BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya disebut UU ITE, korban dari pelaku tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi, belum memperoleh perlindungan hukum
secara maksimal,
dikarenakan belum terdapat undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana dengan menggunakan media elektronik yang terhubung dengan jaringan telekomunikasi atau media cyber (cyber : 1 Connected with electronic communication network, especially the internet ). Namun
setelah berlakunya UU ITE, perlindungan korban dari tindak pidana dengan menggunakan sarana atau media elektronik melalui jaringan telekomunikasi dirasa belum memenuhi rasa keadilan bagi korban dari tindak pidana yang menggunakan media elektronik yang terhubung dengan jaringan telekomunikasi atau media cyber. Dalam UU ITE belum terdapat adanya tanda-tanda dirumuskannya kategori sebagai korban dari tindak pidana dengan menggunakan sarana atau media elektronik melalui jaringan telekomunikasi, namun terdapat kategori yang menjadi subjek yang berhak memperoleh perlindungan hukum diantaranya, kepentingan ekonomi nasional, 1
Black’s Law Dictionary. Ninth Edition.
1
perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia, seperti dikutip dari penjelasan Pasal 2 UU ITE. Perlindungan hukum di dalam konteks perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi merupakan perlindungan hukum yang sama dengan konteks perlindungan hukum secara umum yaitu menurut pengertian Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Sanksi Dan Korban, perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/Korban. Manfaat perlindungan hukum dalam konteks perlindungan terhadap korban dari tindak pidana cyber ini, adalah supaya korban yang dirugikan dapat memperoleh hak-hak nya sebagai korban seperti diatur dalam undang-undang. Perlindungan hukum kepada korban tindak pidana cyber memang belum diatur secara jelas oleh pembentuk undang-undang terutama dalam undang-undang ITE, namun secara konvensional Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Sanksi Dan Korban, dapat dijadikan alternatif untuk diberlakukan dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana cyber.
2
Selain itu juga menurut Arif Gosita disebutkan bahwa jika hendak memberikan perlindungan kepada korban, secara umum maka perlu diperhatikan hakhak korban yang berhubungan dengan suatu perkara, yaitu: Pertama, korban berhak mendapatkan kompensasi atas penderitaannya sesuai dengan kemampuan memberi kompensasi si pembuat korban, dan taraf keterlibatan/partisipasi/peranan si korban dalam terjadinya kejahatan, dengan linkuensi dan penyimpangan tersebut. Kedua berhak menolak kompensasi untuk kepentingan pembuat korban (tidak mau diberi kompensasi karena tidak memerlukannya). Ketiga, berhak mendapatkan rehabilitasi. Keempat, berhak mendapatkan kembali hak miliknya. Kelima, berhak mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak pembuat korban, bila melapor dan menjadi saksi. Keenam, berhak mendapatkan bantuan penasihat hukum. Ketujuh, berhak menggunakan upaya hukum (recht middelen)2. Oleh sebab itu penulis hendak meneliti apakah kriteria-kriteria yang sudah dikemukakan oleh penulis diatas tersebut berlaku untuk tindak pidana dalam bidang informasi dan transaksi elektronik yang menggunakan media cyber dan dihubungkan dengan jaringan telekomunikasi, perhatian penulis untuk melihat kriteria-kriteria perlindungan hukum terhadap korban sebagaimana dikemukakan pada kriteria diatas, akan difokuskan pada putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan nomor perkara Nomor. 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska, dan putusan Pengadilan Negeri Kendal dengan Nomor 232/Pid.B/2010/PN.Kdl.
2
DR. Lilik Mulyadi, S.H., M.H. Bunga Rampai Hukum Pidana, Prespektif, teoretis dan praktik, penerbit PT.Alumni Bandung, 2008, hlm. 260-261.
3
B. Latar Belakang Masalah Penulis tertarik mengambil judul dengan tema “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana yang Dilakukan Melalui Media Cyber Dan Teknologi Telekomunikasi” dikarenakan penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai perlindungan terhadap korban dari tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi, serta ada tidaknya aspek-aspek perlindungan korban terhadap korban dari tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi dalam putusan Pengadilan Negeri, serta seberapa jauh pengaplikasiannya dalam melindungi korban dari tindak pidana cyber tersebut. Indonesia sebagai negara dengan kasus-kasus tindak pidana yang dilakukan melalui internet berdasarkan prosentase jumlah transaksi dan perbuatan pidana yang terjadi sangat tinngi3, hal ini disebabkan oleh dua hal, yang pertama karena computer dan teknologi telekomunikasi merupakan instrumen perbuatan pidana yang potensial, dan kedua menunjukan betapa perlunya untuk segera membenahi sektor hukum dibidang ini, termasuk memperbaiki ataupun memperkaya hukum positif yang terkait dengan aktifitas cyber. Dewasa ini perkembangan akan teknologi informasi dengan menggunakan media cyber dan teknologi telekomunikasi memang sudah sangat merebak di
3
http://gembong.lecture.ub.ac.id/files/2012/09/1_Pengantar-Keamanan-Jaringan.pdf
4
khalayak umum dan sudah menjadi suatu kebutuhan yang mendasar. Seiring dengan berkembangnya teknologi telekomunikasi yang disambungkan melalui media cyber, maka interaksi sosialpun semakin dipermudah, dan melahirkan berbagai koneksi dan jejaring sosial yang sudah menjadi suatu yang umum bagi pengguna jasa telekomunikasi (internet: An international computer network connecting another network 4 and computers from companies, universities, and etc. ).
Terdapat berbagai hal yang dapat diakses melalui perangkat telekomunikasi tersebut, pada saat ini tidak hanya untuk bercakap, berbicara melakukan massaging, ataupun chatting saja, melainkan sudah merambah di bidang e-banking, transaksi online(e-trade), e-commerce, e-business, e-retailing, dan lain sebagainya. dengan semakin meningkatnya aktifitas yang dilakukan manusia menggunakan teknologi telekomunikasi yang disambungkan melalui media cyber ini, mampukah hukum mencakup seluruh aspek mengenai teknologi informatika yang di akses meggunakan media cyber. Dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan melalui media cyber tersebut akan lahir berbagai perbuatan hukum yang banyak menimbulkan peluang seseorang atau pihak yang tidak bertanggungjawab dengan melakukan perbuatan-perbuatan pidana, dari hal-hal tersebut akan banyak menimbulkan korban (victim5). Kriteria untuk dapat disebut sebagai suatu perlindungan bagi korban, sebagai mana dikemukakan Arif Gosita diatas, adakah kriteria-kriteria yang sifatnya umum, 4 5
OXFORD English Dictionary. Victim, A person harmed by a crime, tort, or other wrong. Black’s Law Dictionary Ninth Edition.
5
yang berlaku bagi semua jenis perbuatan melawan hukum, apakah kriteria tersebut berlaku bagi korban tindak pidana maupun perbuatan melawan hukum, dalam bidang informasi dan transaksi elektronik yang menggunakan media siber dan dihubungkan dengan jaringan telekomunikasi, belum pernah mendapat perhatian untuk diteliti. Penulis cermati pada saat ini telah terjadi fenomena dimana peradilan dalam sistem hukum di Indonesia kurang memperhatikan hal-hal mengenai hak-hak yang harus diperoleh oleh korban dari kejahatan media cyber tersebut. Pada fokus mengenai perlindungan hukum terhadap korban perbuatan Pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi. Kebijakan legislasi Indonesia yang mengatur tentang perlindungan korban kejahatan bersifat perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung yang dirumuskan dalam kebijakan formulatif. Korban sebagai pihak yang dirugikan dalam ranah ketentuan hukum relatif terabaikan serta terpinggirkan sehingga perhatian kepada korban semakin jauh dari sistim peradilan di Indonesia. Berdasar fenomena diatas diharapkan akan ada regulasi ataupun peraturan perundangan yang mengatur membahas mengenai perlindungan hak-hak korban terutama perlindungan dan hakhak korban dari tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi. Adapaun teori yang terkait dengan judul pada skripsi ini adalah teori-teori mengenai hukum pidana, tindak pidana, teori cyber law dan teori cyber crime, teori
6
perlindungan, teori korban. Petama penulis akan memaparkan teori Hukum Pidana menurut para ahli, yang pertama menurut Pompe, menyatakan bahwa Hukum Pidana adalah keseluruhan aturan atau ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya. Selanjutnya menurut Bambang Purnomo, menyatakan bahwa Hukum Pidana adalah hukum sanksi. Definisi ini diberikan berdasarkan ciri hukum pidana yang membedakan dengan lapangan hukum yang lain, yaitu bahwa hukum pidana sebenarnya tidak mengadakan norma sendiri melainkan sudah terdapat pada lapangan hukum yang lain, dan sanksi pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma diluar hukum pidana dianggap benar sebelum hukum pidana berkembang dengan pesat. Berikut adalah teori tindak pidana menurut Teguh Prasetyo, menyatakan bahwa hukum pidana adalah sekumpulan peraturan hukum yang dibuat oleh negara, yang isinya berupa larangan maupun keharusan, sedang bagi pelanggar terhadap larangan dan keharusan tersebut dikenakan saksi yang dapat dipaksakan oleh negara.6 Kedua penulis akan memaparkan mengenai teori tindak pidana menurut Teguh Prastyo, adalah suatu perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat
6
Teguh Prasetyo,2011, Hukum Pidana “Edisi Revisi”, Rajawali Pers, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hal. 4, hal. 9
7
aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).7 Ketiga, penulis disini akan memaparkan tentang cyber law, menurut Black’s Law Dictionary, “The field of law dealing with the internet,encompassing cases, statutes, regulation, and disputes that affect people and businesses interacting through computers”. “merupakan bagian dari hukum yang berkaitan dengan internet, yang meliputi, kasus, perundang-undangan, peraturan pemerintah, dan perselisihan yang mempengaruhi orang dan interaksi bisnis yang menggunakan komputer”. Selanjutnya adalah teori mengenai cyber crime, Collin Barry C. menjelaskan istilah cybercrime sebagai berikut : “Term “cyber-crime” is young and created by combination of two words: cyber and crime. The term “cyber” means the cyber-space (terms “virtual space”, “virtual world” are used more often in literature) and means (according to the definition in “New hacker vocabulary” by Eric S. Raymond) the informational space modeled through computer, in which defined types of objects or symbol images of information exist – the place where computer programs work and data is processed.”8 Keempat, penulis akan memaparkan mengenai teori korban menurut undangundang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban. Korban adalah
7
Teguh Prasetyo,2011, Hukum Pidana “Edisi Revisi”, Rajawali Pers, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hal. 50.
8
Collin Barry C., 1996, The Future of CyberTerrorism, Proceedings of 11th Annual International Symposium on Criminal Justice Issues. The University of Illinois at Chicago, dikutip dari makalah Vladimir Golubev, cyber-crime and legal problems of usage network the INTERNET.
8
seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Kelima, penulis akan memaparkan mengenai teori perlindungan yang terdapat dalam undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban. Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan atau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. Dari situlah mampukah hukum ataupun undang-undang yang ada di Indonesia melindungi hak-hak korban tindak pidana yang disebabkan oleh perbuatan pidana dengan
menggunakan
media
elektronik
yang
terhubung
dengan
jaringan
telekomunikasi atau media cyber. Dalam karya tulis ini penulis juga akan menyertakan putusan Pengadilan negeri dengan kasus tindak pidana “Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan / atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun” dengan Nomor Putusan. 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska, dengan duduk perkara sebagai berikut : Bahwa ia terdakwa SUHERMAN alias HERMAN pada Rabu tanggal 18 Februari 2009 sekira antara pukul 10.00 wib sampai dengan pukul 11.00 wib atau setidak - tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2009 , bertempat di ruang Ekonomi Sat Reskrim Poltabes Surakarta yang sekarang berganti nama dengan Polresta Surakarta, di Jalan Adisucipto Nomor 2, Kota Surakarta atau setidak - tidak nya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Surakarta, dengan sengaja dan tanpa hak at au melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan / atau Dokumen elektronik
9
kepada sistem Elektronik orang lain yang tidak berhak. Melalui perbuatannya itu merugikan UMAR EDRUS AL HABSYI yang berkekudukan sebagai saksi dan korban, yang karena perbuatan terdakwa, dirugikan berupa hilangnya data yang ada di dalam alamat email saksi, dan menyebabkan kerugian materiil sebesar 5,1 milyar rupiah, dan setelah diputus oleh hakim terdakwa hanya mendapat pidana penjara selama 10 bulan ditambah masa penahanan, serta denda sebesar satu juta rupiah dan membayar biaya perkara sebesar lima ribu rupiah. Disertakan pula kasus tindak pidana “tanpa hak telah mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik ” dengan Nomor Putusan. 232/Pid.B/2010/PN.Kdl. dengan duduk perkara sebagai berikut : Menyatakan Terdakwa Drs. PRABOWO, MM Bin TJASAN PRAMONO SAPUTRO telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana “tanpa hak telah mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik ” sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Duduk perkara dalam kasus diatas, Bahwa Terdakwa Drs. PRABOWO, MM Bin TJASAN PRAMONO SAPUTRO pada har i Rabu tangga l 13 Januar i 2010 sekira jam 01.25 Wib serta jam 01. 36 Wib setidak-tidaknya pada waktu-waktu tertentu yang masih dalam tahun 2010 bertempat di rumah Saksi NUR DEWI ALFIYANA SH.Mkn Binti ADADI masuk Dukuh Telogo layang Rt . 03 Rw. 05 Desa Tegorejo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal , atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kendal, dengan sengaja dan tanpa hak telah mendistribusikan dan / atau mentransmisikan dan / atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan / atau pencemaran nama baik , yakni pada awalnya antara Terdakwa Drs. PRABOWO, MM Bin TJASAN PRAMONO SAPUTRO dan Saksi NUR DEWI ALFIYANA SH.Mkn Binti ADADI, berkenalan sejak bulan Okotober 2007 dan berteman selama 2,5 (dua setengah) tahun kemudian karena kesibukan masing- masing antara Terdakwa dan Saksi NUR DEWI ALFIYANA memutuskan untuk tidak berhubungan lagi sampai dengan sekarang, selanjutnya pada hari Jumat tanggal 01 Januari 2010 sekira pukul 01.57 Wib karena
10
sudah lama Saksi NUR DEWI ALFIYANA tidak mendapat kabar dari Terdakwa, Saksi NUR DEWI ALFIYANA mencoba mengir imkan pesan singkat yang isinya ucapan selamat tahun baru ke nomor hand phone 087837909696 milik Terdakwa namun oleh Terdakwa pesan singkat tersebut tidak dibalas, kemudian keesok harinya Saksi NUR DEWI ALFIYANA mengirim pesan singkat lagi yang isinya menanyakan kapan Terdakwa akan menikah ke nomor hand phone 087837909696 milik Terdakwa namun oleh Terdakwa pesan singkat tersebut tidak dibalas, lalu pada hari kamis tanggal 07 Januari 2010 sekira pukul 19.00 Wib Saksi NUR DEWI ALFIYANA kembali mengirim pesan singkat kepada Terdawa namun oleh Terdakwa tetap tidak dibalas, kemudian pada Rabu tanggal 13 Januari 2010 sekira jam 01.25 Wib Terdakwa dengan menggunakan nomor hand phone 087837909696 mengirim pesan singkat ke nomor 081901359696 milik Saksi NUR DEWI ALFIYANA yang berbunyi “ jangan ngaco dan ganggu orang bangsat lonte sekali lonte ya tetap lonte lah, betapa rendah martabatmu ha…..kacian deh” setelah menerima pesan singkat tersebut untuk memastikan siapa pengi rimnya Saksi NUR DEWI ALFIYANA melakukan hubungan telepon kepada Terdakwa ke nomor 087837909696 dan diangkat oleh seorang laki - laki kemudian oleh Saksi NUR DEWI ALFIYANA hubungan telephon tersebut langsung ditutup, tidak lama kemudian sekira pukul 18.41 Wib Terdakwa dengan menggunakan nomor hand phone 087837909696 kembali mengirim pesan singkat ke nomor 081901359696 yang berbunyi ”Ya lagi2 diganggu bangsat lonte, dg sikapmu yg seperti itu pasti km akan SELALU DIRENDAHKAN ORG jadinya km tidak akan laku gitu nasehat sy te…….Lonte.” atas perbuatan Terdakwa tersebut mengakibatkan perasaan malu dan sakit hati pada diri Saksi NUR DEWI ALFIYANA, selain itu Saksi NUR DEWI ALAVIYAH merasa nama baiknya diserang atau dirusak oleh Terdakwa. Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana menurut Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan TranSaksi elektronik. Malalui perbuatan terdakwa tersebut saksi sekaligus korban mendapatkan penderitaan secara psikis, yang karenanya nama baik dari saksi sekaligus korban di lecehkan oleh terdakwa. Berdasar putusan tersebut terdakwa hanya mendapatkan pidana penjara selama tiga bulan dan denda sebesar satu juta rupiah. Berdasarkan kasus-kasus tindak pidana yang dilakukan melalui media siber dan teknologi telekomunikasi tersebut penulis merasa bahwa ketentuan peraturan perundangan dan keputusan hakim dinilai masih belum memihak sepenuhnya
11
terhadap korban yang telah menderita kerugian baik materi maupun psikis yang dialami oleh saksi atau korban dari perbuatan terdakwa. C. Perumusan Masalah Bagaimana perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi dalam putusan pengadilan negeri dengan nomor putusan 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska dan 232/Pid.B/2010/PN.Kdl. ? D. Tujuan Penelitian Mengkaji perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi, dalam putusan pengadilan negeri dengan nomor putusan 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska dan 232/Pid.B/2010/PN.Kdl. E. Manfaat Penelitian 1. Teoritis: a. Menambah ilmu, khususnya dalam bidang hukum pidana, tentang bagaimana cara mengimplementasikan perlindungan hukum terhadap korban perbuatan melawan hukum yang dilakukan melalui media cyber.
12
b. Menambah referensi tentang kajian hukum pidana, khususnya aspek perlindungan korban dan hukum pidana yang berkaitan dengan cyber law (hukum mayantara). 2. Praktis: Dengan
penelitian
ini,
diharapkan
permasalahan
mengenai
perlindungan hukum terhadap hak-hak korban dari tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dapat terselesaikan, dengan dasar-dasar argumen yang kuat dalam sistem hukum pidana di indonesia. F. Metode Penelitian 1. Sifat penelitian Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan pendekatan deduktif. karena, akan mengkaji bahan hukum berupa peraturan perundangundangan dan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan nomor perkara No 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska dan Putusan Pengadilan Negeri Kendal dengan nomor perkara 232/Pid.B/2010/PN.Kdl. 2. Pendekatan masalah Pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan teori (theory approach).
13
3. Bahan hukum: a. Primer Bahan Hukum Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama berupa peraturan perundangan yakni : i. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ii. Undang-Undang
Nomor
36
Tahun
1999
tentang
Nomor
13
Tahun
2006
tentang
Telekomunikasi iii. Undang-Undang
Perlindungan Saksi Dan Korban iv. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elekronik v. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Sekunder Data sekunder merupakan studi dokumen atau bahan pustaka berupa, Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor. 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska, dan Putusan Pengadilan Negeri Kendal dengan Nomor. 232/Pid.B/2010/PN.Kdl. Fungsi dari data sekunder adalah memberikan petunjuk kepada peneliti untuk melangkah, baik dalam membuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, bahkan menentukan metode pengumpulan
14
dan analisis bahan hukum yang akan dibuat sebagai hasil penelitian.9 b. Tersier Kamus Hukum Black’s law Dictionary Ninth Edition, OXFORD English Dictionary, E-Book.
4. Teknik pengumpulan dan pengolahan bahan hukum Teknik pengumpulan dan pengolahan bahan hukum terdiri dari kumpulan peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, yang dapat menjawab tujuan penulisan.
G. Satuan Amatan Satuan amatan dari penelitian ini adalah peraturan-peraturan perundangan yang berkaitan terhadap perlindungan hukum terhadap korban tinda pidana
yang dilakukan melalui
media
cyber
dan
teknologi
telekomunikasi. Satuan amatan tersebut salah satunya, undang-undang tentang Informasi
dan
Teransaksi
Elektronik,
undang-undang
tentang
Telekomunikasi, dua putusan pengadilan, dimana terdapat korban dari beroperasinya media cyber dengan menggunakan teknologi telekomunikasi.
9
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.54
15
Unit Amatan: a. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor. 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska. b. Putusan Pengadilan Negeri Kendal dengan nomor perkara 232/Pid.B/2010/PN.Kdl. c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi d. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elekronik f. Peraturan
Pemerintah
Nomor
62
Tahun
2000
tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi
16