BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Perencanaan merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan pembangunan, sebab dengan perencanaan yang tepat maka tujuan pembangunan dapat tercapai. Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, perencanaan stratejik merupakan langkah awal untuk melakukan pengukuran kinerja instansi pemerintah. Perencanaan stratejik pemerintah memerlukan integrasi antarkeahlian sumber daya lain agar mampu menjawab tuntutan perkembangan lingkungan strategis, nasional dan global (Michael Hitt, 1996) Menurut Kuncoro & Suharjono (2003:26), pelaksanaan merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan strategis. Tahap ini dilakukan sebelum proses evaluasi dilakukan dimana dengan melihat pelaksanaan, hasil evaluasi akan diketahui. Setiap daerah dituntut untuk mengembangkan perencanaan Strategis, mulai dari rumusan dan formulasi, pelaksanaan sampai
evaluasi
perencanaan
pembangunan
daerah
dalam
bentuk
penyusunan payung perencanaan (Garis-Garis Besar Haluan Pembangunan Daerah) hingga kerangka implementasi pembangunan daerah dalam bentuk rencana-rencana strategis (Strategis planning) dan Rencana Aksi (Action Planning). Demikian pula halnya dengan pembangunan bidang pariwisata di Kabupaten Toraja Utara, dalam rangka melakukan perumusan dan formulasi
1
perencanaan senantiasa perlu memperhatikan perencanaan yang strategis yang merupakan acuan, pedoman dan penuntun dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah (Detosda). Tugas pelaksanaan rencana strategis guna pelaksanaan pembangunan tersebut merupakan wewenang dari dinas parawisata. Melihat Kabupaten Toraja Utara merupakan Kabupaten yang terbentuk sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2008 tentang Pembentukan Toraja Utara, maka sangat perlu perencanaan yang strategis, khususnya bidang pariwisata karena sangat berpotensi. Sektor pariwisata sesungguhnya merupakan sektor yang sangat potensial dan mempunyai prospek pengembangan di Kabupaten Toraja Utara. Namun, sektor tersebut belum mendapat perhatian yang sungguhsungguh, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Hal tersebut dapat diamati dari adanya berbagai potensi wisata yang ada, baik wisata budaya maupun wisata alam yang belum “disentuh” atau dikembangkan. Padahal sektor pariwisata dapat menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah daerah dan masyarakat. Berikut data sekunder beberapa destinasi pariwisata yang tidak tersentuh atau dikembangkan dengan baik.
2
Tabel I.1 Lokasi Wisata Kabupaten Toraja Utara No 1 2
3 4 5 6
7
8 9
10
11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21
Lokasi Wisata Marante Tondon Tongka Tallunglipu
Potensi Wisata - Tongkonan ,liang pa’erong, tau-tau -
Buntu Pune Rindingbatu Mata Kanan Pangala Tanete Pangala Patane Pong Masangka Sesean Pedamaran Bokin
-
Nanggala Lombok Parinding Sesean Dende’, Dende Piongan Napo Rantewai Balusu Rante Tendan Balusu Tondon Balusu To’ Tarra’ Balusu Bunian Bulawan Balusu To’ Sarira Balusu To’dayan Balusu Buntu Tondon Balusu Tamiam Baruppu Ponglamba Baruppu Benteng Batu Baruppu
-
Tongkonan, gua alam, sumur alam, rante, kuburan bayi, panorama alam, gua, benteng, patung dan kuburan. Tongkonan,liang paa’ dan patane
-
Air panas alam dan panorama alam yang sangat cocok untuk pencinta lingkungan/alam Tongkonan
-
Patane dan tau-tau dari batu
-
-
Hamparan perkebunan dan pemrosesan kopi arabika, hutan wisata dan panorama alam yang cocok untuk berbagai kalangan, utamanya pencinta alam/penikmat keindahan alam. Hutan wisata dan panorama alam
-
Liang Lo’ko dan Erong
-
Mummi
-
Banua Tongkonan
-
Rante Tongkonan
-
Liang Paa’ dan Erong
-
Gua alam dan Pekuburan
-
Liang Paa’
-
Banua Tongkonan
-
Liang Pia
-
Liang Pia’ dan Mentiro Tasik (keindahan alamlaut Teluk Bone) Liang Lo’ko dan panorama alam
-
Erong dan liang paa’
-
Benteng pertahanan pahlawan Pongtiku
(Sumber : Hasil Survei Lapangan September 2010 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara)
3
Salah satu program Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yakni pengembangan daerah tujuan wisata ternyata tidak efektif dan tidak mampu mengatasi masalah yang hingga kini belum dapat terselesaikan dengan baik. Ada banyak permasalahan yang ditemui, dimana keberadaan dari objek Wisata tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari masyarakat setempat, sebagian besar area wisata jauh dan bahkan tidak terjangkau dari akses transportasi, sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat apalagi wisatawan luar. Sebagian besar objek pariwisata juga tidak mendapat perhatian dari pemerintah setempat dan dalam proses pembangunannya pun tidak memperhatikan aspirasi dari masyarakat, hal ini kemudian membuat masyarakat kurang memedulikannya, bahkan tidak mendukung. Disamping itu sistem pemasaran yang kurang luas atau bahkan tidak tepat sasaran. Tidak hanya hal tersebut di atas yang jadi masalah, tetapi juga Sumber Daya Manusia (SDM) yang mengelola kurang berkompeten dalam masalah pariwisata. Sebagai data awal yaitu hasil diskusi awal dengan Bappeda, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, pengelola obyek wisata, anggota PHRI, kuesioner kepariwisataan yang diisi oleh responden yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan, jenis kelamin dalam rangka penyusunan RIPPDA Toraja Utara ini, ditemukan beberapa permasalahan umum yang dihadapi oleh hampir di seluruh instansi di Toraja Utara, antara lain keterbatasan dana, kualitas SDM masih rendah sarana dan prasarana penunjang belum memadai, aksesibilitas, peran serta dan apresiasi masyarakat dalam perencanaan dan pengembangan berbagai bidang masih rendah.
4
Bertolak pada Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (pasal 1 ayat 3) yang menjelaskan bahwa Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Maka dengan demikian, seharusnya pihak-pihak yang disebutkan di atas memberikan perhatian yang lebih terhadap Pariwisata, baik itu dukungan fasilitas maupun layanan terhadap wisatawan. Lebih jelas lagi dalam pasal 30, pemerinah daerah/kota diberikan wewenang dalam menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota; menetapkan destinasi (daerah tujuan wisata)
pariwisata
kabupaten/kota;
menetapkan
daya
tarik
wisata
kabupaten/kota; melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata; mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di wilayahnya; memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya; memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru. Mengingat pariwisata selalu memberikan manfaat yang baik dalam pemenuhan kebutuhan, penyerapan tenaga kerja, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nasional serta pendapatan daerah, maka perlu perencanaan-perencanaan yang sifatnya strategis (James Spillane, 1987, dalam Pariwisata Indonesia : Sejarah dan Prospeknya). Berdasarkan UU No. 25 tahun 2004, sangat jelas menjelaskan mengenai tugas pokok dan fungsi Dinas dalam mengatur strategi dan arah kebijakan, terlebih pelaksanaan dari rencana strategi tersebut. Dalam pelaksanaan perencanaan strategis yang dilalui oleh Dinas belum maksimal.
5
Dari masalah yang ada sangat nampak perencanaan belum menerapkan secara maksimal proses dan mekanisme perencanaan yang bernuansa Bottom Up Planning dan berbagai perkembangan yang ada dalam kehidupan masyarakat. Dalam rangka itulah, Rencana Strategis (Renstra) diperlukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memiliki acuan, pedoman dan penuntun dalam mengembangkan kapasitas kelembagaan (Capacity Building), bertekad dan berusaha sungguh-sungguh untuk mengelolah dan mengembangkan seluruh potensi yang ada, mengembangkan akuntabilitas publik, mendorong partisipasi
masyarakat
merupakan
sumber
keuangan
daerah
dan
sebagainya, yang amat diperlukan dalam optimalisasi penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah. Berdasarkan uraian di atas, penulis kemudian tertarik melakukan penelitian dengan judul : “PELAKSANAAN RENCANA STRATEGI BIDANG PARIWISATA DINAS
KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN
TORAJA
UTARA”. I. 2. Rumusan Masalah Perencanaan strategis merupakan langkah awal untuk melakukan pengukuran kinerja instansi pemerintah dan merupakan pedoman yang sangat penting dalam melaksanakan pembangunan dimana dalam rumusan tersebut harus senantiasa memperhatikan karakteristik dan potensi daerah
6
yang ada, serta aspirasi dan kebutuhan masyarakat juga harus menjadi prioritas utama dalam perencanaan strategi. Untuk memperlancar proses pelaksanaan strategi, tentu saja dituntut pengembangan di segala bidang baik dari segi aparat lembaga maupun partisipasi masyarakat itu sendiri. Namun, fenomena yang terjadi pada Kabupaten Toraja Utara masih ditemukan masalah yang dihadapi oleh Bidang Pariwisata dalam menjalankan tugas dan wewenang. Secara spesifik permasalahan
dirumuskan
sebagai
berikut
“Mengapa
Pelaksanaan
Rencana Strategis Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara tidak maksimal” I. 3.Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan Pelaksanaan Rencana Strategis Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara. I. 4. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Akademis Diharapkan
agar
hasil
penelitian
dapat
menjadi
bahan
perbandingan untuk penelitian yang berhubungan dengan perencanaan strategis dan dapat menjadi proses untuk mengembangkan cakrawala berpikir yang telah diperoleh dibangku kuliah.
7
2. Kegunaan Praksis Diharapkan agar dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah Kabupaten Toraja Utara, para perencana dan pengelola kegiatan pariwisata di daerah ini dalam upaya pengembangan sektor pariwisata.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1. Konsep Perencanaan 1. Pengertian Perencanaan Sebuah rencana pada dasarnya merupakan sekumpulan dugaandugaan tentang masa depan karena penetapan prioritas-prioritas memerlukan perkiraan yang tak tentu mengenai kemungkinan hasil-hasilnya, manfaatmanfaat dan biaya-biayanya. Tak ada formula untuk meramalkan masa depan; yang terbaik yang bisa kita lakukan untuk mencari persamaanpersamaan di masa lampau. Meskipun seandainya masa depan bisa diramalkan, perencanaan tetap rumit dengan tak adanya tujuan yang satu dan tetap. Rencana merupakan alat pengkoordinasian yang baik. Perencanaan adalah
dimana
proses
manajemen
memutuskan
tujuan
dan
cara
mencapainya. Sebelum manajer dapat mengorganisasi, mengarahkan atau mengawasi, mereka harus membuat rencana yang memberikan tujuan dan arah organisasi. Dalam manajemen, perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain pengorganisasian, pengarahan dan pengontrolan tak akan dapat berjalan. Perencanaan dapat berarti hal yang berbeda buat orang yang berbeda. Bagi orang yang tak memiliki profesi tertentu, perencanaan dapat berarti suatu
9
kegiatan khusus yang memerlukan keahlian tertentu, sifatnya cukup rumit, banyak menguras tenaga dan pikiran, serta membutuhkan waktu yang lama dalam penyusunannya. Akan tetapi,bagi orang lain perencaan dapat berarti suatu pekerjaan sehari-hari, tidak rumit, bahkan bisa saja orang tersebut tidak menyadari bahwa dia telah melakukan perencanaan (Robinson Tarigan,2005) Rencana dapat berupa rencana informal dan rencana formal. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan. (Skripsi Marsuki, 2006) Perencanaan juga merupakan fungsi dasar atau fungsi fundamental manajemen yang ditunjukan pada masa depan yang penuh ketidakpastian. Oleh
karena
itu
setiap
instansi/perusahaan
harus
mempunyai
satu
perencanaan yang matang dalam mencapai tujuannya. Menurut G. R. Terry (1972;35) memberikan definisi perencanaan sebagai berikut: “perencanaan adalah memilih dan mengubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diperlukan.”
10
Dari pengertian di atas digambarkan bahwa perencanaan dihubungkan dengan masalah memilih tujuan dan cara terbaik untuk mencapai tujuan. Pendapat lain mengatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses. Gurt N Jone, mendefinisikan perencanaan dalam bukunya Suwarno Handoyoningrat (1988:126) mengatakan bahwa : “perencanaan adalah proses pemilihan dan pengembangan dari tindakan yang paling baik dan menguntungkan untuk mencapai tujuan.” Menurut
Conyers
dan
Hills
(1994)
dalam
Arsyad
(1999:19),
perencanaan adalah “suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusankeputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang” Berdasarkan definisi di atas, Arsyad (1999) berpendapat ada empat elemen dasar perencanaan, yaitu : 1. Merencanakan berarti memilih 2. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya 3. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan 4. Perencanaan berorientasi ke masa depan. Siagian (1989 : 50) berpendapat bahwa : “perencanaan merupakan usaha sadar dan pengambilan keputusan yang telah diperhitungkan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan di dalam dan oleh suatu organisasi dalam pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”. Dari batasan tersebut terkandung pemikiran bahwa perencanaan tidak lahir dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil pemikiran yang bersumber
11
pada hasil penelitian dan juga perencanaan merupakan ramalan ke masa depan, sehingga mempermudah usaha yang akan dilakukan di dalam mencapai tujuan. Berdasarkan pendapat ahli yang diungkapkan di atas jelas bahwa perencanaan dianggap
suatu proses, dianggap sebagai suatu fungsi dan
dianggap sebagai suatu keputusan, atau pemilihan alternatif untuk mencapai tujuan. Perencanaan terdiri dari dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan rencana itu sendiri (plan). 1. Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu, grup atau seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu manajemen
membuat
keputusan
dan
membuat
kriteria
untuk
mengukur suatu pekerjaan. Sasaran dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sasaran yang dinyatakan (stated goals) dan sasaran riil. Stated goals adalah sasaran yang dinyatakan organisasi kepada masyarakat luas. Sasaran seperti ini dapat dilihat di piagam perusahaan/organisasi, laporan tahunan, pengumuman humas, atau pernyataan publik yang dibuat oleh manajemen. Seringkali stated goals ini bertentangan dengan kenyataan yang ada dan dibuat hanya untuk memenuhi tuntutan stakeholders perusahaan. Sedangkan sasaran riil adalah sasaran yang benar-benar diinginkan oleh perusahaan/organisasi. Sasaran riil hanya dapat diketahui dari tindakan-tindakan organisasi beserta anggotanya.
12
Ada dua pendekatan utama yang dapat digunakan organisasi untuk mencapai sasarannya. a. Pendekatan Tradisional Pada pendekatan ini, manajer puncak memberikan sasaransasaran umum, yang kemudian diturunkan oleh bawahannya menjadi sub-tujuan (subgoals) yang lebih terperinci. Bawahannya itu kemudian menurunkannya lagi kepada bawahan berikutnya, dan seterusnya hingga mencapai tingkat bawah. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa manajer puncak adalah orang yang tahu segalanya
karena
mereka
telah
melihat
gambaran
besar
perusahaan. Kesulitan utama terjadi pada proses penerjemahan sasaran atasan oleh bawahan. b. Pendekatan Management by Objektive (MBO) Pada pendekatan ini, sasaran dan tujuan organisasi tidak ditentukan oleh manajer puncak saja, tetapi juga oleh karyawan. Manajer dan karyawan bersama-sama membuat sasaran-sasaran yang ingin mereka capai. Dengan demikian, karyawan akan merasa dihargai sehingga produktivitas mereka akan meningkat. Namun ada beberapa kelemahan dalam pendekatan MBO. Pertama, negosiasi dan pembuatan keputusan dalam pendekatan MBO membutuhkan banyak waktu, sehingga kurang cocok bila diterapkan pada lingkungan bisnis yang sangat dinamis. Kedua, adanya kecenderungan karyawan untuk bekerja memenuhi sasarannya tanpa memedulikan rekan sekerjanya, sehingga kerjasama tim berkurang.
13
2. Rencana atau plan adalah dokumen yang digunakan sebagai skema untuk mencapa tujuan. Rencana biasanya mencakup alokasi sumber daya
dan
tindakan-tindakan
penting
lainnya.
Rencana
dibagi
berdasarkan cakupan, jangka waktu, kekhususan dan frekuensi penggunaannya. Berdasarkan cakupannya, rencana dibagi menjadi rencana strategi dan rencana operasional. Rencana strategis adalah rencana umum yang berlaku di seluruh lapisan organisasi, sedangkan rencana operasional adalah rencana-rencana yang mengatur kegiatan sehari-hari anggota organisasi. Berdasarkan jangka waktunya, rencana dapat dibagi menjadi rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek. Rencana jangka panjang umumnya didefinisikan sebagai rencana dengan jangka waktu tiga tahun, rencana jangka pendek adalah rencana yang memiliki jangka waktu satu tahun. Sementara rencana yang berada di antara keduanya dikatakan memiliki intermediate time frame. Menurut kekhususannya, rencana dibagi menjadi rencana direksional dan rencana spesifik. Rencana Direksional adalah rencana yang hanya memberikan guidelines secara umum, tidak mendetail. Terakhir, berdasarkan frekuensinya penggunanaannya rencana dibagi menjadi dua, yaitu single use dan standing. Single use plan adalah rencana yang didesain untuk dilaksanakan satu kali saja. Sedangkan standing plans adalah rencana yang berjalan selama perusahaan/organsiasi tersebut berdiri, yang termasuk di dalamnya adalah prosedur, peraturan, kebijakan dan lain-lain.
14
2. Fungsi, Tujuan dan Manfaat Perencanaan Penyelenggaraan program dan proyek pembangunan tentunya harus dilakukan dengan suatu perencanaan yang matang, sehingga dapat memperkecil pemborosan sumber-sumber, hal ini sesuai yang dikemukakan oleh H. Siagian (1987 : 34) bahwa : ”Agar pembangunan dapat berhasil dengan lebih baik dibutuhkan perencanaan. Sebab dengan perencanaan berfungsi sebagai pedoman kerja, dapat memusatkan perhatian dan tindakan, sehingga dapat mengurangi pemborosan. Perencanaan dapat menjadi penghubung antara masa kini dan masa yang akan datang, yang memungkinkan penggunaan sumber-sumber sebaik mungkin dalam mengabdi kepada tujuan yang diinginkan”. Abdurahman (1987 : 33) mengatakan bahwa tujuan perencanaan adalah “supaya manajemen berhasil dengan kebijakasanaan yang telah ditentukan” Siswojoherdjodiputro (1978 : 8) menyatakan bahwa : “Adapun tujuan utama daripada perencanaan adalah obyektif. Termasuk pula perencanaan adalah metode-metode dan prosedurprosedur untuk menilai input dan output untuk merinci secara statistik sifat dari keadaan mendatang” Menurut Stephen Robbins dan Mary Coulter dalam Skripsi Amelia (2010:36), ada beberapa tujuan perencanaan, yaitu : 1. Untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun karyawan nonmanajerial. Dengan rencana, karyawan dapat mengetahui apa yang mereka harus capai, dengan siapa mereka harus bekerja sama, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa rencana, departemen dan individual akan bekerja sendiri-sendiri secara sembarangan, segingga kerja organisasi kurang efesien. 15
2. Untuk
mengurangi
ketidakpastian.
Ketika
seorang
manajer
membuat rencana, ia dipaksa untuk melihat jauh ke depan, meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan menyusun rencana untuk menghadapinya. 3. Untuk meminimalisir pemborosan. Dengan kerja yang terarah dan terencana, karyawan dapat bekerja lebih efesien dan mengurangi pemborosan. Selain itu, dengan rencana seorang manajer juga dapat mengidentifikasi dan menghapus hal-hal yang dapat menimbulkan inefesiensi dalam perusahaan/organisasi. Untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu proses pengontrolan dan pengevaluasian. Proses
pengevaluasian
atau
evaluating
adalah
proses
membandingkan rencana dengan kenyataan yang ada. Tanpa adanya rencana, manajer tidak akan dapat menilai kinerja perusahaan/organisasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan perencanaan adalah mempermudah upaya pencapaian hasil yang diharapkan, menetapkan pemilihan berbagai alternatif, memperjelas kegiatan, menentukan metode oprasional dalam meramalkan keadaan yang akan datang dan menciptakan keterpaduan, keseimbangan sumber dana dan daya/tenaga. Selanjutnya, Firman B. Aji (1984 : 25) menyatakan bahwa banyak juga manfaat yang diperoleh dengan adanya perencanaan, yaitu : 1. Terhindar pemborosan waktu, uang dan tenaga 2. Dimungkinkan dilakukan pemulihan dari berbagai alternatif-alternatif
16
3. Dimungkinkan perubahan-perubahan yang perlu 4. Dimungkinkan evaluasi terhadap tindakan yang dilaksanakan karena tujuan dan cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Bryson dalam bukunya “Perencanaan Strategis bagi organisasi sosial” manfaat dari perencanaan strategis adalah : a) Membantu organisasi berpikir secara strategis dan mengembangkan strategi-strategi yang efektif b) Memperjelas arah masa depan c) Menciptakan prioritas d) Membuat keputusan sekarang dengan mengingat konsekuensi masa depan e) Mengembangkan landasan yang koheren dan kokoh bagi pembuatan keputusan f)
Membantu menggunakan keleluasaan yang maksimum dalam bidangbidang yang berada dibawah kontrol organisasi
g) Membantu membuat keputusan yang melintasi tingkat dan fungsi h) Memecahkan masalah utama bagi organisasi i)
Memperbaiki kinerja organisasi
j)
Membantu menangani keadaan yang berubah dengan cepat secara efektif
k) Membangun kerja kelompok dan keahlian. Meski perencanaan strategis dapat memberikan seluruh manfaat diatas, tidak ada jaminan semuanya akan tersedia. Karena satu hal, perencanaan strategis hanyalah kumpulan konsep, prosedur dan alat.
17
3. Unsur-Unsur Perencanaan Lebih lanjut Sarwoto (1981 : 67) unsur-unsur dalam Pembangunan secara umum adalah sebagai berikut : 1. Unsur tujuan (tujuan-tujuan obyektif) yaitu perumusan yang telah jelas dan terperinci mengenai tujuan yang telah ditetapkan untuk dicapai 2. Unsur kebijaksanaan (unsure policy) yaitu metode atau cara untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai 3. Unsur prosedur, meliputi pembagian tugas serta hubungannya (vertical dan horizontal) antara masing-masing anggota kelompok secara terperinci 4. Unsur progress (kemajuan) dalam planning dari ini ditentukan standar-standar mengenai segala sesuatu yang akan dicapai 5. Unsur program, dalam unsur ini tidak hanya menyimpulkan planning keseluruhannya, sehingga merupakan kesatuan rencana, melainkan juga dalam rangka perencanaan seluruhnya itu harus menyusun secara urutan-urutan dari pentingnya macam-macam proyek atau rencana kerja dari planning itu. Dengan unsur-unsur perencanaan yang dijadikan sebaga pedoman maka dapat diketahui mengenai cara atau metode pembagian tugas dan batas kegiatan dalam pelaksanaan rencana kerja. Dalam pelaksanaan rencana, masalah stabilitas perlu mendapat perhatian karena tanpa stabilitas pelaksanaan rencana tidak mungkin akan terlaksana dengan baik. 4. Prosedur Perencanaan Selanjutnya menurut Widjaja (1989 : 49) mengemukakan bahwa : 18
“Suatu perencanaan tentunya memiliki prosedur dimana proses ini terdiri dari unsur-unsur tinjauan keadaan dalam masyarakat, penetapan tujuan, penyusunan program kerja dan biaya, pelaksanaan rencana sampai kepada pengawasan/penelitian. Untuk memperoleh hasil yang baik faktor manusia mempunyai peranan yang sangat penting karena selain sebagai pemikir juga sekaligus sebagai pelaksana rencana itu”. Prosedur Penyusunan rencana secara umum digambarkan sebagi berikut : 1. Mengadakan penelitian pendahuluan untuk mengetahui kondisi dan situasi dalam masyarakat; 2. Penetapan tujuan rencana pembangunan. Penentuan tujan ini tergantung dari pilihan nasional yang didasarkan pada kondisi serta nilai-nilai yang dianut dalam bidang poitik, ekonomi dan social masyarakat yang bersangkutan; 3. Penyusunan program rencana;dalam tahap ini diadakan perumusan lebih terperinci mengenai tujuan yang hendak dicapai, perincian jadwal
pembiayaan
penentuan
lembaga-lembaga
mana
yang
melakukan program-program pembangunan; 4. Tahap pelaksanaan rencana; dalam pelaksanaan rencana perlu didasari oleh setiap sektor agar bekerja secara serasi dan konsisten dan jika terjadi perubahan maka sebaiknya diberi kemungkinankemungkinan atau kesempatan untuk mengadakan penyesuaian; 5. Mengadakan pengawasan atau pelaksanaan rencana, baik secara langsung yaitu pengawasan yang dilakukan selama pekerjaan brlangsung,
sedangkan
pengawasan
tidak
langsung
yaitu
pengawasan yang dilakukan terhadap hasil akhir dari pekerjaan
19
untuk mengetahuai apakah hasil yang diperoleh sesuai dengan rencana atau tidak. Dalam penyusunan rencana handaknya dapat dilakukan koordinasi pada tiap-tiap tahapan sebab jika tidak maka akan terjadi kelemahan dalam informasi, yang dapat mengakibatkan ksalahan dalam penyusunan rencana yang akhirnya mengakibatkan kegagalan pelaksanaan. Karena itu dalam menyusun suatu rencana kegiatan perlu data dan sumber-sumber yang ada sehingga dapat membuat perkiraan keadaan dimasa yang akan datang. Dengan demikian akan diperoleh suatau perencanaan yang memiliki arah dan tujuan yang pasti. II. 2. Konsep Strategi Strategi pertama kali digunakan dalam dunia militer, sedangkan organisasi baru mulai mengadopsinya pada pertengahan tahun 60 – 70an. Salah satu alasan mengapa pentingnya mempelajari strategi adalah strategi sebagai suatu kerangka kerja (frame work) dapat digunakan untuk menyelesaikan setiap masalah yang ada dalam suatu organisasi atau perusahaan, terutama yang berkaitan dengan persaingan guna memahami konsep strategi terkait dengan penelitian ini, maka berikut beberapa definisi mengenai strategi. Dalam suatu organisasi profit maupun non profit, strategi memegang peranan yang sangat penting. Dimana sategi merupakam alat untuk mencapai tujuan yang dtetapkan oleh organisasi.
20
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani “Strategos” (Stratos = militer dan ag = memimpin) yang berarti “generalship” atau sesuatu yang dikerjakan oleh para Jenderal perang dalam membuat rencana untuk memenangkan perang. Konsep ini relevan dengan situasi pada zaman dahulu yang diwarnai perang, dimana Jenderal dibutuhkan untuk memimpin suatu perang (http.Wikipedia.com) Untuk melihat apakah strategi yang telah ditentukan tepat atau tidak, baik pada tingkat organisasi maupun bisnis yang ditangani, tidak hanya terletak pada akuratnya analisis strategik yang dilakukan dan tepatnya pilihan yang dijatuhkan pada satu alternatif yang diperkirakan akan mendukung keseluruhan upaya untuk mencapai tujuan dan berbagai sasaran serta mengembang misi yang telah ditentukan, melainkan terutama dan
pada
analisis
terakhir
terjadi
pada
waktu
strategi
tersebut
diimplementasikan. (Sondang Siagian, 2005 ; 198) Pengertian strategi ada beberapa macam sebagaimana dikemukakan oleh para ahli dalam buku karya mereka masing-masing. Bryson (1988;163) dalam bukunya Perencanaan Strategis untuk Organisasi Publik dan Nirlaba, menjelaskan tentang strategi sebagai berikut: "Strategi dapat dipikirkan sebagai suatu pola tujuan, kebijakan, program, tindakan, keputusan, atau alokasi sumber daya yang menunjukkan jati diri suatu organisasi, hal-hal yang dilakukannya, dan alasan melakukan hal-hal tersebut. Dengan demikian, strategi merupakan perluasan dari misi untuk menjembatani antara organisasi tersebut dengan lingkungannya. Strategi umumnya dibuat untuk menanggapi isu strategis, yaitu merupakan garis besar tanggapan organisasi tersebut terhadap pilihan kebijakan yang fundamental. (Bila pendekatan tujuan umum yang dipakai, maka strategi dirumuskan untuk mencapai tujuan tersebut; dan bila pendekatan visi yang dipakai, maka strategi dikembangkan untuk mencapai visi tersebut)."
21
Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat yang terdefenisi strategi yang diantaranya disampaikan oleh Andrew dan Chandler (Salusu :95) mengatakan : “Srategi suatu organisasi adalah konseptualisasi yang diekspresikan oleh pemimpin organisasi tentang (1) sasaran jangka panjang dari organisasi ; (2) kebijaksanaan dan kendala, baik yang dicetuskan oleh pemimpin itu maupun yang diperintahkan oleh atasannya yang justru merintangi kegiatan organisasi ; dan (3) seperangkat rencana yang sedang berjalan mengenai tujuan jangka pendek yang dipandang layak memberikan konstribusi bagi pencapaian sasaran organisasi.” Di sini peranan pemimpin sebagai pembuat keputusan adalah penting karena hanya merekalah sesungguhnya yang akhirnya menetapkan sasaran organisasi, baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Berkaitan dengan pembuatan strategi itu, pada umumnya para ahli manajemen stratejik sependapat bahwa strategi dibuat oleh pejabat tingkat tertinggi dalam organisasi. Mereka melihat strategi itu sebagai seperangkat keputusan penting yang diangkat sebagai suatu
proses pengambilan
keputusan yang sistematis, yang dibuat pada tingkat tertinggi dari suatu organisasi. Adapun defenisi strategi menurut Malayu S.P Hasibuan (1989 : 105) adalah “Strategi pada dasarnya adalah penentuan cara yang harus ditempuh agar kemungkinan memperoleh hasil yang maksimal, efektif dan dalam waktu yang relatif singkat serta tepat menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.” Selanjutnya defenisi strategi menurut Anwar Arifin (1989 : 23) menjelaskan : “Strategi pada dasarnya adalah merupakan suatu kerangka rencana dan tindakan yang disusun dan dipersiapkan dalam suatu rangkaian pertahapan yang masing-masing merupakan jawaban yang optimal 22
terhadap tanggapan-tanggapan baru yang mungkin terjadi sebagai akibat dari langkah sebelumnya dan keseluruhan proses ini terjadi dalam suatu arah tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya,”
Strategi juga digunakan di dunia kemiliteran dalam menghadapi musuh agar dapat memenangkan suatu peperangan/tercapainya suatu tujuan. Strategi itu merupakan rencana dan tindakan terpadu mengenai suatu kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dasar/sasaran khusus dari suatu organisasi. Bukan suatu hal yang mustahil untuk menemukan pernyataanpernyataan tertentu dari pimpinan suatu organisasi yang dipandangnya sebagai suatu kebijaksanaan atau stategi yang akan ditempuh oleh organisasi yang dipimpinnya. Akan tetapi sesungguhnya bila pernyataan itu di kaji secara mandalam akan terlihat bahwa pernyataan-pernyataan tidak memenuhi syarat sebagai sebagai suatu strategi. Agar memenuhi persyaratan sebagai sebuah kebijaksanaan atau strategi, ada empat kriteria yaitu : 1. Strategi sebagai suatu keputusan jangka panjang harus mengandung penjelasan singkat tentang masing-masing komponen dari strategi organisasi yang bersangkutan, dalam arti terlihat kejelasan dari ruang lingkup, pemanfaatan sumber dana dan daya serta keunggulannya 2. Strategi sebagai suatu keputusan jangka panjang yang fundamental sifatnya
harus
memberikan
petunjuk
tentang
bagaimana
kebijaksanaan atau strategi itu akan membawa organisasi lebih cepat dan efektif menuju tercapainya berbagai sasaran orgnasasi.
23
3. Strategi dinyatakan dalam pengertian fungsional dalam arti jelasnya satuan kerja strategis sebagai pelaksana utama kegiatan utama melalui pembagian kerja yang jelas sehingga kemungkinan terjadinya tumpang tindih, saling lempar tanggung jawab. 4. Pernyataan strategis itu harus bersifat spesifik dan tepat dan bukan merupakan pernyataan-pernyataan yang sifatnya umum yang dapat diinterprestasikan dengan berbagai jenis interpresdi tergantung pada selera dan persepsi individual. Menurut Suwarjono dalam bukunya “Manajemen Strategis”, karena strategi adalah suatu alat untuk mencapai tujuan baik yaitu tujuan organisasi atau perusahaan, maka strategi memiliki beberapa sifat antara lain : 1. Menyatu (unifed) ; yaitu menyatukan seluruh bagian-bagian dalam organisasi atau perusahaan. 2. Menyeluruh (comprehensive) ; yaitu mencakup seluruh aspek dalam suatu organisasi atau perusahaan. 3. Integral (integrated) ; yaitu seluruh strategi akan cocok/sesuai dari seluruh tingkatan (corporate, business, and functional) Adapun Hamel dan Prahalad (1995) mengemukakan bahwa : Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategis hampir selalu dimulai dari “apa yang dapat terjadi”, bukan dimulai dari “apa yang terjadi”. Terjadinya kecepatan inovasi
24
pasar baru dan perubahan dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan. Faktor internal dan eksternal juga sangat berpengaruh dalam penentuan strategis organisasi. Hal ini terlihat jelas dari konsep strategi yang diungkapkan oleh Argyris (1985), Mintzberg (1979), Steiner dan Miner (1977) sebagai berikut : strategi merupakan respon secara terus-menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Sangkala mengemukakan : Strategi aktualnya melekat di seluruh aktivitas penting dari perusahaan. Strategi memberikan satu pemahaman akan pentingnya kesatuan arah, tujuan dan juga memfasilitasi perubahan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Untuk memahami makna strategi, paling tidak menurut Arnold Hax dalam Sangkala dapat dipahami dalam eman konsep utama sebagai berikut Pertama, strategi dipahami sebagai satu rangkaian, satu kesatuan, dan pola-pola pengambilan keputusan yang terintegrasi. Kedua, strategi sebagai alat dalam menentukan tujuan perusahaan, dalam pengertian tujuan jangka panjang. Ketiga, strategi sebagai penentu domain daya saing perusahaan yang biasanya menunjuk kepada upaya untuk menjawab pertanyaan apa bisnis kita saat ini dan apa bisnis yang seharusnya kita geluti. Keempat, strategi sebagai suatu bentuk respon terhadap peluang dan tantangan dari luar perusahaan, respon terhadap kekuatan dan kelemahan dari dalam perusahaan untuk mencapai daya saing. Kelima, strategi sebagai sistem yang logis untuk membedakan tugas-tugas manajerial pada tingkatan
25
perusahaan, bisnis dan pada tingkatan fungsional. Keenam, strategi sebagai penentuan kontribusi yang bersifat ekonomi dan non ekonomi dari perusahaan kepada para stakeholdernya. Untuk memperjelas definisi strategi, sebagian kalangan mencoba membedakan strategi dan taktik. Perbedaan yang paling mudah antara keduanya adalah : Saat kita memutuskan apa yang seharusnya kita kerjakan, kita memutuskan sebuah strategi. Sedangkan jika kita memutuskan bagaimana untuk mengerjakan sesuatu itulah yang disebut taktik. Dengan kata lain menurut Ducker, strategi adalah mengerjakan sesuatu yang benar (doing the right things) dan taktik adalah mengerjakan sesuatu dengan benar (doing the Penulis menyimpulkan strategi adalah tindakan yang diambil oleh perusahaan atau organisasi secara terus-menerus guna mencapai tujuan organisasi dan senantiasa memfasilitasi perubahan yang dibutuhkan perusahaan guna mencapai tujuan organisasi. II. 3. Perencanaan Strategis Seperti kita ketahui bahwa tujuan utama dari rencana strategi adalah untuk mengembangkan kesepakatan awal tentang seluruh upaya rencana strategi dan langkah-langkah perencanaan yang utama diantara orang-orang penting pembuat keputusan atau pembuat opini internal dan juga pihak eksternal jika dipandang relevan untuk dilibatkan. Ada beberapa aspek yang memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategi di dalam perencanaan strategi ini.
26
1. Siapakah yang harus memprakarsai rencana strategi? Secara teoritis adalah eksekutif tertinggi pada organisasi yang bersangkutan, tetapi kegiatan ini dapat saja didelegasikan kepada yang lain atau pihak lain yang ditunjuk untuk memberdayakan bawahan. Namun yang jelas suatu perencanaan strategi meminta komitmen tinggi dari pihak pimpinan tertinggi dari organisasi yang direncanakan. Salah satu tugas dalam memprakarsai perencanaan strategi adalah menetapkan secara tepat tentang orang-orang yang penting dalam pembuatan keputusan. Orang-orang ini bisa bersumber dari internal maupun eksternal organisasi. Namun kriterianya adalah pihak yang diakibatkan, harus memiliki informasi yang banyak yang relevan dengan perencanaan strategis yang dilakukan. 2. Bagaimana memulai rencana strategis? Kegiatan ini dapat diawali dengan beberapa aktivitas, seperti pengarahan ahli tentang substansi yang ingin dicapai dalam perencanaan strategis. Selanjutnya dilakukan presentasi kasus oleh wakil-wakil bagian dan stakeholder yang ikut serta dalamperencanaan strategis. Diskusi kasus penting dilakukan untuk memperoleh kesepakatan awal tentang kekuatan, kelemahan dari faktor-faktor internal dak kesepakatan serta ancaman yang dihadapi dari lingkungan eksternal organisasi yang dapat dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT.
27
3. Berapa banyak kesepakatan awal dalam rencana strategi “awal”? Jumlah kesepakatan awal yang dicapai dalam berbagai kegiatan sebelumnya perlu ditegaskan. Meskipun jumlah ini tidak bersifat kekal, karena terdapat kemungkinan masih ada aspek penting yang belum tercakup dalam kesepakatan yang telah dilakukan. Dalam perencanaan strategis dari suatu organisasi, manajemen puncak harus terlibat secara aktif. Hal ini karena manajemen puncak yang dari posisinya di tempat yang tinggi, mempunyai visi yang diperlukan untuk mempertimbangkan semua aspek organisasi, komitmen manajemen puncak diperlukan untuk menimbulkan dan mendukung komitmen pada tingkat yang lebih rendah. Rencana strategi membantu para manajer untuk meningkatkan kemampuan manajerialnya, juga membantu mereka dan stafnya sehingga dapat lebih mudah menanggapi berbagai peristiwa dengan cepat dan tepat. Konsep perencaan strategi dikemukakan oleh Olsen dan Eadie (1982:4) mengatakan bahwa : “perencanaan strategi sebagai upaya yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi, apa yang dikerjakan organisasi dan mengapa organisasi mengerjakan hal seperti itu” Pernyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa perencanaan dapat memfasilitasi komunikasi dan partisipasi, mengakomodasi kepentingan dan nilai yang berbeda, dan membantu pembuat keputusan secara tertib maupun keberhasilan implementasi keputusan. Menurut Stonner dan Wenkel (1986:175) mengemukakan lima karakteristik perencanaan strategi yakni :
28
1. Berkaitan dengan pertanyaan dasar dan memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut 2. Memberikan kerangka untuk perencanaan yang lebih terinci dan untuk pengambilan keputusan sehai-hari 3. Menyangkut
kurun
waktu
yang
lebih
lama
dari
pada
jenis
perencanaan lainnya 4. Membantu memusatkan energi dan sumber daya organisasi pada kegiatan yang menyangkut prioritas tinggi. 5. Merupakan aktivitas dimana manajemen puncak harus secara efektif terlibat. Menurut
Bryson
dalam
bukunya
Perencanaan
Strategi
Bagi
Organisasi Sosial (2007:5) “Perencanaan strategi sebagai upaya yang di disiplinkan untuk membuat keputsan dan tindakan penting mementuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi, apa yang dikerjakan orgnisasi, dan mengapa organisasi menegerjakan hal seperti itu” Bryson menyebutkan tahapan dalam proses Perencanaan Strategis pada organisasi sosial atau nonprofit dengan delapan langkah sebagai berikut :
29
Proses perencanaan strategi menurut bryson
30
II. 4. Pelaksanaan Strategi Pelaksanaan berasal dari kata “laksana” yang berarti buatan, sifat tanda, kemudian mendapat awalan “pe” dan akhran “an” yang berfungsi membentuk kata benda menjadi “pelaksanaan”. Dalam kamus bahasa Indonesia yang disusun oleh Poewadarminta (1976;553) dalam bukunya Kamus Bahasa Indonesia diberikan batasan mengenai pelaksana dan pelaksanaan sebagai; “Pelaksana adalah orang-orang yang mengerjakan atau melaksanakan rencana yang telah disusun, sedangkan pelaksanaan adalah perihal perbuatan usaha atau pelaksanaan rancangan”.
Kata pelaksanaan juga memiliki makna kata yang sama dengan kata implementasi, lebih lanjut Syukur Abdullah (1987:09) dalam bukunya Konsep
Pendekatan
dan
Relevansinya
dalam
Pembangunan
mengemukakan; “Implementasi adalah suatu proses rangkaian kegitan tindak lanjut setelah sebuah rencana dan kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah yang strategi maupun yang oprasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu kegiatan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula”.
Menurut Higgins yang dikutip oleh J. Salusu (1996:409), dalam bukunya Pengambilan Keputusan Strategis mengatakan bahwa. “Implemantasi merupakan rangkuman dari berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya manusia menggunakan daya lain untuk mencapai sasaran dari strategi. Kegiatan itu menyentuh semua jajaran manajemen mulai dari manajemen puncak sampai pada karyawan lini paling bawah”. Dalam kamus Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab, (1997:64) dalam bukunya Analisis Kebijaksanaan dikemukakan bahwa;
31
“Pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implementasi” (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; practical effec to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan : menimbulkan dampak/berakibat sesuatu)”.
Dari definisi di atas menunjukan bahwa implementasi atau pelaksanaan merupakan aspek operasional dari rencana atau penerapan berbagai
program
yang
telah
disusun
sebelumnya,
mulai
dari
penetapannya pada hasil akhir yang dicapai sebagai tujuan semula. Untuk melihat apakah strategi yang telah di tentukan tepat atau tidak, baik pada tingkat organisasi atau bisnis yang ditangani, tidak hanya terletak pada tepatnya pilihan yang yang dijatuhkan pada satu alternatif yang diperkirakan akan mendukung keseluruhan upaya untuk mencapai tujuan dan berbagai sasaran serta mengembangkan misi yang telah ditentukan, juga tidak hanya terletak pada akuratnya analisis strategi yang dilakukan, melainkan terutama pada analisis terakhir terjadi pada waktu strategi tersebut diimplementasikan. (Sondang Siagian, 2005 ; 198). Selanjutnya Sondang Siagian membagi tiga tahap yang penting dalam implementasi strategi, yaitu : 1. Mengidentifikasi sasaran tahunan yang berperan sebagai pemandupemandu dalam proses implementasi karena merupakan rincian sasaran jangka pendek yang spesifik diangkat dari sasaran jangka panjang 2. Merumuskan
strategi
dalam
berbagai
bidang
nasional
yang
merupakan terjemahan strategi dasar pada tingkat satuan bisnis yang dikelolah menjadi rencana aksi bagi bagian-bagian satuan bisnis yang bersangkutan
32
3. Merumuskan dan mengkomuniksikan berbagai kebijaksanaan untuk digunakan sebagai penuntun bagi para manajer oprasional beserta para bawahan dalam pengambilan berbagai keputusan oprasional, dalam rangka implementasi berbagai strategi yang telah ditetapkan oleh manajemen pada tingkat yang lebih tinggi, termasuk manajemen puncak Sejalan dengan itu, dapat dikatakan bahwa rencana adalah 20% keberhasilan
adalah
60%,
20%
sisanya
adalah
bagaimana
kita
mengendalikan implementasi. Implementasi adalah hal yang paling berat, karena disini masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan. Selain itu, ancaman utama adalah konsistensi implementasi (Rian Nugroho,2006;119) Jadi dapat dikatakan bahwa implementasi adalah operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai sasaran tertentu. Sifat dari suatu implementasi adalah tidak dapat beroperasi tanpa adanya faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang selalu mempengaruhinya. Faktorfaktor ini harus dikendalikan secara baik (Salusu, 1996;409) Setiap keputusan stratejik, setiap stratejik, menuntut pelaksanaan. Tanpa pelaksanaan, ia tidak mempunyai arti apa-apa. Pelaksanaan suatu strategi adalah suatu yang sangat peka, menuntut kehati-hatian, dan bahkan pada saat penyusunan alternatif dilakukan, sudah harus dipertanyakan, bagaimana melaksanakan setiap alternatif itu. Hal itu terutama disinggung ketika para manajemen tingkat atas membicarakan tentang konsekuensikonsekuensi yang diperkirakan akan timbul andaikata alternatif itu
33
dilaksanakan. Pelaksanaan itu mencakup kegiatan dan tindakan dan seringkali juga tanpa bertindak. Sifatnya adalah tidak dapat beroperasi tanpa adanya faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya dan faktor yang dimaksud harus dikendalikan secara baik. Apabila strategi itu merupakan hasil keputusan stratejik yang inkrimental maka pelaksanaannya mungkin tidak banyak menimbulkan masalah, tetapi kalau merupakan keputusan yang baru sama sekali, apalagi kalau
berupa
“keputusan
gempa
bumi”
maka
implementasi
atau
pelaksanaannya tidak akan begitu mudah. Para pelaksana hanya mungkin dapat mengimplementasikan strategi yang baru itu apabila mereka dapat memahaminya, mengerti, dan mengetahui bagaimana melaksanakannya sehingga tidak meleset dari keinginan para pembuat keputusan tingkat atas. Semua kepentingan, baik kepentingan tingkat atas maupun kepentingan berkeping-keping dari para karyawan, haruslah dipertemukan saat peralihan itu sehingga pada akhirnya yang harus dimenangkan adalah kepentingan organisasi. Untuk menjamin bahwa strategi baru itu akan berhasil, diperlukan kebijaksanaan organisasi yang akan menyiapkan semua fasilitas yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul selama pelaksanaan. Kebijaksanaan itu berkaitan dengan pedoman pelaksanaan, metode kerja, prosedur, peraturan-peraturan, formulir-formulir, dan segala sesuatu yang diperlukan untuk memberikan dorongan dan motivasi bagi karyawan dalam menyukseskan sasaran organisasi. Kebijaksanaan itu mengatur batas-batas apa yang dapat dan yang tidak dapat dikerjakan, tindakan-tindakan administratif mana yang boleh dan tidak boleh dijalankan. 34
Denagn
kata
lain
tindakan
independen
yang
berarti
memelihara
ketergantungan satu pada yang lain, memperkecil keputusan-keputusan zigzag dan praktek-praktek yang kontradiktif. Masalah perekrutan tenaga ahli yang dibutuhkan, dimasukkan pula dalam kebijaksanaan tersebut. Di dalam organisasi yang tidak menggunakan pendekatan manajemen stratejik, masalah perekrutan dan alokasi sumber daya sering menjadi bagian dari kebijaksanaan tersendiri, yang bisanya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas politik. Bagaimanapun cara yang ditempuh dalam sistem perekrutan dan alokasi sumber daya belum akan mampu memberi jaminan implementasi yang sukses dari suatu strategi. Dalam penelitiannya terhadap hampir seratus presiden dan manajer divisi perusahaan, Alexander (1991) mencoba mengungkap beberapa masalah yang sering dijumpai dalam melaksanakan suatu strategi (Salusu, 1996). Masalah yang paling sering timbul adalah jangka waktu pelaksanaan. Jangka waktu pelaksanaan ternyata jauh lebih lama daripada yang direncanakan karena timbul banyak masalah baru yang tidak diantisipasi, tidak diprediksi sebelumnya. Sementara itu selama pelaksanaan, koordinasi tidak berjalan secara efektif, apalagi banyak karyawan atau pegawai yang tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk melaksanakan kewajiban. Pada saat analisis SWOT dilakukan, masalah yang berkaitan dengan faktor
eksternal
telah
banyak
dibicarakan.
Namun
pada
saat
pelaksanaannya faktor itu banyak sekali dilupakan dan kurang dikontrol. Akibatnya adalah aktivitas organisasi kadang-kadang terpengaruh oleh
35
faktor eksternal yang tak terkendali itu sehingga hasil yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan. Menurut Bryson dalam Skripsi Marzuki (2006 : 10) langkah pertama untuk mengimplementasikan strategi yang telah ditetapkan adalah membuat perencanaan strategik. Inti dari apa yang ingin dilakukan
pada
tahapan
ini
adalah
bagaimana
membuat
rencana
pencapaian (sasaran) dan rencana kegiatan (program dan anggaran) yang benar-benar sesuai dengan arahan (misi-visi-goal) dan strategi yang telah ditetapkan organisasi. Program berisi tahapan-tahapan kegiatan yang merupakan urutan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencapai sasaran strategik (the step-by step sequence of actions). Sedangkan dalam rumusan anggaran berisi rencana kegiatan/program (biasanya tahunan) yang disertai taksiran sumber daya
yang
diperlukan
untuk
menjalankan
semua
kegiatan
yang
direncanakan. Selain itu juga ditunjuk orang yang bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana-rencana kegiatan. 1) Program Program adalah pernyataan aktivitas-aktivitas atau langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan perencanaan sekali pakai. Program melibatkan restrukturisasi organisasi, perubahan budaya internal organisasi, atau awal dari suatu usaha penelitian baru. 2) Anggaran Anggaran adalah program yang dinyatakan dalam bentuk satuan uang, setiap program akan dinyatakan secara rinci dalam biaya, yang dapat digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan
36
mengendalikan. Anggaran tidak hanya memberikan perencanaan rinci dari strategi baru dalam tindakan, tetapi juga menentukan dengan laporan keuangan performa yang menunjukkan pengaruh yang diharapkan dari kondisi keuangan organisasi. 3) Prosedur Prosedur yang kadang disebut Standard Operating System (SOP). Prosedur adalah sistem langkah-langkah atau teknik-teknik yang berurutan yang menggambarkan secara rinci bagaimana suatu tugas atau pekerjaan diselesaikan. Prosedur secara khusus merinci berbagai aktifitas yang harus dikerjakan untuk menyelesaikan program-program organisasi. Setelah sebuah strategi diformulasikan, strategi tersebut harus dikembangkan secara logis dalam bentuk tindakan. Tahap inilah yang disebut dengan implementasi strategi. Masalah implementasi ini cukup rumit, oleh karena itu agar penerapan strategi organisasi dapat berhasil dengan baik, manajer harus memiliki gagasan yang jelas tentang isu-isu yang berbeda dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam tahap ini masalah struktur organisasi, budaya perusahaan dan pola kepemimpinan akan dibahas secara lebih mendalam. Implementasi mewujudkan
strategi
strategi
dan
adalah
proses
kebijakannya
dimana
dalam
manajemen
tindakan
melalui
pengembangan program, anggaran dan prosedur. Tindakan pengelolaan bermacam-macam
sumber
daya
organisasi
dan
manajemen
yang
mengarahkan dan mengendalikan pemanfaatan sumber-sumber daya organisasi (keuangan, manusia, peralatan dan lain-lain) melalui strategi yang
37
dipilih. Implementasi strategi diperlukan untuk memperinci secara lebih jelas dan tepat bagaimana sesungguhnya pilihan strategi yang telah diambil direalisasikan. Bryson dalam bukunya “Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial”
berpendapat
mengimplementasikan
bahwa dirinya
perencanaan
dirinya
sendiri.
strategis
Orang
tidak
menggunakan
perencanaan Strategis untuk memperkuat dan melanjutkan prestasi organisasi harus menghadapi empat hambatan kunci menuju perencanaan strategis. Empat hambatan yang dimaksud adalah : 1. Masalah Manusia Masalah manusia adalah manajemen perhatian dan komitmen. Perhatian orang-orang kunci harus difokuskan kepada isu, konflik dan preferensi kebijakan di tempat kunci dalam proses dan hierarki organisasi.
Manajemen perhatian dan komitmen merupakan
masalah bagi individu, kelompok, organisasi dan komunitas. a. Individu Perlu dipahami karakter individu bahwa orang mempunyai kemampuan terbatas untuk menangani kompleksitas. Orang tidak akan memahami sepenuhnya informasi yang diajukan kepada mereka, atau mereka akan meniru banyak faktor dan secara keliru mendiagnosis situasinya. Perhatian khusus harus dilakukan bukan dengan memberi terlalu banyak informasi kepada orang yang terlibat dalam perencanaan strategis.
38
Individu bersifat sangat adaptif dan tidak mengakui perubahan bertahap. Masalah yang lampau dapat memperbesar proporsi krisis tanpa seorang pun menyadari apa yang terjadi sebelumnya.
Sekali
krisis
berkembang,
peluang
untuk
membuat perubahan yang dramatis dapat dipertinggi, tetapi secara bersamaan memperbesar bahaya. Dalam krisis, individu suka menyendiri, keras, mencari-cari dalih serta kecenderungan menyalahkan orang lain. Orang yang bekerja dalam tugas yang berulang-ulang tidak memiliki perhatian kepada apa yang mereka sedang kerjakan. Apa yang sering kita pikirkan adalah apa yang akan kita kerjakan
keesokan
harinya.
Dengan
kata
lain
kita
mempergunakan mungkin 80 hingga 90% waktu kita untuk mengerjakan hal-hal yang telah menjadi kebiasaan sementara kita memikirkan hal lain. Jika perencanaan strategis menjadi tugas rutin, orang dapat kehilangan
kesadaran
dan
konsentrasi,
serta
maksud
perencanaan strategis akan lenyap. Metode-metode harus ditemukan agar perencanaan strategis menjadi sangat “khusus”, sehingga orang-orang mencurahkan perhatian dan menjalankannya dengan serius. Perencanaan strategis, agar menjadi efektif, harus memasukkan pertimbangan tentang bagaimana menghentikan komitmen yang tidak produktif pada saat yang sama karena perencanaan strategis mengikat cara tindakan baru.
39
b. Kelompok Kelompok memiliki karakteristik yang dapat memunculkan masalah bagi perencanaan strategis. Kelompok memaksakan tekanan kuat untuk menyesuaikan diri, individu cenderung menyesuaikan diri dengan norma yang telah mapan dalam kelompok apapun baik karena mereka mempunyai hasrat kuat untuk
menyesuaikan diri didalamnya maupun karena
kelompok memaksakan tekanan kuat untuk menyesuaikan diri. Kelompok juga berusaha meminimalkan konflik internal karena pembicaraan tentang isu strategis hampir pasti memunculkan ketidaksepakatan yang serius, kecenderungan yang pasti disesalkan bahwa kebanyakan kelompok akan menindas diskusi. Harmoni kelompok akan menjadi prioritas yang lebih tinggi ketimbang diskusi yang sungguh-sungguh mengenai masa depan kelompok dan pilihan fundamental yang dihadapi. Terakhir, kelompok heterogen yang sehari-harinya bekerja bersama-sama
akan
memeperoleh
pandangan
yang
homogen dalam dua hingga tiga tahun. c. Organisasi Beberapa karakteristik organisasi juga memperhadapkan masalah pada perencanaan strategis. Paradoks lainnya dalam kehidupan organisasi adalah sistem perencanaan strategis dapat mengesampingkan pemikiran strategis. Dengan cara yang sama, repetisi dan kompetensi dapat mengakibatkan
40
lemahnya konsentrasi dan kesadaran yang dengan demikian menimbulkan kesulitan serius bagi
individu, sehingga juga
dapat memformalkan dan sistem perencanaan repetitif menjadi sebab masalah yang mereka coba hindari. Rata-rata MIS
(Management
Information
System)
atau
laporan
penyelidikan lingkungan diisi dengan halaman angka dan grafik, apa yang biasanya terjadi adalah bahwa orang menjadi jemu terhadap pesan-pesan dalam laporan ini. Data numerik saja tidaklah mungkin berguna untuk memformulasikan dan mengimplementaskan strategi. Orang harus dihadapkan secara langsung pada situasi dimana secara pribadi, mereka harus menghadapi isu itu dan harus memikirkan bagaimana membuat sesuatu terjadi. Karakteristik selanjutnya adalah spesialisasi menyaring persepsi dan memaksakan perilaku serta struktur dan sistem menggantikan kepemimpinan. d. Komunitas Komunitas juga mempunyai sejumlah sifat yang memunculkan sejumlah masalah serius bagi pelaksanaan perencanaan strategis. Komunitas terdiri atas individu, kelompok serta organisasi karakteristik Sebagian
dan dan besar
karenanya kesulitan organisasi
menggambarkan yang
dibahas
dalam
akumulasi
sebelumnya.
komunitas
apapun
melambangkan solusi kepada masalah lama. Tak ada organisasi dalam komunitas yang mungkin mengandung
41
masalah penting apapun. Dikebanyakan komunitas tidak ada satu orang, kelompok, atau organsasipun yang berkuasa. 2. Masalah Proses Masalah proses adalah manajemen ide strategis menjadi good currency. Kearifan yang tidak konvensional harus diubah menjadi kearifan yang konvensional. Masalah proses yang terpenting dalam perencanaan strategis adalah manajemen ide strategis menjadi “good currency” dengan kata lain bagaimana anda menjual ide baru kepada
cukup
banyak
orang
bahwa
kearifan
yang
tidak
konvensional diubah menjadi kearifan yang konvensional. Beberapa prinsip muncul untuk mengelolah ide (the life cycle of ideas). 1. Kebutuhan dan ancaman, tetapi juga peluang adalah induknya penemuan. 2. Ide berjalan baik dalam anarki yang diorganisir tetapi implementasi ide tersebut merupakan sesuatu yang sulit. 3. Ide merupakan tempat berkumpul bagi tindakan kolektif. Ide
itu
melampaui
orang
dan
organisasi
yang
terisolasi.orang dan struktur adalah hasil samping dari ide yang sedang berubah. 4. Ide kali sumber daya sama dengan kekuasaan 5. Setelah ide yang baik mati, berilah makam atau kuburan. Lingkaran perencanaan strategis biasanya dimulai dengan apresiasi dan artikulasi kebutuhan dan ancaman. Tetapi peluang juga dapat merebut perhatian, meskipun tampaknya jarang dilakukan ketimbang kebutuhan dan ancaman, tujuan kusus
42
perencanaan strategis adalah menumbuhkembangkan apresiasi dan
artikulasi
peluang.
Inti
perencanaan
strategis
adalah
manajemen ide strategis melalui pernyataan apresiasi, artikulasi, adopsi, institusi, onalisasi dan kerusakan. Selanjutnya, proses mengembangkan ide strategi lebih penting daripada mengisilasi individu dan organisasi. Dalam hal demikian, menciptakan landasan bagi koalisi cukup besar untuk menciptakan tindakan kolektif yang adalah tanda resmi tindakan strategis yang efektif. Dengan kata lain ide kali sumber daya (orang, uang, waktu, keahlian, perhatian) sama dengan kekuasaan, termasuk kekuasaan mempengaruhi perubahan strategis yang bermanfaat. 3. Masalah Struktural Masalah Struktural adalah manajemen hubungan bagian dan keseluruhan. Lingkungan internal dan ekternal harus menjadi kaitan yang menguntungkan. Masalah struktural dalam perencanaan strategis adalah mengkaitkan lingkungan internal dan eksternal yang melintasi tingkat-tingkat. Tantangan bagi para perencana strategis adalah meyakinkan bahwa keseluruhannya terletak dalam bagian-bagiannya;
mereka
harus
menggunakan
pendekatan
holografik dan bukan pendekatan komposisional. Para perencana harus
berusaha
bagiannya,
menempatkan
sehingga
seluruhnya
bagian-bagian
itu
dalam
tiap-tiap
mempresentasikan
seluruhnya. Bila hal ini dapat dilakukan maka masing-masing bagian dari sistem akan mempunyai unsur-unsur penting bagi reproduksi keseluruhan sistem.
43
Perencanaan strategis mungkin akan berhasil bila: 1. Perencanaan
dan
implementasi
dipikirkan
secara
simultan 2. Para perencana dan pelaksana dilibatkan secara simultan melintasi tingkat-tingkat serta didalam dan diluar 3. Implementasi dimulai sebelum peren canaan strategis lengkap Haruslah diakui bahwa formulasi dan implementasi strategi merupakan prestasi kolektif, bukan prestasi individu atau kelompok kecil. Manajemen hubungan seluruh bagian dapat dibuat lebih mudah bila organisasi memiliki misi yang disetujui secara luas, bahkan lebih mudah lagi jika memiiliki visi keberhasilan yang disepakati secara luas. Kesepakatan tentang visi dan misi akan melekatkan keseluruhan kedalam bagian-bagian, yang membuat manajemen transisi menjadi lebih mudah, dan akan memfasilitasi prestasi keberhasilan kolektif bahwa perencanaan strategis selalu efektif. 4. Masalah Kelembagaan Masalah
Institusional
adalah
pelaksanaan
kepemimpinan
transformatif. Masalah tersulit yang harus dihadapi perencanaan strategis dapat dipecahkan hanya melalui transformasi institusi. Transformasi semacam itu tidak dapat terjadi tanpa kepemimpinan yang kuat. Masalah yang sangat sulit dalam perencanaan strategis mencakup transformasi lembaga. lembaga (institusional) adalah pola interaksi yang sangat stabil, yang diorganisir diseputar ide 44
penting. Pola-pola interaksi dalam organisasi publik dan nirbala menjadi “lembaga” manakala pola tersebut dimasuki nilai dan karakter-karakter
kelembagaan
membentang
sebagai
produk
sejarah yang mencakup pola yang terpadu dengan maksud tertentu dan dengan dinamika. Perkembangan karakter lembaga dan komunitas
sebagian
beasr
merupakan
tanggung
jawab
kepemimpinan. Tugas utama kepemimpinan lembaga adalah pendefinisian misi lembaga, pengejawantahan maksud menjadi struktur dan sistemnya, pembelaan integritasnta dan pengaturan konflik internal.seiring dengan itu maka bahwa tugas kepemimpinan transformatif adalah melakukan redefinisi tujuan, pengejawatahan tujuan-tujuan baru menjadi struktur dan sistem, penciptaan pembelaan-pembelaan baru sesuai dengan tujuan-tujuan baru, dan pengaturan baru konflik internal. Penetapan Sasaran Jangka Panjang Menurut Sondang P. Siagian (2005;36) pada umumnya suatu atau barbagai sasaran dapat dikatakan bersifat jangka panjang apabila cakupan waktunya “multi tahun”. Agar mempunyai makna-makna oprasionaloprasional yang dipahami oleh semua orang dalam organisasi. Manajemen puncak harus menyatakan secara jelas apa yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam satu kurun waktu tertentu dimasa yang akan datang, karena itulah apa yang dimaksud dengan sasaran. Pada umumnya pencapaian sasaran melibatkan berbagai unsur perusahaan seperti tingkat keuntungan, dividen bagi para pemilik modal, keunggulan kompetitif, kepemimpinan dalan pemanfaatan teknologi yang berkembang pesat, 45
tingkat produktivitas, hubungan yang serasi dengan para karyawan, pengembangan karyawan dan tanggung jawab sosial perusahaan. Penting untuk memperhatikan bahwa berbagai sasaran yang ingin dicapai tidak hanya menyangkut produk yang sedapat mungkin dapat didasarkan pada keunggulan kompetitif, dan juga tidak hanya penguasaan pangsa pasar yang lebih besar, akan tetapi juga menyangkut berbagai aspek kehidupan karyawan
para
anggota
organisasi
seperti
pengurangan
tingkat
kemangkiran, peningkatan kepuasan kerja dan pengurangan perpinadahan pegawai keorganisasi lain. Berbagai sasaran tersebut dinyatakan secara spesifik, dapat diukur, dapat dicapai dan konsisten dengan berbagai sasaran lain yang ingin dicapai oleh perusahaan. Penetapan Sasaran Jangka Pendek Sondang P. Siagian (2005;37) mengemukakan bahwa sasaran jangka panjang suatu organisasi memerlukan kongkretisasi. Salah satu cara melakukan kongkretisasi ialah dengan melakukan periodisasi. Antara lain dengan menetapkan sasaran tahunan. Dengan kata lain sasaran jangka panjang perlu dirinci dalam sasaran jangka pendek, berarti bahwa bidangbidang sasaran jangka panjang juga merupakan bidang-bidang sasaran jangka pendek. Hanya saja karena jangkauan waktunya lebih dekat, rincian tersebut harus semakin lebih jelas, konkret, mengandung hal-hal yang sifatnya mendetail dan semakin bersifat kuantitatif.
46
II. 5. Konsep Kepariwisataan Kata parawisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata “Pari” yang berarti penuh, lengkap berkali-kali, “Wis (man)” yang artinya rumah, properti, kampung, komunitas dan “ata” yang berarti pergi terus
menerus,
mengembara,
perjalanan
atau
bepergian
untuk
kesenangan. Bertitik tolak dari pengertian di atas, maka pariwisata secara luas dapat diartikan sebagai perjalanan ke suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara dan dilakukan oleh perorangan maupun perkelompok sebagai usaha untuk menilai keseimbangan antara keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu (Soekadijo, 1997:1). Kodhyat dan Spillane (1997:21) menyebutkan bahwa ada beberapa unsur pokok dari pengertian pariwisata, yaitu : 1. Melakukan perjalan dari suatu tempat ke tempat lain yang bersifat sementara 2. Dilakukan oleh sekelompok orang atau perorangan 3. Objek perjalanan bertujuan mendapatkan kesenangan berlibur dan beristirahat Ada beberapa batasan pengertian mengenai pariwisata. Yoeti (1996:21) memberikan pengertian bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan untuk sementara waktu yang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud bukan untuk berusaha (business) mencari nafkah ke tempat yang dikunjungi, serta semata-mata menikmati perjalan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi, memuaskan kebutuhan itulah
47
yang menjadi dorongan atau motif bagi orang-orang untuk melakukan perjalanan. Batasan tentang pariwisata juga diberikan oleh Murphy (1985 : 45), bahwa
pariwisata
adalah
keseluruhan
dari
elemen-elemen
terkait
(wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan, industri dan lain-lain) yang merupakan akibat dari perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata, sepanjang perjalanan tersebut tidak permanen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pariwisata adalah merupakan kegiatan perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat lain dengan sukarela, tanpa tujuan untuk berusaha atau mencari nafkah. Dari pengertian yang luas itu dapat kita lihat kesimpulan bahwa bepergian perjalanan manusia dalam hubungannya dengan pariwisata harus memenuhi syarat yaitu bersifat sukarela atau bertujuan untuk tidak mencari nafkah. Istilah
Pengembangan
Destinasi
(daerah
tujuan
wisata)
Pariwisata merupakan suatu kalimat yang tidak asing, khususnya dalam bidang pariwisata. Destinasi pariwisata adalah suatu entitas yang mencakup wilayah geografis tertentu yang di dalamnya terdapat komponen produk pariwisata (attraction, amenities, accebilities) dan layanan, serta unsur pendukung lainnya (masyarakat, pelaku industri pariwisata, dan institusi pengembang) yang membentuk sistem yang sinergis dalam menciptakan motivasi kunjungan serta totalitas pengalaman kunjungan bagi wisatawan. (Sumber : www. Google.com)
48
Oleh sebab itu, tempat tujuan perjalanan seseorang, disebut sebagai Destinasi Pariwisata, yang dalam Undang-Undang no.10/Th. 2009 didefinisikan sebagai “Daerah Tujuan Pariwisata, yang selanjutnya disebut DESTINASI PARIWISATA, adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan”. II. 6. Kerangka Pikir Pada dasarnya di dalam rencana strategi harus mempunyai tahap pelaksanaan yang senantiasa memperhatikan perencanaan yang merupakan pedoman dan penuntun dalam langkah pelaksanaan strategis dalam bidang pariwisata tersebut merupakan wewenang Dinas Pariwisata Kabupaten Toraja Utara. Sehubungan dengan relevansi pertumbuhan dan kemajuan yang dicapai di sektor pariwisata secara nasional, maka seyogyanya pulalah jika mekanisme perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah yang dilaksanakan di Kabupaten Toraja Utara memerlukan pelaksanaan program yang kreatif, khususnya dalam strategi pengembangannya yang berkorelasi terhadap usaha pemanfaatan segenap komponen sumber daya yang tersedia di daerah. Dalam rangka memanfaatkan peluang pariwisata yang secara prospektif dapat menguntungkan, maka diperlukan juga iklim usaha yang kondusif agar dapat menjamin berlangsungnya kegiatan pariwisata, serta membuka peluang investasi guna meningkatkan aktivitas pariwisata, yang selanjutnya melalui pengelolaan berbagai potensi secara optimal diharapkan akan dapat menarik
49
dunia usaha untuk melakukan kegiatan penanaman modal di Kabupaten Toraja Utara dapat dipastikan bahwa aktivitas ekonomi akan meningkat dan pada gilirannya akan memberi dampak secara langsung terutama dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dan menunjang peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Model pelaksanaan pengembangan destinasi pariwisata daerah yang diusulkan untuk diterapkan dalam pengembangan potensi wisata daerah di Kabupaten Toraja Utara mengacu pada kondisi aktual saat ini berupa potensi dan masalah wisata. Untuk mengembangkan wisata terdapat berbagai stakeholders yang terlibat (pemerintah, lembaga non pemerintah), SDM, program-program, dana dan fasilitas. Berdasarkan keterlibatan stakeholders dan berdasarkan kondisi saat ini dan analisis SWOT didapatkan program-program yang diharapkan dapat memberikan arahan yang jelas di dalam
upaya
pengembangan daerah tujuan wisata di Kabupaten Toraja Utara kedepannya. Sasaran tersebut di atas dapat tercapai melalui pengelolaan dan pengusahaan yang benar dan terkoordinasi, baik lintas sektoral maupun swasta yang berkaitan dengan pengembangan kegiatan pariwisata sehingga diperlukan peran serta dan dukungan dari masyarakat dan pemerintah dan seluruh sektor yang berperan dalam
pengembangan
kepariwisataan.
Keberhasilan
pelaksanaan
pengembangan daerah tujuan wisata sangat tergantung dan tidak terlepas dari peran semua elemen, tentunya dengan memperhatikan unsur program, anggaran dan proses yang ada. Untuk dapat melihat gambaran mengenai substansi di atas, maka pembatasan dalam penelitian ini akan dibatasi pada beberapa aspek, yaitu mengetahui pelaksanaan dan permasalahan pengembangan derah tujuan wisata 50
dengan melaksanakan survei dan observasi kepariwisataan sebagai tahapan awal untuk memberikan gambaran terhadap permasalahan yang dihadapi. Untuk melaksanakan perencaan strategi dalam rangka pembangunan daerah, maka harus dipertimbangkan berbagai permasalahan yang ada dalam lingkungan strategis. Permasalahan atau hambatan kunci dalam hal ini adalah masalah manusia yang merupakan penggerak, proses dalam pelaksanaan rencana tersebut, struktur sebagai pemandu untuk mengetahui hubungan bagian dan keseluruhan serta tugas pokok masing-masing dan kelembagaan dalam hal ini kepemimpinan yang kuat. Berhasil tidaknya pelaksanaan rencana strategi akan menunjukkan prestasi yang dicapai sampai saat ini, posisi saat ini dan memikirkan masalah-masalah yang telah ada yang mungkin dihadapi di masa datang. Dari uraian tersebut di atas, maka kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
51
KERANGKA PIKIR
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara
Pelaksanaan Rencana Strategi Bidang Pariwisata
Hasil Pelaksanaan Rencana Strategi
Hambatan Kunci Pelaksanaan Rencana Strategi : 1. Manusia 2. Proses 3. Struktural 4. Institusional
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
52
BAB III METODE PENELITIAN III. 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian tentang pelaksanaan rencana strategi bidang pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dimana penelitian yang dilakukan
bersifat
deskriptif
yaitu
memberikan
gambaran
ataupun
penjelasan yang tepat mengenai permasalahan yang dihadapi, dimana bertujuan membuat deskripsi atas suatu fenomena sosial/alam secara sistematis, faktual dan akurat (Darwiyanta. 2006). Ini akan memberikan gambaran kenyataan dari kejadian yang diteliti atau
dilakukan terhadap variabel mandiri atau tunggal, yaitu tanpa
membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. Selain itu juga terbatas pada usaha mengungkap suatu masalah atau keadaaan atau peristiwa sebagaimana adanya, sehingga bersifat sekedar untuk mengungkap fakta dan memberikan gambaran secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti (Nawawi Hadari, 2007 dalam Metode Penelitian Sosial). Sedangkan dasar penelitiannya adalah studi kasus. III. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada adalah Dinas Pariwisata Kabupaten Toraja Utara.
53
III. 3. Unit Analisis Data Unit
analisis
data
dalam
penelitian
ini
adalah
program
pengembangan daerah tujuan wisata karena program dibuat oleh organisasi atau lembaga itu sendiri yang biasanya dijadikan indikator untuk mengukur Rencana Strategi jangka pendek. III. 4. Informan Penelitian
mengenai
Pelaksanaan
Rencana
Strategi
Bidang
Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara ini memerlukan informan yang mempunyai pemahaman yang berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti guna memperoleh data dan informasi yang akurat, serta Informan yang diambil dengan pertimbangan bahwa informan yang dipilih dianggap banyak mengetahui atau berkompeten terhadap masalah yang dihadapi, informan yang diambil dengan maksud tidak mesti menjadi wakil dari seluruh populasi, tetapi informan memiliki pengetahuan yang cukup serta mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang objek penelitian, oleh sebab itu untuk memperoleh data guna kepentingan penelitian, maka informan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Kepala Dinas -
Kepala Sub Bagian Program dan Keuangan
2. Bidang Pemasaran -
Kepala Seksi Promosi
3. Bidang Pengembangan Sumber Daya dan Peran Serta Masyarakat 4. Bidang Aneka Jasa Pariwisata dan ODTW
54
5. Bidang Kebudayaan dan Kesenian -
Kepala Seksi Kepurbakalaan dan Permuseuman
6. Staf 7. Tokoh Masyarakat
III. 5. Fokus Penelitian Untuk lebih mengetahui arah dari penelitian ini, maka akan diberikan gambaran penguraian Variabel penelitian yang disertai dengan sub
variabel
dan
indikator-indikatornya
serta
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pelaksanaannya 1. Pelaksanaan Rencana Strategi adalah suatu kegiatan tindak lanjut (sesudah seluruh program atau kebijaksanaan ditetapkan) yang terdiri dari pengambilan keputusan, langkah-langkah strategis atau operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Pengembangan daerah tujuan wisata adalah pengembangan kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan 3. Hambatan kunci dalam pelaksanaan strategi ini adalah : a. Masalah manusia adalah manajemen perhatian dan komitmen. Perhatian orang-orang kunci harus difokuskan kepada isu,
55
konflik dan preferensi kebijakan di tempat kunci dalam proses dan hierarki organisasi. b. Masalah proses adalah manajemen ide strategis menjadi good currency. Kearifan yang tidak konvensional harus diubah menjadi kearifan yang konvensional c. Masalah struktural adalah manajemen hubungan bagian dan keseluruhan. Lingkungan internal dan ekternal harus menjadi kaitan yang menguntungkan. d. Masalah
institusional
adalah
pelaksanaan
kepemimpinan
transformatif. Masalah tersulit yang harus dihadapi perencanaan strategis dapat dipecahkan hanya melalui transformasi institusi. Transformasi
semacam
itu
tidak
dapat
terjadi
tanpa
kepemimpinan yang kuat. III. 6. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas dua, yaitu : a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian melalui wawancara dengan informan dan melalui observasi atau pengamatan langsung terhadap objek penelitian b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh berdasarkan acuan atau literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian dari berbagai sumber antara lain laporan-laporan, arsip, dokumen, serta dari berbagai kepustakaan yang relevan.
56
III. 7. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara,
yaitu
bentuk
penelitian
yang
dilakukan
untuk
memperoleh sejumlah data dengan melakukan tanya jawab dan dialog
atau
diskusi
langsung
kepada
pihak-pihak
yang
bersangkutan/informan. b. Observasi/pengamatan langsung, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan terhadap
objek
yang
sementara
diteliti.
Selanjutnya,
peneliti
memahami dan menganalisis berbagai gejala yang berkaitan dengan objek penelitian. c. Dokumentasi Dokumentasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mengkaji dokumen-dokumen baik berupa buku referensi maupun peraturan atau pasal yang berhubungan dengan penelitian ini guna melengkapi data-data yang diperlukan serta cara pengumpulan data dan telaah pustaka, dimana domumen-dokumen yang dianggap menunjang dan relevan dengan masalah, baik berupa buku, literatur, laporan dan sebagainya. III. 8. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis secara deskriptif
kualitatif
dengan
mengutamakan
pengungkapan
melalui
keterangan yang didukung dan ditunjang dengan data sekunder. Data dikelompokkan agar lebih mudah nantinya untuk menyaring data yang dibutuhkan dan yang tidak. Setelah dikelompokkan, data tersebut
57
dijabarkan dalam bentuk teks agar lebih mudah dimengerti, setelah itu penulis menarik kesimpulan dari data tersebut sehingga dapat menjawab pokok permasalahan penelitian. Untuk menganalisa berbagai fenomena di lapangan dilakukan langkah-langkah (Sugiono,2005) sebagai berikut : 1. Pengumpulan
informasi
melalui
wawancara,
observasi
langsung dan dokumentasi 2. Reduksi data Proses
pemilihan,
pemusatan
perhatian
pada
penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan lapangan. Langkah ini bertujuan untuk memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian. 3. Penyajian Data Setelah data direduksi, langkah menganalisis selanjutnya adalah penyajian (Display) data. Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian naratif. Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu.
Prosesnya
dapat
dilakukan
dengan
cara
menampilkan dan membuat hubungan antarfenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian. Display data
58
yang
baik
merupakan
satu
langkah
penting
menuju
tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal. 4. Tahap akhir adalah menarik kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan sehingga data-data yang teruji validitasnya.
59
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
IV.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Toraja Utara merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan, dimana baru terbentuk sesuai dengan UU No. 28 tahun 2008. Dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, Kecamatan Limbongan Kecamatan Sabbang Kabupaten Luwu Utara. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Lamasi, Kecamatan Walenrang, Kecamatan Wana Barat, dan Kecamatan Bastem Kabupaten Luwu. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sangalla Selatan, Kecamatan Sangalla Utara, kecamatan Makale Utara, dan Kecamatan Rantetayo Kabupaten Tana Toraja. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kurra, Kecamatan Bittuang Kabupaten Tana Toraja. Dan dengan data jumlah penduduk sebagai berikut :
60
Tabel IV.1 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin
PENDUDUK TAHUN 2012
KABUPATEN/KOTA
LAKI-LAKI +
SEX
PEREMPUAN
RATIO
3
4
5
6.688
6.360
13.048
105
Kesu
7.837
7.667
15.450
102
Sanggalangi
5.501
5.495
10.996
100
Buntao
4.396
4.066
8.462
108
Rantebua
3.764
3.611
7.375
104
Nganggala
4.740
4.418
9.158
107
Tondon
4.773
4.553
9.326
105
Tallunglipu
9.147
8.865
18.012
103
Rantepao
12.580
13.166
25.746
96
Tikala
5.228
4.992
10.220
105
Sesean
5.524
5.376
10.900
103
Balusu
3.342
3.415
6.757
98
Sa’dan
7.315
7.257
14.572
101
Bangkelelekila
2.480
2.580
5.060
96
Sesean Suloara
3.236
3.014
6.250
107
Kapala Pitu
3.040
2.887
5.927
105
4.090
3.826
7.916
107
Awan Rante Karua
2.626
2.515
5.141
104
Ridingallo
3.761
3.510
7.271
107
Buntu Pepasan
6.178
6.271
12.449
99
Baruppu
2.760
2.604
5.364
106
108.952
106.448
215.400
102
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
2
Sopai
1
Dende Piongan Napo
Toraja Utara
(Sumber : Data sekunder, situs Badan Statistik tahun 2012)
61
IV. 2. Visi dan Misi Berdasarkan latar belakang dan landasan pemikiran yang telah dikemukan, maka telah tergambar keinginan dalam pembangunan kebudayaan
dan
kepariwisataan
yang
merupakan
berbagai
dasar
pemikiran yang dirumuskan sebagai rambu-rambu di dalam Pembangunan Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Toraja Utara pada masa mendatang yang penuh dengan harapan dan tantangan, dimana harus dipedomani oleh insan kebudayaan dan kepariwisataan untuk lebih berperan dalam melaksanakan pembangunan daerah yang terencana dan berkesinambungan, Untuk itu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata merumuskan Visi sebagai berikut : Terwujudnya Daerah Wisata Budaya dengan Kreatifitas Pengelolaan Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat. Dalam mengimplementasikan visi pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan tersebut diatas, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dengan berpedoman pada tugas pokok dan fungsi sebagai regulator dan fasilitator dalam pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan yang transparan, akuntabel dan mengutamakan kepentingan masyarakat, yang mempunyai misi sebagai berikut adalah: 1. Melakukan pelestarian dan pengembangan kebudayaan yang berlandaskan nilai luhur. 2. Mendukung pengembangan destinasi dan pemasaran pariwisata yang berdaya saing global. 3. Melakukan
pengembangan sumber
daya
kebudayaan dan
pariwisata.
62
4. Menciptakan ketatalaksanaan yang bersih dan akuntabel serta layanan public yang ramah. 5. Melakukan pembinaan dan kerjasama pengembangan seni budaya
dan
kerajinan
untuk
meningkatkan
taraf
ekonomi
masyarakat.
IV. 3. Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 49 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kerja Dinas Daerah Kabupaten Toraja Utara, struktur organisasi, Peraturan Bupati Nomor 82 tahun 2010, maka uraian struktur organisasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara adalah sebagai berikut : 8. Kepala Dinas 9. Sekretariat a. Sub Bagian Program dan Keuangan; b. Sub Bagian Umum; c. Sub Bagian Kepegawaian. 10. Bidang Pemasaran a. Seksi Promosi; b. Seksi Hubungan Lembaga Wisata dan MICE; c. Seksi Analisa Pasar dan Investor. 11. Bidang
Pengembangan
Sumber
Daya
dan
Peran
Serta
Masyarakat: a. Seksi
Penyuluhan,
Pemberdayaan
Peran
Serta
dan
Peningkatan Kesadaran Masyarakat.
63
b. Seksi Pengembangan Sumber Daya Manusia. c. Seksi Pembinaan Event dan Daya Tarik Wisasta. 12. Bidang Aneka Jasa Pariwisata dan ODTW a. Seksi Aneka Sarana Wisata; b. Seksi ODTW; c. Seksi Usaha pariwisata. 13. Bidang Kebudayaan dan Kesenian a. Seksi Sejarah dan Nilai Tradisional; b. Seksi Kesenian; c. Seksi Kepurbakalaan dan Permuseuman. 14. Unit Pelaksanaan Tehknis Dinas (UPTD) 15. Kelompok Jabatan Fungsional IV. 4. Kondisi Pegawai Dalam
melaksanakan
tugas
pokok
dan
fungsinya,
Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara didukung 24 orang dengan rincian sebagai berikut: Tabel IV.2 Persentase Pegawai berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
Strata 2
2
2
4
Strata 1
9
7
16
Diploma 3
2
-
2
SMU/SMK
2
-
2
Total
24
(Sumber : Data Sekunder Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2012)
64
Tabel IV.3 Data Pegawai berdasarkan Jabatan
Jabatan Eselon & Staf
Jumlah
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
IV A
3
2
5
III A
-
1
1
III B
2
2
4
II B
1
-
1
Staf
8
5
13
Total
24
(Sumber : Data Sekunder Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2012) IV. 5. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 8 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Toraja Utara, maka perlu menyusun Tugas Pokok, fungsi dan Rincian Tugas Jabatan Struktural pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata disebutkan bahwa Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara mempunyai tugas melaksanakan tugas pembantuan di bidang Kebudayaan dan Pariwisata. Dalam
melaksanakan
tugas
sebagaimana
dimaksud,
Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara menyelenggarakan fungsi : 1) Perumusan kebijakan teknis di bidang Kebudayaan dan Pariwisata 2) Pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum di bidang Kebudayaan dan Pariwisata 3) Pembinaan teknis di bidang Kebudayaan dan Pariwisata
65
4) Pengelolaan ketatausahaan Dinas. 5) Pelaksanaan tugas lain di bidang Kebudayaan dan Pariwisata yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dibantu oleh seorang Sekretaris dan 4 (empat) Kepala Bidang masing-masing Bidang Kebudayaan, Bidang Pemasaran, Bidang Pengembangan Sumber Daya & Peran Serta Masyarakat dan Bidang Usaha Jasa Pariwisata.
66
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
V.1. Pelaksanaan Rencana Strategi Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara Setiap
keputusan
stratejik,
menuntut
pelaksanaan.
Tanpa
pelaksanaan, ia tidak mempunyai arti apa. Pelaksanaan suatu strategi adalah sesuatu yang sangat peka, menuntut kehati-hatian, dan bahkan pada saat
penyusunan
alternatif
dilakukan,
sudah
harus
dipertanyakan,
bagaimana melaksanakan setiap alternatif itu. Hal itu terutama disinggung ketika para manajemen tingkat atas membicarakan tentang konsekuensikonsekuensi yang diperkirakan akan timbul andaikata alternatif itu dilaksanakan. Pelaksanaan itu mencakup kegiatan dan tindakan. Kondisi umum Pariwisata di Kabupaten Toraja Utara saat ini masih jauh berbeda dengan daerah-daerah tujuan wisata yang ada di Indonesia,
seperti
Bali
dan
beberapa
daerah
lainnya.
Dengan
memperhatikan perkembangan lingkungan strategik baik pada tingkat nasional, regional maupun perkembangan lingkungan strategik Otonomi Daerah
Kabupaten
meningkatnya masyarakat
Toraja
tuntutan
dalam
Utara
yang
demokratisasi,
penyelenggaraan
ditandai
dengan
transparansi
dan
pemerintahan
dan
semakin partisipasi
pelaksanaan
pembangunan di daerah. Pembangunan kebudayaan merupakan prioritas utama dalam menunjang
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara.
Permasalahan-
permasalahan yang timbul akhir ini muaranya adalah masalah mental
67
bangsa, sehingga kebudayaan akan dipergunakan sebagai landasan dalam pembangunan watak bangsa (karakter bangsa). Hal ini tercantum dalam visi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yaitu terwujudnya jati diri bangsa, persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka multikultural, kesejahteraan rakyat dan persahabatan antar bangsa. Sedangkan
pembangunan
pariwisata
Toraja
Utara
akan
mempunyai arti penting dalam pemulihan ekonomi daerah sebagai dampak multidimensi yang pada saat ini menunjukkan adanya perbaikan yang
menuju
pada
pariwisata
sediakala.
Namun,
demikian
pembangunan pariwisata tidak dapat dilepaskan dari ketahanan budaya dan
integritas
lintas
sektoral
karena
pembangunan
pariwisata
merupakan bagian integral dari pembangunan daerah sesuai Visi Kabupaten Toraja Utara yaitu Toraja Utara daerah wisata budaya, kaya pesona dengan ragam kreatifitas dan kasih yang mensejahterakan. Disamping itu pembangunan kebudayaan pun tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pariwisata, karena bersama pariwisata, prestasi di bidang kebudayaan akan dapat lebih menciptakan nilai tambah baik bagi daerah serta peradaban masyarakat. Pelaksanaan kegiatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2011 merupakan implementasi dari Renstra Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2011 - 2016. Renstra ini disusun berdasarkan landasan, Peraturan Bupati Nomor 82 tahun 2010 tentang kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Toraja Utara. Untuk menyusun dan menyinkronkan antara Renstra, program kerja
68
dengan kondisi yang ada maka pendekatan yang digunakan adalah buttom up, memanggil tokoh-tokoh masyarakat dan pelaku pariwisata dalam musrenbang. Hingga kini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata masih tetap berusaha
untuk
memperkenalkan
kepada
masyarakat
tentang
kepariwisataan guna membangun kecintaan dan motivasi masyarakat untuk membangun pariwisata di Toraja. Program pengembangan destinasi pariwisata ini ditetapkan juga dengan
kegiatan-kegiatannya mulai dilaksanakan sesuai dengan target
yang telah ditetapkan. Target waktu juga menjadi masalah bagi pihak Dinas dan pada saat proses pelaksanaan, sehingga hal itu mempengaruhi hasil yang
diharapkan.
Umumnya
objek-objek
yang
menjadi
target
pengembangan adalah jaraknya jauh sehingga itu juga menjadi kendala dalam merealisasikan program ini. Seharusnya bidang pariwisata ini menjadi prioritas utama dalam pembangunan, karena ini potensi daerah yang paling bisa dibanggakan dan bisa meningkatkan PAD guna meningkatkan perekonomian daerah dan menyerap tenaga kerja. Bertolak dari teori yang digunakan oleh penulis sebagai landasan penulisan penelitian, maka berikut pemaparannya. 1. Program Penyusunan program oleh Dinas disesuaikan dengan kondisi internal dan ekternal yang dimiliki oleh Kabupaten Toraja Utara dengan bertolak pada hasil Musrenbang. Program yang dibentuk oleh pihak dinas didukung oleh visi dan misi pemerintah kabupaten, yaitu memajukan pariwisata daerah Kabupaten Toraja Utara. Program merupakan implementasi dari strategi,
69
dalam hal ini strategi yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara dalam bidang pariwisata adalah pengembangan daerah tujuan wisata yang dibagi dalam beberapa bentuk strategi yang lebih spesifik yaitu pembuatan jalan, penataan objek wisata, pembukaan objek wisata baru dan pengadaan sarana dan prasarana. Seluruhnya akan diimplementasikan melalui program dan kegiatan sebagai berikut : 1) Program Pengembangan Daerah Tujuan Wisata Tahun 2011 1) Program/Kegiatan Program ditujukan untuk mengembangkan dan menata daerah tujuan (destinasi) wisata. Toraja Utara memiliki kekayaan budaya yang baik sehingga itu menjadi pertimbangan utama dalam pembuatan program dan kegiatan seperti di atas. Namun jika kita masuk dalam fase pelaksanakan tidak sebaik yang diharapkan. Jarak dan lokasi yang tidak terjangkau dari angkutan membuat kegiatan ini sedikit terhambat, berbeda dengan pemasaran destinasi pariwisata yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk memanfaatkan event lovely december tahun 2010 untuk promosi pariwisata agar pada tahun 2011 upaya pelaksanaan Renstra tercapai dengan baik sesuai dengan tujuan sebelumnya. Program Pengembangan daerah tujuan wisata selalu menjadi prioritas kegiatan Dinas. Telah dipaparkan sebelumnya kondisi terkini dan yang diharapkan dalam bidang pariwisata Kabupaten Toraja Utara. Hingga kini kondisi yang diinginkan tak
70
kunjung menjadi kenyataan seperti yang didambakan oleh semua pihak, bahkan pihak Dinas pun mengaku tidak mampu berbuat banyak dalam melaksanakan apa yang telah tertera dalam Renstra SKPD tersebut. Kesenjangan antara kondisi terkini dengan harapan telah diupayakan diminimalisir melalui kebijakan-kebijakan, melihat peranan pariwisata yang begitu strategis serta menopang PAD (Pendapatan Asli Daerah). Dari
data
sekunder
ada
beberapa
program
bidang
pengembangan daerah tujuan wisata yang sifat berkesinambungan sampai lima tahun dan yang menjadi fokus penelitian adalah kegiatan tahun 2011 saja. Berikut pembahasannya. 1. Pembuatan Jalan Setapak Untuk Turis Pejalan Kaki (Tracking) Untuk menempuh jarak dari pusat Rantepao ke lokasi ini butuh waktu sekitar 1 atau dua jam dengan menggunakan kendaraan bermotor karena kondisi jalan yang sudah rusak dan berbelok-belok, kadang terganggu lumpur di musim hujan. Objek ini berada di Sa’dan Ulusalu, Kecamatan Sa’dan. Pembuatan jalan setapak dalam satu tahun anggaran untuk program pengembangan daerah tujuan wisata ada dua, yaitu di Sa’dan dan di Singki. Program ini diwujudkan melalui pembuatan jalan setapak menuju Batukianak dengan model dan anggaran yang berbeda dengan Singki. Jika di Singki adalah pembuatan tangga menuju puncak bukit, maka di Sa’dan Ulusalu
71
adalah pembuatan jalan setapak dengan merintis jalan, lalu pinggiran jalan dibeton sehingga membentuk jalur pejalan kaki
dan
bagian
tengah
dikeraskan.
Sepanjang
pelaksanaan proyek ini menghabiskan waktu empat bulan. Adapun hal yang menjadi kendala penyelesaian pada waktu itu adalah rute yang rumit dan kondisi cuaca, sering hujan. Daerah Sa’dan merupakan daerah dengan potensi wisata yang tinggi, namun disayangkan perhatian pihak yang berwewenang lebih ke objek yang lebih dekat dengan kota
Rantepao.
Melalui
wawancara
lepas
dengan
masyarakat sekitar mengeluhkan bahwa ada kesenjangan pembangunan antara Toraja Utara bagian Selatan dengan bagian
Sa’dan.
Ada
kecenderungan
Dinas
lebih
memperhatikan objek-objek bagian selatan, itu terbukti dengan proyek-proyek yang dianggap oleh masyarakat sekitar objek ini sebagai proyek yang sangat kecil. Pertimbangan mereka karena jarang dikunjungi oleh wisatawan dan jarak yang jauh sehingga mereka akan berpikir dua kali untuk mengunjungi objek tersebut. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang tokoh masyarakat yang juga merupakan
pegawai
sebuah
instansi
pemerintah
di
Kecamatan ini yang sekaligus sebagai informan penulis. “kekecewaan kami sebagai masyarakat tidak hanya karena pembuatan jalan setapak ini kurang maksimal tetapi juga karena kecenderungan yang selalu mengutamakan objek-objek yang dekat dengan pusat kota saja, tanpa melihat bahwa banyak objek wisata yang bisa diprogramkan untuk dibenahi agar
72
menarik wisatawan. Kalau ini dibenahi, walaupun jaraknya jauh saya pikir wisatawan akan tetap cari objek itu karena itu akan memberikan kepuasan tersendiri bagi mereka. Kalau hanya program seperti itu masyarakat sini juga bisa.” (Wawancara tanggal 31 Mei 2012)
Kepala
Bidang
ODTW
memberikan konfirmasi
bahwa : “memang tidak dapat kami pungkiri bahwa kekurangan seperti itu ada, lebih cenderung kepada objek yang sering dikunjungi dan yang akses jalannya mudah juga dekat dengan kota”. (Wawancara tanggal 1 Juni 2012)
Berdasarkan data di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan ini dalam bentuk pembuatan jalan setapak kurang maksimal dan hasilnya pun belum bisa menjawab harapan masyarakat sekitar dengan harapan bahwa lebih diperhatikan oleh Dinas sehingga dapat menarik wisatawan. 2. Pembukaan Jalan Setapak Buntu Singki Lokasi ini cukup dekat dengan pusat kota Rantepao. Waktu tempuh untuk dapat tiba di objek sekitar 10-15 menit, tetapi harus berhenti dibawah kaki bukit karena untuk mencapai puncak ditempuh dengan jalan kaki. Panjat tebing sangat cocok buat petualang. Objek ini sedikit lebih diperhatikan oleh pihak Dinas karena menjadi salah satu target
kunjungan
wisatawan
baik
lokal
maupun
mancanegara juga dekat dengan pusat kota Rantepao. Pembuatan jalan setapak berupa tangga-tangga sampai di
73
puncak bukit merupakan program/kegiatan untuk tahun 2011, sementara pembangunan wisata religi di puncak bukit merupakan program tahun 2012. Seperti dalam teori sebelumnya bahwa permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan Renstra adalah target waktu yang sering tidak sesuai
dengan
rencana
sebelumnya.
Proyek
ini
diselesaikan awal bulan Februari 2012. Suatu pertanda yang sangat menonjol bahwa program yang terselesaikan tidak lagi sesuai dengan target waktu yang ada, sebab target waktu yang ditentukan sebelumnya adalah selesai akhir tahun 2011. Kualitas dari jalan setapak yang dibuat, dianggap oleh masyarakat sekitar kurang baik melihat hanya beberapa bulan setelah proyek ini selesai muncul retakan pada tangga. Ditanya mengenai hasil dari proyek tersebut kepala Bidang ODTW menyampaikan bahwa : “kalau mau dikatakan sekedar dibuat agar dianggap memperhatikan objek wisata, sebenarnya itu sangat keliru karena kami sudah memikirkan yang terbaik dan ini sudah direncanakan sebelumnya dengan pertimbangan-pertimbangan yang baik pula, adapun kekurangan yang ada adalah kesalahan teknis yang perlu perbaikan untuk kedepannya” (Hasil wawancara 1 Juni 2012)
Pada saat ditanya mengenai pengerjaan proyek ini kepada salah seorang informan yang merupakan tokoh masyarakat mengatakan bahwa : “kalau kita hitung waktu pengerjaannya makan waktu empat bulan, itu dimulai dari bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Menurut saya ini cukup lama. Keterlambatan seperti ini menjadi penyakit yang
74
membudaya di kalangan pemerintah, pekerja juga susah kalau harus lanjut terus tanpa adanya kelancaran upah yang mereka butuhkan”. (Wawancara tanggal 31 Mei 2012)
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan ini sifat konsisten masih kurang dan hasil yang dicapai kurang memperhatikan kualitas (output) dengan melihat retakan-retakan yang muncul hanya selang beberapa bulan setelah selesai dikerjakan. 3. Penataan Objek Wisata Batukianak Objek Wisata Batukianak adalah salah satu objek wisata dimana terdapat menhir, patung terbuat dari kayu, arca dan berdekatan dengan beberapa Rumah Adat (Tongkonan) yang masih asli atapnya terbuat dari bambu, lokasinya berada di Sa’dan. Untuk mencapai lokasi ini, butuh waktu kurang lebih dua jam dengan rute perjalanan yang menanjak, berbelok-belok dan sudah rusak. Berbeda dengan Londa yang sudah sangat terkenal dan sering dikunjungi wisatawan. Dengan maksud ingin memajukan objek ini sebagai salah satu tujuan wisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kemudian membuat program untuk dapat menyentuh objek ini. Pihak dinas melihat bahwa objek ini perlu mendapat perhatian mengingat objek ini merupakan peninggalan nenek moyang dan sekarang sudah jarang ditemukan, maka di tahun 2011 Batukinak menjadi sasaran program ini.
75
Penataan
yang
dimaksud
adalah
membuat
semacam pondokan terbuka untuk menaruh patung dan arca yang posisinya tidak teratur bahkan berantakan. Pondokan tersebut dibuat empat buah, masing-masing dua untuk patung dan arca. Ini merupakan milik beberapa rumpun keluarga, sehingga untuk perbaikan ataupun penataan oleh pihak dinas harus mendapat izin dari rumpun keluarga. Kepala Bidang ODTW menjelaskan bahwa : “pelaksanaan program ini mendapat kesulitan karena keluarga membatasi kita untuk menata lebih jauh karena memang itu adalah milik mereka, sehingga yang dibutuhkan sekarang adalah kesadaran wisata dari masing-masing pelaku wisata termasuk pemilik dari objek yang menjadi sasaran”. (Wawancara 1 Juni 2012)
Dapat
penulis
simpulkan
bahwa
pelaksanaan
penataan Batukianak terbatas oleh batasan dari rumpun keluarga yang merupakan pemilik objek ini dimana tidak menghendaki perubahan atau penataan yang lebih jauh, sehingga untuk hasil yang lebih maksimal tidak dapat mencapai titik kesempurnaan. 4. Penataan Objek Pemandian Likulambek Objek wisata Pemandian Likulambek adalah salah satu pemandian alam dengan panorama alam yang indah yang ditempuh dengan waktu lebih dari satu jam untuk dapat mencapai lokasi tersebut, terletak di Sa’dan
76
Malimbong Kecamatan Sa’dan. Seperti objek-objek lainnya memiliki karakteristik yang tidak dapat dihindari dan kemudian menjadi hambatan dalam program ini. Bentuk penataan yang dimaksud adalah penataan sekitar objek tanpa mengubah konsep alamih yang sudah ada. Penataan yang nampak di lokasi adalah adanya pengadaan tempat duduk memanjang menghadap ke pemandian yang terbuat dari beton dengan panjang 5 meter sebanyak 3 buah. Proyek ini diselesaikan pada akhir tahun 2011 dengan durasi waktu yang digunakan 5 bulan karena karakteristik lingkungan dan cuaca yang saat itu musim hujan. Berdasarkan hasil survei penulis melihat objek ini baru kali mendapat sentuhan dari pihak dinas itu berupa tempat duduk untuk pengunjung seperti yang dijelaskan dia atas. Saat dikonfirmasi ke pihak dinas sebagai pelaksana kegiatan ini, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menjelaskan seperti berikut : “seharusnya pelaksanaan kegiatan ini tidaklah menghabiskan waktu sekian bulan, namun karena karakteristik dari objek dan cuaca tentunya memberi dampak. Objek ini terbilang baru karena dibuka akhir tahun 2010, sehingga memang harus lebih diperhatikan, bukan juga berarti yang lama tidak perlu diperhatikan” (Wawancara tanggal 1 Juni 2012)
Disisi lain,masyarakat mempunyai pandangan sendiri mengenai pelaksanaan kegiatan/proyek ini. “Untuk waktu penyelesaian proyek ini kalau terlambat karena kondisi cuaca dan lingkungan, buat kami sebagai masyarakat yang berada di sekitar objek
77
tidak mempermasalahkan soal itu karena memang tidak dapat dihindari, hanya saja menjadi pertanyaan buat kami, kenapa cuma itu, kenapa bukan pembuatan jalan setapak menuju objek atau pembuatan/perbaikan pinggir pemandian agar tidak membahayakan bagi pengunjung”. (Wawancara tanggal 31 Mei 2012)
Dari data di atas dapat penulis simpulkan bahwa walaupun sudah ada usaha untuk berada pada sikap konsisten oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, tidak dapat menjamin terlaksananya kegiatan ini dengan baik sebagaimana
yang
diharapkan
karena
karakteristik
lingkungan ikut mempengaruhi dan juga bahwa terdapat keterlambatan mereka dalam melihat mana yang paling dibutuhkan untuk segera dibenahi. 5. Penataan Panorama Indo’ Tondang Kecamatan ini memiliki banyak objek wisata yang berpotensi mendongkrak pendapatan daerah, andaikata dikelola dengan baik dan dalam pelaksanaan kegiatannya didukung
sepenuhnya
oleh
semua
pihak,
dapat
diperkirakan akan mampu menandingi daerah – daerah wisata lainnya di Indonesia. Panorama yang ada di objek ini juga sangat indah dan potensial, dapat memberikan dampak yang baik pada pariwisata daerah, hamparan sawah yang bertingkat-tingkat dibuat seperti sengkedan dari bukit sangat indah. Penataan selanjutnya adalah penyediaan sebuah pondokan kecil. Pondokan ini hanya satu buah, sehingga bagi pengelola tidak terlalu sulit untuk
78
mengatur termasuk kebersihannya dan masyarakat sekitar diberikan kesempatan untuk membangun kantin sederhana itu berfungsi untuk para wisatawan yang ingin beristirahat sejenak sambil menikmati pemandangan alam. Akses ke lokasi ini pun masih sulit kendaraan umum sangat jarang dan kalaupun ada hanya carteran atau ojek yang biayanya cukup mahal. “agak sulit karena respon dari rumpun keluarga biasa-biasa saja. Mereka juga tidak ingin kita terlalu banyak mengubah apa yang sudah ada” (Hasil wawancara dengan Seksi Kepurbakalaan, 1 Juni 2012)
Kepala Dinas menambahkan bahwa : “karena pengunjung juga tidak terlalu tertarik kesana karena jarak yang cukup jauh dengan akses jalan yang kondisinya kurang baik, maka kita kesulitan untuk memberikan penataan yang lebih tinggi anggarannya. Kalau anggaran tinggi pasti penataannya juga akan lebih baik” (Hasil wawancara 1 Juni 2012)
Berdasarkan data di atas, penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa
hasil
dari
pelaksanaan
program
panorama ini kurang membawa dampak yang menonjol. Walaupun sudah ada kantin mini yang tersedia, namun sepi dari pengunjung karena akses yang cukup sulit dan jarak yang jauh dari pusat kota. 6. Pembukaan Objek Wisata Erong Lombok Di tahun 2011 yang lalu program pembukaan objek wisata oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
79
Toraja Utara ada beberapa objek yang menjadi sasaran. Pada umumnya lokasinya jauh dari pusat kota karena sasarannya adalah untuk pengembangan daerah tujuan wisata. Namun tidak jauh berbeda dengan yang lainnya, objek hanya berusaha membuka objek yang dianggap memiliki potensi, setelah itu tidak ada usaha untuk membenahi dan meningkatkannya secara baik
dan
signifikan. Ini kemudian menjadi permasalahan yang tak kunjung berakhir, khususnya dalam bidang pariwisata. Tak ingin
berlama-lama
dalam
permasalahan
tersebut
pembukaan objek wisata erong pun diprogramkan dengan berbagai pertimbangan, hanya saja pembukaan beberapa objek ini tidak mampu menjawab pengembangan daerah wisata yang dimaksudkan. Erong menyerupai sebuah peti jenazah yang berguna untuk menampung tengkorak yang sudah sangat lama dan tidak muat lagi dalam Liang. Erong hanya dapat ditemukan di Liang dan sudah sangat jarang ditemukan. Bercermin dari beberapa tahun silam dimana Erong di beberapa Liang yang ada di Toraja Utara hilang dicuri oleh orang yang tidak dikenal, mendasari Dinas Pariwisata untuk membuka sekaligus menata Erong di daerah tersebut. Adapun bentuk pembukaan dan penataan yang dimaksud adalah erong dikumpulkan di sudut Liang, kemudian dilengketkan langsung dengan dinding liang dengan menggunakan beton. Ada 10 buah erong yang
80
dipasang secara permanen agar tidak dapat dipindahpindahkan, masing-masing lima buah di samping jalan masuk gua. Ketika ditanya mengenai program ini, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara menjelaskan bahwa : “objek ini dibuka karena memang selama ini belum mendapat sentuhan sedikitpun, kami awali dengan papan penunjuk arah, pemetaan dan pemasangan erong di dinding Liang dimana dalam pelaksanaannya, menurut saya cukup baik karena hanya tiga hal tadi. Tapi setelah tuntas baru beberapa hari langsung tumbang karena ditempati masyarakat menggembalakn ternaknya. Jadi sebenarnya dalam setiap pelaksanaan kegiatan/proyek-proyek yang kami buat itu perlu feed back dari mereka”. (Hasil wawancara 1 Juni 2012) Sesuai
dengan
data
di
atas,penulis
dapat
menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan proyek/kegiatan ini cukup baik, hanya saja masih memerlukan feed back (Umpan balik) dari masyarakat agar hasil yang sudah dicapai dapat bertahan untuk jangka waktu yang lebih panjang. 7. Pembukaan Objek Wisata Liang Lo’ko dan panorama alam Nonongan Liang Lo’ko’ di Maruang, Lembang Nonongan, kecamatan Sopai adalah salah satu objek wisata yang merupakan kuburan batu (Liang Lo’ko) ditambah dengan panorama alam di sekitarnya. Kuburan batu (Liang Lo’ko) dapat ditemukan dibeberapa tempat, seperti di Londa dan Kete’ Kesu, masih ada di tempat lain seperti To’Tarra dan
81
Tondon yang ada di Balusu. Namun hanya Londa dan Kete’ Kesu’ yang sering mendapat bantuan melalui program-program semacam ini. Liang Lo’ko di Nonongan pun baru dibuka sebagai salah satu objek wisata. Jika disurvei
kita
dapat
melihat
bahwa
belum
ada
pengembangan yang menonjol, hanya penunjuk jalan/rute dan pemetaan yang cukup simple. Pembukaan objek ini sudah cukup lama diancang-ancang oleh Dinas, tetapi baru berhasil diprogramkan di tahun 2011. Pembukaan objek ini menambah jumlah deretan objek wisata di Kabupaten ini, sama halnya dengan pembukaan beberapa objek lainnya, lalu dikemudian hari kembali diabaikan dan tidak mendapat perhatian untuk pembenahan dengan
pelaksanaan
berikutnya. Sehubungan
kegiatan
ini,
Kepala
Dinas
memberikan keterangan bahwa : “pembukaan liang Lo’ko ini akan menambah objek wisata yang akan menjadi sasaran wisatawan. Dalam pelaksanaannya menurut kami, cukup baik. Sama seperti objek lainnya, lokasinya jauh dan akses kesana susah, yang berminat kesana hanya wisatawan mancanegara. Karena baru pembukaan maka yang bisa dilaksanakan disana adalah penunjuk jalan dan pemetaan yang ditaruh di depan Liang. Dalam merealisasikan ini kami tidak dapat menemukan respon dari masyarakat sekitar”. (Wawancara tanggal 1 Juni 2012)
Berdasarkan
data
di
atas,
penulis
dapat
menyimpulkan bahwa pelaksanaan program pembukaan Liang Lo’ko ini cukup baik. Pembukaan diawali dengan pembangunan
papan
penunjuk,
denah
Lo’ko
dan
82
pemetaan, hingga kini cukup terawat oleh masyarakat sekitar. 8. Pengadaan Rumah Mumi Bululangkan, Rindingallo. Ini sangat menarik, oleh sebab itu menjadi pertimbangan pihak Dinas untuk menentukan Bululangkan sebagai sasaran program. Untuk mencapai lokasi ini butuh waktu kurang lebih dua jam. Bentuk programnya adalah pengadaan sebuah rumah yang desainnya berbentuk Patane (Kuburan) dimana bangunan ini berguna untuk menyimpan jenazah yang awet dan mampu bertahan berpuluh-puluh tahun. Rumah mumi ini berdekatan dengan Patane yang merupakan juga milik rumpun keluarga. Proyek ini dikerjakan pada awal bulan Mei sampai akhir juli 2011, berarti ada tiga bulan waktu yang digunakan. Kini sudah dapat digunakan sebagai tempat penyimpanan mumi. Masih yang sama pada program-program sebelumnya bahwa jalan menuju objek jauh dan dalam kondisi yang kurang baik, namun karena ada respon dari masyarakat melalui kerjasama dalam sehingga itu dapat terlewati. Kepala Bidang Program dan Anggaran menjelaskan bahwa : “ini adalah program baru dan belum pernah ada sebelumnya. Dalam pelaksanaannya tentu ada hambatan-hambatannya, seperti pada programprogram sebelumnya. Kali ini, program ini cukup direspon oleh masyarakat dan aparat pemerintah. Mereka turun langsung membantu karena saat itu cuaca kurang mendukung dan lokasi terpisah dari jalan yang bisa dilalui kendaraan. Target waktu yang
83
ditentukan 2 bulan lebih. Jadi, mereka beberapa hari gotong royong mengangkut bahan bangunan, lalu berikutnya dikerjakan oleh pekerja yang telah dibayar.” (Wawancara tanggal 1 Juni 2012). Berdasarkan data di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pelaksanaan program ini cukup baik, mendapat respon yang baik dari masyarakat dan aparat pemerintah setempat dan waktu yang dibutuhkan sedikit melebihi waktu yang ditargetkan. Dalam program pengembangan daerah tujuan wisata yang merupakan penjabaran dari pengembangan destinasi pariwisata banyak objek yang berusaha dibuka sebagai usaha penambahan objek yang sudah ada, namun hanya sampai pada tahap pembukaan saja, untuk tahap berikutnya yaitu mengelola dan merawat dengan baik, belum secara maksimal. Sehubungan dengan usaha pelaksanaan Program pengembangan Daerah Tujuan Wisata, ada hal yang harus menjadi perhatian yaitu pembangungan sarana dan prasarana pariwisata untuk memantapkan pengembangan daerah tujuan wisata. Pembangunan sarana dan prasarana objek wisata yang telah dikerjakan pada tahun 2011 sampai Februari 2012 oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai usaha dalam pengembangan daerah tujuan wisata diawali dengan beberapa papan petunjuk menuju objek wisata dan pembangunan lainnya.
84
Tabel V.1 Sarana dan Prasarana Objek Wisata yang Telah Dikerjakan Tahun 2011 No
Sarana/Prasarana
Lokasi pembangunan Buntu pune Ke’te’ kesu Pala’tokke Londa Balusu Siguntu
1
Papan Petunjuk
Singki’ Tambolang Galugu dua Buntu barana’ Museum Landorundun Palawa’ Batutumonga Museum Ne’ Gandeng
2
Toilet
Ke’te’ Kesu Londa
3
Pagar
Objek Wisata Van Der Lostregh
(Sumber : Data Sekunder, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara tahun 2012)
Secara
umum
keseluruhan
kegiatan
di
atas
dalam
rangka
merealisasikan program tersebut telah diupayakan semampu pihak yang bersangkutan, seperti pembangunan papan petunjuk, toilet, dan tangga. Tentunya dengan melihat kondisi yang ada dan keadaan yang diinginkan. Telah diupayakan melalui penetapan sasaran dan kebijakan, namun sangat
85
disayangkan karena ternyata bahwa hal itupun tidak mampu dilakukan secara baik dan konsisten. Pada saat peneliti mengadakan survei ke beberapa objek Wisata yang menjadi sasaran dari program di atas, namun sepertinya tidak terawat dengan baik oleh masyarakat yang ada disekitar objek. Sehingga, kembali lagi bahwa perlu adanya kesadaran individu maupun kelompok masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan tersebut di atas tidak begitu maksimal, usaha pengembangan daerah tujuan wisata yang dilakukan sesuai dengan kondisi anggaran yang ada. Adapun sedikit usaha untuk memelihara proyek yang telah diselesaikan adalah dengan mengadakan kegiatan kerja bakti untuk menjaga kebersihan objek, namun itu dilakukan pada objek yang jaraknya dekat dengan kantor Dinas. 2) Anggaran Dalam hasil diskusi awal dengan Bappeda, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,
pengelola
obyek
wisata,
anggota
PHRI,
dalam
rangka
penyusunan RIPPDA Toraja Utara menyebutkan anggaran menjadi permasalahan yang kedua setelah komitmen. Masalah anggaran memang merupakan hal yang menyulitkan. Sumber daya non manusia ini dianggap sangat minim, sehingga hampir semua program kerja selalu terkendala. Semua informan yang berhasil diwawancarai oleh penulis mengeluhkan tentang anggaran yang menurut mereka masih kurang yang kemudian mempengaruhi hasil dari kegiatan yang dilakukan. Kepala Sub Bagian Program dan anggaran memberikan keterangan bahwa :
86
“Anggaran merupakan bagian dari program yang dinyatakan dalam bentuk satuan uang, setiap program akan dinyatakan secara rinci dalam biaya, yang dapat digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan. Kondisi keuangan lambatnya dana dikucurkan sangat berdampak terhadap pelaksanaan rencana strategi dalam hal ini program.” (Hasil wawancara 1 Juni 2012)
Pada saat ditanya mengenai sumber daya non manusia ini, Kepala Dinas memberikan keterangan sebagai berikut : ”Segala bentuk program yang kami buat semua membutuhkan dana. Dan yang kami perlukan sebenarnya jika kita betu-betul ingin membenahi pariwisata kabupaten Toraja Utara butuh dana kurang lebih dua kali lipat dari dana yang diberikan untuk membiayai program tahun 2011. Tapi jika ingin mengejar ketertinggalan dari Bali, maka akan butuh anggaran lebih dari itu, setidaknya kita sesuaikanlah dengan kemampuan pemerintah daerah. Kami sudah membahasakan kekurangan dana itu melalui rencana anggaran yang diajukan, tetapi selalu ada perubahan sebelum ada penetapan oleh pihak yang berwewenang.” (Wawancara tanggal 28 Mei 2012)
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kepala Dinas, beberapa kepala bidang dan kepala seksi, mengungkapkan hal yang sama bahwa pada saat kami mengajukan permintaan dana kepada pemerintah dengan jumlah sekian, kami hanya bisa diberikan dana dengan jumlah yang jauh dari jumlah yang kami minta, sehingga hampir semua program terhambat disitu dan sangat terbatas. Ini tidaklah mengherankan karena kabupaten ini baru terbentuk, sehingga segala sesuatunya harus dimulai dari awal. Dijelaskan oleh Kepala Dinas bahwa : “kita tidak dapat berbuat banyak karena sekali lagi bahwa keterbatasan anggaran yang diberikan. Misalnya, hanya dapat menyediakan toilet-toilet kecil. Awalnya kami memikirkan dan ingin merencanakan program besar, tetapi sulit karena hal yang tadi, mau buat program besar ternyata anggarannya sudah sekian”. (Wawancara tanggal 28 Mei 2012)
87
Hal tersebut di atas dibenarkan oleh salah seorang staf yang tidak bersedia menyebutkan namanya. “kami hanya bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang sedapat mungkin tidak membutuhkan dana besar, seperti setiap hari jumat pegawai serta tenaga sukarela mendatangi objek-objek wisata terdekat dan membersihkan apa yang bisa dibersikan disana”. (Wawancara tanggal 28 Mei 2012)
Berdasarkan data sekunder program pengembangan daerah tujuan wisata untuk tahun 2011 membutuhkan anggaran sebesar 650.000.000,00 dan realisasinya sebesar 585.093.200,00 ini berarti bahwa terdapat selisih sebesar 64.906.800,00. Padahal sebelumnya di atas dikeluhkan oleh beberapa informan bahwa adanya dana yang minim mempengaruhi realisasi program dan kegiatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupatena Toraja Utara. Hal ini membutuhkan kehati-hatian, sesuai dengan data sekunder berikut ini :
88
Tabel V.2. Kegiatan-kegiatan Program Pengembangan Daerah Tujuan Wisata Tahun 2011 Sasaran/Program
Program/Kegiatan -
-
Pengembangan Daerah Tujuan Wisata
-
-
Pembuatan Jalan Setapak Untuk Tourist Pejalan Kaki (Traking) Penataan Objek Wisata Batukianak Penataan Objek Pemandian Likulambek Penataan Panorama Indo’ Tondang Pembukaan Jalan Setapak Buntu Singki Pembukaan Objek Wisata Erong Lombok Pembukaan Objek Wisata Liang Lo’ko dan Panorama Alam Nonongan Pengadaan Rumah Mumi
Jumlah
Lokasi Kegiatan Sa’dan Ulusalu Kec. Sa’dan
Sa’dan Malimbong Kec. Sa’dan Sa’dan Malimbong Kec. Sa’dan Sa’dan Malimbong Kec. Sa’dan Kec. Rantepao Kec. Sesean Lemb. Nonongan Kec. Sopai
Bululangkan Kec. Rindingallo
Anggaran
Realisasi
50.000.000
49.500.000
50.000.000
41.830.000
50.000.000
40.911.000
50.000.000
42.870.000
300.000.000
285.592.200
50.000.000
44.570.000
25.000.000
20.250.000
75.000.000
59.570.000
650.000.000
585.093.200
(Sumber : RKA Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2011 dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2011)
89
Tabel V.3 Pendapatan Asli Daerah tahun 2011 No
Pendapatan Asli Daerah
1
Pendapatan Pajak Daerah
2
Retribusi Daerah
3
Lain-lain PAD yang sah Total
Jumlah (Rp) 365.000,00 322.861.400,00 32.235.000,00 355.461.400,00
(Sumber : Data Sekunder, Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2011)
Jika dihitung secara keseluruhan anggaran untuk semua program tahun 2011 adalah 2.253.982.500,00 dan untuk program pengembangan daerah tujuan wisata dalam satu tahun anggaran adalah 585.093.200,00 sementara jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2011 adalah sebesar 355.461.400,00 maka perbandingan antara anggaran untuk program ini berbeda dan itu masih merupakan bagian kecil dari program lain yang butuh anggaran, belum termasuk program yang lainnya. Inilah yang dianggap membuat sulit didalam membuat program-program besar dalam rangka mengejar ketertinggalan guna mencapai daerah tujuan wisata seperti Bali. Setelah menganalisis data primer dan data sekunder dapat menimbulkan pertanyaan besar. Dari informan Dinas selalu mengatakan bahwa kekurangan dana, hal ini juga menimbulkan keraguan dan pertanyaan besar bagi masyarakat. Kesimpulannya bahwa anggaran yang diberikan oleh pemerintah dianggap masih sedikit oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara, sehingga mempengaruhi semua program dalam artian bahwa tidak dapat membuat program-program besar untuk mengejar ketertinggalan sebagai Kabupaten baru. Untuk dapat mengejar maksimalnya
90
pelaksanaan Renstra atau program yang ada diperkirakan membutuhkan anggaran sekitar 10 milliar itu baru menyesuaikan Kabupaten Toraja Utara sebagai Kabupaten yang baru beberapa tahun terbentuk, belum mengejar ketertinggalan dari daerah-daerah wisata. Inginnya membuat program besar sebagai usaha pembenahan, anggaran tidak cukup, sehingga hanya mampu pada program-program kecil, adapun yang lebih itu adalah sisa dari program-program kecil. 3) Prosedur Prosedur secara khusus merinci berbagai aktifitas yang harus dikerjakan untuk menyelesaikan program-program organisasi. Berbicara tentang prosedur yang dilalui guna melaksanakan rencana strategi. Prosedur secara
keseluruhan
mulai
dari
perencanaan
awal
telah
berjalan
sebagaimana mestinya, yakni melalui musrenbang yang melibatkan para perencana dan tokoh masyarakat sampai kepada penyusunan program dan anggaran yang dibutuhkan. Program dan kegiatan sebagai implementasi dari rencana strategi sudah tercatat dengan baik dan rapi. Tetapi dalam hal pelaksanaan di lapangan tak lagi sesuai dengan apa yang hendak dicapai sebelumnya. Dalam rencana strategi dipaparkan dengan rinci apa yang menjadi tugas dan pekerjaan kepala Dinas sebagai pimpinan, setiap bidang dan seksi, ini merupakan deretan tanggungjawab yang yang harus dikerjakan. Rencana kerja yang memuat tentang langkah-langkah untuk melaksanakan rencana strategi. Pada Bab I telah ditampilkan berdasarkan data sekunder mengenai beberapa objek wisata yang sampai saat ini belum tersentuh, utamanya
91
yang jauh dari pusat kota Rantepao. Pembukaan objek wisata baru selalu ada, namun pengelolaannya sangat disayangkan karena tidak mendapat perhatian yang lebih sehingga mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung, khususnya wisatawan lokal karena rute yang harus dilalui dalam kondisi rusak dan hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki.
V.2. Hambatan Kunci dalam Pelaksanaan Rencana Strategi Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara
Dalam Implementasi strategi pada bab sebelumnya telah dituliskan bahwa dalam implementasi strategi ada empat hal yang menjadi hambatan kunci. Bryson menyebutkan ada empat hambatan kunci yang dimaksud adalah masalah Manusia, Proses, Struktural, Institusional. Berikut akan diuraikan dengan jelas mengenai hal tersebut. 1. Manusia Individu merupakan bagian dari organisasi yang sangat penting dan juga merupakan bagian dari implementer yang tentunya akan berdampak terhadap pelaksanaan strategi. Setiap individu memiliki kemampuan
terbatas
untuk
menangani
masalah-masalah
dalam
organisasi. Demikian halnya juga dengan individu-individu yang terlibat dalam pelaksanaan rencana strategi. Pada dinas kebudayaan dan pariwisata perhatian dan komitmen menjadi masalah yang pertama sesuai dengan data sekunder yang telah dipaparkan di atas dalam diskusi awal dengan pihak Bappeda Kabupaten Toraja Utara. Apabila individu telah bermasalah dalam hal perhatian dan komitmet untuk melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab individu, maka sulit bagi kelompok
92
ataupun komunitas untuk menghindari masalah tersebut sebab individu yang menjadi titik awal dalam membangun komitmen dan perhatian. Untuk mewujudkan pelaksanaan yang maksimal atau yang efektif dan efesien, tidak hanya membutuhkan komunikasi yang baik, dana yang banyak tetapi juga perhatian dan komitmen dari para pelaksana untuk serius dalam melaksanakan apa yang telah direncanakan dan hal yang paling bermasalah dalam perencanaan adalah pelaksanaan. Sering kali secara konseptual apa yang direncanakan sudah sangat baik bahkan sempurna, namun tiba pada fase pelaksanaan muncul berbagai macam kendala yang jika tidak diatasi dengan cepat akan menghambat semua pelaksanaan rencana. Tuntutan akan perhatian dan komitmen yang tinggi sangat diperlukan terlebih mengingat tugas pokok dan fungsi baik dari Dinas maupun semua elemen yang ada dalam dinas. Kepemimpinan yang ditampilkan oleh para pengambil dan pelaksana kebijakan akan sangat mempengaruhi hasil dari kebijakan itu sendiri nantinya. Menurut Kepala Dinas bahwa : “untuk pelaksanaan Renstra dalam bentuk program kerja itu membutuhkan komitmen dari pelaku wisata, khususnya para pegawai. Sepanjang saya menjabat sebagai kepala dinas saya melihat bahwa para pegawai yang ada disini komitmennya masih rendah. Sehingga hal ini menyulitkan kita dalam pelaksanaan program dan kami sendiri agak sulit kalau seperti itu keadaannya. Sangat memerlukan kesadaran dari individu”.(Wawancara tanggal 28 Mei 2012)
Hal yang senada disampaikan Kepala Bidang Pengembangan SDM dan Peran Serta Masyarakat bahwa : “Komitmen pegawai yang ada masih kurang dan bahkan pelaku pariwisata. Kami pimpinan juga perlu komitmen agar antara pimpinan dan pegawai itu dapat sejalan. Susah juga karena komitmen dari rekan-rekan pegawai tidak begitu baik. Itu tentunya
93
perlu teguran dari atasan jika memang itu menyangkut sikap dan komitmen”. (Wawancara tanggal 21 Mei 2012)
Kepala Bidang Usaha Jasa Pariwisata dan ODTW juga mengatakan : “Masih ada satu atau dua orang yang memiliki komitmen dalam pelaksanaan program, contohnya dua orang staff saya ini masih dapat mengerjakan tugas dengan baik”. (Wawancara tanggal 14 Mei 2012)
Tetapi dari hasil observasi yang penulis lakukan dalam hal komitmen ada kecenderungan dimana pegawai lebih banyak duduk ketika hari-hari kerja sebagaimana kecenderungan PNS pada umumnya, tidak ada inisiatif yang muncul dari mereka. Kecuali pada saat mendapat instruksi dari pimpinan untuk melaksanakan suatu kegiatan. Perhatian dan komitmen merupakan indikator berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada lingkungan Dinas. Sebagai upaya untuk meningkatkan perhatian dan komitmen pegawai, pihak dinas melakukan punishment bagi yang melalaikan tugas dan sampai saat ini belum ada sistem reward di luar gaji bulanan yang diberikan kepada pegawai. Sebagaimana kecenderungan para pegawai memiliki pemikiran bahwa status mereka sebagai PNS di bawah Departemen Keuangan telah menjadi jaminan kehidupan mereka dalam arti mereka akan tetap menerima gaji dan tidak akan dipecat meskipun mereka tidak bekerja dengan baik. Kondisi ini tentunya sangat berbeda dengan kondisi karyawan swasta dimana mereka mempertaruhkan pekerjaan dengan hasil mereka. Dalam setiap organisasi/unit kerja terdiri dari beberapa sumber daya
yang
sangat
mendukung
kelancaran
pelaksananaan
dan
94
pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya dalam hal ini dapat berarti sumber daya manusia dan nonmanusia. Sumber daya manusia adalah personil/pegawai/karyawan yang mutlak harus ada dan perlu pengembangannya. Tanpa unsur manusia sebagai pegawai, maka tujuan organisasi yang telah ditentukan tidak akan tercapai sebagaimana yang diharapkan. Kerjasama tidak akan terwujud dan alat-alat hanya akan merupakan benda mati dan waktu akan terbuang percuma apabila hal tersebut tidak terpenuhi dengan pegawai yang memiliki keterampilan yang sesuai yang dibutuhkan. Organisasi sebagai suatu wadah, maka pegawai adalah alat yang menggerakkan dan menggiatkan agar segala kegiatan organisasi tersebut berjalan menuju tujuannya. Pegawai mengerjakan segala kegiatan/pekerjaan dengan menghasilkan suatu karya yang diharapakan. Sehingga berhasinya suatu proses pencapaian tujuan sangat bergantung pada unsur manusia yang melaksanakan tugas-tugas serta kegiatankegiatan dalam usaha yang bersangkutan. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara memiliki pegawai sebanyak 24 orang dibantu oleh tenaga Honorer orang dan tenaga Sukarela orang. Sehingga sangat diharapkan dapat menyesuaikan kemampuannya dengan tuntutan tugas pokok dan fungsi mereka masing-masing dengan baik. Jika
dibanding
antara
masyarakat
Toraja
Utara
dengan
masyarakat Bali, sangatlah jauh berbeda. Jika masyarakat Bali memiliki sikap sadar wisata dan berinisiatif untuk menata sedemikian rupa objekobjek wisata sehingga dinas pariwisata setempat tak lagi kesulitan dalam
95
merealisasikan program kerjanya, maka berbeda dengan masyarakat Toraja yang kurang memiliki sadar wisata dan selalu menunggu pemerintah untuk membenahi segala masalah di bidang pariwisata. Kepala Bidang Aneka Jasa Pariwisata dan Objek Daya Tarik Wisata mengatakan bahwa : “Toraja Utara memang memiliki potensi budaya yang baik, namun masyarakat Toraja sangat berbeda dengan masyarakat Bali. Masyarakat Toraja yang sadar wisata hanya 50:50, mereka menunggu perintah untuk bergerak membenahi bidang pariwisata, tidak ada inisiatif. Hal ini kemudian membuat kami sangat kesulitan dalam melaksanakan semua kebijakan ini, bahkan penyuluhan-penyuluhan yang kita lakukan tidaklah membawa perubahan yang signifikan”. (Hasil wawancara tanggal 21 Mei 2012)
Masyarakat Toraja Utara sebagai sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut dalam bentuk perubahan dan peningkatan, ternyata tidak begitu baik. Masyarakat merasa bahwa mereka hanya dijanjikan untuk membenahi sarana maupun prasarana objek wisata yang ada di sekitar mereka. Kalaupun ada sedikit yang dibenahi hanya pada objek-objek yang dekat dengan pusat kota Rantepao. Masyarakat
mengeluhkan
bahwa
dinas
tidak
memberikan
perhatian yang lebih terhadap masalah pengembangan destinasi pariwisata. Padahal sangat memerlukan perhatian yang lebih, melihat Kabupaten Toraja Utara sebagai kabupaten baru dan memiliki potensi pariwisata yang sangat baik, masih butuh pengelolaan yang baik. Salah seorang tokoh masyarakat ketika diwawancarai mengatakan bahwa : “kami pikir bahwa kalaupun seperti itu keadaannya, tidak perlu menjanjikan sesuatu agar kami tidak berharap karena yang ada selama ini adalah pemerintah selalu menjanjikan kami untuk
96
memberikan bantuan untuk memperbaiki obek-objek yang ada”. (Wawancara tanggal 29 Mei 2012)
Salah
seorang
pegawai
dari
Seksi
Kepurbakalaan
dan
Permuseuman menambahkan seperti berikut : “susah juga karena objek wisata itu ada yang statusnya adalah milik rumpun keluarga, jadi untuk membangun sarana harus minta izin dulu dan ada keluarga yang tidak setuju jika kita yang melakukan penataan di objek tersebut. (Wawancara tanggal 14 Mei 2012)
Baik organisasi maupun perorangan memiliki peran untuk bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari proses pelaksanaan tersebut. Berdasarkan data mengenai data pegawai Dinas Pariwisata yang penulis peroleh dari Dinas dapat diketahui bahwa ada 24 orang pegawai yang bekerja di Dinas dan ditempatkan di bidang yang ada. Mereka merupakan implementer Renstra. Kepala Dinas memberikan penjelasan bahwa : “Pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan masih sangat membutuhkan kreativitas dari semua elemen, baik itu pihak pemerintah, pelaku pariwisata maupun masyarakat sebagai target grup. Karena semua tahap-tahap ini tidak dapat berjalan sendirisendiri, begitupun semua elemen harus saling mendukung, bekerja sama dan memberikan feed back yang positif terhadap segala upaya yang dilakukan. Jadi kami sebagai pelaksana tidak dapat jalan sendiri. (Wawancara tanggal 28 Mei 2012)
Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya dan Peran Serta Masyarakat juga memberikan penjelasan bahwa : “memang kami sebagai pelaksana masih butuh masukan dari masyarakat dan pelaku wisata lainnya, butuh kreativitas dari pemerintah dalam hal ini dinas untuk melaksanakan sedemikian rupa agar Renstra atau program kita tidak hanya sebatas
97
dokumen saja tetapi bisa dilaksanakan dipertanggungjawabkan”. (Wawancara tanggal 21 Mei 2012)
dan
Dari data di atas semakin dikuatkan oleh data sebagai berikut : 1.
Perwujudan komitmen, maupun kebijakan politik dari berbagai pihak terkait dengan pariwisata belum seluruhnya terlaksana.
2.
Keterbatasan dana pengembangan pariwisata di daerah.
3.
Kualitas SDM pariwisata yang masih rendah sehingga kurang mendukung pengembangan pariwisata yang terjadi di daerah.
4.
Sarana dan prasarana penunjang pariwisata belum memadai, baik di luar maupun di dalam obyek wisata.
5.
Aksesibilitas menunjuk objek dan daya tarik wisata kurang mendukung, terutama di daerah yang jauh dari Kota Rantepao,
6.
Pengelolaan pariwisata di daerah belum optimal, terutama pemilik obyek wisata.
7.
Sistem pemasaran dan promosi pariwisata belum optimal terkendala pembiayaan dan belum dilakukan secara terpadu dan tidak terfokus pada pangsa pasar tertentu, serta belum adanya BP2D.
8.
Pariwisata di Toraja Utara belum dapat meningkatkan minat investor untuk menanamkan modalnya,
9.
Peran serta masyarakat dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata masih rendah.
10. Apresiasi masyarakat terhadap pariwisata masih rendah 11. Aspek-aspek dalam pengembangan pariwisata belum memiliki kepastian hukum yang kuat.
98
(Sumber : Hasil diskusi awal dalam rangka penyusunan RIPPDA Toraja Utara tahun 2011)
Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam hal komitmen pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata masih kurang, itu akan mempengaruhi sukses tidaknya program pengembangan destinasi pariwisata yang dilaksanakan.
Dibutuhkan
kesadaran
individu
yang
benar-benar
bersumber dari mata hati agar ketika melaksanakan sesuatu tidak merasa tertekan dan terpaksa. Masih butuh ketegasan dari pimpinan di dalam memberikan tugas serta bimbingan dan arahan. Sehingga pelaksanaan strategi dapat berjalan dengan baik. Kegiatan untuk peningkatan kualitas SDM mengalami kendala dalam hal penganggaran. Namun diakui bahwa pegawai telah pernah mengikuti bimbingan, hanya saja kegiatan tersebut tidak secara rutin dan berkesinambungan diadakan karena masalah biaya yang diperlukan. Penulis menangkap kesan bahwa ada sikap saling menyalahkan antara pihak dinas sebagai pihak implementer dengan masyarakat. Sampai saat ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai pihak
yang
bertanggungjawab
dalam
melaksanakan
program
pengembangan destinasi pariwisata masih membutuhkan dukungan dari semua pihak, dukungan dari pemerintah kabupaten, masyarakat dan pelaku pariwisata lainnya, untuk kemudian bekerja sama dan memberikan terobosan baru, masukan-masukan yang kreatif dan membangun untuk bidang pariwisata.
99
2. Masalah proses Implementasi
Strategi
adalah
yang
berhubungan
dengan
merencanakan bagaimana pilihan strategi dapat dilaksanakan. Proses yang dimaksud kali ini adalah mengelola ide dalam melaksanakan pilihan strategi, karena ide merupakan tempat bersandar tindakan kolektif. Menciptakan landasan bagi koalisi cukup besar untuk menciptakan tindakan koleftif yang adalah tanda resmi tindakan strategis yang efektif. Dengan kata lain ide kali sumber daya (orang, uang, waktu keahlian, perhatian) sama dengan kekuasaan untuk mempengaruhi perubahan strategis yang bermanfaat. Sesungguhnya, organisasi, agen, lembaga, program, produk dan pelayanan diorganisir di sekitar ide, banyak di antaranya ketinggalan zaman. Untuk mendapatkan perencanaan strategis yang efektif, maka perlu mengganti cara kita mengerjakan sesuatu sekarang dengan cara lainnya, kita harus menemukan cara yang lebih baik untuk mengelola transisi dari cara lama ke cara baru. Hal semacam inilah yang menjadi kebutuhan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara yang saat ini dalam proses pembenahan ekstra. Dalam pelaksanaan rencana strategi yang dituangkan dalam bentuk program kerja. Dalam proses pelaksanaan ini diawali dengan penyusunan program dengan melihat keadaan yang riil mengenai bidang pariwisata. Komunikasi untuk menyampaikan ide-ide strategis dibutuhkan dimana merupakan simbol berlangsungnya tata hubungan informasi dari dan ke arah pelaksanaan yang diikuti dengan pemahaman lingkungan dan potensi yang dimiliki, Hal ini menyangkut proses penyampaian
100
informasi atau transmisi, kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi yang disampaikan. Komunikasi dalam menyampaikan dan mengatur ide yang baik memiliki peran yang penting diantara pihak implementer. Setiap elemen pelaksana Renstra perlu mengkoordinasikan pelaksanaan program hingga berada pada tahap evaluasi. Karena sebagai pelaksanaan, perlu ada informasi timbal balik melalui komunikasi dan koordinasi yang baik antara bidang-bidang/seksi-seksi/satuan-satuan dalam lingkungan Dinas Kabupaten Toraja Utara. Perlu juga untuk menyuarakan diagnosis masalah dan mengusulkan solusi, itu semua muncul dari ide yang kemudian dikomunikasikan. Dalam mengimplementasikan ide merupakan sesuatu yang sulit. Dalam hal ini pihak Dinas Pariwisata Kabupaten Toraja Utara tidak terlalu memperhatikannya. Dalam menerima instruksi dari atasan, pegawai tidaklah terlalu memahami apa yang akan hendak dilakukan atau yang dimaksudkan. Masalah ini kemudian diperkuat oleh hasil wawancara penulis dengan beberapa informan. Terkait dengan hal tersebut, maka dalam lingkungan Dinas sendiri menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara bahwa : “sering sekali ketika saya menginstruksikan sesuatu kepada pegawai mengenai hal-hal yang berhubungan dengan Rencana Strategi, khususnya pelaksanaannya, pegawai tidak memahami dan tidak dapat melakukan dengan baik. Ini semakin ditambah rumit dengan kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh pegawai, tidak hanya itu bahkan komitmen dari pegawai dalam pelaksanaan Renstra pun sangat rendah” (hasil wawancara, 28 Mei 2012) Tidak hanya itu, bahkan pada saat pihak Dinas menyampaikan program-programnya kepada masyarakat cukup disambut baik, tetapi
101
ketika sampai pada tahap pelaksanaan masyarakat seolah-olah tidak memahami apapun tentang pariwisata, hanya sebagian kecil yang dapat mengerti dengan baik dan selanjutnya dapat melaksanakannnya. Sehingga penulis berpendapat bahwa dalam proses pelaksanaan pengembangan
destinasi
pariwisata
perlu
ada
sosialisasi
untuk
memberikan pemahaman yang mendalam tentang hal yang dimaksud. Jadi dapat disimpulkan bahwa nampak dalam proses pelaksanaan terdapat komunikasi yang kurang baik antara pimpinan dengan pegawai dan apabila hal ini tidak segera ditangani, maka jelas akan dapat mempengaruhi berhasil tidaknya pelaksanaan Rencana Strategi. Oleh karena dalam menghasilkan rangkaian pelaksanaan Renstra yang baik bukanlah semata-mata hasil kerja perseorangan atau pegawai atau pimpinan saja melainkan hasil kerja kolektif serta dukungan dari masyarakat. Latar belakang dan keahlian yang mereka miliki akan mempengaruhi tingkat komunikasi dalam melaksanakan kegiatan mulai dari perencanaan, pengelolaan sampai pada pelaksanaan. 3. Masalah Struktural Organisasi yang merupakan suatu bentuk kerja sama yang berlangsung secara tertentu menyebabkan adanya bentuk berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang tertentu pula. Untuk itu setiap bentuk mesti ada konfigurasi tertentu yang disebabkab oleh sesuatu di dalamnya yang disebut struktur organisasi. Struktur ini pada dasarnya diadakan untuk memungkinkan setiap anggota organisasi mempunyai tugas, wewenang dan tanggungajawab tertentu yang dapat memberikan sumbangan tertentu pula bagi
102
pencapaian tujuan organisasi. Struktur ini dianggap sebagai kerangka dasar menyeluruh yang mempersatukan fungsi-fungsi suatu birokrasi. Struktur mengatur tata aliran pekerjaan, sehingga masing-masing telah memiliki tugas serta tidak lagi mencampuri tugas-tugas yang lain. Dalam lingkungan Dinas sendiri, garis perintah tampak di dalam struktur organisasi yang dimiliki. Struktur tersebut memberikan gambaran bahwa Kepala Dinas Kabupaten Toraja Utara menetepkan kebijakan yang kemudian dijalankan oleh bidang-bidang di bawahnya. Kepala Dinas secara langsung membawahi seluruh bawahannya yang secara lebih spesifik dibagi menjadi lima bidang yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang
berbeda dan harus bertanggungjawab secara langsung kepada
Kepala Dinas. Kelima bidang tersebut kemudian membawahi sub bagian dan seksi yang selanjutnya membawahi staff atau pegawai lainnya dan bekerja berdasarkan tugas serta tanggung jawab masing-masing serta tanggung jawab kepada kepala bidang tersebut. Ini menggambarkan bahwa ada keterkaitan antara satu dengan yang lainnya Berdasarkan data Sekunder yang diberikan oleh pihak Dinas kepada Penulis dan penulis kemudian menganalisa bahwa pada Struktur organisasi ada ketidakjelasan tentang tugas pokok dan fungsi dari Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Kelompok Jabatan Fungsional yang kemudian sangat mempengaruhi pelaksanaan Renstra, dalam hal ini program/kegiatan. Hal ini kemudian dinilai dapat menyulitkan pihak tersebut di atas dalam mempertanggungjawabkan segala sesuatunya, termasuk kegiatan operasionalnya, sehingga tugas pokok dan fungsinya perlu untuk segera
103
diperjelas. Berikut penjelasan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ketika ditanya mengenai tupoksi masing-masing bidang. “walaupun sudah ada tugas pokok dan fungsi yang begitu jelas, namun keterlibatan semua pihak menjadi tidak begitu sempurna, ada saja yang pasif dan menunggu perintah dari atasan”. (hasil wawancara 28 Mei 2012)
Masalah struktural yang mengaitkan lingkungan internal dan eksternal harus melintasi tingkat-tingkat secara bermanfaat. Perencana harus memiliki keyakinan bahwa keseluruhannya terletak pada bagianbagiannya. Implementasi harus dipikirkan secara simultan dan pelaksana dilibatkan secara melintasi tingkat-tingkat serta di dalam dan di luar dan sebaiknya implementasi dimulai sebelum perencanaan strategis lengkap. Ketika hubungan keseluruhan bagian rusak, masalah lainnya akan muncul. Intinya memulai implementasi harus melibatkan beragam orang dalam berbagai peran. Berikut wawancara penulis dengan Bidang Pengembangan SDM dan Peran Serta Masyarakat tentang keterkaitan lingkungan ekternal dan internal. “Menurut saya, keterkaitan antara lingkungan ekternal dan internal tentu ada, sebut saja dalam pelaksanaan program pengembangan destinasi pariwisata. Seharusnya perkembangan pesat teknologi informasi dapat membantu manusianya yaitu implementer. Tapi bagaimana itu dapat terjadi kalau manusianya tidak terampil, kondisi ekonomi (Keuangan) daerah yang saat ini masih dalam tahap pembenahan. Contohnya potensi destinasi yang sebenarnya bisa dipromosikan dengan gencar, malah begitubegitu saja sehingga yang tampil disitus resminya justru informasi atau data-data lama. Inilah yang menjadi titik kelemahan kita”. (Hasil wawancara 21 Mei 2012)
Dan kemudian Kepala Sub Bagian Program dan Anggara menambahkan bahwa :
104
”untuk memperoleh hasil maksimal dalam pelaksanaan Renstra semacam ini harus ada pertimbangan-pertimbangan dan perhatian terhadap lingkungan internal dan eksternal agar memanfaatkan kekuatan untuk mengatasi ancaman dan meminimalkan kelemahan untuk mengatasi ancaman ”(Hasil wawancara 1 Juni 2012) Jadi kesimpulan yang dapat penulis peroleh adalah dalam memperoleh hasil yang maksimal seharusnya interaksi lebih terpola, entah itu dalam lingkungan internal instansi maupun luar. Tata aliran pekerjaan cukup jelas dan garis perintah nampak, namun yang ada bahwa masih ada sikap pasif. Kemajuan teknologi tidak dapat membantu secara utuh dan kondisi ekonomi (Keuangan) yang masih dalam tahap pembenahan yang nota benenya adalah Kabupaten Baru serta kurang jeli dalam
memanfaatkan
kekuatan
untuk
mengatasi
ancaman
dan
meminimalkan kelemahan untuk mengatasi ancaman.
4. Masalah Kelembagaan Berbicara mengenai pola-pola interaksi dalam organisasi menjadi lembaga manakala pola tersebut dimasuki oleh nilai dan karakter. Perkembangan karakter lembaga dan komunitas sebagian besar merupakan tanggung jawab kepemimpinan. Dalam hal ini tugas utama kepemimpinan lembaga adalah pendefinisian misi lembaga, struktur dan sistemnya, pembelaan integritasnya dan pengaturan konflik internal. Integritas masyarakat terhadap instansi ini tidak begitu baik, itu tergambar dari pendapat dan hasil wawancara lepas oleh penulis dengan masyarakat sekitar objek wisata dan telah sedikit disinggung di atas mengenai respon masyarakat atas program tersebut. Satu yang perlu digaris bawahi dalam hal ini adalah jika para pemimpin gagal dalam tugas
105
kepemimpinan transformatif, integritas lembaga akan dipertanyakan. Hilangnya integritas lembaga menyebabkan penyimpangan organisasi. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memberikan gambaran mengenai interaksi yang ada di instansi tersebut bahwa : “interaksi dalam tatanan pimpinan dan pegawai tidaklah melenceng dari ketentuan yang ada, hanya saja penyampaiannya, dalam hal ini kurang komunikasi sehingga memunculkan kebingungan bagi mereka. Untuk interaksi dengan lembaga lain itu yang menjadi kekurangan kami, besar harapan kami kepada pemerintah kabupaten dan provinsi meningkatkan kerjasama yang lebih baik, misalnya ada event lain yang dapat memberikan sumbangsi dalam pelaksanaan pengembangan destinasi pariwisata kita ini”. (Hasil wawancara 28 Mei 2012)
Penulis kemudian bertanya kepada Bidang Pengembangan SDM dan Peran Serta Masyarakat pola interaksi dalam dinas dan terhadap organisasi lain, beliau memberikan keterangan sebagai berikut : “interaksi dalam hal kerjasama sebenarnya bukan hal yang sulit tapi karena adanya sikap yang diistilahkan masa bodoh dan enggan berkomunikasi dengan baik. Kami kesulitan berkomentar kalau mau berbicara soal interaksi dengan yang di luar karena belum ada yang diajak kerjasama. (Hasil wawancara 21 Mei 2012)
Berdasarkan data di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa penting adanya peningkatan kerjasama Dinas dengan lembaga atau organsasi lain guna memperlancar dalam merealisasikan program pengembangan daerah tujuan wisata Kabupaten Toraja Utara. Interaksi dalam hal kerjasama sebenarnya bukan hal yang sulit tapi karena adanya sikap masa bodoh dan keengganan berkomunikasi dengan baik. Perkembangan karakter lembaga dan komunitas sebagian besar merupakan tanggung jawab kepemimpinan. Satu yang perlu digaris
106
bawahi dalam hal ini adalah jika para pemimpin gagal dalam tugas kepemimpinan transformatif, integritas lembaga akan dipertanyakan. Hambatan-hambatan kunci dalam pelaksanaan Strategi tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena semua saling berkaitan. Selain hambatan kunci di atas, tentunya ada pula hal-hal yang mendukung pelaksanaan Strategi ini yang tentunya tidak keluar dari lingkup keempat hal di atas. Visi dari Bupati merupakan hal yang bisa membantu dalam pelaksanaan program ini, mengingat isi dari visi tersebut lebih menekankan pada bidang pariwisata. Ditambah dengan sumber daya alam yang cukup potensial yakni alam dan budaya. Di samping itu masih ada nilai tambah dari masyarakat yang terkenal dengan keramahan terhadap para pengunjung wisata.
107
BAB VI PENUTUP
VI. 1. Kesimpulan Pelaksanaan
Rencana
Strategi
Bidang
Pengembangan Destinasi Pariwisata oleh
Pariwisata
dalam
Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata telah berjalan sesuai dengan sistem yang ada, namun dalam pelaksanaan itu terdapat masalah-masalah yang membawa dampak yang negatif dalam pelaksanaan strategi. Hal yang paling bermasalah adalah penganggaran yang terbatas membuat program-program besar tidak terlaksana sesuai dengan rencana sebelumnya. Komitmen yang dimiliki oleh para implementor juga menjadi salah satu hal yang tidak dapat diabaikan, ini dipengaruhi oleh status mereka sebagai PNS yang selalu beranggapan bahwa meskipun tidak bekerja secara maksimal tetap akan mendapatkan gaji secara rutin. Jadi, masih membutuhkan kesadaran individu. Semua bentuk kegiatan dalam rangka melaksanakan program pengembangan
daerah
tujuan
wisata,
umumnya
terkendala
karena
pendanaan yang kecil sehingga program yang dapat dilaksanakan juga program kecil. Anggaran yang terbatas menjadi pertimbangan padahal Dinas membutuhkan anggaran lebih yang diberikan untuk membiayai program, khususnya tahun 2011. Dari 2.253.982.500,00 ada 650.000.000 dialokasikan untuk program Pengembangan daerah tujuan wisata. Apa lagi jika betul-betul ingin membenahi pembangunan bidang pariwisata perlu anggaran lima kali lipat
dari total anggaran yang ada. Lambatnya kucuran dana juga ikut
108
memberi dampak dalam pelaksanaan program pengembangan daerah tujuan wisata. Dalam
meningkatkan
optimalisasi
atau
memaksimalkan
pelaksanaan Rencana Strategi, terdapat beberapa hambatan kunci, diantaranya adalah masalah Manusia mengenai manajemen perhatian yang sampai saat ini koordinasi dan komunikasi belum menunjukkan kualitas yang baik, sebagaimana yang diharapkan. Berikut adalah masalah Proses mengenai manajemen ide strategis. Masih kurangnya kreativitas yang dimiliki oleh pihak Dinas dalam menciptakan kegiatan yang dapat mengembangkan daerah tujuan wisata serta sikap enggan untuk memberikan masukan yang membangun, berharap dari masyarakat tapi ternyata mereka masih kurang sadar wisata. Masalah Struktural mengenai manajemen hubungan keseluruhan bagian. Dalam hal ini, walaupun sudah ada pembagian tugas pokok dan fungsi dari masing-masing bagian, namun kesadaran untuk melibatkan diri secara aktif masih sangat kurang, padahal itu
merupakan
tanggungjawab
yang
harus
dikerjakan.
Masalah
Kelembagaan mengenai penggunaan kepemimpinan tranformatif yang tepat juga berpengaruh terhadap pelaksanaan Rencana Strategi bidang pariwisata dalam program pengembangan destinasi. Dalam struktur Dinas tersebut tugas pokok dan fungsi dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) dan Kelompok Jabatan Fungsional belum jelas.
VI. 2. Saran Sehubungan
dengan
pokok-pokok
kesimpulan
yang
penulis
kemukakan di atas, maka selanjutnya dikemukakan pula saran-saran dalam rangka memperlancar pelaksanaan Rencana Strategi bidang
109
pariwisata serta memaksimalkan pelaksanaan program dan kinerja yang baik dalam mencapai tujuan yang ditetapkan atau yang diharapkan. Adapun saran yang dimaksud adalah perlu peningkatan komunikasi yang baik antara pimpinan dengan bawahan dan bawahan dengan bawahan agar segala sesuatunya jelas dan mudah dipahami, sehingga akan terbangun komitmen bersama. Sebaiknya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata diberikan dana yang sesuai dengan yang dibutuhkan dalam usaha pembenahan pariwisata di Kabupaten Toraja Utara guna menunjang visi dari Pemerintah Kabupaten sendiri yang sangat erat kaitannya dengan pariwisata,
begitu
pun
Dinas
perlu
mengutamakan
hasil
dari
proyek/kegiatan yang dilaksanakan.
110
DAFTAR PUSTAKA
Buku Teks Abdullah, Syukur. 1987. Studi Implementasi ; Latar Belakang, Konsep, Pendekatan dan Relevansinya dalam Pembangunan. Ujung Pandang : Persadi. 1996. Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Nasional (Suatu Studi Tentang Kemampuan Pemerintah Kabupaten/Kotamadya Dalam Pelaksanaan Pembangunan). Hasil penelitian Unhas. Makassar Ariani, Dorothca Wahyu. 2003. Manajemen Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif. Jakarta : Galia Indonesia. Hal 8 Bryson, John. 2007. Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial. Jogyakarta : Pustaka Belaja Offset Gaspersz, Vincent. 2001. Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum. Hal 5 Glueck, William & Jauch, Lawrence.1994. Manajemen Strategis dan kebijaksanaan Perusahaan. Jakarta: Penerbit Erlangga Hadari, Nanawi. 2007. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara Handayaningrat, Soewarno.1988. Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan. Jakarta : Haji Mas Agung Hasibuan, Malayu S.P.1989. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta : Haji Mas Agung Heyden, Katherine. 1997. Leksikon Manajemen Strategis. Jakarta : PT. Elex Media Lewis, Arthur, W. 1994. Perencanaan Pembangunan ; Dasar-dasar Kebijaksanaan Ekonomi. Jakarta : PT. Rineka Cipta Nugroho, Rian. 2006. Filsafat Administrasi. Jakarta: Tiga Serangkai Pandit, Nyoman. 1981. Ilmu Pariwisata. Jakarta : Indio Pitani Gde I & Gayatri, Putu. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta : Andi Offset Porter, Michael. 1992. Strategi Bersaing : Teknik Menganalisis Industri Dan
111
Persaingan. Jakarta : Penerbit Airlangga. Poerwadarminta. 19976. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara Rangkuti, Freddy. 1997. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus BisnisReorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta : Gramedia Pustaka. Ross, Glenn.1998. Psikologi Pariwisata. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategi. Jakarta : PT. Grasindo Sangkala. 2006. Intelectual Capital Management. Jakarta : YAPENSI. Sarwoto. 1999. Dasar-dasar Organisasi dalam Manajemen. Jakarta : Ghalian Siagian, Sondang. 1995. Manajement Strategis. Jakarta : Bumi Aksara Soekartawi. 1990. Prinsip dasar perencanaan pembangunan. Jakarta : Rajawali Press. Solichin, Abdul Wahab. 1992. Analisa Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta : Bumi Aksara Spillane, James J. 1987. Pariwisata Indonesia : Sejarah dan Prospeknya. Jakarta : Kanisius Stainer, George A. 1998. Kebijakan dan Strategis Manajemen. Jakarta : Penerbit Airlangga Sugiono. 2000. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta Supriyono. R. A. 1990. Manajemen Strategik dan Kebijaksanaan Bisnis, edisi kesatu. Yogyakarta : BPFE Suwarjono, Muhammad. 2000. Manajemen Strategik. Konsep dan Kasus. Yogtakarta : YKPN Tim Penyusun 2004. Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi FISIP UNHAS. Makassar : Due Like Tripomo, Tedjo, Udan. 2005. Manajemen Strategi. Bandung : Rekayasa Sains Wahyudi, Agustinus Sri. 1996. Manajemen Strategis-Pengantar Proses Berpikir 112
Strategis. Binarupa Aksara, hal 19 Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta : ANDI OFFSET Wheelen, Thomas L, Hunger, J David, dan Agung, Julianto (Penerjemah). 2003. Manajemen Strategis Edisi II. Yogyakarta : Andi Yamit, Zulian. 2005. Manajemen Kualitas (Produk dan Jasa). Yogyakarta : Ekonisia. Hal 7 www.wikipedia.com diakses tanggal 12 Januari 2012. www.google.com diakses tanggal 22 Agustus 2012
Peraturan Perundang-Undangan : Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Lembaran Negara Tahun 2009. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang System Perencanaan Pembangunan Nasional Dokumen-dokumen.
113
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Florensia Samaya Pagita
Tempat dan tanggal lahir
: Balusu, 09 September 1989
Alamat
: Jln. Sunu No. 1 Asrama Mahasiswa Kristen Wisma Rama Makassar
Agama
: Kristen Protestan
Nama Orang Tua
: Ayah : Luther Kamma Pagita (Alm) Ibu
Riwayat pendidikan • • •
SD SMP SMA
: B. Paserang
: : Tahun 1996 - Tahun 2002 : Tahun 2002 - Tahun 2005 : Tahun 2005 - Tahun 2008
Riwayat Pengalaman Organisasi :
• • • • • •
Ketua Osis Periode 2003 - 2004 Wakil Ketua Pemuda Gereja Periode 2005 - 2007 Divisi Kaderisasi HUMANIS FISIP UNHAS Periode 2009 - 2010 Divisi Humas dan Advokasi HUMANIS FISIP UNHAS Periode 2010 2011 Ketua PMKO FISIP UNHAS Periode 2010 - 2011 Divisi Pembinaan dan Pengembangan GAMAHA UNHAS Periode 2010 2011
114
115