BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda-beda. Pandangan tradisional mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai peningkatan yang terus menerus pada produk domestik bruto. Kemudian muncul sebuah alternatif definisi pembangunan ekonomi yang lebih menekankan pada peningkatan pendapatan per kapita. Definisi ini menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Ekonom modern kemudian tidak hanya menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga pada masalah pengangguran, kemiskinan, ketimpangan dan ketidakseimbangan struktural (Kuncoro, 2010: 2). Kesuksesan pembangunan tidak lepas dari peran pemerintah. Pemerintah merupakan pembuat keputusan, di mana keputusan pemerintah yang berupa kebijakan-kebijakan berpengaruh pada sukses tidaknya pembangunan. Dalam hal pembangunan ekonomi, strategi-strategi yang berupaya untuk meningkatkan pendapatan nasional, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan seringkali mengalami kegagalan karena pemerintah mengabaikan adanya saling ketergantungan antara kekuatan-kekuatan ekonomi serta bukan ekonomi (Todaro dan Smith, 2003: 24).
1
Faktor-faktor penentu kinerja ekonomi suatu negara tidak hanya mencakup kualitas kelembagaan, produktivitas tenaga kerja dan kualitas sumber daya manusia saja, termasuk juga geografi. Geografi juga merupakan salah satu faktor yang menentukan performa ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, geografi ekonomi tidak luput dibicarakan dalam pertumbuhan ekonomi. Geografi ekonomi mengintegrasikan aktivitas-aktivitas pokok dalam perekonomian dengan fokus pada aktivitas distribusi tanpa mengabaikan aktivitas produksi dan konsumsi. Terdapat keterkaitan geografis dalam aliran ekonomi di antara aktivitas produksi dan konsumsi. Aliran ekonomi tidak hanya terkait dengan aliran barang saja tetapi juga dapat terkait dengan aliran manusia, jasa dan informasi yang penting bagi suatu perekonomian (Hanink, 1997: 2). Terdapat konsep pusat pertumbuhan (growth pole) dalam geografi ekonomi. Konsep pusat pertumbuhan popular di kalangan perencana yang menaruh perhatian pada program-program pembangunan regional. Perroux, salah satu tokoh yang mengembangkan teori pusat, menyatakan bahwa pertumbuhan tidak terjadi di semua wilayah pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi pada wilayah yang merupakan pusat pertumbuhan dan pertumbuhan akan menyebar ke seluruh wilayah dalam perekonomian (McKee, 2008: 100). Adanya pusat-pusat pertumbuhan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan wilayahwilayah penyangga (hinterland) yang ada di sekitar pusat-pusat pertumbuhan. Namun dalam beberapa kasus, pusat-pusat pertumbuhan mengalami pertumbuhan yang pesat sedangkan wilayah-wilayah penyangga yang ada di sekitarnya tidak merasakan manfaat dari pertumbuhan pusat-pusat pertumbuhan.
2
Setiap wilayah memiliki potensi baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun kondisi geografis yang berbeda-beda. Perbedaan potensi tersebut menyebabkan ada wilayah yang dapat berkembang secara cepat dan sebaliknya, ada wilayah yang kurang dapat berkembang karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Perbedaan dalam hal perkembangan wilayah mendorong terjadinya ketimpangan antarwilayah. Ketimpangan antarwilayah merupakan permasalahan serius dalam pembangunan ekonomi yang dihadapi oleh suatu daerah maupun suatu negara. Penelitian-penelitian
yang
telah
dilakukan
menunjukkan
terdapat
ketimpangan antarwilayah baik dalam lingkup antarnegara maupun dalam lingkup antardaerah dalam suatu negara. Ketimpangan antarwilayah dapat semakin kecil yang berarti terjadi konvergensi, atau sebaliknya ketimpangan tersebut semakin besar yang berarti terjadi divergensi. Penelitian-penelitian tentang ketimpangan antarwilayah telah dilakukan antara lain oleh Ying (1999); Barro (2000); Jones (2002); Lee, et al. (2005); Gajwani, et al. (2006) dan Hill, et al. (2008). Ying (1999) melakukan penelitian tentang ketimpangan wilayah di Cina selama periode reformasi tahun 1978-1994. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan
wilayah
antarprovinsi
di
Cina
menurun
sebagai
dampak
dilakukannya reformasi. Barro (2000) melakukan penelitian tentang ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi negara-negara miskin dan kaya di dunia selama periode 1965-1995. Hasil penelitian menunjukkan adanya fakta bahwa pada kasus negara miskin,
3
ketimpangan melemahkan tingkat pertumbuhan. Sebaliknya, pada kasus negara kaya, ketimpangan mendorong tingkat pertumbuhan. Jones (2002) melakukan penelitian tentang konvergensi pendapatan per kapita di Afrika Barat selama periode 1960-1990. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan terjadi konvergensi pendapatan per kapita di Afrika Barat dan berkurangnya standar deviasi pendapatan per kapita sepanjang waktu. Lee, et al. (2005) melakukan penelitian yang menganalisis kesenjangan pendapatan antara Jepang dan lima perekonomian utama di Asia Tenggara (ASEAN-5) yang meliputi Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura selama periode 1960-1997. Hasil penelitian menunjukkan adanya divergensi pendapatan antara Jepang dan setiap negara anggota ASEAN-5. Gajwani, et al. (2006) melakukan penelitian tentang pola konvergensi dan divergensi spasial di India (periode 1957-2003) dan Cina (periode 1952-2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan wilayah di Cina lebih tinggi dibandingkan ketimpangan wilayah di India. Hill, et al. (2008) melakukan penelitian tentang ekonomi geografi Indonesia selama periode 1975-2004. Temuan dari penelitian ini yaitu ketimpangan wilayah di Indonesia tinggi dan memiliki kecenderungan untuk menurun. Masalah ketimpangan tidak bisa dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi. Jones (1998) mengemukakan beberapa fakta tentang pertumbuhan ekonomi. Pertama, terdapat variasi pendapatan per kapita antarwilayah. Kedua, tingkat
4
pertumbuhan ekonomi bervariasi antarwilayah. Ketiga, tingkat pertumbuhan ekonomi tidak konstan sepanjang waktu. Keempat, perekonomian suatu wilayah dapat berubah dari posisi miskin ke posisi kaya dan sebaliknya. Terdapat pertentangan mengenai hubungan antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. Kuznets (1955) menyatakan bahwa terdapat suatu trade-off antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi, paling tidak selama fase awal pembangunan ekonomi. Para ekonom menyatakan bahwa hipotesis Kuznets ini perlu ditinjau kembali. Benabou (1996) dan Nel (2003) menemukan fakta bahwa ketimpangan mengganggu pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Penelitian Barro (2000) yang membagi sampel menjadi negara miskin dan negara kaya menemukan fakta bahwa pertumbuhan ekonomi di negara miskin menjadi lambat karena adanya ketimpangan. Di sisi lain, Barro menemukan fakta bahwa pertumbuhan ekonomi di negara kaya cenderung meningkat dengan adanya ketimpangan.
Penelitian
Perroti
(1996)
menemukan
fakta
bahwa
efek
memperlambat pertumbuhan ekonomi dari ketimpangan tidak signifikan di negara miskin. Fakta ini didukung oleh penelitian Forbes (2000) yang melakukan investigasi ulang penelitian Perroti. Penelitian Forbes menemukan fakta bahwa tidak terdapat bukti yang menunjukkan terdapat efek negatif ketimpangan pada pertumbuhan ekonomi baik di negara kaya maupun negara miskin. Adanya pertentangan mengenai hubungan antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan masih perlu dilakukan penelitian untuk meninjau ulang hipotesis Kuznets. Termasuk untuk kasus Indonesia, hipotesis
5
Kuznets yang menyatakan terdapat suatu trade-off antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi perlu untuk ditinjau ulang. Ketimpangan antarprovinsi di Indonesia dapat terlihat dari PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi masing-masing provinsi. Gambar 1.1, Gambar 1.2 dan Gambar 1.3 menunjukkan hal tersebut.
6
Rp
45000000
PDRB Per Kapita 1995
40000000 PDRB Per Kapita 1998 35000000 PDRB Per Kapita 2000
30000000
PDRB Per Kapita 2005
25000000
PDRB Per Kapita 2010
20000000 15000000
10000000 5000000
Sumber Keterangan
Papua
NTT
Maluku
NTB
Sultra
Sulsel
Sulteng
Sulut
Kaltim
Kalsel
Kalbar
Kalteng
Bali
Jatim
DIY
Jateng
Jabar
DKI Jakarta
Lampung
Bengkulu
Sumsel
Jambi
Riau
Sumbar
Sumut
NAD
0
: Diolah dari Badan Pusat Statistik (berbagai tahun) : PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 dengan migas untuk 26 provinsi di Indonesia
Gambar 1.1. PDRB Per Kapita Provinsi-Provinsi di Indonesia Periode 1995-2010
7
Gambar 1.1 menunjukkan data PDRB per kapita dengan migas periode 1995-2010 yang diwakili data tahun 1995, 1998, 2000, 2005 dan 2010. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Riau dan Papua merupakan provinsi-provinsi yang memiliki PDRB per kapita yang menonjol. Provinsi-provinsi seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Maluku memiliki PDRB per kapita yang relatif rendah. Hal tersebut menunjukkan adanya ketimpangan PDRB per kapita antarprovinsi di Indonesia. Gambaran ketimpangan PDRB per kapita antarprovinsi di Indonesia juga tampak dari nilai koefisien variasi. Nilai koefisien variasi merepresentasikan ketimpangan PDRB per kapita antarprovinsi di Indonesia yang semakin meningkat. Gambar 1.2 menunjukkan nilai koefisien variasi Indonesia pada tahun 1995 dan 2010. 0,0850
0,086
Koefisien Variasi
0,084 0,082 0,08 0,078 0,076
0,0744
0,074 0,072 0,07 0,068 1995
2010
Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik (berbagai tahun)
Gambar 1.2. Koefisien Variasi Indonesia, 1995 dan 2010
8
Dari Gambar 1.2 tampak bahwa terjadi peningkatan nilai koefisien variasi Indonesia, dengan kata lain terjadi peningkatan ketimpangan antarprovinsi di Indonesia. Nilai koefisien variasi pada tahun 1995 sebesar 0,0744 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 0,0850. Gambaran
pertumbuhan
ekonomi
provinsi-provinsi
di
Indonesia
ditunjukkan oleh Gambar 1.3. Dari gambar tersebut tampak bahwa pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia berfluktuasi. Krisis moneter yang melanda Indonesia menyebabkan terjadinya kemunduran perekonomian sebagian besar provinsi di Indonesia pada tahun 1998. Hanya satu provinsi yang perekonomiannya tumbuh positif, yaitu Papua.
9
40 Pertumbuhan Ekonomi 1995 Pertumbuhan Ekonomi 1998 30 Pertumbuhan Ekonomi 2000 Pertumbuhan Ekonomi 2005
20 Pertumbuhan Ekonomi 2010
10
Papua
Maluku
NTT
NTB
Sultra
Sulsel
Sulteng
Sulut
Kaltim
Kalsel
Kalteng
Kalbar
Bali
Jatim
DIY
Jateng
Jabar
DKI Jakarta
Lampung
Sumsel
Jambi
Riau
Sumbar
Bengkulu
-10
Sumut
0 NAD
%
-20
Sumber Keterangan
: Diolah dari Badan Pusat Statistik (berbagai tahun) : Pertumbuhan ekonomi untuk 26 provinsi di Indonesia
Gambar 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-Provinsi di Indonesia Periode 1995-2010 10
Gambar 1.3 juga memberikan gambaran bahwa provinsi-provinsi yang memiliki PDRB per kapita relatif rendah, belum tentu memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah. Sebagai contoh adalah Provinsi Maluku yang memiliki PDRB per kapita relatif lebih rendah dibandingkan PDRB per kapita provinsi lain tetapi pertumbuhan ekonominya relatif lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi provinsi lain. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat potensi menurunnya ketimpangan antarprovinsi di Indonesia. Provinsi-provinsi yang tertinggal dapat mengejar ketertinggalannya dari provinsi-provinsi yang lebih maju. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal menyebutkan bahwa terdapat 183 kabupaten tertinggal yang tersebar di provinsi-provinsi di Indonesia (Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, 2011). Tabel 1.1 menunjukkan daftar 183 kabupaten tertinggal di Indonesia.
11
Tabel 1.1 Daftar 183 Kabupaten Tertinggal di Indonesia Provinsi
Jumlah Kabupaten Tertinggal
Jumlah Kabupaten
Persentase Kabupaten Tertinggal Terhadap Total Jumlah Kabupaten
Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Riau Jawa Barat Jawa Timur Banten Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Papua
12 6 8 8 6 4 2 2 5 2 8 20 10 1 2 3 6 10 9 9 15 35
23 33 19 16 10 13 15 27 38 8 10 22 14 14 13 12 15 12 24 13 21 42
52,17 18,18 42,11 50,00 60,00 30,77 13,33 7,41 13,16 25,00 80,00 90,91 71,43 7,14 15,38 25,00 40,00 83,33 37,50 69,23 66,67 83,33
Sumber: Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (2011) dan KPPOD (2013)
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa kabupaten tertinggal di Indonesia banyak terdapat di Provinsi Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Nanggroe Aceh Darussalam dan Kalimantan Barat. Di Provinsi Papua terdapat 35 kabupaten tertinggal, sedangkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, Nanggroe Aceh Darussalam dan Kalimantan Barat masing-masing terdapat 20, 15, 12 dan 10 kabupaten tertinggal. Permasalahan ketimpangan terkait pula dengan kemiskinan. Gambar 1.4 menunjukkan peta yang mencakup persentase penduduk miskin per provinsi pada kurun waktu September 2011.
12
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2011 Gambar 1.4. Persentase Penduduk Miskin Per Provinsi (September 2011) Berdasarkan Gambar 1.4 dapat diketahui provinsi-provinsi dengan persentase penduduk miskin lebih besar dari 19%. Provinsi-provinsi tersebut meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Berkaitan dengan pembangunan ekonomi daerah, Pemerintah Indonesia telah menyusun Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang merupakan sebuah pola induk perencanaan Pemerintah Indonesia untuk dapat mempercepat realisasi perluasan pembangunan ekonomi dan pemerataan kemakmuran. MP3EI diperkenalkan sejak tanggal 27 Mei 2011. Strategi pelaksanaan MP3EI dilakukan dengan mengintegrasikan tiga elemen utama, yaitu 1) Mengembangkan potensi ekonomi wilayah di enam Koridor
13
Ekonomi Indonesia, yaitu: Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali–Nusa
Tenggara
dan
Koridor
Ekonomi
Papua–Kepulauan
Maluku;
2) Memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal dan terhubung secara global (locally integrated, globally connected) dan 3) Memperkuat kemampuan SDM dan IPTEK nasional untuk mendukung pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). Koridor-koridor ekonomi dalam MP3EI ditunjukkan oleh Gambar 1.5.
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011 Gambar 1.5. Peta Koridor Ekonomi Indonesia
14
Fokus lokasi MP3EI umumnya tidak mencakup lokasi kantong kemiskinan sehingga berpotensi meningkatkan kesenjangan antara daerah yang tingkat kemiskinannya tinggi dan daerah dengan tingkat kemiskinan rendah. Selain itu juga berpotensi meningkatkan jumlah migrasi penduduk ke daerah-daerah lokasi MP3EI. Oleh karena itu, perlu adanya sinergi antara Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) dengan MP3EI (Kementerian PPN/Bappenas, 2013). MP3KI merupakan sebuah pola induk perencanaan Pemerintah Indonesia yang memiliki tujuan akselerasi penanggulangan kemiskinan. Strategi-strategi dalam
MP3KI
mencakup
1)
Sistem
2) Peningkatan pelayanan dasar
perlindungan
masyarakat
miskin
sosial
menyeluruh;
dan rentan serta
3) Pengembangan penghidupan masyarakat miskin dan rentan. Pelaksanaan strategi-strategi MP3KI melibatkan pemerintah, BUMN, swasta dan masyarakat (Kementerian PPN/Bappenas, 2013). Penelitian ini berupaya menganalisis dimensi spasial pembangunan ekonomi Indonesia dengan menjawab tiga pertanyaan terkait aspek geografi, ekonomi dan geografi ekonomi, yaitu where, how dan why serta pertanyaan yang terkait dengan strategi percepatan pembangunan ekonomi provinsi-provinsi tertinggal di Indonesia. Pertanyaan where meliputi di mana lokasi pusat pertumbuhan ekonomi dan lokasi provinsi dengan tingkat kemiskinan tinggi di Indonesia. Pertanyaan how meliputi bagaimana ketimpangan antarprovinsi di Indonesia dan transformasi struktural PDRB provinsi di Indonesia. Pertanyaan
15
why terkait faktor-faktor daya saing daerah yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan di Indonesia.
1.2. PERUMUSAN MASALAH Pembangunan ekonomi dapat dilihat dari paradigma pembangunan ekonomi modern dan paradigma pembangunan ekonomi tradisional. Paradigma pembangunan ekonomi tradisional menitikberatkan pada peningkatan pendapatan per kapita dan strategi mengubah struktur ekonomi suatu negara. Paradigma ini cenderung melihat segi kuantitatif dari pembangunan (Kuncoro, 2004: 62). Berbeda
dengan
paradigma
pembangunan
ekonomi
tradisional,
pembangunan ekonomi modern menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi, masalah pengangguran, kemiskinan, ketimpangan dan ketidakseimbangan struktural. Selama dasawarsa 1970-an, redefinisi pembangunan ekonomi diwujudkan
dalam
upaya
meniadakan
kemiskinan,
pembangunan
dan
ketimpangan. Seers (1972) dalam Kuncoro (2004) menyebutkan tiga sasaran utama pembangunan yang mencakup kesempatan kerja, pengentasan kemiskinan dan pemerataan. Banyak yang beranggapan bahwa definisi Seers berarti meredefinisi pembangunan dalam konteks tujuan sosial. Meier (1989) juga sependapat dengan Seers tentang pembangunan ekonomi. Meier menyatakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses di mana pendapatan riil per kapita meningkat dalam jangka panjang dan tidak terjadi peningkatan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan serta distribusi pendapatan tidak semakin timpang.
16
Intinya,
redefinisi
pembangunan
ekonomi
menyatakan
bahwa
keberhasilan pembangunan ekonomi tidak hanya dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi saja tetapi juga harus dilihat dari indikator-indikator lainnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi masih disertai tingkat pengangguran, kemiskinan, ketimpangan yang juga tinggi dan ketidakseimbangan struktural, dapat dikatakan sebagai pembangunan ekonomi yang belum berhasil. Fokus dalam pembangunan ekonomi tidak hanya terkait dengan indikatorindikator keberhasilan pembangunan ekonomi tetapi juga pada perhatiannya terhadap dimensi spasial. Pembangunan ekonomi yang tidak memperhatikan dimensi spasial menyebabkan terjadinya ketimpangan antarwilayah. Selama periode 1994-2012, pembangunan ekonomi Indonesia cenderung bias ke Kawasan Barat Indonesia. Ketimpangan pada periode tersebut menunjukkan trend yang meningkat. Hal ini disebabkan pembangunan ekonomi Indonesia terlalu mengejar pertumbuhan ekonomi dan kurang memperhatikan dimensi spasial. Pembangunan ekonomi yang memperhatikan dimensi spasial akan berupaya mendistribusikan aktivitas-aktivitas ekonomi secara merata antara wilayah pusat dan wilayah pinggiran serta memperhatikan interaksi ekonomi yang terjadi antarwilayah. Lokasi pusat pertumbuhan ekonomi dan lokasi provinsi dengan tingkat kemiskinan tinggi harus mendapat perhatian dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Teori-teori mulai dari teori lokasi tradisional hingga modern, teori geografi ekonomi dan teori geografi ekonomi baru menekankan pentingnya dimensi
spasial
dalam
pembangunan
ekonomi
suatu
daerah.
Tidak
diperhatikannya dimensi spasial menyebabkan pembangunan ekonomi suatu
17
daerah tampak lebih ditentukan oleh mekanisme pasar. Modal dan orang cenderung memilih daerah yang menawarkan returns yang lebih tinggi dan menarik. Dampaknya, daerah yang maju semakin maju dan daerah yang tertinggal akan tetap tertinggal (Kuncoro, 2012: 161). Terkait dengan ketimpangan, dari uraian terdahulu dapat diketahui masih terdapat pertentangan terkait hipotesis Kuznets yang menyatakan bahwa terdapat suatu trade-off antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. Trade-off antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi terjadi paling tidak selama fase awal pembangunan ekonomi. Termasuk untuk kasus Indonesia, hipotesis Kuznets yang menyatakan terdapat suatu trade-off antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi perlu untuk ditinjau ulang. Pembahasan tentang lokasi pusat pertumbuhan ekonomi dan lokasi provinsi dengan tingkat kemiskinan tinggi serta ketimpangan antarprovinsi di Indonesia terkait pula dengan transformasi struktural PDRB provinsi, analisis faktor-faktor daya saing daerah yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan serta analisis strategi percepatan pembangunan ekonomi provinsiprovinsi
tertinggal
di
Indonesia.
Terkait
transformasi
struktural,
pada
periode 1994-2012 telah terjadi transformasi struktural dari sektor pertanian ke sektor industri secara nasional di Indonesia. Fenomena tersebut berlawanan dengan fenomena secara regional. Secara regional, belum semua provinsi mengalami transformasi struktural dari sektor pertanian yang merupakan sektor primer ke sektor sekunder maupun tersier. Fenomena ini menunjukkan pentingnya
18
dilakukan analisis transformasi struktural di tingkat regional untuk mengetahui kondisi yang terjadi di masing-masing provinsi. Kondisi pada tahun 2004 dapat dijadikan sebagai gambaran pentingnya dilakukan analisis transformasi struktural di tingkat regional. Kontribusi sektor pertanian di Indonesia sebesar 28,4% lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa yang masing-masing sebesar 42,8% dan 30,9%. Kondisi ini tidak diikuti oleh semua provinsi di Indonesia. Beberapa provinsi di Indonesia seperti Bengkulu, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Timur masih mengandalkan sektor pertanian sebagai kontributor utama perekonomiannya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2004, provinsi-provinsi tersebut memiliki kontribusi sektor pertanian di atas 40%. Pentingnya analisis transformasi struktural juga ditunjukkan oleh beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Chenery dan Syrquin (1975), Hill, et al. (2008) dan Timmer, et al. (2012). Penelitian-penelitian tersebut menekankan pentingnya transformasi struktural dalam proses pembangunan ekonomi. Faktor-faktor daya saing daerah yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan juga penting untuk diketahui terkait pembangunan ekonomi Indonesia. Faktor-faktor yang merepresentasikan daya saing daerah penting untuk dianalisis karena daya saing daerah merepresentasikan performa perekonomian daerah. Masing-masing daerah memiliki performa perekonomian yang berbeda-beda.
19
Hal penting lainnya yang juga harus mendapat perhatian dalam pembangunan ekonomi Indonesia adalah strategi percepatan pembangunan ekonomi provinsi-provinsi tertinggal di Indonesia. Adanya strategi percepatan pembangunan
ekonomi
provinsi-provinsi
diharapkan
dapat
menurunkan
ketimpangan di Indonesia. Idealnya, strategi pembangunan tidak hanya menitikberatkan
pada
tujuan
pertumbuhan
ekonomi
saja
tetapi
juga
menitikberatkan pada tujuan pemerataan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, penelitian ini berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1.
Di mana lokasi pusat pertumbuhan ekonomi dan lokasi provinsi dengan tingkat kemiskinan tinggi di Indonesia?
2.
Bagaimana ketimpangan antarprovinsi di Indonesia periode 1994-2012 berdasarkan analisis indeks entropi Theil, indeks Williamson, koefisien variasi dan hipotesis Kuznets?
3.
Bagaimana transformasi struktural PDRB provinsi di Indonesia berdasarkan analisis indeks transformasi struktural?
4.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan di Indonesia terkait dengan daya saing daerah?
5.
Bagaimana strategi percepatan pembangunan ekonomi provinsi-provinsi tertinggal di Indonesia?
20
1.3. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis: 1.
Lokasi pusat pertumbuhan ekonomi dan lokasi provinsi dengan tingkat kemiskinan tinggi di Indonesia.
2.
Ketimpangan antarprovinsi di Indonesia periode 1994-2012 berdasarkan analisis indeks entropi Theil, indeks Williamson, koefisien variasi dan hipotesis Kuznets.
3.
Transformasi struktural PDRB provinsi di Indonesia.
4.
Faktor-faktor daya saing daerah yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan di Indonesia.
5.
Strategi percepatan pembangunan ekonomi provinsi-provinsi tertinggal di Indonesia.
1.4. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian-penelitian
mengenai
pusat
pertumbuhan,
kemiskinan,
ketimpangan antarwilayah, dan pertumbuhan ekonomi telah dilakukan baik di luar negeri maupun di Indonesia. Penelitian-penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Semple, et al. (1972); Barro (1991); Alisjahbana dan Yusuf (2004); Hill, et al. (2008), Kuncoro (2013) dan lain-lain. Matriks tentang uraian studi-studi sebelumnya disajikan pada Tabel 1.2.
21
Tabel 1.2 Studi Empiris Tentang Dimensi Spasial Pembangunan Ekonomi Peneliti Semple, et al. (1972)
Metode Trend Surface Analysis
Periode 1940-1960
Lokasi Sao Paulo
Data Data makro daerah
Variabel Jarak lokasi dengan pusat kota dan pertumbuhan ekonomi
Temuan Terdapat dua tipe pusat pertumbuhan di Sao Paulo: 1. Natural poles, yang merupakan hasil adanya industrialisasi yang pesat paska perang. 2. Planned poles, yang merupakan hasil dari upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ahluwalia (1976)
Analisis data panel
1965-1971
60 negara
Data makro nasional
Distribusi pendapatan, PNB per kapita, share sektor pertanian dalam PDB, share populasi penduduk perkotaan, tingkat bebas buta huruf, tingkat partisipasi dalam pendidikan menengah, pertumbuhan penduduk dan dummy negara sosialis
Terdapat trade-off antara ketimpangan dan PNB per kapita, paling tidak selama fase awal pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, temuan mendukung hipotesis Kuznets.
22
Enders (1980)
Analisis shift-share
1960-1970
Brasil
Data makro daerah
Aktivitas industri, karakteristik penduduk dan pertumbuhan ekonomi
Terdapat indikasi bahwa subsektor yang pertumbuhannya pesat berlokasi di wilayah pusat, sedangkan subsektor yang pertumbuhannya lambat berlokasi di wilayah pinggiran.
Lo (1990)
Koefisien deviasi absolut, indeks Williamson dan analisis faktor
1980-1986
Cina
Data makro daerah
Pendapatan per kapita, jumlah penduduk, tenaga kerja sektor pertanian dan angkatan kerja
- Ketimpangan di wilayah pedesaan meningkat sejalan dengan adanya program modernisasi di Cina. - Terdapat hubungan langsung antara pembangunan pedesaan dan pembangunan industri pada wilayah-wilayah inti di Cina.
Barro (1991)
Analisis cross-section
1960-1985
98 negara
Data makro nasional
PDB, tingkat pendidikan, tingkat harapan hidup, investasi pendidikan, rasio investasi, konsumsi pemerintah, distorsi pasar, stabilitas politik, tingkat kelahiran dan pertumbuhan penduduk
- Terdapat korelasi positif antara tingkat pertumbuhan PDB dengan variabel PDB per kapita awal, tingkat pendidikan, tingkat harapan hidup, investasi pendidikan dan rasio investasi. - Terdapat korelasi negatif antara tingkat pertumbuhan dengan konsumsi pemerintah, distorsi pasar, stabilitas politik, tingkat kelahiran dan
23
pertumbuhan penduduk. Fischer (1993)
Analisis cross-section dan data panel
1965-1990
Negaranegara sedang berkembang
Data makro nasional
Pertumbuhan ekonomi, inflasi, defisit anggaran, distorsi pasar valuta asing, akumulasi modal, pertumbuhan produktivitas dan pertumbuhan angkatan kerja
Pertumbuhan ekonomi berhubungan negatif dengan inflasi, defisit anggaran yang besar, dan distorsi pasar valuta asing.
Benabou (1996)
Analisis cross-section
1960-1990
Negaranegara Amerika Latin, Afrika, Asia Timur dan Selatan, negaranegara OECD serta Eropa Timur
Data makro nasional
Pertumbuhan ekonomi, ketimpangan, ekonomi politik, tingkat tabungan dan tingkat pendidikan
Pada kasus Amerika Latin, Afrika, Asia Timur dan Selatan, negaranegara OECD serta Eropa Timur ditemukan fakta bahwa pertumbuhan ekonomi menurun sejalan dengan meningkatnya ketimpangan antara kelompok kaya dan miskin.
Bruno dan Easterly (1998)
Analisis data panel
1961-1992
Negaranegara OECD
Data makro nasional
Pertumbuhan ekonomi, investasi, pertumbuhan penduduk, tingkat pendidikan, pendapatan per kapita dan inflasi
Pertumbuhan ekonomi menurun tajam selama periode inflasi tinggi dan kembali meningkat setelah inflasi menurun.
Howitt dan Aghion (1998)
Ramsey-CassKoopmans model
1979-1989
Amerika Serikat
Data makro nasional
Pertumbuhan ekonomi, investasi, tenaga kerja, produktivitas dan kemajuan teknologi
Investasi (akumulasi modal) berperan penting dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
24
Ying (1999)
Indeks entropi Theil
1978-1994
Cina
Data makro daerah
Pendapatan dan jumlah penduduk
Ketimpangan wilayah antarprovinsi di Cina menurun sebagai dampak adanya reformasi.
Barro (2000)
Analisis data panel
1965-1995
Negaranegara OECD
Data makro nasional
PDB, pengeluaran pemerintah, indeks hukum, indeks demokrasi, tingkat inflasi, rata-rata lama bersekolah, tingkat kelahiran, investasi dan pertumbuhan terms of trade
Pada kasus negara miskin, ketimpangan melemahkan tingkat pertumbuhan. Sebaliknya, pada kasus negara kaya, ketimpangan mendorong tingkat pertumbuhan.
Forbes (2000)
Analisis data panel
1961-1990
Negaranegara Asia Timur, Amerika Latin, dan negaranegara OECD
Data makro nasional
Pertumbuhan ekonomi, ketimpangan, pendapatan, tingkat pendidikan pria, tingkat pendidikan wanita dan distorsi pasar
Pada kasus Asia Timur, Amerika Latin dan negaranegara OECD ditemukan fakta bahwa ketimpangan memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi.
Bulir (2001)
Analisis data panel
1970-1990
75 negara
Data makro nasional
Ketimpangan, PDB per kapita, transfer sosial, kesempatan kerja dan inflasi
Temuan mendukung hipotesis Kuznets
Panizza (2002)
Analisis fixed effects dan estimasi GMM
1940-1980
Amerika Serikat
Data makro nasional
Pertumbuhan ekonomi, ketimpangan, distribusi pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat urbanisasi dan struktur umur
Terdapat hubungan yang negatif antara ketimpangan dan pertumbuhan di Amerika Serikat. Hubungan antara ketimpangan dan pertumbuhan ini tidak kuat.
25
Nel (2003)
Analisis cross-section
1986-1997
Negaranegara Afrika
Data makro nasional
Pertumbuhan ekonomi, ketimpangan, pendapatan, tingkat bebas buta huruf wanita, tingkat bebas buta huruf pria, distorsi pasar dan kondisi politik
- Tingkat ketimpangan yang tinggi memiliki efek negatif yang lemah pada prospek pertumbuhan dalam jangka menengah. - Tingkat ketimpangan yang tinggi tidak mempengaruhi ketidakstabilan politik, hanya saja memiliki pengaruh negatif bagi persepsi investor yang pada akhirnya dapat menurunkan prospek pertumbuhan.
Alisjahbana dan Yusuf (2004)
Model multinomial logit
1993 dan 1997
Indonesia
Data makro daerah
Kemiskinan, tingkat pendidikan, karakteristik demografi rumah tangga, nilai aset fisik dan lokasi
Tingkat pendidikan, karakteristik demografi rumah tangga, nilai aset fisik dan lokasi berpengaruh pada kemiskinan.
Turnovsky (2004)
Equilibrium dynamics model
1990-1995
Amerika Serikat
Data makro nasional
Pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, modal swasta dan pengeluaran pemerintah
Pengeluaran pemerintah untuk investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.
Iradian (2005)
Analisis data panel
1965-2003
82 negara
Data makro nasional
Pertumbuhan ekonomi, ketimpangan , pengeluaran pemerintah dan tingkat kemiskinan
Ketimpangan memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, hipotesis Kuznets terbukti.
26
Hill, et al. (2008)
Coefficients of variation, indeks transformasi struktural, dan absolute convergence
1975-2004
Brata (2009)
Analisis data cross-section
2005
Indonesia
Data makro daerah
Pertumbuhan ekonomi, PDRB, pengeluaran konsumsi per kapita dan pertumbuhan penduduk
- Terdapat outcomes ekonomi dan sosial yang beraneka ragam, tetapi diketahui pertumbuhan dan kemajuan sosial terjadi. - Ketimpangan wilayah tinggi dan memiliki kecenderungan untuk menurun. - Bali, DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Riau merupakan provinsiprovinsi dengan kinerja yang bagus, provinsiprovinsi ini beraneka ragam dalam hal ukuran lokasi dan karakteristik sosial ekonomi.
Jawa Tengah
Data makro daerah
Pertumbuhan ekonomi, jarak ke pusat ekonomi, lokasi kabupaten, aktivitas kluster dan tingkat bebas buta huruf
- Faktor-faktor geografi berpengaruh pada performa ekonomi daerah. - Studi tentang ketimpangan geografis tidak hanya menerapkan pendekatan per kapita tetapi juga pendekatan kepadatan untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif tentang pengaruh geografi pada pembangunan ekonomi.
27
Tsagkanos, et al. (2011)
Koefisien variasi dan analisis data panel
1960-2003
Negaranegara European Union
Data makro nasional
Pendapatan per kapita
Hipotesis konvergensi berlaku di European Union meskipun tingkat konvergensinya sangat lambat.
Zhou dan Li (2012)
Model semiparametric data panel
1962-2003
75 negara
Data makro nasional
Ketimpangan, PDB per kapita, share perdagangan dalam PDB, share populasi penduduk perkotaan, investasi, pertumbuhan ekonomi dan inflasi
Temuan mendukung hipotesis Kuznets
Giap, et al. (2013)
Analisis SWOT
2010
Indonesia
Data makro daerah
Stabilitas ekonomi makro; kondisi keuangan, bisnis, dan tenaga kerja; perencanaan pemerintah dan institusi serta kualitas hidup dan pembangunan infrastruktur
- Provinsiprovinsi di Pulau Jawa secara keseluruhan memiliki daya saing yang tinggi. - Provinsiprovinsi di timur Indonesia (kecuali Sulawesi) memiliki daya saing rendah. - Provinsiprovinsi di Kalimantan dan Sumatera menunjukkan daya saing yang seimbang. Masing-masing provinsi termasuk ke dalam posisi teratas, terendah dan di tengah.
28
Kuncoro (2013)
Indeks entropi Theil
2001-2010
Indonesia
Data makro daerah
Pertumbuhan ekonomi, PDRB per kapita dan jumlah penduduk
- Ketimpangan regional cenderung meningkat pada periode 2001-2010 baik ketimpangan antar pulau maupun dalam pulau. - Pulau Jawa dan Sumatra mendominasi perekonomian Indonesia. - Provinsiprovinsi yang memiliki performa baik adalah provinsiprovinsi yang kaya sumberdaya, padat penduduk atau terkoneksi dengan perekonomian global. - Kesuksesan pelaksanaan MP3EI memerlukan pemahaman tentang pusatpusat pertumbuhan di Indonesia, sektor unggulan di setiap provinsi, wilayahwilayah terbelakang dan upaya mengatasi permasalahan infrastruktur serta pembiayaan.
29
Melikhova dan Cizek (2014)
Analisis regresi
1979-2009
145 negara
Data makro nasional
Indeks Gini, PDB per kapita, kontribusi sosial, subsidi dan transfer
- Hipotesis Kuznets berlaku di negara-negara dengan jumlah kontribusi sosial yang rendah. - Pada negaranegara dengan jumlah kontribusi sosial yang tinggi, hipotesis Kuznets dapat dikatakan tidak berlaku.
Sumber: Semple, et al. (1972), Ahluwalia (1976), Enders (1980), Lo (1990), Barro (1991), Fischer (1993), Benabou (1996), Bruno dan Easterly (1998), Howitt dan Aghion (1998), Ying (1999), Barro (2000), Forbes (2000), Panizza (2002), Bulir (2001), Nel (2003), Alisjahbana dan Yusuf (2004), Turnovsky (2004), Iradian (2005), Hill, et al. (2008), Brata (2009), Tsagkanos, et al. (2011), Zhou dan Li (2012), Giap, et al. (2013), Kuncoro (2013), Melikhova dan Cizek (2014)
Berdasarkan matriks tersebut dapat diketahui persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terletak pada beberapa bidang kajian dan beberapa metode analisis yang digunakan. Kajian dimensi spasial pembangunan ekonomi dalam penelitian ini mencakup analisis lokasi pusat pertumbuhan ekonomi dan lokasi provinsi dengan tingkat kemiskinan tinggi, analisis ketimpangan antarprovinsi, analisis transformasi
struktural,
analisis
faktor-faktor
daya
saing
daerah
yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan serta analisis strategi percepatan pembangunan ekonomi provinsi-provinsi tertinggal di Indonesia. Kajian tentang pusat pertumbuhan telah dilakukan oleh Semple, et al. (1972) yang menganalisis tentang pusat pertumbuhan di Sao Paulo, Brazil. Kemiskinan telah dikaji oleh Alisjahbana dan Yusuf (2004) yang mengkaji tentang dinamika
30
kemiskinan di Indonesia. Ketimpangan telah dikaji oleh Enders (1980); Lo (1999); Ying (1999) dan Hill, et al. (2008). Sedangkan, kajian tentang transformasi struktural telah dilakukan oleh Hill, et al. (2008) yang menganalisis transformasi struktural di Indonesia. Persamaan dalam hal metode analisis meliputi analisis indeks entropi Theil, indeks Williamson, koefisien variasi, hipotesis Kuznets dan indeks transformasi struktural. Analisis indeks entropi Theil, indeks Williamson, koefisien variasi dan hipotesis Kuznets digunakan untuk menganalisis ketimpangan antarprovinsi di Indonesia. Metode analisis indeks entropi Theil pernah
digunakan
oleh
Ying
(1999)
untuk
menganalisis
ketimpangan
antarprovinsi di Cina. Lo (1990) pernah menggunakan indeks Williamson untuk menganalisis ketimpangan wilayah pedesaan di Cina, sedangkan Tsagkanos, et al. (2011) pernah menggunakan koefisien variasi untuk menganalisis ketimpangan antarnegara anggota European Union. Terkait hipotesis Kuznets, Melikhova dan Cizek (2012) pernah membuktikan berlaku atau tidak berlakunya hipotesis Kuznets di 145 negara. Metode analisis yang lain, yaitu analisis indeks transformasi struktural. Metode analisis ini digunakan untuk menganalisis transformasi struktur PDRB provinsi di Indonesia. Analisis indeks transformasi struktural pernah digunakan dalam penelitian Hill, et al. (2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terletak pada cakupan bidang kajian dan metode analisis yang digunakan. Penelitian-penelitian sebelumnya hanya mengkaji satu atau dua bidang kajian saja, seperti penelitian yang dilakukan oleh Semple, et al. (1972) yang
31
hanya mengkaji tentang pusat pertumbuhan dan penelitian yang dilakukan oleh Barro (2000) yang hanya mengkaji tentang ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini tidak hanya mengkaji satu atau dua bidang kajian saja tetapi mengkaji semua bidang kajian tersebut menjadi satu kesatuan kajian dimensi spasial pembangunan ekonomi Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan terkait aspek geografi, ekonomi dan geografi ekonomi (where, how dan why) serta pertanyaan terkait strategi percepatan pembangunan ekonomi provinsi-provinsi tertinggal berusaha dijawab dalam penelitian ini. Perbedaan lainnya terletak pada metode analisis yang digunakan. Penelitian ini menggunakan analisis sistem informasi geografis dan analisis indeks Moran untuk mengkaji pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Metode analisis ini berbeda dengan yang digunakan oleh Semple, et al. (1972) yang menggunakan trend surface analysis untuk mengkaji pusat pertumbuhan di Sao Paulo. Selain itu, penelitian ini menggunakan analisis model persamaan simultan berulang untuk menganalisis faktor-faktor daya saing daerah yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan di Indonesia. Metode analisis ini berbeda dengan yang digunakan oleh Barro (2000) yang menggunakan analisis data panel, Panizza (2002) yang menggunakan estimasi GMM dan Benabou (1996) serta Nel (2003) yang menggunakan analisis cross-section.
32
1.5. KONTRIBUSI PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut: 1.
Kontribusi empiris Hasil penelitian terkait pembuktian hipotesis Kuznets menunjukkan bahwa hipotesis Kuznets tidak berlaku pada perekonomian Indonesia periode 1994-2012, di mana tidak terdapat trade-off antara ketimpangan dan PDRB per kapita pada pembangunan ekonomi Indonesia. Dengan kata lain, hasil penelitian ini menentang hipotesis Kuznets.
2.
Kontribusi metodologi Penelitian ini menggunakan radar chart untuk mengklasifikasikan kelompok provinsi-provinsi tertinggal dan kelompok provinsi-provinsi tidak tertinggal. Proses pengklasifikasian analisis radar chart dalam penelitian ini mengadaptasi tipologi daerah dan didasarkan pada tiga indikator, yaitu pertumbuhan ekonomi, PDRB per kapita dan tingkat kemiskinan.
3. Kontribusi kebijakan Penelitian ini tidak hanya menganalisis masalah ketimpangan tetapi juga menganalisis masalah-masalah lain yang terkait dengan ketimpangan, seperti lokasi pusat pertumbuhan ekonomi dan lokasi provinsi dengan tingkat kemiskinan tinggi, transformasi struktural, pertumbuhan ekonomi dan strategi percepatan pembangunan ekonomi provinsi-provinsi tertinggal. Hasil-hasil analisis yang mewakili jawaban atas pertanyaan where, how dan why serta strategi percepatan pembangunan ekonomi provinsi-provinsi tertinggal diharapkan dapat menjadi dasar bagi para perumus strategi dalam
33
merumuskan strategi pembangunan yang tidak hanya menitikberatkan pada tujuan pertumbuhan ekonomi tetapi juga menitikberatkan pada tujuan pemerataan.
1.6. SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan disertasi ini akan diorganisasikan ke dalam enam bab yang mencakup: 1. Bab I. Pendahuluan Bagian ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian, kontribusi penelitian dan sistematika penulisan. 2. Bab II. Tinjauan Pustaka Bagian ini menguraikan landasan teori yang mengemukakan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah, teori pertumbuhan endogen, teori lokasi, teori geografi ekonomi, teori geografi ekonomi baru, ketimpangan antardaerah, hipotesis Kuznets, teori struktur ekonomi daerah, transformasi struktural, daya saing daerah serta kerangka pemikiran. 3. Bab III. Metode Penelitian Bagian ini menguraikan data penelitian, definisi operasional variabel, statistik deskriptif data penelitian dan metode analisis yang meliputi analisis sistem informasi geografis (SIG), analisis indeks Moran, analisis indeks entropi Theil, analisis indeks Williamson, analisis koefisien variasi, hipotesis Kuznets, analisis indeks transformasi struktural, analisis model persamaan simultan berulang serta analisis diskriminan.
34
4. Bab IV. Analisis Lokasi Pusat Pertumbuhan Ekonomi dan Lokasi Provinsi dengan Tingkat Kemiskinan Tinggi Bagian ini menguraikan hasil analisis lokasi pusat pertumbuhan ekonomi dan analisis lokasi provinsi dengan tingkat kemiskinan tinggi. 5. Bab V. Analisis Ketimpangan Antarprovinsi Bagian ini menguraikan hasil analisis indeks entropi Theil, analisis indeks Williamson, analisis koefisien variasi dan hipotesis Kuznets. 6. Bab VI. Analisis Indeks Transformasi Struktural PDRB Provinsi di Indonesia Bagian ini menguraikan struktur dan transformasi struktural PDRB provinsi di Indonesia serta menguraikan korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan transformasi struktural PDRB provinsi di Indonesia. 7. Bab VII. Pemetaan Provinsi-Provinsi di Indonesia Berdasarkan Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Kemiskinan dan Indeks Transformasi Struktural Bagian ini menguraikan pemetaan provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan indeks transformasi struktural serta rekomendasi kebijakan berdasarkan kondisi ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia. 8. Bab VIII. Analisis Faktor-Faktor Daya Saing Daerah yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan di Indonesia Bagian ini menguraikan hasil analisis faktor-faktor daya saing daerah yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan di Indonesia.
35
9. Bab IX. Analisis Strategi Percepatan Pembangunan Ekonomi ProvinsiProvinsi Tertinggal di Indonesia Bagian ini menguraikan hasil analisis diskriminan dan strategi percepatan pembangunan ekonomi provinsi-provinsi tertinggal di Indonesia. 10. Bab X. Penutup Bagian ini menyajikan kesimpulan, saran dan keterbatasan penelitian yang dilakukan.
36