BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Energi listrik adalah energi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia mencapai 29.268,16 MW, dengan 22.513,61 MW (76,9%) berada di Jawa. Total kapasitas terpasang meningkat 8,82% dibandingkan dengan akhir Desember 2010. Jumlah energi listrik terjual di Indonesia pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 7,3% dibandingkan dengan tahun 2010 (Buku Statistik PLN 2011, 2012), lihat Gambar 1.1. S u m b e r d D a t a : Sumber: Buku Statistik PLN 2011. 2012.
Gambar 1.1. Persentase Kenaikan Energi Listrik Terjual
Energi listrik untuk kegiatan manusia dapat dihasilkan dari pembangkit listrik. Ada beberapa tipe pembangkit listrik yang ada di Indonesia seperti: Pembangit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
(PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLT Surya) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Energi panas bumi adalah energi yang diambil dari perut bumi. Energi panas ini diambil dengan cara mengalirkan cairan ke dalam reservoir dan membawa panas ke permukaan bumi yang kemudian dipakai untuk membangkitkan listrik. Sumber energi panas bumi biasanya terdapat di dalam bumi yang berhubungan dengan daerah vulkanik dan mempunyai aliran panas yang cukup tinggi. Energi panas bumi mulai dikembangkan di Indonesia sekitar tahun 1926 di daerah Kamojang Jawa Barat. Sumur dengan nama KMJ-3 di bor pada tahun itu dan menghasilkan uap panas. Tetapi mulai tahun 1928, pengembangan panas bumi di Indonesia terhenti, baru pada sekitar tahun 1964 pengembangan panas bumi di Indonesia dimulai lagi secara aktif bersama-sama oleh Direktorat Vulkanologi (Bandung), Lembaga Masalah Ketenagaan (LMK PLN dan ITB) dengan memanfaatkan bantuan luar negeri. (Ramadhan, Yuris. 2011). Pada tahun 1982 pembangkit listrik pertama dibangun dengan kapasitas 30 Mega-Watt (MW) di Kamojang, Jawa Barat. Hingga akhir 2011, terdapat 10 buah pembangkit listrik tenaga panas bumi yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (PLN dan PT. IP) dengan total kapasitas sebesar 435 MW. Terdapat 9 buah pembangkit listrik tenaga panas bumi yang dimiliki oleh swasta dengan total kapasitas sebesar 709 MW, lihat Gambar 1.2. (Buku Statistik PLN 2011. 2012 dan Laporan Statistik Indonesia Power 2011. 2012). Minat dalam memproduksi tenaga listrik panas bumi di Indonesia terus meningkat karena Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 40% dari potensi panas bumi yang ada di dunia yaitu sebesar 27,357 MW (Wahyuningsih,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
Rina, 2005). Namun, hingga saat ini baru sekitar 1,144 MW energi panas bumi yang digunakan atau hanya sekitar empat persen dari keseluruhan potensi yang ada. Lihat Gambar 1.2. PLTP DI INDONESIA (MW)
PLTP DI INDONESIA (MW) Pemerintah, 435
Geodipa, 45
Swasta, 709
Star Energy, 225
Potensi di Indonesia, 27,357 Chevron, 379
Pemerintah , 435
Kamojang 4, 60
Sumber: Buku Statistik PLN, 2011. 2012; dan Laporan Statistik Indonesia Power 2011. 2012.
Gambar 1.2. PLTP di Indonesia
Alasan pemanfaatan energi panas bumi yang lain adalah: a. Merupakan energi yang dapat diperbaharui (tidak mudah habis). b. Sumber energi yang bersih (ramah lingkungan) dibandingkan dengan sumber energi fosil karena system pembangkit listrik ini adalah system pembangkit tertutup yang tidak memiliki limbah buangan. c. Masih banyak lapangan panas bumi yang belum dikembangkan. d. Lahan untuk eksplorasi dan eksploitasi tidak terlalu besar sehingga tidak terlalu banyak menebang pohon e. Cocok untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri karena tidak bisa diekspor f. Meminimalkan pemakaian bahan bakar fosil Tingginya minat pemanfaatan energi panas bumi tersebut juga didorong oleh konsumsi listrik Indonesia yang setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Rata-rata peningkatan kebutuhan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
listrik dari tahun 2003 hingga tahun 2011 adalah sebesar 6,9% per tahun hingga tahun 2020. (Buku Statistik PLN 2011, 2012).
% Kenaikan
20 18
999 765
780
780
17
16 14 12 10
1079
1124
1124
18
1148 20
1144 19
18
13
13
2003
2004
2005
1000 800 600
15 13
1200
400 200
2006
Jumlah Pembangkit
2007
2008
2009
2010
2011
produksi Listrik, MW
22
0
Kapasitas terpasang
Sumber: Buku Statistik PLN 2011 dan PT. IP Statistik Report 2011.
Gambar 1.3. Jumlah PLTP dan Kapasitas Terpasang
Selain itu, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2010 sebagai landasan dan payung hukum Program Percepatan 10.000 MW Tahap II. Program Percepatan 10.000 MW merupakan program percepatan untuk meningkatkan pasokan listrik seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat serta menunjang diversifikasi energi untuk pembangkit. Peraturan Presiden (Perpres) No. 4 Tahun 2010 yang berisi penugasan kepada PT PLN untuk melakukan percepatan pembangunan tenaga listrik dengan menggunakan energi terbarukan, batu bara dan gas tersebut menjadi dasar bagi PT PLN untuk melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatan energi yang lebih ramah lingkungan dengan mengutamakan penggunaan produk dalam negeri. Tidak ketinggalan pembangkit listrik tenaga panas bumi yang ada di Gunung Salak (milik Chevron Geothermal Salak, CGS) dan sudah beroperasi sejak tahun
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
1994 dengan total produksi saat ini sebesar 377 MW, juga berkeinginan untuk meningkatkan jumlah produksinya. Sebagai PLTP terbesar di Indonesia saat ini, minat CGS tersebut dibatasi dengan keterbatasan reservoir untuk mensuplai uap panas selain itu ijin pembukaan lahan baru yang tidak mudah didapat karena berada di Taman Nasional Gunung Halimun (TNGHS). Kesempatan untuk meningkatkan produksi PLTP di Gunung Salak bisa dilakukan dengan memanfaatkan cairan buangan (waste water) yang keluar dari panas bumi hasil pemisahan di separator (biasa disebut brine) yang masih panas sebelum diinjeksikan kembali ke dalam bumi.
1.2. Identifikasi Masalah Dalam tesis ini, pemilihan tipe dan kajian tingkat kelayakan untuk membangun sebuah pembangkit listrik dilakukan dengan memanfaatkan buangan air panas (waste brine) di lapangan panas bumi Gunung Salak (PLTP Gunung Salak). Ada tiga identifikasi masalah dalam melakukan pemilihan tipe dan melakukan kajian tingkat kelayakan, yaitu: a. Pengembangan energi panas bumi yang masih rendah dan kebutuhan listrik di Indonesia yang terus meningkat. b. Belum ditentukan tipe PLTP yang tepat/sesuai untuk lapangan panas bumi di Gunung Salak yang memanfaatkan sisa air panas. c. Belum
dapat
dipastikan
kelayakan
pengembangan
memanfaatkan sisa air panas tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
PLTP
yang
6
1.3. Rumusan dan Batasan Masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan pembangkit listrik panas bumi yang diangkat dalam tesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Tipe pembangkit listrik apakah yang sesuai dengan spesifikasi sisa air panas di lapangan Gunung Salak? b. Apakah teknologi panas bumi tersebut layak dikembangkan di lapangan panas bumi Gunung Salak dilihat dari aspek kelayakan proyek (dari segi keuangan)? Adapun batasan masalah dalam penulisan ini adalah diasumsikan bahwa: a. Tipe pembangkit listrik yang akan dibahas adalah tipe Organic Rankine Cycle (biner) dan tipe Flash dengan tekanan rendah (atau biasa disebut dengan pembangkit tekanan rendah). b. Parameter-parameter teknik dan kondisi lingkungan yang dipakai dalam perhitungan tesis ini diambil dari data-data lapangan panas bumi gunung Salak. Adapun kondisi lingkungan seperti temperatur lingkungan, curah hujan, kelembaban relatif, suhu mencair (due point), dan kecepatan angin yang dapat mempengaruhi output dari pembangkit listrik akan dibahas pada bab 5.
1.4.
Maksud dan Tujuan Indonesia merupakan salah satu negara yang telah memanfaatkan sumber
energi panas bumi sebagai pembangkit tenaga listrik. Indonesia menempati urutan keempat di dunia untuk negara yang telah memiliki kapasitas pembangkit listrik panas bumi terpasang terbesar setelah Amerika Serikat, Philipina, dan Mexico.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Namun, jika kita melihat potensi cadangan panasbumi Indonesia yang mencapai 27.357 MWe, upaya pemanfaatan sumber energi yang berkelanjutan tersebut barulah mencapai kisaran empat persen. Angka tersebut merupakan angka yang kecil untuk sebuah potensi yang begitu besar. Oleh karena itu maksud dari penulisan tesis ini adalah untuk mempelajari kemungkinan peningkatan produksi energi listrik dengan memanfaatkan sisa air panas sebelum diinjeksikan kembali ke dalam sumur injeksi pada lapangan panas bumi di Gunung Salak. Adapun tujuan dari penulisan tesis ini adalah: a.
Menentukan tipe pembangkit listrik yang sesuai dengan spesifikasi cairan buangan (waste water) lapangan panas bumi di Gunung Salak.
b.
Mengetahui penggunaan teknologi pembangkit listrik siklus biner dan pembangkit tekanan rendah dilihat dari analisa kelayakan proyek (dari segi keuangan sesuai dengan hasil perhitungan penentuan pembangkit).
1.5.
Manfaat Penelitian Pembangunan pembangkit listrik panas bumi memerlukan biaya yang cukup
tinggi. Sebagai contoh, pembangunan PLTP Kamojang V memerlukan biaya sebesar USD 150 juta untuk membangun fasilitas pembangkit listrik panas bumi sebesar 30 Mega Watt. (Wahyuni, Dwi Nurseffi. 2012.). Sehingga analisa kelayakan proyek (dari segi keuangan) yang akurat sangat dibutuhkan oleh para pengembang energi panas bumi untuk mengambil keputusan pelaksanaan pembangunan pembangkit listrik siklus biner tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Namun penentuan aspek kelayakan proyek yang dipakai akan berbeda untuk setiap lokasi/lapangan panas bumi dikarenakan adanya perbedaan-perbedaan misalnya karakteristik dari sumber panas bumi seperti:
Temperatur dari air panas (reservoir)
Kandungan kimia dari air panas
http://digilib.mercubuana.ac.id/