu dengan individu lainnya. Lingkungan tetangga merupakan lingkungan terdekat siswa untuk berkomunikasi dengan teman sebaya atau tetangga di lingkungan tempat tinggal mereka. Lingkungan tetangga sangat berpengaruh terhadap
114
pembelajaran BDB. Dalam pembelajaran BDB harus diciptakan suasana lingkungan tetangga yang positif. Berikut data tabel bahasa yang digunakan siswa untuk berkomunikasi di lingkungan tetangga. Tabel 4.19 Bahasa Siswa Kelas VIIA di Lingkungan Tetangga No
Putu Adistya Priyanka Surya Putu Erin Indira Kayana
Bali
Bahasa yang Digunakan Berkomunikasi bahasa Indonesia Indonesia
Bali
bahasa Indonesia Indonesia
Keefe Jo Basyara Ben Dafyan Marthein Warouw Jamie William Diyono Haico Desitha Van Der Veken
Jakarta
bahasa Indonesia Indonesia
Jakarta
bahasa Indonesia Indonesia
Jakarta
bahasa Indonesia Indonesia
Belgia
bahasa Inggris
Bali
bahasa Indonesia Indonesia dan Bali
Jakarta
bahasa Indonesia Indonesia
Bali
bahasa Bali
Bali
bahasa Indonesia Indonesia
11
Amelie Christabella Anak Agung Ngurah Bagus Krishna Putu Budi Sukarya Putra Purnawan Oka Naufal Alif Imani
Jember
bahasa Indonesia Indonesia
12
Ester Caroline Yusuf
Jakarta
bahasa Indonesia Indonesia
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Siswa
I Ketut Putra Purnawibawa
Asal
Bahasa Pertama
Inggris
Indonesia dan Bali
115
Tabel 4.20 Bahasa Siswa Kelas VIIB di Lingkungan Tetangga
No
Nama Siswa
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Putu Keysa Kerta Mahesa Marlon Sathya Verchere Amelie Christasya I G.A Istri Raniastu Ista S. Hayato Hachiseko Putu Devika Putri Asha S. Luh Gede Diva Lilyasih A.M. Yohan Candra IB. Ram Kalpika Putra M. Mochamad Naufal Raihansyah Zulkarnain
Bali Perancis Jakarta Bali Jepang Jakarta Bali Bali Bali Bandung
bahasa Bali bahasa Inggris bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Jepang bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Indonesia
Bahasa yang Digunakan Berkomunikasi Indonesia dan Jepang Indonesia Inggris Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia
12 13 14
Auriga Namira Firmansyah Gracela Michele John Mesach Ariantika Parawangsa Permana P. G.
Surabaya Rote Bali
bahasa Indonesia bahasa Indonesia bahasa Bali
Indonesia Indonesia Indonesia dan Bali
1
Rin Hasegawa
Asal
Bahasa Pertama
Jepang
bahasa Jepang
Tabel 4.21 Data Penggunaan Bahasa di Lingkungan Tetangga No 1 2 3 4
Bahasa Indonesia Inggris Indonesia Bali Indonesia Jepang Jumlah
Kelas VIIA dan VII B Jumlah siswa % 20 76,9 % 2 7,69 % 3 11,53 % 1 3,8% 26 100%
116
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa bahasa yang digunakan siswa kelas VIIA dan VIIB untuk berkomunikasi di lingkungan tetangga, yaitu 76,9% menggunakan bahasa Indonesia, 7,69% bahasa Inggris, 11,53% bahasa IndonesiaBali, 3,85% menggunakan bahasa Indonesia-Jepang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam lingkungan tetangga siswa kelas VIIA dan VIIB berkomunikasi 76,90% menggunakan bahasa Indonesia. Di bawah ini dicantumkan grafik bahasa yang digunakan siswa kelas VIIA dan VIIB pada lingkungan tetangga. Adapun grafik tersebut dipaparkan sebagai berikut.
Bahasa di Lingkungan Tetangga 100.0% 80.0%
76.90%
60.0%
Indonesia
40.0%
Inggris
20.0%
7.96%
11.53%
3.80%
Indonesia dan Inggris Indonesia dan Jepang
0.0%
Indonesia
Inggris
Indonesia Indonesia dan Inggris dan Jepang
Grafik 4.10 Bahasa Siswa Kelas VIIA dan VIIB di Lingkungan Tetangga
Data di atas didukung oleh hasil wawancara terhadap respons siswa untuk mengetahui keadaan lingkungan tetangga siswa yang dilakukan terhadap empat orang siswa kelas VIIA. Wawancara pertama, Adis siswa yang berasal dari Bali mengatakan bahwa “Dalam berkomunikasi ia menggunakan bahasa Indonesia karena sebagian besar teman sepermainannya dirumah berkomunikasi menggunakan
117
bahasa Indonesia”. Tugus berkomentar bahwa “Dia berkomunikasi bersama temantemannya di lingkungan tetangga tempat tinggalnya berbahasa Indonesia”. Putra berkomentar “Untuk berkomunikasi di lingkungan tetangga, Putra berkomunikasi menggunakan bahasa Bali, tetapi Putra selalu menjawab pertanyaan yang disampaikan menggunakan bahasa Indonesia karena dia mengerti apa yang dibicarakan, namun dia tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan dengan menggunakan bahasa Bali karena sedikitnya kosakata bahasa Bali yang dia miliki”. Siswa yang berasal dari luar Bali, yaitu Abel berkomentar bahwa ”Dalam berkomunikasi di lingkungan tetangga dia sama sekali tidak pernah menggunakan bahasa Bali dan baru belajar bahasa Bali. Selama berada disekolah dan tetangga saya yang orang Bali ngomongnya pakai bahasa Indonesia”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam berkomunikasi di lingkungan tetangga siswa kelas VIIA dan VIIB berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Kuatnya pengaruh B1 yang digunakan untuk berkomunikasi di lingkungan tetangga sangat memengaruhi keterampilan siswa dalam Pembelajaran BDB. Terlihat dari kemampuan siswa dalam keterampilan berbicara yang memiliki nilai rata-rata kelas VIIA 63,91% dan kelas VIIB 62,64% yang dikategorikan sedang. 4.1.2.2 Lingkungan Nonsosial Lingkungan nonsosial dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu faktor instrumental dan materi pelajaran. Berikut dijelaskan kedua faktor tersebut. Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu fasilitas belajar hardware, seperti sarana dan prasarana. Fasilitas
118
software, seperti kurikulum, peraturan sekolah, silabus, dan RPP. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada lingkungan nonsosial siswa kelas VIIA dan VIIB diketahui bahwa perangkat pembelajaran BDB yang dimiliki di sekolah HighScope dirancang khusus oleh guru BDB yang dipakai sebagai pedoman dalam proses pembelajaran dengan konsep pendekatan HighScope dengan metode (plan, do, review) sehingga siswa aktif dalam proses pembelajaran (Active Learning). Materi pelajaran meliputi bahan ajar yang digunakan untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran. Materi yang diberikan diambil dari buku paket “Pudak Sari Bahasa Bali untuk Kelas VII SMP”. Dari buku paket yang digunakan materi berintegrasi dengan pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Materi yang sudah diajarkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris diajarkan kembali dalam pembelajaran BDB. Dengan demikian, guru tidak banyak memberikan penjelasan mengenai pelajaran yang diberikan karena sudah dijelaskan pada pelajaran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Sehingga siswa dapat melihat hubungan antara pelajaran satu dengan pelajaran lainnya. Siswa yang menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sebagai B1, dapat memahami materi yang diberikan pada pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, sehingga pada saat pembelajaran BDB siswa lebih berkonsentrasi dan tidak kesulitan memahami materi yang diberikan. Kemampuan berbahasa yang sudah diperoleh di bahasa Indonesia dan bahasa Inggris kemudian diaplikasikan dalam pembelajaran BDB. Pada saat guru menjelaskan dengan menggunakan BDB guru mengaitkan pelajaran BDB dengan pelajaran bahasa Indonesia dan Inggris yang telah dipelajari.
119
Guru memberikan materi pembelajaran tidak hanya menggunakan LKS atau buku paket, Guru mengintegrasikan pelajaran BDB dengan pelajaran bahasa Indonesia dan Inggris. Siswa belajar melalui lembar pekerjaan, sedangkan guru membuat materi pelajaran BDB disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Di samping itu, guru terlebih dahulu mengukur kesiapan siswa dalam belajar. Artinya materi dibuat setelah guru memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa. Setelah memperoleh tingkat kemampuan yang dimiliki siswa dalam pelajaran BDB, guru merancang pembelajaran dan memberikan materi sesuai dengan kesiapan dan keinginan siswa dalam belajar sehingga pembelajaran BDB mudah untuk dipahami. Selain itu topik kosakata yang diberikan sesuai dengan pelajaran ilmu sosial dan ilmu alam. Jadi siswa lebih mudah memahami pelajaran yang diberikan tanpa harus memahami kembali materi yang diberikan dalam bahasa yang berbeda. Siswa yang memiliki kemampuan kurang dalam BDB dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan menyenangkan, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan lebih, dapat terus meningkatkan kemampuan BDB dan dapat berbagi ilmu yang dimiliki kepada siswa yang masih kurang dalam pembelajaran BDB. Jadi, dapat disimpulkan bahwa faktor nonlingkungan sosial yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa kelas VIIA dan VIIB adalah faktor instrumental yang meliputi perangkat pembelajaran yang dirancang sesuai dengan konsep Highscope dan materi pelajaran yang digunakan berintegrasi dengan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, untuk menumbuh kembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran
120
BDB sehingga membuat pembelajaran BDB dapat dipelajari oleh siswa dwibahasa dengan baik.
4.2 Kendala dalam Pembelajaran Bahasa Daerah Bali Konsep pendidikan bilingual atau lebih terkenal dengan istilah “Billingual Education” atau pendidikan dwibahasa. Di Bali banyak terdapat sekolah berlabel plus atau Sekolah SBI. Sekolah HighScope merupakan salah satu sekolah nasional plus yang memakai konsep dwibahasa dalam proses pembelajaran. Sekolah HighScope menerapkan pendekatan pembelajaran dwibahasa yaitu pendekatan concurrent, artinya pendekatan yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris secara bergantian dalam pelajaran. Kemampuan siswa berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia sangat berpengaruh terhadap masuknya pembelajaran BDB di sekolah. Siswa mengalami kesulitan dalam belajar karena BDB merupakan B2 bagi siswa kelas VII. Adapun kendala–kendala berbahasa yang timbul dalam pembelajaran BDB meliputi kendala berbahasa dan nonberbahasa. Kendala-kendala tersebut dijelaskan sebagai berikut: 4.2.1
Kendala Berbahasa Kendala berbahasa dapat terjadi pada tataran linguistik (kebahasaan). Guru
yang sudah berpengalaman pasti mengetahui kendala berbahasa yang dihadapi siswa dalam mempelajari bahasa. Kendala berbahasa merupakan bagian dari proses pembelajaran bahasa. Kendala berbahasa dari segi ilmu bahasa bisa berupa
121
kesalahan-kesalahan dalam berbahasa. Kendala berbahasa ini terjadi disebabkan oleh tekanan B1 terhadap B2 atau akibat penyimpangan kaidah B2. BDB pada masa sekarang seharusnya menjadi bahasa pertama tetapi berganti menjadi B2. Ketika berada lingkungan keluarga atau berbicara dengan teman-temannya, siswa tidak lagi menggunakan BDB sehingga kosakata BDB, pelafalan, susunan kata, pembetukan kata dan susunan kalimat BDB bisa mengikuti aksen bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hal tersebut dapat menimbulkan kendala-kendala dalam pembelajaran BDB. Berikut dijelaskan kendala berbahasa dan nonbahasa yang ditemukan dalam pembelajaran BDB pada siswa kelas VIIA dan VIIB. 4.2.1.1 Kendala Berbahasa Bali pada Tataran Fonologi Kendala dalam tataran fonologi dalam pembelajaran BDB terjadi karena adanya perubahan bunyi akibat adanya penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam pembelajaran BDB. Bahasa Indonesia dan BDB dalam penelitian ini mempunyai jumlah fonem yang berbeda. BDB memiliki enam fonem vokal dan delapan belas fonem konsonan. Fonem vokal dan konsonan itu adalah sebagai berikut. (1) Fonem vokal: /i/, /e/, /ə/, /a/, /o/, dan /u/, (2) sedangkan fonem konsonan: /b/, /c/, /d/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /r/, /s/, /t/, /w/,/ŋ/, /y/, dan /ń/ (Anom dkk , 1988). Bahasa Indonesia memiliki enam fonem vokal dan 24 fonem konsonan Fonem vokal /i/,/e/, ə/, /a/, /o/ dan /u/, sedangkan fonem konsonan: /b/, /c/, /d/, /f/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /q/, /r/, /s/, /š/, /t/, /v/, /w/, /x/, /ŋ/, /y/, /z/, dan /ń/. Dari fonem-fonem di atas, diketahui terdapat perbedaan jumlah fonem antara bahasa Indonesia dan BDB, yakni perbedaan jumlah fonem dan konsonan. Dalam
122
bahasa Indonesia terdapat 24 konsonan dan BDB terdapat delapan belas fonem konsonan. Fonem-fonem konsonan yang tidak terdapat pada BDB adalah /š/, /q/, /f/, /v/, /x/, dan /z/. Kendala berbahasa yang terjadi pada pembelajaran BDB yaitu pada tataran fonologi adalah pada pengucapan fonem. Data pada tabel berikut diambil dari 26 orang siswa kelas VIIA dan VIIB. Tabel 4.22 Fonem Bahasa Bali Siswa Kelas VIIA dan VIIB No Fonem
Kata
1
Bunyi /a/ pada posisi akhir terbuka dilafalkan [ə]
2
Bunyi /e/ dilafalkan [ẻ]
3
Bunyi [ẻ] dilafalkan /e/
4
Bunyi [i] dilafalkan /ẻ/
5 6
Bunyi [u] dilafalkan /o/ Bunyi [p] dilafalkan /f/ atau /v/
[bapə] [kijə] [marə] [sepedə] [sirə] [matə] [lemari [legu] [pesan] [kesed] [madẻ] [mẻ mẻ] [b ẻ] [gedẻ] [sing ] [kaping] [nulungin] [tusing] [tipi] [pilem] [aktip]
Yang diucapkan /bapa/ /kija/ /mara/ /sepeda/ /sira/ /mata/ /lẻmari/ /lẻgu/ /pẻsan/ /kẻsẻd/ /made/ /meme/ /be/ /gede/ /Seng / /kapeng/ /nulungen/ /tosing/ /tivi/ /film/ /aktif/
Yang benar /bapə/ /kijə/ /marə/ /sepedə/ /sirə/ /matə/ /lemari/ /legu/ /pesan/ /kesed/ /madẻ/ /mẻ mẻ/ /b ẻ/ /gedẻ/ /sing / /kaping/ /nulungin/ /tusing/ /tipi/ /pilem/ /aktip/
Keterangan: Data-data pada temuan di atas diperoleh dari hasil observasi (metode simak catat) dan wawancara terhadap pelafalan kosa kata yang menjadi objek penelitian.
123
Tabel di atas menjelaskan keadaan fonologi BDB siswa kelas VIIA dan VIIB yang dipengaruhi oleh bahasa Indonesia. Siswa sering mengalami kesulitan dalam pengucapan bunyi /a/ BDB pada posisi akhir terbuka dilafalkan sebagai [ə] contoh pada kata [bapə] siswa mengucapkan kata itu dengan ucapan /bapa/ seharusnya diucapkan /bapə/. Kendala fonologi ini sering dialami siswa karena pengaruh bahasa Indonesia yang cukup kuat. Hal itu terjadi karena dalam bahasa Indonesia tidak ada perbedaan bunyi /a/ yang diucapkan. Dengan demikiandalam menyucapkan bunyi-bunyi BDB siswa sering melupakan pengucapan bunyi /a/. Kesulitan untuk
membedakan bunyi [e] dengan [ẻ], yaitu
keduanya
dibaca [e], dalam pembelajaran BDB siswa cenderung mengalami kesulitan untuk membedakan vokal [e] dan vokal [ẻ]. Hal ini dipengaruhi oleh bahasa Indonesia yang tidak ada perbedaan antara pengucapan vokal [e] dan [ẻ]. Contoh [lemari] dilafalkan /lẻmari/ seharusnya /lemari/, [legu] dilafalkan /lẻgu/ seharusnya /legu/, kata [pesan] dilafalkan /pẻsan/ seharusnya /pesan/. Kendala ini terlihat melalui ucapan siswa ketika membaca dan menulis bunyi [e] dan [ẻ] dalam penulisan aksara Bali. Siswa bingung membedakan antara bunyi [e] dan [ẻ]. Pada saat melafalkan bunyi [e] dan [ẻ], siswa sering bingung membedakan fonem tersebut dan tidak sengaja menggunakan lafal bahasa Indonesia dalam mengucapkan bunyi [e] dengan [ẻ]. Bunyi [ẻ] dilafalkan sebagai /e/. Siswa kesulitan membedakan bunyi [ẻ] dan /e/. Pada kata [bẻ] dilafalkan /be/ seharusnya /bẻ/, [madẻ] dilafalkan /made/
124
seharusnya /madẻ/, [gedẻ] dilafalkan /gede/ seharusnya /gedẻ/. Siswa mengalami kesulitan untuk membedakan bunyi [ẻ] dengan /e/, karena dalam bahasa Indonesia tidak dibedakan bunyi [ẻ] dan /e/ keduanya diucapkan /e/ seharusnya diucapkan / ẻ/. Bunyi [i] dilafalkan /ẻ/, yaitu [sing ] dilafalkan /seng/ seharusnya /sing/, [kaping] dilafalkan /kapeng/ seharusnya /kaping/, [nulungin] dilafalkan /nulungen/ seharusnya /nulungin/. Kesalahan ini terjadi karena pengaruh dari bahasa Inggris yang dipelajari, sehingga ejaan dalam penulisan BDB menyesuaikan dengan ejaan bahasa Inggris. Bunyi [u] dilafalkan /o/ pada kata [tusing] dilafalkan /tosing/ seharusnya /tusing/. Kesalahan pelafalan ini terjadi akibat
pengaruh dari bahasa Indonesia
sehingga bunyi [u] dilafalkan sebagai /o/. Bunyi [p] dilafalkan /f/ atau /v/ sebagai contoh [tipi] dilafalkan /tivi/ seharusnya /tipi/, [pilem] dilafalkan /film/ seharusnya diucapkan /pilem/. Bunyi [p] dalam BDB dilafalkan sebagai /f/ atau /v/. Artinya bunyi tersebut dilafalkan sesuai dengan pelafalan dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam melafalkan beberapa bunyi BDB siswa kelas VIIA dan VIIB masih dipengaruhi oleh bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang dikategorikan sebagai kesalahan interlingual. Artinya kesalahan yang terjadi akibat pengaruh bahasa Indonesia dan bahasa Inggris terhadap pembelajaran BDB. Ucapan atau pelafalan kosakata BDB yang terjadi diakibatkan karena siswa mentransfer intonasi dialeknya berbicara yang diperoleh
125
dari kosakata bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sehingga ucapan atau pelafalan dalam BDB diucapkan sama seperti pengucapan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. 4.2.1.2 Kendala Berbahasaan Bali pada Tataran Morfologi Data kendala berbahasa Bali pada tataran morfologi dalam penelitian ini diperoleh dari tulisan siswa. Adapun kendala-kendala yang ditemukan dalam pembelajaran BDB pada siswa kelas VIIA dan VIIB adalah kesalahan pada penggunaan morfem. Kesalahan ini terjadi karena morfem-morfem dalam BDB ditanggalkan atau diganti dengan morfem bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, karena kuatnya pengaruh B1 (bahasa yang telah dikuasai siswa). Contoh kesalahan morfologi yang ditemukan dalam pembelajaran BDB pada siswa kelas VII adalah sebagai berikut. Kesalahan penghilangan imbuhan ini tidak hanya terjadi pada saat belajar bahasa kedua tetapi pada saat belajar bahasa pertamapun siswa melakukan hal yang sama. Kesalahan penghilangan imbuhan yang dilakukan tidak terlalu mengganggu jalannya komunikasi. Artinya, pembaca masih dapat memahami maksud kalimat yang dituliskan sekalipun sudah diketahui terjadi kesalahan dalam strukturnya. Kendala morfologi dalam penelitian ini meliputi pemaknaan morfem BDB yang salah. Perbedaan morfologi (imbuhan) BDB dan bahasa Indoensia menimbulkan perubahan fungsi dan makna kata. Sebagai contoh, awalan bahasa Indonesia yaitu [me-] [membaca], sedangkan pada BDB awalan [ma-] dibaca [mə], [məlaib]. Fungsi awalan [me-] [ma-] membentuk kata kerja, tetapi dapat
126
menghasilkan makna berbeda, jika dalam bahasa Indonesia [me-] [membaca] ‘membaca’, dalam BDB [ma], [məlaib] ‘berlari’. [ma] pada kata [mədagang] ‘berjualan’. Dalam pemaknaannya awalan [ma] dalam BDB bermakna awalan [ber] dalam bahasa Indonesia. Perubahan makna yang terjadi dalam BDB di bidang morfologi mengakibatkan siswa mengalami kesulitan menerjemahkan arti kata berimbuhan. Hal itu terjadi karena siswa menganggap struktur imbuhan dalam BDB sama dengan struktur imbuhan dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa dalam tataran morfologi siswa menyamakan imbuhan BDB dan bahasa Indonesia atau dianggap memiliki kesamaan. Contoh: 1)“Sedek dina anu wenten anak sugih sane mepesengan Derp (data 1, Dudik VIIA). 2) ”Nenten bisa mepikayun punapa-punapi” (data 2, Diva VIIB) Kalimat (1) dan kalimat (2) memperlihatkan siswa masih menggunakan awalan [me-] bahasa Indonesia dalam menulis kalimat BDB. Hal ini terlihat karena adanya penyamarataan imbuhan BDB dengan bahasa Indonesia. Pada kata /mapesengan/ ditulis /mepesengan/ seharusnya /mapesengan/, kata /mapikayun/ ditulis /mepikayun/ seharusnya /mapikayun/. Hal ini sesuai dengan ejaan BDB yang telah disempurnakan. Kendala morfologi dalam pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa kelas VIIA dan VIIB terjadi karena kuatnya pengaruh bahasa Indonesia yang berdampak pada pembelajaran BDB.
127
4.2.1.3 Kendala Berbahasa Bali pada Tataran Sintaksis BDB yang seharusnya menjadi bahasa pertama berganti kedudukan menjadi bahasa kedua, sehingga kosakata yang dimiliki siswa kelas VIIA dan VIIB sangat sedikit. Hal ini berdampak pada kesalahan berbahasa yang dilakukan siswa dalam ketrampilan menulis. Kesalahan sintaksis adalah kategori kesalahan yang mencakup frasa nomina, verba, konstruksi verba, runtutan kata, dan tipe transformasi. Kesalahan ini mencakup kalimat, paragraf, dan wacana. Dari hasil pengolahan data terhadap penguasaan kalimat berbahasa Bali siswa kelas VII, diketahui bahwa siswa kelas VIIA dan VIIB masih kesulitan dalam menyusun kalimat berbahasa Bali yang gramatikal. Artinya siswa kelas VIIA dan VIIB belum mampu membedakan struktur kalimat bahasa Indonesia dan BDB. Hal tersebut terlihat dari susunan kalimat BDB yang kacau. Contoh: 3) “Gumi adalah wadah tinggal kita”, pacang bucek yening biana dijaga. Ageden praja , amerta disana, termasuk lingkungan alamnya” (data 1, Keefe VIIA) 4) “Gumi wantah tongos iraga ngoyong, Gumi wantah tongos iraga ngoyong, warna gadang nglangunin manah, warna gadang ngangenin anak sane ningalin. (data 2, Haico VIIA) Bila dianalisis, kalimat (1) dan (2) menunjukkan struktur kalimat BDB yang tidak sesuai dengan ejaan BDB yang telah disempurnakan. Struktur kalimat BDB yang digunakan pada kalimat (1) dan (2) menggunakan struktur kalimat berbahasa
128
Indonesia, yaitu “Bumi adalah tempat tinggal kita” ditulis ke dalam BDB menjadi ‘Gumi adalah wadah tinggal kita” seharusnya siswa menulis “ Gumi tongos iraga nongos”. Dari data kalimat di atas terlihat bahwa dalam proses menulis siswa berusaha membuat
pola kalimat dalam bahasa Indonesia dan kemudian
diterjemahkan ke dalam BDB. Kalimat berikut memiliki struktur kalimat BDB yang merupakan interferensi dari bahasa Indonesia. 3) Manusa ane nongosin gumi, jani suba ngentungan lulu di tongose, unduk gumine, manusa suba gotong royong”ajak onyangan ngelah’ (data 3 Arjuna VIIB) 4)Surya, galang panes, nyinarin gumi, tongosne di gumi, surya pakaryan Hyang Widhi (data 4 Nara VIIB) Kalimat (3) dan (4) di atas merupakan interperensi dari bahasa Indonesia sebab dalam bahasa Indonesia konstruksi kalimatnya S-P-O-K seperti “Manusia yang tinggal di bumi, sekarang sudah membuang sampah pada tempatnya”. Jadi, kalimat tersebut jika diterjemahkan dalam BDB menjadi ”Manusa sane nongos di gumi, mangkin sampun ngutang leluu di tongosne”. Konstruksi bahasa Indonesia hampir sama dengan BDB. Kebiasaan siswa menggunakan bahasa Indonesia dalam menulis kalimat berbahasa Bali kadang menimbulkan pengaruh terhadap penggunaan BDB dalam pembelajaran. Selain itu, penguasaan kosakata BDB yang terbatas membuat siswa pada saat menulis kalimat berbahasa Bali mengganti kata yang belum diketahui dengan bahasa Indonesia.
129
Dalam kalimat berikut terlihat siswa memiliki kosakata BDB yang kurang sehingga dalam menulis kalimat berbahasa Bali siswa mengganti kosakata yang belum diketahui dengan bahasa Indonesia. (5)“ Ia sampun mempersiapkan samian kebutuhannya. (data 5 Adis, VIIA) (6)‘Ipun luas tanggal roras Agustus lan ipun sampun menyiapkan ajengan lan keperluan ipun”. (data 6 Sasha, VIIB)
Kalimat (5) dan (6) merupakan penggalan dari karangan siswa
dalam
kemampuan menulis. Struktur kalimat (5) dan (6) memiliki percampuran kosakata BDB dan bahasa Indonesia terlihat pada kalimat (5) pada kata /mempersiapkan/, /kebutuhan/, dan /adalah/ seharusnya menggunakan kata /nyiapin/, /kaperluane/, /wantah/ dalam menulis kalimat berbahasa Bali. Pada kalimat (6) terdapat kata / menyiapkan/ seharusnya ditulis /nyiapin/ dalam BDB. Selain kosakata
yang masih minimal yang dimiliki siswa dalam
BDB
kalimat (5) mengandung ketidakjelasan konstruksi. Ditinjau dari bentuk verbalnya yakni ‘Sampun mempersiapkan samian kebutuhannya” Jika dilihat dari struktur kalimatnya siswa ingin membuat kalimat aktif. Untuk membuat stuktur kalimat aktif BDB seharusnya” Ia sampun nyiapin samian keperluane”. Kalimat (6) ditinjau dari jenis kalimat tergolong kalimat pasif” “Ipun luas tanggal roras Agustus lan ipun sampun menyiapkan ajengan lan keperluan ipun”. Terjemahannya,”Dia pergi tanggal 11 Agustus dan dia sudah mempersiapkan makanan dan keperluannya”. Kalimat aktif BDB seharusnya, ”Ipun sampun nyiapin ajengan lan keperluane,
130
sadurung luas tanggal 11 Agustus”, terjemahannya, “Dia Sudah mempersiapkan keperluannya sebelum tanggal 11 Agustus”. Berdasarkan data di atas , dapat disimpulkan bahwa pembelajaran BDB pada tataran sintaksis pada siswa kelas VIIA dan VIIB mengalami kendala. Kendala itu terjadi karena siswa sulit mengekspresikan kalimat menggunakan BDB dan kosakata BDB yang dimiliki siswa masih kurang. BDB sebagai pembelajaran bahasa kedua sehingga mendapat pengaruh yang sangat besar dari bahasa Indonesia dalam pembelajaran. Konstruksi sintaksis seperti ini perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran BDB sehingga kesalahan dalam tataran sintaksis akibat pengaruh dari bahasa pertama dapat dihindari dalam pembelajaran BDB.
4.2.1.4 Kendala Berbahasa Bali pada Tataran Semantik Dalam penelitian ini terdapat kendala dalam bidang semantik karena adanya pemilihan kata yang salah dalam penulisan kalimat berbahasa Bali. Kesalahan di bidang leksikal mencakup kesalahan pemilihan kata, penambahan kosakata yang tidak perlu, penghilangan kata, makna kata yang tidak logis, penggunaan kata tanya, dan kesalahan penggunaan istilah asing, Contoh: 1)”John macanda computer ring pojok” (data 1 Naufal VIIA) 2) “Meme tiang lakar dadi astronot lan magedi ka bulan ningalin kelinci bulan’. (data 2, Dudik VIIA) Kalimat (1) dan (2) merupakan kalimat yang memiliki struktur S-P-O-K yang merupakan struktur untuk membentuk kalimat berbahasa Indonesia , dalam pilihan
131
kosakata BDB yang kurang tepat. Pada data (1) pemilihan kata macanda “bermain”, tidak cocok. Pemilihan kata macanda pada kalimat ‘John macanda computer ring pojok’ tidak sesuai karena memiliki arti John bercanda dengan computer di pojok”. Kalimat data (1) seharusnya” John mapalian computer di bucu”. Data (2) ‘Meme tiang lakar dadi astronot lan magedi ka bulan ningalin kelinci bulan’. Kalimat tersebut diartikan “Ibu saya akan menjadi astronot dan pergi ke bulan melihat kelinci bulan”. Kata “meme tiang” dalam kalimat tersebut memiliki makna ambigu, bisa berarti “Ibu saya atau, saya yang menjadi astronot”, seharusnya ditulis “Meme, tiang pacang dadi astronot, lan magedi ke bulan ningalin kelinci’. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa memiliki kendala dalam memilih kata yang tepat dalam kalimat, Dengan demikian, kalimat BDB yang dihasilkan sering kali memiliki makna ambigu bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia. Perbedaan struktur BDB dan bahasa Indonesia beserta kesulitan dalam pembelajaran BDB bersumber dari kesalahan berbahasa yang sering dilakukan siswa dalam mempelajari BDB. Berdasarkan kendala berbahasa di atas, dapat disimpulkan bahwa yang mengakibatkan terjadinya kendala berbahasa dalam pembelajaran BDB adalah hal-hal berikut. (1) Adanya interferensi atau transfer yang dilakukan oleh siswa secara otomatis dari bahasa pertama kepada B2 yang sedang dipelajari (interlanguage error). Siswa membuat penyamarataan yang berlebihan (overgeneralisation) terhadap struktur bahasa Indonesia dengan BDB.
132
(2) Kesalahan intralingual struktur BDB yang mengenal imbuhan untuk bentuk pasif dan aktif membuat siswa kesulitan dalam menyusun kalimat. (3) Aplikasi yang tidak sempurna terhadap kaidah-kaidah bahasa (incomplete application rules). Struktur BDB yang cukup rumit belum dapat dipahami oleh siswa secara sempurna mengingat BDB merupakan bahasa kedua bagi siswa yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa asing sebagai bahasa pertama. (4) Kurangnya perbendaharaan kata BDB yang dimiliki oleh siswa. Hal ini disebabkan oleh intensitas pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang lebih sering daripada BDB. Berikut cara menanggulangi permasalahan dalam pembelajaran BDB. Guru BDB dapat memilih cara mengajar dan bahan pengajaran yang tepat. Siswa dwibahasa merupakan wadah tempat
terjadinya
kontak bahasa, semakin besar
jumlah siswa dwibahasa maka semakin intensif kontak bahasa yang terjadi. Kontak bahasa menimbulkan saling memengaruhi antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan BDB. Dalam pembelajaran BDB akibat dari B1 yang mendominasi dalam pengajaran BDB. Siswa yang mempelajari BDB sudah mempunyai kebiasaan tertentu dalam menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kebiasaan tersebut harus dibatasi agar tidak mengintervensi dalam pembelajaran BDB. Pembentukan kebiasaan yang sesuai dengan penggunaan BDB dilakukan dengan penyajian bahan pengajaran BDB yang menarik
dan kreatif sehingga dapat menumbuhkan kebiasaan dalam
penggunaan BDB untuk berkomunikasi di lingkungan sekolah.
133
4.2.2 Kendala Nonkebahasaan 4.2.2.1. Daerah Asal Siswa Kendala-kendala bahasa yang dialami siswa akibat adanya perbedaan tempat tinggal sehingga menimbulkan perbedaan dalam berbahasa. Data siswa dwibahasa di sekolah HighScope dijelaskan melalui tabel berikut. Tabel 4.23 Daerah Asal Siswa Kelas VII A dan VIIB NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
DAERAH ASAL Bali Jakarta Bandung Surabaya Jember Rote Belgia Perancis Jepang
JUMLAH 11 siswa 7 siswa 1 siswa 1 siswa 1 siswa 1 siswa 1 siswa 1 siswa 2 siswa
PERSENTASE 42,3% 26% 3,85% 3,85% 3,85% 3,85% 3,85% 3,85% 7,7%
Dalam penelitian ini suku bangsa siswa terbagi menjadi sembilan kategori. Suku bangsa tersebut, yaitu Bali, Jakarta, Bandung, Surabaya, Jember, Rote, Belgia, Perancis, dan Jepang. Siswa kelas VIIA dan VIIB yang berasal dari Bali sebanyak sebelas siswa (42,3%), Jakarta tujuh siswa ( 26%), Bandung satu siswa (3,85%), Surabaya satu siswa (3,85%), Jember satu siswa (3,85%), Rote satu siswa (3,85%), Belgia satu siswa (3,85%), Perancis satu siswa (3,85%), Jepang dua siswa (7,7%). Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa siswa dwibahasa kelas VIIA dan VIIB yang mengalami kendala paling besar dalam pembelajaran BDB
134
berdasarkan daerah asalnya adalah siswa yang berasal dari Jepang,
siswa yang
berasal dari Jepang kesulitan pada saat menerjemahkan kosakata BDB, karena BDB merupakan pembelajaran bahasa kedua. Selain itu, banyak kosakata yang baru dipelajari susah untuk diingat karena tidak digunakan untuk berkomunikasi. Akan tetapi pada saat menulis aksara Bali mereka mampu menulis aksara Bali dengan baik. Di bawah ini dicantumkan grafik asal siswa di kelas VIIA dan VIIB. Adapun grafik tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Daerah Asal Siswa kelas VIIA dan VIIB
Bali Jakarta Bandung
42.30%
Surabaya 26.90%
Jember 3.85% 3.85% 3.85% 3.85% 3.85% 7.70% 3.85%
Rote Belgia Perancis Jepang
Grafik. 4.11 Daerah Asal Siswa
4.2.2.2 Bahasa Pertama Kendala berbahasa dalam pembelajaran BDB pada siswa kelas VIIA dan VIIB disebabkan oleh adanya pengaruh bahasa pertama siswa. Berikut tabel data bahasa pertama siswa kelas VIIA dan VIIB.
135
Tabel 4.24 Data Bahasa Pertama Siswa Kelas VIIA dan VIIB No
Bahasa Pertama Jumlah
1 2 3 4 5
Bahasa Bali Bahasa Jawa Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Bahasa Jepang
3 orang 1 Orang 18 orang 2 orang 2 orang
Kelas VII Persentase 11,53 % 3,8% 69,2% 7,7% 7,7%
Data di atas menggambarkan siswa kelas VIIA dan VIIB yang berjumlah 26 orang. Siswa yang menggunakan BDB sebagai bahasa pertama sebanyak 11,53%, bahasa Jawa sebanyak 7,7%, bahasa Indonesia sebanyak 69,2%, bahasa Inggris sebanyak 7,7%, dan bahasa Jepang sebanyak 7,7%. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIIA dan VIIB merupakan siswa multilingual yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai bahasa pertama. Pengaruh bahasa pertama cukup besar dalam pembelajaran BDB. Hal itu menyebabkan sering terjadi kesalahan berbahasa dalam pembelajaran BDB. Pengaruh bahasa pertama mengakibatkan terjadinya kesalahan intralingual, yaitu kesalahan yang terjadi akibat kesalahan interferensi. Artinya, kesalahan yang bersumber dari pengaruh B1 terhadap B2. Kesalahan intralingual
merupakan kesalahan bahasa yang bersumber dari
penguasaan BDB yang belum memadai. Dari hasil analisis data di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa pertama sangat berpengaruh terhadap pembelajaran BDB di sekolah. Adapun grafik tersebut dipaparkan sebagai berikut.
136
100.%
Bahasa Pertama Siswa Kelas VIIA dan VIIB
90.% 80.%
69.20%
70.% 60.%
Bahasa Bali
50.%
Bahasa Jawa
40.%
Bahasa Indonesia
30.%
bahasa Inggris
20.%
Bahasa jepang
11.53%
10.%
3.80%
7.70%
7.70%
bahasa Inggris
Bahasa jepang
0.% Bahasa Bali
Bahasa Jawa
Bahasa Indonesia
Grafik 4.12 Bahasa Pertama Siswa Kelas VIIA dan VIIB Dalam pembelajaran BDB ditemukan kendala-kendala bahasa yang dialami oleh siswa kelas VIIA dan VIIB. Kendala bahasa ini disebabkan oleh adanya tekanan dari bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris terhadap BDB. Kendala utama yang dihadapi, yaitu penyimpangan kaidah BDB. Hal ini terjadi karena siswa ditemukan sering menggunakan struktur bahasa Indonesia dan Inggris dalam kemampuan berbahasa Bali.
4.2.2.3 Jenis Kelamin Siswa dwibahasa kelas VIIA dan VIIB dibedakan berdasarkan jenis kelamin .Siswa yang berjenis kelamin perempuan sebanyak sebelas siswa (42,30%), dan lakilaki sebanyak lima belas siswa (57,7%). Berdasarkan perbedaan jenis kelamin ada
137
beberapa kendala yang dialami siswa dalam pembelajaran BDB karena pengaruh jenis kelamin. Tabel 4.25 Jenis Kelamin Siswa VIIA dan VIIB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Siswa Kelas VIIA Putu Adistya Priyanka Surya Putu Erin Indira Kayana Keefe Jo Basyara Ben Dafyan Marthein Warouw Jamie William Diyono Haico Desitha Van Der Veken I Ketut Putra Purnawibawa Amelie Christabella Anak Agung Ngurah Bagus Krishna Putu Budi Sukarya Putra Purnawan Oka Naufal Alif Imani Ester Caroline Yusuf Jumlah siswa perempuan Jumlah siswa lakilaki
Jenis Kelamin
Nama Siswa Kelas VIIB
Jenis Kelamin
Perempuan
Rin Hasegawa
Laki-laki
Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki
Putu Keysa Kerta Mahesa Marlon Sathya Verchere Amelie Christasya I Gusti Agung Istri Raniastu Ista Sidanta Hayato Hachiseko Putu Devika Putri Asha Sana Luh Gede Diva Lilyasih Ananda Muntra Yohan Candra
Ida Bagus Ram Kalpika Putra Mayun Laki-laki Mochamad Naufal Raihansyah Zulkarnain Perempuan Auriga Namira Firmansyah 11 42,30% Gracela Michele John Mesach 15 57,7% Ariantika Parawangsa Permana P. G.
Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki
Data di atas menjelaskan jenis kelamin siswa, meskipun jenis kelamin tidak memperlihatkan kendala dalam ketrampilan berbahasa Bali akan tetapi jika dianalis secara lebih mendalam, jenis kelamin memberikan pengaruh terhadap pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa. Siswa yang berjenis kelamin perempuan sebanyak
138
42,30% cenderung lebih mudah belajar BDB. Di samping itu siswa perempuan di kelas dwibahasa lebih tekun belajar dan berkonsentrasi dalam belajar sehingga dalam pembelajaran BDB siswa perempuan lebih mudah menerima pelajaran yang diberikan. Siswa laki-laki sebanyak 57,7% membuat suasana kelas menjadi ramai. Siswa laki-laki kurang berkonsentrasi dalam belajar dan suka mencari perhatian sehingga sulit menerima pelajaran yang diberikan di kelas. Oleh karena itu timbul kesulitan dalam pembelajaran BDB. Berdasarkan data di atas dan observasi yang dilakukan dalam proses pembelajaran BDB, dapat disimpulkan bahwa siswa perempuan di kelas dwibahasa lebih tekun belajar BDB dibandingkan dengan siswa laki-laki. Siswa perempuan merasa lebih tertantang dalam memecahkan masalah, dapat mengikuti metode pembelajaran plan, do review dengan baik dan perhatiannya tidak mudah teralihkan, sedangkan siswa laki-laki mudah tergoda melakukan hal lain, gemar meluangkan waktu untuk bermain ketika belajar dan sering mengabaikan tugas yang diberikan oleh guru. Adapun grafik tersebut dipaparkan sebagai berikut
139
Jenis Kelamin Siswa VIIA dan VIIB 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
57.70% 42.30%
Perempuan Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Grafik 4.13 Jenis Kelamin Siswa VIIA dan VIIB 4.2.2.4 Usia Siswa Masa remaja dikatakan sebagai masa di mana siswa mengalami perubahan, baik dilihat dari segi fisik, psikis, suara, maupun bahasa. Kedwibahasaan pada masa remaja (adolescent bilingualism) adalah suatu istilah yang mengacu kepada orangorang yang menjadi dwibahasawan setelah masa pubertas. Siswa kelas dwibahasa VIIA dan VIIB berdasarkan tingkatan usia mengalami kendala kebahasaan. Berikut tabel usia siswa dwibahasa kelas VIIA dan VIIB. Tabel 4.26 Data Usia Siswa Kelas VIIA No 1
Nama Putu Adistya Priyanka Surya
Tanggal lahir 31 Juli 2002
Usia 12 Tahun
2
Putu Erin Indira Kayana
20 Januari 2001
13 Tahun
3
Keefe Jo Basyara
24 Maret 2001
13 Tahun
4
Ben Dafyan Marthein Warouw
26 Desember 2001
13 Tahun
140
5
Jamie William Diyono
18 Oktober 2002
12 Tahun
6
Haico Desitha Van Der Veken
18 Februari 2002
12 Tahun
7
I Ketut Putra Purnawibawa
21 Juni 2001
13 Tahun
8
Amelie Christabella
24 November 2000
14 Tahun
9
Anak Agung Ngurah Bagus
27 Juli 2001
13 Tahun
9 April 2001
13 Tahun
Krishna 10
Putu Budi Sukarya Putra Purnawan Oka
11
Naufal Alif Imani
26 Mei 2001
13 Tahun
12
Ester Caroline Yusuf
1 Desember 2000
14 Tahun
Tabel 4.27 Data Usia Siswa Kelas VIIB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama Rin Hasegawa Putu Keysa Kerta Mahesa Marlon Sathya Verchere Amelie Christasya I Gusti Agung Istri Raniastu Ista Sidanta Hayato Hachiseko Putu Devika Putri Asha Sana Luh Gede Diva Lilyasih Ananda Yohan Candra Ida Bagus Ram Kalpika Putra Mayun Mochamad Naufal Raihansyah Zulkarnain Auriga Namira Firmansyah Gracela Michele John Mesach Ariantika Parawangsa Permana P. G.
Tanggal lahir 21 November 2001 17 September 2001 24 Januari 2001 1 Maret 2002 7 Mei 2002
Usia 13 Tahun 13 Tahun 13 Tahun 12 Tahun 12 Tahun
22 Maret 2002 16 Mei 2002 11 Oktober 2001 7 Juli 2001 12 Februari 2001
12 Tahun 12 Tahun 13 Tahun 13 Tahun 13 Tahun
10 Oktober 2001
13 Tahun
23 Juli 2001 18 Juli 2001 3 Maret 2001
13 Tahun 13 Tahun 13 Tahun
141
Tabel 4.28 Persentase Data Usia Siswa Kelas VIIA dan VIIB No 1 12 Tahun 2 13 Tahun 3 14 Tahun
Usia
Jumlah 7 siswa 17 siswa 2 siswa
Persentase 26,92% 65,38% 7,69%
Tabel di atas, menjelaskan usia siswa kelas VIIA dan VIIB. Dari 26 orang siswa, siswa yang berusia dua belas tahun sebanyak tujuh orang (26,92%), siswa yang berusia tiga belas tahun sebanyak tujuh belas orang (65,38%), dan siswa yang berusia empat belas tahun sebanyak dua orang (7,69%). Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa siswa kelas VIIA dan VIIB berada pada masa remaja, yaitu masa siswa mengalami perubahan, baik dilihat dari segi fisik, psikis, suara, maupun bahasa. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masa ini ada beberapa perbedaan yang muncul dalam pembelajaran BDB. Pada masa ini siswa telah menguasai bahasa pertama (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) dengan maksimal. Pada waktu belajar dan berusaha untuk memperoleh bahasa kedua siswa mengalami kesulitan. Kesulitan ini terjadi bagi siswa yang belum terbiasa sama sekali dengan bahasa yang sedang dipelajari, oleh karena itu akan muncul lafal dengan aksen yang dipengaruhi oleh bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Adapun grafik tersebut dipaparkan sebagai berikut.
142
Usia Siswa Kelas VIIA dan VIIB 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
65.38% Usia 12 Tahun Usia 13 Tahun
26.92% 7.69% Usia 12 Tahun
Usia 13 Tahun
Usia 14 Tahun
Usia 14 Tahun
Grafik 4.14 Usia Siswa VIIA dan VIIB
4.3 Metode Pembelajaran Bahasa Daerah Bali Pembelajaran BDB di sekolah HighScope berpedoman pada strategi pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa untuk mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian, siswa memperoleh banyak pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya dalam pembelajaran BDB. Selain itu pembelajaran aktif memungkinkan siswa kelas VII dapat mengembangkan kemampuanya berpikir tingkat tinggi. Metode pembelajaran bahasa dalam penelitian ini didukung oleh pendekatan HighScope yaitu suatu pendekatan yang dikembangkan oleh David Weikert. Pendekatan ini pada mulanya digunakan pada anak jenjang PAUD. Karena pembelajaran di sekolah HighScope yang berkesinambungan, pendekatan ini juga
143
digunakan untuk mengajar siswa hingga jenjang SLTP. Pendekatan ini menyebutkan bahwa siswa memiliki hubungan sosial dan emosional yang kuat. Pendekatan ini melibatkan siswa sebagai pembelajar aktif yang memberikan kesempatan pada siswa lain untuk memilih sendiri aktivitas dalam pembelajaran. Pendekatan HighScope bersumber pada siswa (student centered approach). Pendekatan HighScope memiliki komponen penting yaitu sebagai berikut. (1) Siswa sebagai pembelajar aktif yang menggunakan sebagian besar waktunya di dalam learning center yang beragam. (2) Merencanakan, melakukan, mengulang ( plan-do-rewiew) guru membantu siswa untuk memilih apa yang akan lakukan setiap hari, melaksanakan rencana, dan mengulang kembali apa yang telah dipelajari. (3) Pengalaman sebagai kunci (key experience) (4) Penggunaan catatan atau anecdotal note untuk mencatat proses siswa dalam belajar. Pendekatan HighScope memiliki lima unsur yang mendukung pembelajaran aktif anak, yaitu benda-benda yang dieksplor siswa, manipulasi benda-benda oleh siswa, pilihan bagi siswa tentang apa yang akan dilakukan siswa, bahasa siswa, dan dukungan dari orang dewasa (guru dan orang tua). Pembelajaran BDB pada siswa kelas VIIA dan VIIB menggunakan model pembelajaran HighScope. Pendekatan ini merupakan penerapan model pembelajaran HighScope memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut serta dalam perencanaan pembelajaran dan siswa bebas memilih kegiatan pembelajaran sesuai
144
dengan minatnya. Kemudian siswa melaksanakan hasil perencanaanya dengan melakukan aktivitas pembelajaran sesuai dengan tahapan kegiatan yang ditentukan. Setelah melakukan aktivitas pembelajaran siswa mempresentasikan pekerjaannya di depan kelas untuk menceritakan pengalamannya pada saat belajar BDB. Kegiatan ini memiliki pengaruh yang sangat besar untuk menumbuhkan kemampuan siswa berbicara BDB. Kegiatan ini melibatkan siswa untuk berpikir, berbuat, dan dapat mengambil keputusan tentang apa yang telah dipelajari. Di samping itu, untuk memupuk kemampuan siswa dalam pembelajaran BDB dan berkomunikasi dengan menggunakan kosakata BDB yang telah dikuasai. Selama proses pembelajaran siswa dapat berbagi mengenai apa yang mereka kerjakan. Adapun tahapan atau prosedur pelaksanaannya dalam pembelajaran BDB yang menggunakan metode (plan, do, review) dibedakan menjadi tiga sebagai berikut. a) Plan (tahap merencanakan) Pada tahap pembelajaran ini siswa kelas VIIA dan VIIB diberi kesempatan untuk membuat rencana dari kegiatan yang akan mereka lakukan. Dalam perencanaan ini siswa terdorong untuk lebih percaya diri dalam
pembelajaran
BDB
serta
berkonsentrasi
dalam
proses
pembelajaran. Adapun langkah-langkah perencanaan yang dilakukan siswa dalam pembelajaran BDB yaitu siswa menetapkan permasalah yang akan dipecahkan atau tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran, membayangkan serta mengantisipasi kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran BDB. Peran guru dalam proses
145
perencanaan memberikan
topik
yang
disediakan, memberikan
dorongan motivasi siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran. b) Do ( mengerjakan) Pada tahap ini merupakan tahap bekerja. Siswa memecahkan permasalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran BDB. Siswa harus memiliki inisiatif untuk melaksanakan, memodifikasi, dan dapat merubah rencana mereka dalam membuat projek. Guru memberikan siswa motivasi menyediakan ruang kerja, memberikan bimbingan, mendorong pemecahan masalah, mencatat hasil pengamatan terhadap pembelajaran yang sedang dilaksanakan dan siswa melaksanakan tahap bekerja hingga selesai. c) Review (mengulas dan melaporkan kembali) Pada tahap ini adalah tahap siswa untuk merefleksi dan mengemukakan apa yang telah mereka lakukan dalam pembelajaran. Pada tahapan ini siswa mengembangkan kemampuannya berbicara BDB, siswa memilih pengalaman yang diungkapkan, membangun pengalaman siswa tentang apa yang telah dilakukan, mengungkapkan hasil yang beragam terhadap pembelajaran BDB yang telah dilakukan. Guru memeriksa kembali hasil pekerjaan siswa, mengulas kembali hasil pekerjaan yang diperoleh, mempersiapkan bahan dan pengalaman untuk menarik ketertarikan siswa, bercakap-cakap dengan siswa tentang tahap yang telah dilakukan, dan memberikan penilaian sejauh mana keberhasilan siswa dalam pembelajaran BDB.
146
Penerapan model pembelajaran HighScope yang merupakan penerapan serangkaian siklus dalam belajar bahasa yang mendorong siswa untuk lebih termotivasi dalam pembelajaran BDB. Siswa tidak lagi memiliki respons negatif terhadap pembelajaran BDB. Selain itu, siswa lebih nyaman belajar bahasa yang dulu dianggap sebagai bahasa asing. Aktivitas pembelajaran secara nyata dilakukan melalui permainan tradisional yang membuat aktivitas belajar yang menyenangkan. Di samping itu, dapat membuat siswa melihat secara nyata, bahwa siswa sedang belajar dalam lingkungan nyata yang menyenangkan. Penerapan metode plan, do, review pada siswa dwibahasa dengan menyediakan pusat-pusat kegiatan belajar minimal tiga aktivitas belajar di dalam kelas. Aktivitas pembelajaran BDB yang dilakukan, sudah didiskusikan terlebih dahulu dengan siswa. Hal ini meningkatkan keinginan siswa dalam pembelajaran BDB. Sehingga terjadi keseimbangan antara guru dan siswa dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran bahasa terdapat beberapa dimensi yang perlu mendapat perhatian, yaitu linguistik content, learning processes, objective, subjective, dan situation. Linguistik content berkaitan dengan hakikat bahasa dan unsur-unsur bahasa yang berkenaan dengan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Learning process berkaitan dengan proses belajar siswa dalam mempelajari bahasa. Objective berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai. Subjective berkaitan dengan siswa dengan segala kebutuhan dan minatnya. Situation menyangkut masalah kondisi atau situasi
dalam
pembelajaran,
yaitu
memungkinkan dan nyaman untuk belajar.
siswa membutuhkan
suasana
yang
Dekorasi kelas dwibahasa terdiri dari
147
beberapa pusat, dan pada setiap pusat berisi barang-barang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam proses pembelajaran BDB. Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa suasana lingkungan kelas di sekolah HighScope memiliki fasilitas yang sangat memadai. Pengaturan tempat duduk dimulai dari proses pembelajaran. Siswa bersama guru duduk di pusat pertemuan kemudian siswa dan guru berinteraksi dalam proses pembelajaran, melakukan diskusi terhadap pelajaran yang sedang dibahas. Setelah pusat pertemuan siswa dibagi ke dalam kelompok kecil. Pengaturan tempat duduk berdasarkan kelompok. Guru mengelompokkan siswa berdasarkan multiple intelegences (kecerdasan majemuk siswa) yang terdiri atas kecerdasan logika, kecerdasan visual, kinestetik,
kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal. Siswa
dikelompokkan berdasarkan MI yang berbeda, hal ini dilakukan untuk memudahkan interaksi siswa dalam berdiskusi dalam proses pembelajaran BDB. Berikut tahap pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran HighScope (plan, do, review) yang dilakukan oleh guru BDB. Tahap pertama pemanasan dan apersepsi dilaksanakan oleh guru untuk mengetahui kesiapan siswa. Apersepsi
dilakukan dengan menyajikan materi BDB yang menarik untuk
mendorong siswa dapat mengetahui hal-hal baru mengenai BDB. Berikut observasi kelas yang dilakukan pada siswa kelas VIIA dan VIIB berdasarkan RPP. (1) Guru BDB memulai pelajaran BDB dengan memberikan salam“ Rahajeng semeng”. Guru menanyakan pengetahuan mengenai hal-hal yang dipelajari siswa dan menanyakan pemahaman siswa terhadap
148
materi yang telah diberikan pada pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Setelah mengetahui tingkatan siswa, guru mengajarkan BDB sesuai dengan MI siswa. (2) Guru memotivasi siswa dalam belajar, memberikan materi yang menarik dan berguna bagi kehidupan sehari-hari. (3) Guru mengajak siswa agar tertarik dengan kosakata baru yang terdapat dalam pembelajaran BDB. 4) Guru mengajak siswa untuk bermain kuis mengenai pelajaran yang diberikan. Tahap pengenalan merupakan kegiatan pembelajaran untuk mengenalkan materi yang akan diajarkan dan mengaitkannnya dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tahapan pengenalan ini dilakukan guru BDB untuk memberikan umpan kepada siswa selama proses pembelajaran. Pengenalan dilakukan dengan langkah-langkah berikut. (1) Guru untuk memperkenalkan materi BDB, standar dan kompetensi dasar yang akan dipelajari siswa. (2) Guru mengaitkan materi yang diberikan dengan sesuatu yang nyata yang pernah dialami siswa dan mengaitkan dengan apa yang telah dipelajari dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. (3) Guru menggunakan metode yang tepat dan bervariasi untuk meningkatkan penerimaan siswa terhadap materi pembelajaaran yang diberikan.
149
Konsolidasi pembelajaran bahasa dilakukan dengan melaksanakan kegiatan untuk membuat siswa lebih aktif dalam pembentukan kompetensi dan mengaitkan kompetensi dengan kehidupan siswa. Konsolidasi dapat dilakukan sebagai berikut; a) Guru melibatkan siswa secara aktif dalam memahami materi bahasa Bali yang diberikan. b) Guru menberikan permasalahan dalam pembelajaran, siswa mencoba untuk memecahkan masalah yang sedang dibahas dalam diskusi. c) Guru mengaitkan materi pelajaran dengan kompetensi baru melalui berbagai aspek kegiatan dan kehidupan masyarakat. d) Guru membentuk sikap dan perilaku siswa dalam pembelajaran BDB dengan cara memberikan motivasi siswa untuk menerapkan konsep, pengertian, dan kompetensi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tahapan ini materi pelajaran yang diajarkan berkaitan dengan apa yang dibahas dalam pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Tahap evaluasi merupakan proses yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa. Evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi proses selama siswa mengikuti pembelajaran BDB, yaitu meliputi keterampilan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Proses evaluasi dilakukan dari proses siswa membuat rencana hingga siswa me-review kembali materi yang diberikan. Penilaian kemampuan berbahasa Bali siswa kelas VIIA dan VIIB di sekolah HighScope menggunakan penilaian sebagai berikut yaitu:
150
a) Penilaian hasil kerja (Penilaian Produk) Penilaian ini merupakan penilaian kepada siswa untuk mengontrol proses dan pemanfaatan atau penggunaan bahan untuk menghasilkan sesuatu dalam kerja praktik yang dilakukaan siswa. Dalam pembelajaran BDB bentuk penilaian produk yang dihasilkan siswa, di antaranya berupa menulis puisi, cerpen, drama, atau alat peraga membaca bagi pemula. b) Penilaian Portofolio Portofolio merupakan kumpulan hasil kerja siswa dalam satu periode. Kumpulan karya itu menggambarkan taraf kemampuan dan kompetensi yang telah dicapai siswa. Kumpulan karya siswa itu merupakan refleksi perkembangan berbagai kompetensi dalam pembelajaran BDB. Berdasarkan fortofolio guru melihat kelebihan dan kekurangan siswa melalui proses yang sudah berlangsung dalam pembelajaran. Berikut hasil observasi pembelajaran BDB dengan menggunakan metode plan, do, review di kelas VIIA dan VIIB. Hasil observasi terhadap langkah-langkah pembelajaran pada siswa dwibahasa kelas VIIA. Pada pukul 09.00 guru memasuki kelas VIIA. Suasana kelas masih ramai karena siswa kelas delapan baru saja selesai menggunakan kelas bahasa. Siswa kelas VIIA berdatangan masuk ke kelas bahasa. Beberapa saat kemudian semua siswa sudah berada di kelas dan duduk di pusat pertemuan. Setelah siswa siap belajar, pemimpin kelas menyampaikan salam “Rahajeng Semeng Ms Astini”, Siswa menyapa guru dengan ramah dan sopan. Guru memeriksa kesiapan siswa untuk belajar. Guru melakukan apersepsi terkait dengan
151
materi yang dijelaskan. Siswa diberikan kuis untuk mengingatkan kembali materi minggu lalu. Siswa mengingat kembali pelajaran minggu lalu yaitu tentang menulis puisi Bali Modern “Mangkin indayang lanturang malih puisi sane sampun kakaryanin”. “Sira sane kayun nyatuayang ide napi sane kaange rikala nyurat puisi, Tasya, “tiang pake ide untuk gumi Ms”. Setelah melakukan diskusi terhadap proses menulis yang dilakukan siswa guru bertanya
mengenai perkembangan proses
menulis puisi Bali modern yang dikerjakan oleh siswa. Siswa melanjutkan plan, do, review dalam proses menulis puisi Bali modern. Siswa menulis draft puisi, hingga tahap publikasi. Guru menilai proses siswa mengerjakan tahapan menulis hingga menilai puisi yang telah dipublikasikan. Penilaian diberikan kepada siswa sesuai dengan rubrik penilaian BDB. Rubrik BDB di tempel pada dinding kelas, agar siswa mengetahui kriteria penilaian. Hal ini tujuannya untuk memotivasi siswa dalam belajar, serta dapat menumbuhkan tanggung jawab siswa untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kriteria yang diberikan. Hasil observasi siswa kelas VIIB sebagai berikut. Pada pukul 09.00 guru memasuki kelas VIIB. Suasana kelas sudah mulai tertib. Siswa kelas VIIB sudah duduk di pusat pertemuan, setelah mereka siap belajar pemimpin kelas menyampaikan salam ‘Rahajeng Semeng Ms Astini” Siswa menyapa guru dengan ramah dan sopan. Guru memeriksa kesiapan siswa untuk belajar. Guru melakukan apersepsi terkait dengan materi yang akan dijelaskan. Guru mengingatkan kembali materi minggu lalu. Siswa mengingat kembali pelajaran minggu lalu yaitu tentang menulis puisi Bali modern “Mangkin indayang lanturang malih nyurat puisi sane
152
sampun kakaryani”. Pada akhir pembelajaran atau di bagian penutup, guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Guru memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah dan menjelaskan materi dipelajari minggu depan yakni melanjutkan proses menulis puisi Bali modern. Selanjutnya guru bersama peneliti membagikan angket/kuesioner mengenai respons siswa terhadap pembelajaran dengan metode plan, do, review dalam pembelajaran menulis puisi Bali modern. Guru memberikan petunjuk tentang tata cara pengisian angket.
Guru membacakan pernyataan-pernyataan yang ada
dalam lembar angket agar perhatian siswa terpusat dan tidak asal-asalan dalam mengisi angket. Siswa mengisi angket secara bersama-sama. Setelah semua pernyataan dibacakan, guru memberitahu ketua kelas untuk mengumpulkannya. Kemudian guru bersama siswa menutup pelajaran dengan mengucapkan salam penutup “Parama santih, om santih, santih, santih, Om”. Selanjutnya guru meninggalkan kelas. Data hasil observasi di atas berisi hasil observasi peneliti terhadap pembelajaran plan, do, review yang dilakukan di kelas VIIA dan VIIB dengan menggunakan metode pembelajaran HighScope yang melaksanakan pembelajaran BDB dengan menggunakan pendekatan plan, do, review. Metode pendekatan ini mampu meningkatkan daya kreatif siswa dalam belajar bahasa dan membuat pelajaran yang dilaksanakan dikelas lebih tertata dengan baik. Sehingga terlihat proses siswa dalam belajar. Guru bukan merupakan pusat pembelajaran melainkan siswa yang menjadi pusat pembelajaran. Sehingga peran guru sebagai motivator agar siswa dapat menjadi pusat dalam pembelajaran BDB. Pembelajaran dikatakan efektif
153
jika mampu memberikan pengalaman baru bagi siswa dan mengantarkan mereka untuk mendapatkan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran BDB. Proses pembelajaran dikatakan efektif apabila guru melibatkan siswa secara langsung dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Seluruh siswa dilibatkan secara penuh sehingga dapat menimbulkan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Berikut tabel hasil observasi peneliti pada siswa kelas VIIA dan VIIB. Tabel 4.29 Format Observasi untuk Kegiatan Guru
No 1. 2. 3. 4. 5.
6.
7.
8 9 10.
Aspek yang Dinilai
Respons Guru Tidak Ada Ada
Guru menyampaikan salam kepada siswa dengan menggunakan bahasa Bali Guru memeriksa kesiapan siswa. Guru menyampaikan SK,KD, indikator dan tujuan pembelajaran. Guru mengecek pengetahuan siswa tentang materi yang akan dijelaskan. Guru menjelaskan materi dengan menggunakan bahasa Bali Jika ada siswa menyampaikan pemahamannya ke dalam bahasa lain selain bahasa Bali, guru akan mendorong anak untuk mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Bali. Guru memberikan materi bahasa Bali yang integrasi dengan pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa inggris yang sudah dipelajari di kelas. Guru banyak menggunakan waktu di dalam kelas untuk memacu siswa dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Bali. Guru meminta siswa untuk menulis puisi Bali modern. Guru mencoba menerjemahkan bahasa Bali untuk siswa yang kurang mengerti.
Ket
154
11. 12. 13. 14.
15.
Meminta beberapa siswa untuk menyampaikan hasil tulisannya di depan kelas. Guru melakukan revisi terhadap hasil tulisan siswa. Guru memberikan umpan balik kepada siswa tentang materi yang dipelajari Guru bersama-sama siswa menyimpulkan dan merefleksi hasil tulisan yang sudah disampaikan oleh beberapa siswa. Memberikan kesempatan siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami.
Berdasarkan tabel hasil observasi di atas, peneliti memberikan penilaian observasi kepada guru yang mengajar BDB, dari hasil observasi ini terlihat Guru memberikan respons terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung. Di samping itu dalam penerapan metode pembelajaran dengan konsep HighScope terlihat guru melaksanakan semua yang ada dalam lembar observasi, yaitu 93,3%, hanya 6,6% pengamatan peneliti dalam pernyataan lima “Guru menjelaskan materi dengan menggunakan BDB”. Pada saat observasi di kelas terlihat guru menggunakan BDB dan bahasa Indonesia saat menjelaskan pelajaran.
No. 1. 2.
3.
Tabel 4.30 Format Observasi untuk Kegiatan Siswa Respons Siswa Aspek yang dinilai Tidak Ada Ada Siswa menyimak apersepsi yang disampaikan oleh guru. Siswa antusias mengikuti pelajaran bahasa Bali Siswa menyimak SK, KD, indikator, dan tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
Ket
155
4. 5. 6. 7. 8.
9.
10. 11. 12. 13.
Siswa mendengarkan pokok-pokok kegiatan pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru. Siswa aktif mengikuti pelajaran di kelas. Siswa menulis puisi melalui tahapan menulis Siswa menggunakan bahasa tulis dalam pembelajaran menulis puisi Bali modern berbahasa Bali. Siswa aktif dalam pembelajaran (mendengarkan penjelasan guru) dan mengerjakan tugas guru sesuai dengan petunjuk. Ikut serta dalam merefleksi kegiatan pembelajaran. Menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Siswa aktif berkomunikasi menggunakan bahasa Bali Siswa berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Berikut data respons siswa kelas VIIA dan VIIB terhadap metode pembelajaran BDB yang digunakan dalam proses pembelajaran. Terlihat sebanyak 76,92% siswa memberikan respon dalam pembelajaran dan sebanyak 23,07% tidak memberikan respons terhadap aspek yang dinilai dalam observasi pembelajaran BDB. Berikut dijelaskan data respons siswa kelas VII terhadap metode pembelajaran bahasa daerah Bali.
156
Tabel 4.31 Data Respons Siswa Kelas VII terhadap Metode Pembelajaran Bahasa Daerah Bali yang digunakan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Gracela Michele John Mesach Putu Keysa Kerta Mahesa Ester Caroline Yusuf Anak Agung Ngurah Bagus Krishna Amelie Christabella Yohan Candra Ida Bagus Ram Kalpika Putra Mayun Mochamad Naufal Raihansyah Zulkarnain Auriga Namira Firmansyah Gracela Michele John Mesach I Ketut Putra Punarwibawa Ariantika Parawangsa Permana P. G.
13 14 15
I Gusti Agung Istri Raniastu Ista S. Hayato Hachiseko
16
Luh Gede Diva Lilyasih Ananda Muntra Putu Adistya Priyanka Surya
17 18 19 20
Putu Devika Putri Asha Sana
Amelie Christasya Naufal Alif Imani Haico Desitha Van Der Veken
Skor
kriteria
43 Pindah
positif -
42 40
positif Cukup Positif Cukup positif Positif
39 43 45 42 39 43 30 46
Sangat positif Positif Cukup positif Positif Cukup positif Sangat positif positif
43 Tidak masuk 40 Cukup positif 33 Cukup positif Pindah 41 Cukup positif 36 positif 37 positif
157
Respons cukup positif 7 X 100% 35% 20 Respons positif 8 X 100% 40% 20 Sangat positif 2 X 100 % 10% 20 Tabel 4.32 Hasil Konversi Pemerolehan Skor Respons Siswa Skor Kriteria X ≥ 45 Sangat positif 35 < X ≤ 45 Positif 25 < X ≤ 35 Cukup positif 15 < X ≤ 25 Kurang positif X ≤ 15 Sangat kurang positif
Berdasarkan data di atas dapat diketahui pendapat siswa terhadap metode pembelajaran BDB yang diterapkan di sekolah HighScope, yaitu sebagai berikut. Siswa memberikan respons cukup positif sebanyak 35%, respons positif 40%, dan respons sangat positif sebanyak 10%. Jadi, dapat disimpulkan dalam pembelajaran BDB dengan menggunakan metode HighScope siswa memberikan respons positif terhadap pembelajaran yang dilakukan. Pembelajaran BDB yang efektif dilakukan agar siswa menjadi pusat kegiatan pembelajaran. Sehubungan dengan itu, siswa harus mendapatkan dorongan untuk menerima informasi yang diberikan oleh guru yang dapat dilakukan melalui cara bertukar pikiran, berdiskusi, dan debat mengenai materi yang diberikan. Pembelajaran efektif perlu ditunjang oleh suasana lingkungan belajar yang memadai, artinya guru mampu mengelola tempat belajar, mengelola
158
siswa, materi pembelajaran sehingga menghasilkan sesuatu yang menyenangkan dalam proses pembelajaran. Di samping itu, penguasaan materi, mencari sumbersumber belajar juga merupakan kewajiban guru untuk membuat siswa menjadi kreatif. Hal itu dimaksudkan agar siswa tidak mempunyai perasaan terpaksa atau tertekan dalam pembelajaran sehingga pembelajaran BDB menjadi menyenangkan dan selalu ditunggu-tunggu siswa setiap minggu. Guru juga memposisikan diri sebagai teman belajar bagi siswa. Semakin pesatnya ilmu pengetahuan, sehingga kemungkinan siswa lebih cepat mendapatkan informasi. Dengan demikian tidak ada beban bagi guru dan siswa dalam proses pembelajaran BDB. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran Highscope merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan BDB pada siswa dwibahasa dengan perencanaan hingga tahap publikasi untuk membentuk karakter siswa dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran BDB yang berinteraksi dengan pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris membuat kemampuan BDB dapat dipelajari dengan mudah dari konsep bahasa pertama. Dengan demikian masuknya BDB sebagai bahasa kedua bagi siswa dwibahasa kelas VII dapat dipelajari dengan baik dengan mengambil konsep dari bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, sehingga siswa lebih mudah mempelajarinya. Selain itu, metode pembelajaran HighScope yang diterapkan dalam penelitian ini dapat membantu guru untuk mencari metode alternatif dalam mengajarkan BDB pada siswa dwibahasa
159
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang telah dibahas dan dipaparkan sebelumnya maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut. 1. Faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB yaitu faktor internal dan eksternal (a) Faktor Internal meliputi (1) motivasi siswa dalam belajar BDB yaitu siswa termotivasi karena BDB merupakan pelajaran wajib yang harus dipelajari untuk mendapatkan nilai yang baik dalam belajar; (2) minat siswa dalam belajar BDB, yaitu siswa merasa tertantang dalam belajar, karena materi pelajaran yang diberikan sesuai dengan kebutuhan siswa; (3) kemampuan BDB siswa meliputi kemampuan menulis kelas VIIA dikategorikan baik dengan nilai rata-rata 73,91%, kelas VIIB dikategorikan cukup dengan niai rata-rata 69,5 %, membaca kelas VIIA dikatagorikan sedang dengan nilai rata-rata 60,41%, kelas VIIB sedang dengan nilai rata-rata 60%, menyimak kelas VIIA kategori hampir sedang dengan nilai rata-rata 54,6% dan VIIB dikategorikan cukup dengan nilai rata-rata 68,92%, dan berbicara kelas VIIA dikategorikan sedang dengan nilai rata-rata 63,92 %, kelas VIIB dikategorikan sedang dengan nilai ratarata 63,64% dalam pembelajaran BDB. (b) Faktor Eksternal meliputi
160
lingkungan sosial, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan tetangga. Dalam lingkungan sosial siswa kelas VIIA dan VIIB berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Siswa hanya berkomunikasi
menggunakan BDB pada saat pelajaran BDB.
Lingkungan nonsosial meliputi faktor instrumental dan materi pelajaran. Materi BDB yang digunakan berinteraksi dengan pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Sehingga
siswa lebih mudah untuk
memahami keterampilan BDB berdasarkan bahasa yang telah dipahami siswa. Materi pembelajaran BDB yang diberikan, disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa dan multiple intelegences sehingga siswa lebih mudah mengikuti pembelajaran BDB. 2.
Kendala-kendala dalam pembelajaran BDB meliputi (1) Kendala Kebahasaan yaitu kendala pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Kendala berbahasa pada pembelajaran BDB itu terjadi disebabkan oleh kuatnya pengaruh bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sehingga siswa membuat penyamarataan pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan BDB. Di samping itu, kurangnya pembendaharaan kosakata BDB yang disebabkan oleh kecenderungan pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam berkomunikasi lebih besar dibandingkan penggunaan BDB. (2) Kendala Nonkebahasaan meliputi (a) daerah asal siswa kelas VII yang majemuk, terdiri dari sembilan wilayah yang berbeda. Hal ini
161
mengakibatkan kendala dalam berkomunikasi menggunakan BDB. Siswa yang multilingual dengan penguasaan bahasa yang beragam lebih nyaman menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk berkomunikasi sehingga BDB hanya digunakan untuk berkomunikasi pada saat pelajaran BDB. (b) kendala berdasarkan jenis kelamin, kecenderungan siswa perempuan lebih rajin belajar dibandingkan dengan laki-laki, sehingga kendala dalam pembelajaran BDB banyak ditemukan pada siswa laki-laki. Artinya siswa laki-laki kurang konsentrasi dan termotivasi untuk belajar BDB sehingga hasil pembelajaran yang diperoleh kurang maksimal. (c) kendala berdasarkan faktor usia, siswa kelas VIIA dan VIIB berada pada masa remaja. Pada masa ini ada beberapa perbedaan yang muncul dalam pembelajaran BDB, yaitu siswa telah menguasai bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan maksimal. Kesulitan ini terjadi karena siswa belum terbiasa menggunakan BDB untuk berkomunikasi. Sehingga siswa yang sedang beranjak remaja dengan penguasaan bahasa pertama yang maksimal, untuk mempelajari BDB dalam berkomunikasi muncul lafal dan aksen yang sangat dipengaruhi oleh bahasa yang sudah dikuasai. 3. Metode pembelajaran BDB yang diterapkan pada siswa dwibahasa kelas VII adalah pendekatan HighScope, dengan metode pembelajaran yang menerapkan konsep plan, do, review. Kelebihan metode plan, do, review karena merupakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memprioritaskan siswa terlibat secara aktif dan kreatif. Metode ini
162
merupakan rangkaian siklus pembelajaran BDB yang dapat menciptakan pembelajaran BDB yang berpusat pada siswa, guru dalam memberikan penilaian tidak hanya berpedoman pada hasil tes siswa tetapi lebih melihat proses siswa dalam pembelajaran. Kelemahannya adalah guru harus aktif dan kreatif menyediakan pembelajaran BDB yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa dalam pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dirancang sesuai dengan minat dan MI siswa sehingga penentuan kegiatan dalam pembelajaran dilakukan oleh guru dan siswa secara seimbang, artinya guru maupun siswa memiliki kedudukan yang seimbang dalam pembelajaran BDB.
5.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas, dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut. Calon guru profesional harus mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi proses belajar siswa terutama dalam pembelajaran BDB. Hal ini dimaksudkan agar dapat memahami permasalahan yang dihadapi oleh siswa dan dapat memberikan solusi pemecahannya. Guru hendaknya dapat memilih metode atau pendekatan yang efektif dalam pembelajaran yang kreatif dan komunikatif sehingga siswa menyenangi pelajaran yang diberikan. Disarankan juga agar guru bahasa daerah Bali memperkenalkan banyak kosakata baru sehingga jumlah perbendaharaan kata semakin bertambah. Selain itu, perlu adanya penambahan alokasi waktu untuk materi menulis, sehingga siswa
163
terbiasa menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan. Guru perlu memberikan perbaikan secara terus-menerus terhadap bahasa siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Siswa kelas VII SLTP HighScope diharapkan dapat meningkatkan minat serta ketertarikan terhadap pembelajaran BDB. Di samping itu, siswa hendaknya lebih aktif berpartisipati dalam interaksi di kelas untuk mengasah keterampilan berbahasa Bali sehingga dapat ikut melestarikan budaya melalui media bahasa. Penelitian ini merupakan penelitian pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa yang lebih memfokuskan pada faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB, kendala yang dihadapi dalam pembelajaran BDB dan metode yang digunakan dalam pembelajaran BDB. Peneliti lain diharapkan dapat mengembangkan permasalahan sehingga tidak terfokus pada hal-hal itu saja. Selain itu, dapat mencari permasalahan baru yang lebih menarik, yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa daerah Bali.
164
DAFTAR PUSTAKA
Anom, I Gusti Ketut. 1988. Tata Bahasa Bali. Denpasar: Upada Sastra. Anonby, Stan J. 1999. “Reversing Language Shift: Can Kwak’wala Be Revived” dalam Reyhner, Jon dkk. (Ed.). Revitalizing Indigenous Languages. Flagstaff, AZ: Northern Arizona University. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta. Asrori, Mohammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. Bloomfield, L. 1933. Language. New York: Holt, Rinehart, and Wiston. Brown, H. Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching. San Francisco State University: Logman. Budiarsa, Made. 2006. “Sosiologi Pembelajaran Bahasa dan Prinsip-Prinsipnya untuk Meningkatkan Profesionalisme: Tinjauan Psikolinguistik”. Orasi Ilmiah Fakultas Sastra Universitas Udayana. Budiningsih, C.A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Cet. Ke-1. Jakarta: PT Rineka Cipta. Cahyani, Isah dan Hodijah 2005. Kemampuan Berbahasa Indonesia di SD. Bandung: UPI Press. Chear, Abdul. dkk. 1995. Sosiolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Chear, Abdul. dkk. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Chomsky, Noam. 1964. Syntactic Structure. Netherlands: Mouton & Co. The Hauga. Cummins, Jim. 2003. Bilingual Children's Mother Tongue: Why Is It Important for Education? Available from:http://www.iteachilearn.com/cummins/motehr.htm
165
Christian. D. and Genesee. F. 2001. Bilingual Education. Virginia: Teacher of English to Speakers of Other Language Inc (TESOL). Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor. De Porter, B. 2002. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang Ruang Kelas. Penerjemah, Ary Nilandari. Edisi 1. Cetakan ke-10. Bandung: Kaifa. Dhanawaty, Ni Made. 2006.”Perlunya Proses Pembelajaran Bahasa Bali yang Lebih Rekreatif bagi Sekolah Dasar yang Multikultural dan Multilingual. Fakultas Sastra Universitas Udayana. Dulay, Heidi, Marina Burt and Stephen Krshen. 1982. Language Two, Terjemahan. Oxford: Oxford University Press. Ellis, Rod. 1986. Understanding Second Language Acquisition Oxford: Oxford University Press. Hamalik, Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara . Harmer, Jeremy. 1983. The Practice of English Language Teaching. Londan and New York: Logman. Hermawan, Asep Heri dan N. Resmini. 2005. Pembelajaran Terpadu. Jakarta. Universitas Terbuka. HighScope. 2013. Plan-do-review in Action. Jakarta: HighScope Press. Http://www.highscope.org/file/PDFs/PlanDoReviewDVD_guide.Pdf.Diunduh tanggal 23 September 2014. Janawati, Desak Putu Anom. 2013. Pengaruh Implementasi Pembelajran Kartu Kata dalam Permainan Domino terhadap Peningkatan Kemampuan Membaca Menulis Permulaan Siswa. Singaraja: Undiksa. Krashen, S.D. 1980. “The Monitor Model for Adult Second performance “ Dalam Reading on English as a Second Language. Ed. By Kenneth Croft. Cambridge: Winthrop Publisher. Inc. Krashen, S.D. 1986. Principles and Practice in Second Language Acquisition. Oxford: Pergamon Press.
166
Krashen, S.D. 2002. Second Language Acquisition and Second Language Learning. California: Pergamon Press. Lado, Robert. 1964. Language Teaching a Scientific Approach. New York: McGrawHill, Inc. Lee, William W. & Owens, Diana L. 2004. Multimedia-Based Instructional Design. San Fransisco: Pfeiffer. Maryadi, Bellanita. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran HighScope (Plan, do, Review) Terhadap Motivasi Belajar Anak. Jakarta : Universitas Pendidikan Indonesia. Mila, Ni Made. 2010.”Peningkatan Ketrampilan Menulis Kalimat Passive Present Progresssive Tense pada Siswa SMPN 1 Tegalalang dengan Pendekatan Chain Card Game. Pasca sarjana Universitas Udayana. Morrison, G. 2008. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD). Jakarta.: Indeks. Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE. Nurjana, I Gede. 2005. “Sikap dan Motivasi dalam Pembelajaran Bahasa Bali: Studi Kasus pada Siswa Kelas VI, di Tiga Sekolah Dasar di Singaraja”. IKIP Negeri Singaraja. Nurkancana, I Wayan dan Sunartana. 1983. Evaluasi Pendidikan Cetakan Ke III. Surabaya: Usaha Nasional. Nurkancana, I Wayan dan Sunartana. 1983. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya : Usaha Nasional. Pateda, Mansoer. 1991. Linguistik Terapan. Yogyakarta: Kanisius Purwanto, Ngalim. 1996. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Seifert, Kelvin. 1983. Educational Psychology. Boston: University of Manitoba. Shihabuddib, H. 2009. Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta : Universitas Terbuka.
167
Soriente, Antonia. 2007. “Cross-Linguistic and Cognitive Structures in the Acquisition of WH-Questions in an Indonesian –Italian Bilingual Child”. In. Kecskes, Istvan and Albertazzi, Liliana. Editor. Cognitive Aspects of Bilingualism. Dordrecht: Springer. P. 325-362. Suandi, I Nengah. 2008. Pengantar Metodologi Penelitian Bahasa. Singaraja: Undiksha. Sudiarta, P. 2005. Pengembangan Pendidikan Bilingual unuk Mencapai Kompetensi Lulusan Bertaraf Internasional. Singaraja: Pusat Pengembangan dan Peningkatan Aktivitas Pembelajaran (P3AI) IKIP Negeri Singaraja. Sudijono, A. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sutama, I Made dan I Nengah Suandi. 2001. ”Loyalitas-Bahasa Penutur Bahasa Bali terhadap Bahasanya”. Laporan Penelitian tidak Diterbitkan. Tantra, Dewa Komang. 2006. ”Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali dalam Pendidikan. dalam Konggres Bahasa Bali VI”. Denpasar: Fakultas Sastra. Tarigan, Hendy Guntur dkk. 1988. Pengajaran Kedwibahasaan. Bandung: Angkasa Tarigan, Hendy Guntur dkk. 1989. Membaca sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Uno, Hamzah B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Analisis dibidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Angkasa
168