BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Obligasi
perusahaan,
adalah
salah
satu
sumber
pendanaan
(financing)
bagi
berupa instrumen utang jangka panjang yang diterbitkan oleh
perusahaan (issuer) kepada investor (bondholder). Setelah menerbitkan obligasi, penerbit obligasi berkewajiban memberikan suatu imbalan hasil (return) berupa kupon yang dibayarkan secara berkala dan nilai pokok ketika obligasi tersebut mengalami jatuh tempo. Menurut Purwaningsih (2008) banyak investor yang memutuskan untuk berinvestasi instrumen obligasi, yang disebabkan investor lebih menganggap obligasi sebagai satu pilihan yang aman, karena volatilitas saham lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi sehingga daya tarik saham berkurang, obligasi menawarkan tingkat return yang positif dan memberikan pendapatan yang tetap. Obligasi sampai saat ini masih sering dipilih sebagai salah satu alternatif investasi dan sumber pembiayaan bagi pemerintah maupun swasta. Dalam Harian Jurnal Asia tanggal 25 Pebruari 2015 dalam artikel “2015, Pasar Obligasi Indonesia Positif” disebutkan bahwa tren dari pasar obligasi Indonesia selama 2015 tercatat positif, dilihat dari return tahun berjalan sebesar 6,14 persen dari level 175,89 pada awal Januari menjadi 187,14 pada 23 Pebruari 2015. Selain itu menurut Direktur Utama Penilai Harga Efek Indonesia Ignatius Girendroheru, nilai outstanding obligasi pemerintah konvensional selama 2010-2014 mengalami peningkatan setiap tahun, pada akhir 2014 total outstanding sebesar Rp 284,4
1
triliun atau meningkat sebesar 24,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun berbeda halnya dengan obligasi korporasi, yaitu nilai outstanding pada akhir 2014 tercatat sebesar Rp 47,8 triliun atau menurun sebesar 18,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut Satriani (2015) dalam artikel berjudul “Rombongan obligasi korporasi Rp 3,8 T siap menari” yang diunggah pada tanggal 18 April 2015 pada kontan.co.id menyebutkan pula bahwa tren pasar obligasi tahun 2015 positif, yaitu surat utang (obligasi) senilai Rp 3,8 triliun siap terbit di Bursa Efek Indonesia (BEI) bulan April 2015, yaitu PT Federal International Finance (FIF) yang berencana menerbitkan obligasi berkelanjutan II tahap I senilai Rp 3 triliun pada 27 April 2015, PT Indomobil Finance Indonesia yang menawarkan obligasi berkelanjutan II tahap I senilai Rp 500 miliar dan dari sektor properti, PT Summarecon Agung menerbitkan surat utang senilai Rp 300 miliar. Menurut informasi yang terdapat di salah satu artikel kontan.co.id saat ini total obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI sepanjang tahun 2015 mencapai 13 emisi dari 12 emiten senilai Rp 15,07 triliun. Sementara total emisi obligasi dan sukuk secara outstanding berjumlah 263 emisi dengan nilai Rp 229,35 triliun dan US$100 juta yang diterbitkan oleh 104 emiten. Dan akhir Maret lalu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, investor asing menggenggam sekitar Rp 23,29 triliun obligasi korporasi. Sisanya sekitar Rp 198,14 triliun didekap oleh investor lokal. Melihat tren obligasi di Indonesia yang positif, maka tidak salah bila investor
tertarik
untuk
berinvestasi
obligasi.
Sebelum
memutuskan
untuk
berinvestasi di salah satu perusahaan yang mengeluarkan obligasi, investor
2
memerlukan informasi yang dapat dijadikan acuan dalam mengambil keputusan investasinya.
Salah satu informasi yang perlu diketahui investor adalah peringkat
obligasi. Menurut PT. Pefindo yang merupakan salah satu lembaga pemeringkat obligasi di Indonesia, peringkat obligasi adalah opini terkini atas kualitas kredit dari sebuah obligor terkait kewajiban finansial yang spesifik, opini tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan obligor dan niatnya untuk memenuhi kewajiban keuangannya. Pemberian
peringkat
obligasi
oleh
lembaga
pemeringkat
harus
mencerminkan penilaian bagaimana kemampuan perusahaan dalam melakukan pembayaran pokok dengan tepat waktu (Pogue dan Soldofsky, 1969).
Sehingga
pemberian peringkat obligasi juga dapat digunakan untuk menilai kualitas kredit dan kinerja dari perusahaan penerbit. Dan dapat pula dimanfaatkan untuk memutuskan apakah obligasi tersebut layak untuk dijadikan investasi serta mengetahui tingkat risikonya (Zuhrotun dan Baridwan, 2005). Selain untuk melihat kualitas dan tingkat risiko dari sebuah obligasi, pemberian peringkat obligasi yang diinformasikan ke publik oleh lembaga pemeringkat juga dapat digunakan untuk mengurangi asimetri informasi antara penerbit obligasi dan investor. Berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan Lembaga Keuangan Nomor: 712/BL/2012 Tentang “Pemeringkatan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk”, peringkat obligasi yang dipublikasi akan diperbaharui secara reguler agar mencerminkan perubahan signifikan atas kegiatan bisnis dan kinerja perusahaan,
pembaharuan atas
peringkat
peringkat memiliki
obligasi dilakukan
setahun
sekali.
3
Perubahan
pengaruh signifikan pada aktivitas investasi, pendanaan masa depan perusahaan, profil risiko
dan
kinerja masa depannya,
maka dari itu investor akan
menyesuaikan strategi investasi mereka sesuai dengan perubahan peringkat (Zuhrotun dan Baridwan, 2005). Pemberian peringkat oleh lembaga pemeringkat, sejalan dengan teori sinyal yang menekankan pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Perusahaan memberikan sinyal berupa laporan keuangan yang digunakan lembaga pemeringkat untuk menetapkan peringkat dan investor menggunakan peringkat sebagai sinyal untuk mengetahui kelayakan investasi (Arif dan Yuyetta, 2012). Berdasarkan surat edaran BI No. 13/31/DPNP Tanggal 22 Desember 2011 terdapat 6 lembaga pemeringkat yang diakui oleh BI, yaitu tiga lembaga pemeringkat Internasional diantaranya: Fitch Rating, Moody’s Investor Services, dan Standars & Poor’s dan tiga lembaga pemeringkat Nasional yaitu: PT. Pefindo, PT. Fitch Rating Indonesia, dan PT. ICRA Indonesia. Aliansi strategi dengan Standard & Poors’s (S&P) yang merupakan perusahaan pemeringkat global terkemuka yang berdiri sejak tahun 1996 dan telah memberi manfaat bagi PT. Pefindo untuk menyusun metodologi (methodology) pemeringkatan berstandar internasional. Metodologi pemeringkatan yang digunakan PT. Pefindo secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga risiko utama penilaian, yaitu: Risiko Industri (Industry Risk), Risiko Bisnis (Business Risk), dan Risiko Keuangan (Financial risk).
4
Penilaian risiko
industri yang digunakan oleh PT. Pefindo adalah
bagaimana pertumbuhan dan stabilitas industri, pendapatan dan struktur biaya atau bagaimana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba operasi yang dilihat melalui Earnings before Interest and Tax (EBIT), bagaimana persaingan di dalam industri, peraturan, dan profil keuangan yang meliputi: tingkat utang, perlindungan arus kas, kualitas aset, profitabilitas dan likuiditas. Penilaian risiko bisnis
meliputi:
penilaian
posisi pasar,
diversifikasi,
kualitas
layanan
dan
bagaimana manajeman serta sumber daya manusia yang didalamnya termasuk pula pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG). Dan risiko keuangan yang dinilai
melalui
kebijakan
keuangan,
permodalan,
perlindungan
arus
kas,
profitabilitas, likuiditas, dan fleksibilitas keuangan. GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh sehingga dapat menguntungkan dalam jangka panjang. Menurut Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) Corporate Governance adalah serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders). Selain itu GCG juga didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberi nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang,
dengan
tetap
memperhatikan
kepentingan
stakeholder
lainnya,
berlandaskan moral, etika, budaya dan aturan berlaku lainnya. Menurut beberapa kajian mengenai runtuhnya perekonomian Indonesia, salah satunya menurut Kemal Stamboel (2009) dalam artikelnya yang berjudul
5
“Efektivitas Pasar dan Implementasi Good Corporate Governance” menyebutkan bahwa krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998 menjadi momentum bagi prilaku pasar untuk menyadari pentingnya implementasi GCG. Krisis ekonomi tahun 1998 selain merupakan sebuah kesalahan arsitektur finansial yang ada tetapi juga diakibatkan karena kesalahan dalam Governance di sektor perbankan. Bad Governance inilah yang mengakibatkan terjadinya krisis finansial. Selain itu Skandal Enron dan WorldCom di Amerika, Marconi di Inggris dan Royal Ahold di Belanda membuat komunitas
finansial juga mulai memperhatikan peran
Corporate Governance. Banyak
penelitian
mengenai GCG
telah dilakukan,
salah satunya
mengetahui hubungan antara GCG terhadap peringkat obligasi. Penelitian Bhojraj dan Sengupta (2003) menunjukkan bahwa elemen - elemen dari mekanisme Corporate Governance yaitu proporsi dewan komisaris independen, persentase kepemilikan institusional, persentase kepemilikan manajerial, kualitas audit dan komite audit memiliki pengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi. Penelitian Lestari dan Yasa (2014) yang menggunakan skor Corporate Governance Perception Index (CGPI) menujukkan bahwa skor CGPI tidak berpengaruh terhadap peringkat obligasi. Sedangkan penelitian yang dilakukan Dali, dkk. (2015) menunjukkan bahwa skor CGPI secara signifikan berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi. Selain penilaian mengenai GCG, menurut Ziebart dan Reiter (1992) informasi keuangan juga mempengaruhi peringkat obligasi suatu perusahaan. Menggunakan rasio-rasio keuangan pada laporan keuangan perusahaan dapat
6
menggambarkan kondisi perusahaan. Rasio likuiditas adalah rasio yang dapat mengukur bagaimana kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, dengan melihat bagaimana aktiva lancarnya terhadap kewajiban lancarnya.
Ada beberapa penelitian mengenai pengaruh likuiditas terhadap
peringkat obligasi, diantaranya: penelitian yang dilakukan dengan Current Ratio (CR) oleh Satoto (2011) menunjukkan bahwa CR memiliki pengaruh positif terhadap peringkat obligasi, penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dan Fitriyah (2013) dengan CR menghasilkan bahwa CR memiliki pengaruh yang negatif terhadap peringkat obligasi dan terdapat pula hasil yang menunjukkan bahwa CR tidak berpengaruh terhadap peringkat obigasi yang diteliti oleh Estiyanti dan Yasa (2012). Profitabilitas
merupakan
rasio
yang
dapat
mengukur
kemampuan
perusahaan menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan, aset dan modal (Dali,dkk, 2015). Semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan, maka semakin tinggi tingkat laba operasi yang digunakan untuk melunasi kewajiban bunga atau utang lainnya. Dengan demikian ini akan berpengaruh terhadap peringkat obligasi. Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dan Fitriyah (2013) yang menggunakan proksi Nett Profit Margin menghasilkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap peringkat obligasi. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria (2014) yang menggunakan proksi Return on Asset (ROA) menghasilkan profitabilitas berpengaruh terhadap peringkat obligasi. Hasil penelitian tersebut sama dengan yang dilakukan oleh Rasyid dan Joice (2013) bahwa Return on Assets (ROA) berpengaruh positif signifikan terhadap peringkat obligasi. Namun
7
penelitian yang dilakukan Maharti dan Daljono (2011) dengan ROA menunjukkan hasil bahwa ROA tidak berpengaruh terhadap peringkat obligasi. Solvabilitas suatu perusahaan dapat menunjukkan kemampuannya untuk memenuhi segala kewajiban finansial baik jangka panjang maupun jangka pendek pada saat perusahaan itu dilikuidasi (Linandarini dan Pamudji, 2010). Semakin tinggi solvabilitas perusahaan maka semakin besar dan baik fleksibilitas keuangan dan peringkat obligasi yang dimiliki oleh perusahaan serta semakin kecil kemungkinan masalah keuangan yang dihadapi perusahaan di masa depan. Penelitian yang dilakukan oleh Linandarini dan Pamudji (2010) dan Sari (2007) dengan judul penelitian “Kemampuan Rasio Keuangan Sebagai Alat Untuk Memprediksi
Peringkat
Obligasi” menghasilkan
bahwa
solvabilitas
memiliki
kemampuan untuk memprediksi peringkat obligasi. Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dan Fitriyah (2013) juga menghasilkan bahwa solvabilitas berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi. Pada penelitian ini peneliti hanya meneliti pengaruh GCG, profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas terhadap peringkat obligasi pada perusahaan yang mendapat peringkat di PT. Pefindo. PT. Pefindo dipilih karena merupakan lembaga pemeringkat tertua dan terpercaya yang ada di Indonesia. Lembaga ini sudah berdiri sejak tanggal 21 Desember 1993 dan hingga saat ini telah melakukan pemeringkatan terhadap lebih dari 500 perusahaan dan pemerintah daerah.
Sehingga
telah
memiliki
banyak
pengalaman
dalam
melakukan
pemeringkatan dan menjadi lembaga terpopuler yang dipilih oleh perusahaanperusahaan yang telah terdaftar di BEI untuk melakukan pemeringkatan obligasi.
8
Pada penelitian ini proksi yang digunakan untuk menilai GCG dan profitabilitas adalah skor Corporate Governance Perception Index (CGPI) yang dikeluarkan oleh IICG dan di publikasi melalui majalah SWA dan ROA. CGPI merupakan
penilaian
penerapan
Corporate
Governance
perusahaan
yang
didasarkan pada penilaian terhadap prinsip GCG, kepemimpinan, komitmen, strategi, etika, budaya, visi, misi, dan nilai dari suatu perusahaan. Dengan adanya skor CGPI maka akan menghasilkan penilaian yang lebih handal dan akurat atas penilaian GCG di suatu perusahaan. Selain itu belum banyak pula penilaian yang menggunakan skor CGPI dalam meneliti pengaruh GCG terhadap peringkat obligasi. Proksi ROA dipilih karena, ROA dapat mencerminkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dengan lebih baik dari total aset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan jika dibandingkan dengan proksi profitabilitas yang lain. Selain itu pada penelitian-penelitian sebelumnya ternyata masih terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian antara pengaruh GCG, profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas terhadap peringkat obligasi, maka dari itu peneliti termotivasi untuk meneliti kembali pengaruh variabel–variabel tersebut terhadap peringkat obligasi pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2002-2013. Periode 2002– 2013 dipilih karena sampai sekarang penggunaan skor CGPI sebagai alat untuk menilai penerapan GCG belum diwajibkan, maka dari itu belum banyak perusahaan yang mendapat skor CGPI yang di keluarkan oleh IICG. Selain itu tahun 2001 juga merupakan tahun awal IICG mulai melakukan penilaian penerapan GCG dengan skor (CGPI).
9
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Apakah GCG berpengaruh terhadap Peringkat Obligasi?
2.
Apakah Profitabilitas berpengaruh terhadap Peringkat Obligasi?
3.
Apakah Likuiditas berpengaruh terhadap Peringkat Obligasi?
4.
Apakah Solvabilitas berpengaruh terhadap Peringkat Obligasi?
1.3
Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui pengaruh GCG terhadap Peringkat Obligasi
2.
Untuk mengetahui pengaruh Profitabilitas terhadap Peringkat Obligasi
3.
Untuk mengetahui pengaruh Likuiditas terhadap Peringkat Obligasi
4.
Untuk mengetahui pengaruh Solvabilitas terhadap Peringkat Obligasi
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis
untuk pihak-pihak yang berkepentingan: 1)
Kegunaan Teoritis Hasil penelitian
ini diharapkan
memberikan
tambahan
pemahaman
kepada pihak-pihak yang berkepentingan, baik itu mahasiswa/i dan pihak lainnya mengenai pengaruh GCG dilihat melalui skor CGPI, profitabilitas, likuiditas, solvabilitas terhadap peringkat obligasi.
10
2) Kegunaan Praktis Penelitian
ini
selain
memiliki
kegunaan
teoritis,
juga
diharapkan
memiliki kegunaan praktis, yaitu hasil penelitian ini dapat berguna bagi investor dalam memprediksi kemungkinan peringkat obligasi yang dilihat melalui skor CGPI, profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas. Selain itu peringkat obligasi yang dipublikasikan oleh PT. Pefindo juga diharapkan dapat menjadi sinyal dari kondisi obligasi yang beredar bagi investor.
1.5
Sistematika Penulisan Pada tulisan ini, penulis membagi penulisan menjadi 5 Bab, yaitu:
BAB I
Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
Landasan Teori yang berisi kajian pustaka, uraian penelitian terdahulu, desain penelitian dan hipotesis.
BAB III
Metode Penelitian yang menguraikan desain penelitian, populasi dan sampel, sumber data, variabel penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data.
BAB IV
Hasil Penelitian dan Pembahasan yang berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasan.
BAB V
Penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan hasil penelitian
11