1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Otitis media efusi (OME) merupakan salah satu penyakit telinga tengah yang biasanya terjadi pada anak. Pada populasi anak, OME dapat timbul sebagai suatu kelainan jangka pendek (short-term) menyertai suatu infeksi saluran pernapasan atas, ataupun sebagai proses kronis yang disertai gangguan dengar berat, keterlambatan bicara dan bahasa hingga perubahan struktur membran timpani dan tulang pendengaran. Sekitar 80% anak mengalami satu kali episode OME sebelum usia 10 tahun dengan sebagian besar kasus terjadi pada rentang usia 6 bulan sampai 4 tahun dan sekitar 50% anak mengalami OME bilateral (Rosenfeld et al., 2004; Berkman et al, 2014). Pada tahun 2007 WHO melaporkan prevalensi keseluruhan otitis media non-supuratif kronis sebanyak 3,8% (Mahadevan et al., 2012). Sebuah penelitian cross-sectional di Saudi Arabia menunjukkan data prevalensi OME pada 1488 anak-anak 6-12 tahun adalah 7,5% (Humaid et al., 2014). Chen dkk di Taiwan melaporkan angka kekerapan OME pada 3013 anak usia 3-6 tahun adalah 5,24% (Chen, 2003). Rizaldi dalam penelitiannya melaporkan prevalensi OME pada anak usia 0-14 tahun di Jakarta Timur sebanyak 1,3% (Rizaldi, 2012). Belum ada data nasional baku di Indonesia yang melaporkan kejadian OME. Otitis media efusi adalah terdapatnya cairan di telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala inflamasi akut dengan membran timpani yang utuh.
1
2
Adanya cairan di telinga tengah menyebabkan penurunan fungsi membran timpani dan telinga tengah sehingga menyebabkan menurunnya fungsi pendengaran. Hal ini menyebabkan dampak negatif berupa gangguan bicara dan bahasa. OME biasanya tanpa keluhan dan tanpa tanda-tanda inflamasi akut seperti pada OMA, sehingga seringkali anak tidak dibawa berobat. (Berkman et al., 2013; Casselbrant dan Mandel, 2014). Etiologi dan patogenesis OME bersifat multifaktorial. Pajanan asap rokok merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan dalam terjadinya OME. Asap rokok menyebabkan iritasi (trauma toksik) yang dapat menyebabkan kerusakan silia, hiperplasia sel goblet, dan hipersekresi mukus sehingga terjadi gangguan fungsi transport mukosilier pada tuba Eustachius dan telinga tengah (Bluestone dan Klein, 2007; Steven et al., 2008; Lin et al, 2012). American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS)
secara
resmi
menyatakan
pajanan
asap
rokok
dapat
meningkatkan risiko terjadinya otitis media pada anak. Menurut Talaat dkk bahaya pajanan asap rokok tidak hanya pada perokok aktif saja akan tetapi juga menimbulkan risiko pada orang yang ada disekitarnya terutama bayi dan anak (Talaat et al., 2014). Pada penelitian Erdivanli disimpulkan pajanan asap rokok merupakan faktor risiko kejadian OME (P < 0.0001). Pada Kalgoorlie Otitis Media Researches Project menyimpulkan paparan asap rokok sebagai faktor risiko yang bermakna meningkatkan risiko otitis media pada anak
3
Aborigin (OR,3,54; 95% CI, 1,68-7,47) (Jacoby et al., 2008; Erdivanli et al, 2011). The ASEAN Tobacco Control Report pada tahun 2012, melaporkan jumlah perokok di ASEAN mencapai 127 juta orang dan Indonesia menyumbang perokok terbesar, yakni, 65 juta orang atau sekitar 51,1%. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2008 telah menetapkan Indonesia sebagai negara terbesar ke tiga sebagai pengguna rokok (SEATCA, 2012). Data Riskesdas RI pada tahun 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 69% rumah tangga memiliki pengeluaran untuk rokok. Berdasarkan hasil Susenas 2007, prevalensi perokok pasif di Indonesia adalah sebesar 40,5% dari jumlah penduduk dengan prevalensi perokok pasif tertinggi pada anak-anak yaitu sekitar 58,8% (Riskesdas, 2007). Nikotin merupakan salah satu zat alkaloid tembakau utama yang terkandung dalam asap rokok. Nikotin diabsorpsi melalui mukosa saluran napas dan kulit kemudian masuk peredaran darah selanjutnya melalui metabolisme di hati sebagian besar akan diubah menjadi kotinin. Ekskresi Kotinin dalam urin kemudian ditentukan kadarnya untuk mengetahui ada tidaknya pajanan asap rokok. Kotinin memiliki kelebihan terhadap nikotin yaitu memiliki waktu paruh yang panjang yaitu 30-160 jam. Hal inilah yang menjadi dasar penggunaan kotinin sebagai penanda biokimia pajanan asap rokok (Ilicali et al., 2001; Hukkanen et al., 2005; Tang et al., 2012). Ilicali dkk meneliti faktor risiko pajanan asap rokok terhadap OME pada anak-anak umur 3-8 tahun dengan metode obyektif analisis kotinin urin
4
menggunakan tehnik radioimmunoassay, disimpulkan pajanan asap rokok meningkatkan risiko OME pada anak (P: 0.0461 OR: 2,29, 95% CI: 1.084,85) (Ilicali et al., 2001). Berdasarkan uraian diatas mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang OME dengan risiko pajanan asap rokok tembakau pada kelompok usia anak dengan metode obyektif, yaitu melakukan pemeriksaan kadar kotinin urin dengan metode Lateral Flow Chromatographic Immunoassay
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, menjadi dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah kadar kotinin urin merupakan faktor risiko terjadinya otitis media efusi pada anak di kota Surakarta ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum : Mengetahui gambaran prevalensi dan karakteristik faktor-faktor risiko OME pada anak di kota Surakarta. Tujuan Khusus : Menganalisis peran kotinin urin sebagai faktor risiko OME pada anak.
5
D. Manfaat Penelitian 1. Bidang Akademik a.
Mendapatkan data tentang peran pajanan asap rokok sebagai faktor risiko OME pada anak umur 1-18 tahun di Kota Surakarta dengan metode obyektif menggunakan pemeriksaan kadar kotinin urin.
b.
Meningkatkan pengetahuan mengenai manfaat pemeriksaan kotinin urin sebagai penanda adanya risiko pajanan asap rokok tembakau di dalam tubuh.
2. Bidang Pelayanan Masyarakat Meningkatkan upaya pencegahan dengan memperhatikan faktor lingkungan asap rokok tembakau sebagai salah satu faktor risiko penyakit OME khususnya di bidang penyuluhan pengendalian faktor risiko yang berasal dari lingkungan yang merupakan bagian dari penatalaksanaan penyakit OME.
3. Bidang Pengembangan Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat menjadi pemicu peneliti lain untuk lebih memperdalam hubungan antara OME dan pajanan asap rokok dengan menggunakan kotinin urin sebagai metode obyektif.
6
Tabel 1.1 Orisinalitas Penelitian Penulis
Judul
Variabel
Hasil
Ilicali
Evaluation of the
- OME
Pajanan asap rokok
(2001)
Effect of Passive
- Pajanan asap
meningkatkan
Smoking on Otitis
rokok
risiko OME
Media in Children
(P: .0461 OR: 2,29,
by an Objective
95% CI: 1.08-4,85)
Method: Urinary Cotinine Analysis
Etzel
Passive smoking
(1992)
and midle ear effusion among children in day
- OME - Pajanan asap rokok - Penitipan anak
Pajanan asap rokok meningkatkan risiko OME (P: .0461 OR: 2,29, 95% CI: 1.08-4,85)
care
Rizaldi
Proporsi
- OME
Tidak terdapat
(2012)
kepositifan kadar
- Pajanan asap
faktor risiko
kotinin urin pada
rokok
pajanan asap rokok
Anak Otitis Media
pada penderita
Efusi usia 0-14
OME berdasarkan
tahun di
metode obyektif
kotamadya Jakarta
analisis kotinin
Timur
urin.