BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pada masa sekarang banyak masyarakat yang berburu naskah-naskah kuna
untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan pada masa itu. Naskah yang dijumpai saat ini, antara lain merupakan naskah kuna dari kerajan-kerajaan dan padepokan-padepokan. Salah satu skriptorium1
yang menghasilkan
naskah terkenal adalah skriptorium Merapi-Merbabu,
naskah-
Keraton Yogyakarta,
Keraton Surakarta, Pura Pakualam Yogyakarta, dan Pura Mangkunegaran Surakarta. Saat ini naskah-naskah tersebut disimpan di berbagai perpustakaan, museum maupun sebagai koleksi pribadi. Instansi yang saat ini menyimpan naskah-naskah perpustakaan
tersebut Radya
antara
Pustaka,
lain
perpustakaan
perpustakaan
museum
Sonobudoyo,
Widyapustaka,
perpustakaan
Widyabudaya, Balai Penelitian Bahasa Yogyakarta, dan masih ada yang lain. Saat ini perpustakaan Pura Pakualaman mempunyai banyak koleksi naskah yang ditulis di dalam lingkungan Pura Pakualaman oleh para carik2 pada masanya. Hal inilah yang menunjukkan bahwa Pura Pakualaman merupakan skriptorium atau tempat pembuatan naskah. Koleksi ini dikelompokkan menjadi beberapa lingkup, yakni babad, Islam, piwulang, primbon, sastra, dan bagian lainlain yang memuat tentang bahasa, adat-istiadat, musik, serta tari-tarian (Saktimulya, 2005). Salah satu naskah bergenre babad koleksi Pura Pakualam 1
Tempat pembuatan naskah Carik menurut “Baoesastra Jawa” karya W. J. S. Poerwadarminta ialah orang yang pekerjaannya menulis di kelurahan (1939: 626). Dalam hal ini, carik ialah orang yang menulis di kerajaan. 2
1
2
adalah Babad Sĕngkala. Babad Sĕngkala berasal dari dua kata, yakni babad dan sĕngkala. Dalam buku yang berjudul Babad Arya Tabanan dan Ratu Tabanan karya Imade Purna, dkk (1994:3-5), Rochkyamto mengghimpun pengertian babad dari beberapa ahli, yakni: 1) Menurut Darusuprapta, babad ialah istilah untuk menyebut salah satu jenis karya sastra Jawa, Sunda, Bali, dan Lombok yang masih banyak mengandung unsur sejarah dengan menggunakan bahasa daerah masing-masing. 2) Menurut Purwadarminta, babad ialah cerita tentang peristiwa yang terjadi. 3) Menurut Gericke dan Rooda, babad ialah histori/sejarah atau buku tahunan dari suatu kejadian. 4) Menurut Jan, babad ialah sejarah kerajaan atau sejarah rakyat. 5) Menurut Taufik Abdulah, babad ialah sejarah lokal. 6) Menurut Sudibyo, babad ialah asal-usul, pertumbuhan, dan perkembangan kelompok masyarakat setempat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan, babad ialah cerita yang berkembang di Jawa, Sunda, Bali, dan Lombok, ditulis degan bahasa daerah masing-masing dan memaparkan tentang peristiwa atau kejadian berdasarkan sejarah. Sedangkan kata sĕngkala berarti, (1) kalimat yang mempunyai makna dibalik makna sesungguhnya
yang
menerangkan
tentang
tahun,
(2)
berarti
halangan
(Poerwadarminta, 1939: 558). Dengan demikian, Babad Sĕngkala mempunyai dua makna, yaitu cerita tentang tahun-tahun kejadian masa lalu yang berdasarkan sejarah. Makna selanjutnya yaitu menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang berupa halangan atau kejadian buruk.
3
Menurut Amir Rochkyatmo dalam pengantar buku Babad Tanah Jawi VI, judul babad ada yang berdasarkan namatokh, tempat, dan nama peristiwa. Nama tokoh misalnya, Babad Trunajaya, Babad Ajisaka, dan Babad Gajah Mada. Berdasarkan nama tempat misalnya Babad Cirebon, Babad Demak, dan Babad Madura. Berdasarkan peristiwa misalnya Babad Perang Inggris, Babad Perang Eropa, dan Babad Palihan Nagari (Damono dan Sonya Sondakh, 2004 :xi-xvi). Selain itu ia juga memaparkan adanya judul babad yang tidak sesuai dengan tiga hal tadi. Dengan demikian, Babad Sĕngkala merupakan babad yang tidak masuk dalam ketiga kategori di atas. Garis besar isi Babad Sĕngkala telah dijelaskan pada “Katalog Naskah-Naskah Perpustakaan Pura Pakualaman”, yaitu teks diawali dengan cerita kedatangan orang Hindu di Kalimantan dan Papua. Cerita dilanjutkan tentang penyebaran agama Islam di Jawa oleh orang Arab dan berakhir dengan cerita pembukaan wilayah Cirebon oleh Raden Patah (Saktimulya, 2005: 47–48). Dilihat dari kejadian-kejadian yang muncul dalam babad
tersebut, menunjukkan adanya
beberapa budaya yang dimuat. Budaya yang terkandung ialah budaya Hindu dan budaya Islam. Dari kedua budaya tersebut tentunya tidak mengesampingkan adanya budaya lokal yang sudah ada. Budaya lokal yang dimaksud ialah budaya asli yang dimiliki orang Jawa pada masa itu. Bisa dimungkinkan ketiga budaya yang muncul pada cerita itu melebur dan memunculkan budaya baru. Meskipun demikian, besar juga kemungkinan adanya pengkotak-kotaan budaya. Budaya asing seperti Hindu dan Islam, tetap terlihat meskipun sudah berbaur dengan budaya asli.
4
Budaya Hindu dan Islam mempunyai budaya masing-masing salah satunya sistem kepercayaan. Bangsa Hindu jelaslah membawa kepercayaan akan DewaDewa. Sedangkan bangsa Arab membawa kepercayaan yang ditemukan oleh Nabi-Nabi.
Kepercayaan-kepercayaan
ini
nantinya
akan
mempengaruhi
kepercayaan orang Jawa. Orang Jawa pada dasarnya sudah mempunyai kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Sistem kepercayaan ini berkaitan dengan tempat berdoa, alat-alat untuk berdoa dan buku-buku religinya (Koentjaraningrat, 2000: 375-380). Semua yang berkaitan dengan religi ini, saat ini terlihat dengan adanya peninggalan-peninggalan benda sejarah bernafaskan religi. Contoh dari benda bersejarah tersebut ialah candi-candi, arca, masjid kuna, dan naskah-naskah kuna misalnya Al-Qur’an. Dengan demikian, Babad Sĕngkala yang dimaksud ialah berkaitan dengan zaman perubahan budaya di Indonesia khususnya pulau Jawa. Teks Babad Sĕngkala merupakan petikan dari artikel Suluh Pangajar yang dimuat dalam surat kabar Bramartani pada tahun 1817. “… Methik sangking cariyosipun Suluh Pangajar ingkang mĕdal ing sĕrat Bramartani, ingkang mĕdal kala wulan Rĕjĕb taun Wawu angka3 1817, utawi kaping: 22 Maret taun 1888.” (Babad Sĕngkala, hal 1) Terjemahan: … [Cerita ini] dipetik dari cerita Suluh Pangajar yang ada di surat kabar Bramantani. Terbit pada bulan Rajab tahun Wawu angka 1817 atau 22 Maret tahun 1888. Dengan demikian teks ini sangatlah penting kegunaannya di masyarakat pada masa itu. Hal itu diperkuat dengan ditulis kembali dalam sebuah dokumen yang disebut naskah. Oleh karena itu, akan sangat bermanfaat pada masa saat ini untuk mengungkap kembali teks Babad Sĕngkala tersebut. 3
Naskah: ongka, untuk seterusnya dalam suntingan kata ongka ditulis angka.
5
Di atas disebutkan bahwa teks Babad Sĕngkala dipetik dari Suluh Pangajar yang diterbitkan pada tahun 1888. Pada masa itu yang berkuasa di Kadipaten Pura Pakualaman ialah Paku Alam V, yaitu tahun 1879-1900 (Saktimulya, Sudibya, dan Sumardiyanto, 2012:264). Dengan demikian, penulisan teks Babad Sĕngkala dapat diperkirakan ditulis pada masa Paku Alam V atau setelah itu. Teks Babad Sĕngkala ditulis pada kertas yang saat ini sudah mulai rapuh. Selain itu, jika naskah terkena kadar keasaman yang terlalu tinggi, tinta yang digunakan untuk menulis teks akan melebar (mlobor4). Dengan dimikian sangat dibutuhkan penyalinan naskah agar dapat dibaca oleh khalayak umum. Naskah Babad Sĕngkala ditulis dengan aksara dan bahasa Jawa. Agar khalayak umum dapat membaca naskah tersebut, perlu adanya pengalihaksaraan. Hal ini dikarenakan saat ini tidak banyak orang yang dapat membaca aksara Jawa dan memahami teks dengan bahasa Jawa. Oleh sebab itu, perlu adanya alih aksara dari aksara Jawa ke aksara Latin dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah Teks Babad Sĕngkala ditulis dengan aksara Jawa dan menggunakan bahasa
Jawa sehingga teks ini sulit dinikmati atau dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Dengan demikian teks Babad Sĕngkala harus dialihaksarakan (transliterasi) dan dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia (terjemahan). Hal ini dimaksudkan agar Babad Sĕngkala dapat dibaca dan dipahami oleh masyarakat umum.
4
Mbobor ialah kondisi tulisan yang melebar akibat keasaman tinta yang terlalu tinggi
6
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian teks Babad Sĕngkala sebagai berikut:
1) Menyajikan teks Babad Sĕngkala dalam bentuk suntingan teks untuk mempermudah pembacaannya. 2) Menyajikan terjemahan teks Babad Sĕngkala ke dalam bahasa Indonesia agar isi teks mudah dipahami. 3) Menyajikan uraian tentang hal-hal penting yang terkandung dalam teks Babad Sĕngkala.
1.4
Ruang Lingkup Objek yang akan diteliti ialah teks Babad Sĕngkala koleksi perpustakaan Pura
Pakualaman dengan kode koleksi 0191/PP/73. Naskah memuat 164 halaman berupa teks prosa. Teks disajikan dalam 3 bab, bab pertama berupa pendahuluan dari penulis mengenai teks. Pada bab kedua dan ketiga berupa isi, yakni menceritakan
tentang
kedatangan
orang
Hindu
beserta
peninggalan-
peninggalannya. Bab terakhir berisi cerita tentang kerajan-kerajaan di pulau Jawa.
1.5
Tinjauan Pustaka Berdasarkan keterangan dari petugas perpustakaan Pura Pakualaman, naskah
Babad Sĕngkala koleksi perpustakaan Pura Pakualaman ini belum pernah dikaji baik dalam suntingan, terjemahan, maupun kandungan teks5. Saat ini penulis belum menemukan penelitian yang berkaitan dengan sĕngkala yang ada dalam 5
Wawancara dengan Nyi Mas Ngabei Sestramurti (Ratna Mukti Rarasasri, S.Sos) tanggal 17 September 2013.
7
sebuah naskah babad. Dengan demikian tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini ialah pustaka yang mendekati dengan isi teks Babad Sĕngkala. Pustaka-pustaka yang mempunyai kesamaan isi, antara lain: (1) Babad Tanah Jawi yang dialihaksarakan dan diterjemahkan oleh Sudibjo Z. H, diterbitkan pada tahun 1980 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah di Jakarta. (2) Babad Demak 1 yang dialihaksarakan oleh Slamet Riyadi dan diterjemahkan oleh Suwaji, diterbitkan pada tahun 1981 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah di Jakarta. (3) Babad Demak 2 yang dialihaksarakan oleh Gina dan diterjemahkan oleh Dirgo Sabariyanto, diterbitkan pada tahun 1981 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah di Jakarta. (4) Babad Cirebon yang dialihaksarakan dan diterjemahkan oleh S. Z. Hadisutjipto, diterbitkan pada tahun 1981 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah di Jakarta. Naskah ini koleksi pribadi Bapak Taryadi Tjokrodipuro, jl. Klayan 65 Cirebon. Penelitian diatas dimanfaatkan sebagai pemahaman isi teks Babad Sĕngkala sehubungan dengan kehidupan orang Jawa, orang Cirebon, dan orang Demak. Ini sesuai dengan gambaran garis besar isi teks Babad Sĕngkala tentang kedatangan bangsa Hindu dan Arab di tanah Jawa, tentang Raden Patah raja Demak, dan tentang pembukaan wilayah Cirebon.
8
1.6
Landasan Teori Filologi merupakan suatu disiplin ilmu yang mengupas kandungan makna teks
lampau (Baroroh Baried, 1994: 1-11). Dengan kata lain ilmu filologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang naskah-naskah kuna. Yang dimaksud dengan naskah kuna ialah naskah yang berumur lebih dari 50 tahun. Dalam pengerjaannya ilmu filologi dibagi menjadi beberapa disiplin ilmu. Disiplin ilmu yang masuk dalam ranah ilmu filologi antara lain paleografi, kodikologi, dan tekstologi. Salah satu dari kerja tekstologi adalah kritik teks. Kritik teks merupakan tahap pemberian tindakan berupa kritik terhadap teks yang dikerjakan. Kata ‘kritik’ berasal dari dari bahasa Yunani krites yang berarti hakim (Baried, 1985: 61). Dari pengertian hakim, jika diambil kata kerjanya berarti menghakimi. Dari sini terlihat jelas bahwa ini adalah suatu tahap menghakimi atau menilai. Menilai yang dimaksud ialah memberikan evaluasi terhadap teks. Pelaksanaan kritik teks tidak terlepas dari teks-teks se-induk maupun induknya. Selain itu, untuk teks yang berupa tembang atau puisi yang mempunyai aturan tertentu, tentu saja kritik teks sesuai dengan aturan tembang atau puisi tersebut. Kritik atas teks dapat dilakukan atau dibubuhkan pada proses penyuntingan naskas yang disebut aparat kritik. Salah satu prinsip aparat kritik yaitu memberikan informasi kepada pembaca bagian dari teks yang mengalami perbaikan (West, 1973: 86). Kritik teks memuat perbaikan atas ejaan ataupun edisi teks dari teks lain yang sama . Selain itu, kritik teks memuat varian-varian bacaan yang ada. Aparat kritik disajikan lengkap dengan pembenaran atas kesalahan teks.
9
Pengerjaan kritik teks, tidak terlepas dengan terjemahan. Penerjemahan ialah usaha menyatakan kembali ide atau gagasan dari bahasa satu ke bahasa yang lain (Rokhman, 2008: 9). Dalam penanganan sebuah teks, dapat dikaitkan bahwa penerjemahan teks adalah penuangan kembali ide atau gagasan teks. Ide atau isi teks dituangkan kenbali ke dalam bahasa selain bahasa yang digunakan dalam teks. Penerjemahan dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yang masing-masing mempunyai tekanan berbeda dalam penerjemahannya (Crystal, 1997: 346 via Rokhman, 2008: 10). Penerjemahan itu ialah: 1) Word-for-word translation, yaitu menerjemahkan teks dari bahasa satu ke bahasa yang lain dengan mencari padananya secara gramatikal. Pengerjaan ini dilakukan dengan membandingkan kata demi kata atau frase dengan frase. 2) Literal translation, yaitu menerjemakan teks dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain dengan hanya melihat arti literal dari kata, frase, klausa, atau kalimat. Perlakuaan ini dilakukan dengan mengikuti struktur linguistik bahasa asal dan disesuaikan ke dalam gramatikal bahasa baru atau sasaran. 3) Free translation, yaitu menerjemahkan makna yang dinyatakan ke dalam bahasa lain. Penanganan ini tidak memperhatikan struktur linguistik karena lebih ditekankan pada ekuivalensi makna. Dari ketiga macam tekanan penerjemahan digunakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk studi filologi, penekanan yang biasa dipakai adalah bentuk penekanan yang pertama (Word-for-word translation ) dan kedua (Literal translation). Hal ini dimaksudkan agar teks dapat disajikan dalam bahasa lain
10
namun tidak merubah rasa kandungan makna. Meskipun demikian, penekanan ketiga juga digunakan dalam situasi tertentu. Penerjemahan mempunyai tahap-tahap yang harus dilaluli oleh seorang penerjemah (MacArthur, 1992: 1052 via Rokhman, 2008: 10-11). Dalam praktiknya tahap-tahap ini dilakukan dengan cara berurutan dan tidak dapat dibalik. Tahap-tahap itu ialah: 1) Receptive phase, merupakan tahap berusaha menangkap ide tau pikiran dalam bahasa asal. Ide ini dapat pula berupa ide atau pikiran yang terkandung dalam setiap kata atau frase. 2) Code-switching phase, yaitu tahan pencarian padanan dalam bahasa sasaran (yang dituju). Dapat dilakukan dari kata atau frase menuju kata atau frase dalam bahasa sasaran. Tahap ini disebut juga dengan tahap alih kode. 3) Productive phase, yaitu pengalihan ide yang dituangkan sesuai norma atau aturan yang berlaku dalam sistem linguistik bahasa sasaran. Sistem ini baik secara gramatikal maupun leksikal.
1.7
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka.
Studi pustaka diawali dengan studi katalog. Setelah itu dilakukan inventarisasi. Inventarisasi merupakan pengumpulan naskah dan menentukan naskah yang akan dijadikan objek penelitian. Inventarisasi ini berkaitan dengan adanya naskah sama yang jumlahnya lebih dari satu.
11
Naskah yang berjudul Babad Sĕngkala tidak hanya satu. Dijumpai naskah lain dengan judul Babad Sĕngkala yang tersimpan di perpustakaan museum Keraton Surakarta. Dalam buku “Descriptive Catalogue of The Javanese Manuscripts and Printed Books in The Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta” yang disusun oleh Nikolaus Girardet, disebutkan bahwa di perpustakaan keraton Surakarta terdapat naskah berjudul “Sĕrat Babad Sĕngkala”. Pada ringkasan cerita dijelaskan bahwa naskah berisi catatan tentang peristiwa penting yang dimulai dari perkampungan pertama orang Jawa, acara sunatan Mas Karebet (Jaka Tingkir), penobatan PB VII sampai meninggalnya P. H Prabuningrat anak dari PB IX , dan pemakamannya di Imagiri (1983:10). Isi teks naskah tersebut sangat berbeda dengan isi teks Babad Sĕngkala koleksi perpustakaan Pura Pakualaman. Pada tanggal 16 Juni 2014, peneliti berkunjung ke perpustakaan keraton Surakarta untuk melihat naskah Babad Sĕngkala secara langsung. Di sana terdapat dua naskah berbeda dengan judul Sĕrat Babad Sĕngkala. Naskah pertama atau yang disebut naskah Sĕrat Babad Sĕngkala a menceritakan tentang pulau Jawa diisi orang pada tahun 1 sampai tahun 1843 (h.1). Naskah tersebut memetik dari teks Sĕrat Pustaka Raja jilid I (h.2). Pada naskah kedua atau yang disebut Sĕrat Babad Sĕngkala b menceritakan tentang pulau Jawa yang dimulai pada tahun 110 dengan candra sengkala “sirna rupaning dhuwur”, dilanjutkan angka tahun 1018, dan sampai pada masa Pakubuwana VII pada tahun 1784 (h1). Kedua naskah di atas tidak mempunyai isi yang sama dengan teks Babad Sĕngkala koleksi perpustakaan Pura Pakualaman. Dengan demikian, dalam penelitian ini objek kajian dianggap sebagai naskah tunggal.
12
Langkah selanjutnya ialah deskripsi. Deskripsi yang dimaksud merupakan deskripsi teks yang dibandingkan dengan naskah lain yang sama. Mengingat naskah Babad Sĕngkala merupakan naskah tunggal, maka pengerjaannya dengan metode naskah tunggal. Setelah itu menuju pada tahap suntingan dan terjemahan. Suntingan teks disajikan ke dalam edisi kritis (perbaikan bacaan). Sedangkan terjemahannya ialah dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Penyajian disertai dengan aparat kritik, baik kritik terhadap teks maupun kritik pada terjemahan. Aparat kritik memuat perbaikan, catatan kerusakan, dan keterangan idiom bahasa Jawa yang tidak bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Pemilihan metode penyajian didasarkan atas sifat teks dan tujuan dari penyuntingannya. Suntingan kritis ialah suatu metode penyajian teks dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang muncul dalam suatu teks. Metode ini bertujuan untuk menyajikan teks yang mudah dibaca oleh khalayak umum. Dengan motode perbaikan bacaan, masyarakat akan dalam membacanya karena ejaan dan truktur kata sudah diperbaiki. Dalam perbaikan ini, keaslian teks masih dapat dilacak pada naskah. Perbaikan atas kesalahan dijelaskan dalam aparat kritik, yaitu bagaimana edisi aslinya pada naskah. Metode kritis dapat ditempuh dengan dua macam cara, yaitu edisi kritis satu sumber dan edisi kritis yang direkontruksi. Edisi kritis yang direkonstruksi menyajikan teks dengan perbaikan berdasarkan teks-teks lain yang koheren. Perbaikan ini berupa pemiihan kata yang tepat, perbaikan kata yang hilang, dan pembakuan ejaan. Sedangkan edisi kritis satu sumber ialah menyajikan dengan memperbaiki kesalan penulisan saja. Pemilihan edisi ini berdasarkan dengan
13
tujuan dan kondisi varian teks yang ada (De Haan 1973: 77-78 via Robson, 1994: 22). Karena naskah yang dikerjakan saat ini belum ditemukan naskah lain yang sama, maka penyajian kritis hanya sebatas pembenaran ejaan saja. Metode yang dipakai untuk menerjemahkan teks pada penelitian ini ialah metode gabungan. Metode gabungan yang dimaksud ialah gabungan dari penerjemahan kata demi kata, terjemahan literal (harafiah), dan terjemahan bebas. Meskipun demikian, metode terjemahan kata-demi kata tetap diutamakan dalam penelitian ini. Jika terjemahan kata demi kata tidak memungkinkan akan dilanjutkan dengan terjemahan literal. Jika metode terjemahan literal tidak dapat menyelesaikan masalah maka akan disambung dengan metode terjamahan bebas.
1.8
Sistematika Penyajian Penelitian ini disajikan dalam bentuk bab-bab, yaitu dari bab I sampai dengan
bab V. Bab I ialah pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistem penyajian. Bab II ialah deskripisi, berisi paparan fisik keseluruhan naskah. Bab III ialah suntingan dan terjemahan. Bab ini berisi suntingan kritis (perbaikan bacaan) dan alih bahasa dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Bab IV ialah peristiwa-peristiwa penting dalam teks Babad Sĕngkala. Pada bab ini diuraikan tentang silsilah raja-raja Jawa, kejadian-kejadian penting, arti nama-nama kota, dan perbedaan nama kota pada masa sekarang dan dahulu menurut teks Babad Sĕngkala. Bab V berisi kesimpulan.