BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini perusahaan dihadapkan pada tuntutan masyarakat yang semakin kompleks, sehingga perusahaan harus mampu mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholder) seperti kreditur, pemasok, konsumen, karyawan, pemerintah dan masyarakat luas. Terlebih lagi dengan kondisi perekonomian Indonesia yang seakan tiada henti dilanda guncangan, memaksa perusahaan untuk segera beradaptasi dengan meningkatkan nilai tambah dan kinerja perusahaan sehingga mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini merupakan dasar bagi perusahaan dalam mengambil keputusan yang berpengaruh terhadap kinerja, pertumbuhan dan kelangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan datang dan berkaitan dengan efisiensi perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) pada 2009 total nilai pembiayaan mencapai 137,2 triliun rupiah atau naik 4,3% dari tahun sebelumnya 131,6 triliun rupiah. Pembiayaan konsumen senilai 90,3 triliun rupiah memberikan kontribusi terbesar yaitu 65,78% dan disusul oleh sewa guna usaha yang memberikan kontribusi 31,67% atau senilai 43,3 triliun rupiah. Perkembangan multifinance tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih banyak ke sektor konsumsi. Dari segi aset, industri multifinance berkembang cukup pesat. Total aset secara nasional pada akhir 2009 tumbuh menjadi 174,0 triliun rupiah dari
1
tahun sebelumnya 168,4 triliun rupiah, atau terjadi kenaikan 3,3%. Dengan demikian, kedepannya dunia industri pembiayaan diharapkan terus berkembang dari tahun ke tahun, keadaan ini tentunya sangat tergantung akan kondisi internal (khususnya) dan eksternal (umumnya) masing-masing perusahaan. Namun perusahaan industri pembiayaan tetap optimis dan berusaha keras untuk mempertahankan prestasi operasional dan berusaha terus memperbaiki kondisi dan struktur keuangan masing-masing perusahaan agar dapat menghadapi persaingan dalam era globalisasi. Persaingan yang ketat pun terjadi pada industri pembiayaan sehingga masing-masing perusahaan terus meningkatkan kapasitas pembiayaannya agar perusahaan yang bersangkutan dapat terus berkembang. Pertumbuhan bisnis pembiayaan di dalam negeri cukup terbilang pesat dalam enam tahun terkahir ini, meski di tahun 2009 sedikit melambat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terutama akibat dari imbas krisis ekonomi global yang terjadi akhir 2008. Menurut Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) pertumbuhan nilai pembiayaan industri multifinance sekitar 17,4% per tahun dalam periode enam tahun terakhir (lihat tabel 1.1). Tabel 1.1 Data Perkembangan Multifinance 2010 (dalam triliunRp) Dalam Trilyun Rp Total Aktiva Kegiatan Pembiayaan Sewa Guna Usaha Anjak Piutang Usaha Kartu Kredit Pembiayaan Konsumen Laba
Des 2005 95,3 66,46 19,09 1,41 1,76 44,20 3,5
Des 2006 108,9 93,13 32,64 1,30 1,48 57,70 3,1
Des 2007 127,3 107,69 36,48 2,20 1,44 67,56 4,4
Des 2008 168,5 137,24 50,68 2,22 1,15 83,19 6,4
Des 2009 174,4 142,54 46,53 2,03 0,93 93,05 7,8
Des 2010 230,3 186,35 53,17 2,30 0,88 130,01 8,9
Sumber: APPI (2010)
2
Gambar 1.1 Data Perkembangan Multifinance 2010 (dalam triliun Rp)
Sumber: APPI (2010) Berdasarkan pada hasil pada data perkembangan multifinance pada tahun 2010, diperoleh hasil yang menujukkan bahwa peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2010, pada tahun ini industri pembiayaan konsumen mencapai 130,01 triliun rupiah, sedangkan sewa guna usaha sebesar 53,17 triliun rupiah, anjak piutang sebesar 2,30 triliun rupiah, dan usaha kartu kredit sebesar 0,88 triliun rupiah atau sebesar 880 miliar rupiah. Sementara itu, pergerakan perkembangan multifinance tersebut tidak menujukkan adanya fluktuasi pada periode 2005 dan 2010. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkembangan multifinance periode 2005 sampai 2010 cukup stabil.
3
Gambar 1.2 Komposisi Pembiayaan Multifinance 2010
Sumber: APPI (2010) Hasil pembiayaan multifinance tahun 2010 seperti pada gambar 1.2. memperliharkan bahwa pembiayaan konsumen memiliki komposisi terbanyak dalam pembiayaan multifinance tahun 2010 yaitu mencapai angka 69,76%, sedangkan sewa guna usaha menempati posisi kedua terbesar dalam komposisi pembiayaan multifinance yaitu sebesar 28,53%. Kemudian anjak piutang dan usaha kartu kredit menempati posisi ketiga dan keempat. Pembiayaan konsumen mendominasi komposisi pembiayaan multifinance pada tahun 2010. Hal ini bisa terjadi dikarenakan oleh kondisi ekonomi di dalam negeri yang mulai membaik serta turunnya tingkat suku bunga BI rate pada level 6,32% pada tahun 2010 lalu turut mendorong pertumbuhan pembiayaan, sebab pertumbuhan industri pembiayaan di Indonesia selama ini masih mengandalkan pembiayaan konsumen (pembiayaan mobil dan sepeda motor) dan sewa guna usaha (leasing).
4
Gambar 1.3 Jumlah Perusahaan Pembiayaan (2004-2009)
Sumber: APPI (2010) Total perusahaan pembiayaan di Indonesia pada periode 2004 sampai 2009 sebanyak 198 perusahaan, dengan jumlah perusahaan yang dicabut izin usahanya sebanyak 48 perusahaan, sedangkan jumlah perusahaan yang mendapat izin usaha baru sebanyak 7 perusahaan pada tahun 2007 sampai 2009. Dari gambar di atas juga dapat dilihat pula, bahwa pada tahun 2009 jumlah perusahaan pembiayaan mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga mencapai 198 perusahaan dari 212 perusahaan pada tahun 2008. Salah satu industri yang memiliki market share cukup besar pada industri pembiayaan adalah industri elektronik. Berdasarkan data laporan BI, nilai ekspor non-migas menurut kelompok barang tahun 2002 sampai dengan tahun 2010 (lihat tabel 1.2 hal 6), industri elektronika hampir selalu berada pada posisi ketiga dalam enam besar ekspor hasil industri, setelah tekstil dan kayu. Meskipun industri elektronika selalu berada pada posisi ke tiga dari nilai ekspor di sektor industri
5
tapi pertumbuhannya jauh melampaui pertumbuhan sektor industri lainnya (Kuncoro, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan industri elektronik cukup tinggi di Indonesia, sehingga dengan permintaan produk elektronik yang cukup tinggi tersebut membutuhkan lembaga pembiayaan sebagai salah satu faktor pendukung dalam memfasilitasi metode pembayaran konsumen. Bahkan saat ini industri elektronika konsumsi dan komponennya merupakan industri
prioritas
yang
akan
dikembangkan
sesuai
dengan
Kebijakan
Pengembangan Industri Nasional. Saat ini ada sekitar 230 perusahaan di bidang elektronik yang beroperasi di Indonesia. Pemerintah melihat industri elektronik termasuk industri unggulan dengan pertumbuhan rata-rata pada 2005-2009 mencapai 13,15 persen. Tabel 1.2 di bawah ini menunjukkan data perkembangan ekspor elektronika dari tahun 2002-2010. Tabel 1.2 Perkembangan Nilai Ekspor Barang Elektronika Tahun 2002-2010 Tahun Nilai Ekspor (Ribu USD) 597,262 2002 770,014 2003 831,135 2004 1,071,723 2005 977,984 2006 999,008 2007 1,024,242 2008 1,113,177 2009 1,054,529 2010 Sumber: Bank Indonesia (2011) Tingkat pertumbuhan elektronik di atas selaras dengan pernyataan Gabungan Elektronik (Gabel), selama 2009- 2010 penjualan elektronik naik signifikan. Pada 2009, total penjualan TV mencapai 3,859,785 unit, naik 5%
6
menjadi 4,034,178 unit pada 2010. Kenaikan sangat signifikan dibukukan dari penjualan AC. Pada 2009 penjualan AC mencapai 1,211,311 unit, naik 33% menjadi 1,610,384 unit pada 2010. Kenaikan penjualan yang cukup signifikan juga dibukukan produk lemari es dan mesin cuci. Untuk lemari es, pada 2009 terjual 2,486,431 unit, naik 22% menjadi 3,026,378 unit pada 2010. Begitu juga, penjualan produk mesin cuci naik 21%, dari 1,227,236 unit menjadi 1,490,594 unit. Secara keseluruhan nilai penjualan elektronik pada 2009 mencapai Rp 20,135,194 triliun, naik 17% menjadi Rp 23,491,013 pada 2010. Berdasarkan data-data di atas jelas telah terjadi persaingan yang cukup ketat antara perusahaan pembiayaan khususnya pembiayaan konsumen dibidang elektronik. Dengan jumlah perusahaan pembiayaan yang cukup banyak tersebut, dan dengan cukup tingginya tingkat permintaan terhadap produk elektronik tersebut, maka perusahaan dituntut untuk dapat memenangkan persaingan dengan menerapkan strategi bersaing yang efektif. Penelitian ini mengevaluasi strategi salah satu perusahaan pembiayaan yang cukup besar yaiu PT Finansia Multi Finance. Dipilihnya perusahaan ini sebagai objek penelitian karena perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan multinasional yang mengalami perkembangan cukup signifikan pada produk pembiayaan elektronik. PT Finansia Multi Finance merupakan suatu badan usaha bersama gabungan antara profesional Indonesia, Singapura, dan Amerika. Beranjak dari pembiayaan untuk motor, mobil dan alat-alat berat, PT Finansia Multi Finance membangun usaha dan menjaring konsumen setianya, yang
7
dipertahankan sejak PT Finansia Multi Finance berdiri sampai dengan tahun 1997. Pembiayaan konsumen merupakan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK.012/2006).
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian masing-masingnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana hasil analisis generik yang dilakukan terhadap PT Finansia Multi Finance? 2. Bagaimana hasil analisis industri berdasarkan lima kekuatan dari Michael E Porter yang dilakukan terhadap PT Finansia Multi Finance? 3. Bagaimana hasil analisis Resources Based View yang dilakukan terhadap PT Finansia Multi Finance? 4. Bagaimana hasil analisis SWOT yang dilakukan terhadap PT Finansia Multi Finance? Pertanyaan penelitian tersebut dirumuskan untuk mengetahui bagaimana strategi bersaing yang diterapkan oleh PT Finansia Multi Finance dan apakah masih sesuai dengan kondisi lingkungan bisnis saat ini.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi strategi bersaing PT Finansia Multi Finance pada persaingan industri pembiayaan
8
elektronik pada saat ini. Memformulasikan alternatif strategi bagi perusahaan sesuai prediksi perubahan yang akan terjadi pada lingkungan industri – industri pembiayaan elektronik di Jakarta.
1.4 Manfaat Penelitian Setelah melakukan penelitian, diharapkan hasil penelitian yang dilakukan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi PT Finansia Multi Finance PT Finansia Multi Finance mengetahui posisi perusahaan dalam persaingan industri pembiayaan elektronik, mengetahi pesaing terdekat (close – competitor) serta cara mengantisipasinya. Dengan hal ini diharapkan diperoleh gambaran secara nyata mengenai strategi yang dijalankan oleh perusahaan. 2. Bagi Teoritis Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi perkembangan ilmu manajemen strategi khususnya terkait dengan konsep strategi bersaing pada industri pembiayaan elektronika.
1.5 Sistematika Penulisan Pembahasan studi ini meliputi 6 bab yang secara garis besar membahas : -
Bab 1 :
Pendahuluan Bab ini meliputi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan yang dihadapi perusahaan dalam upaya memenangkan persaingan bisnis pembiayaan konsumen. Sehingga perlu dilakukannya
9
penelitian ini serta batasan penelitian, tujuan, dan metode penelitian serta sistematika pembahasan yang akan digunakan. -
Bab 2 :
Landasan Teori Merupakan telaah kepustakaan yang membahas berbagai teori yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, diantaranya mengenai
konsep
dasar
dalam
manajemen
strategik
dan
manajemen strategik terkait dengan konsep analisis eksternal dan internal. -
Bab 3 :
Profil Perusahaan Memberikan gambaran singkat tentang keadaan PT Finansia Multi Finance, sebagai obyek peneltian. Bab ini diharapkan dapat memberikan
gambaran
tentang
lingkungan
dan
keadaan
perusahaan yang dianggap perlu diketahui untuk penelitian selanjutnya. -
Bab 4 :
Metodologi Penelitian Bab ini meliputi penjelasan mengenai sifat penelitian, jenis penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data.
-
Bab 5 :
Hasil dan Pembahasan Meliputi berbagai data-data deskriptif yang didapatkan baik mengenai pasar industri pembiayaan konsumen, dan hasil formulasi strategi, serta analisis yang bisa diambil berdasarkan hasil temuan tersebut.
10
-
Bab 6 :
Kesimpulan dan Saran Bab kesimpulan dan saran ini berisikan kesimpulan yang bisa didapatkan dari penelitian, serta berbagai saran yang diharapkan bisa bermanfaat bagi perusahaan di masa mendatang, sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.
11