BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Produk Foot wear (alas kaki) atau lazim disebut dengan sepatu dan sandal,
merupakan bagian dari kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh terutama bagi
manusia,
masyarakat moderen untuk menunjang aktivitasnya agar lebih
nyaman, aman dan mampu memberikan nilai lebih (value) bagi pemakainya. Berdasarkan laporan www.keynoteco.uk (2012)
kebutuhan alas kaki di pasar
regional pada tahun 2012 sebesar 10,123 miliar pasang per-tahun untuk semua jenis golongan pemakai. Setelah terjadinya krisis ekonomi global pada tahun 2007 lalu, telah menyebabkan terpuruknya kondisi perekonomian negara-negara maju terutama Amerika dan Eropa, dimana pasar potensial konsumen alas kaki kelas menengah atas berasal. tersebut,
Akibat menurunnya penghasilan para penduduk
mengakibatkan terjadinya
negara-negara
perubahan perilaku dalam berbelanja,
keputusan para konsumen membeli produk tidak lagi berdasarkan kepada merek produk tertentu yang akan dibelinya, akan tetapi keputusan kepada harga,
dengan tujuan utamanya
lebih cenderung
melakukan tindakan penghematan
terhadap keuangannya. Kondisi melemahnya kemampuan daya beli konsumen terhadap produk alas kaki untuk pangsa pasar menengah atas tersebut, cukup
1
memberikan pengaruh terhadap penurunan hasil penjualan para produsen, seperti; Nike, Adidas, Timberland, Gucci, Ecco, Bata, Puma. Porter (2009). Agar perusahaan sanggup bertahan menghadapi persaingan diantara produsen dan mampu terus berkembang,
maka harus mempunyai
keunggulan daya saing (Competitive advantage), keunggulan daya saing yaitu suatu kemampuan untuk mengkreasi sistem yang mempunyai keunikan dalam penciptaan nilai dengan cara
yang efisien dan berkelanjutan sehingga para
pelanggan akan merasa puas atas produk atau jasa yang dibelinya, keunikan yang dimiliki oleh suatu produk biasanya dinilai oleh konsumen melalui; a) Low cost, perusahaan harus beroperasi dengan tingkat biaya yang rendah sehingga mampu menjual produknya dengan harga yang sama atau lebih rendah dari pesaingnya, sehingga perusahaan mempunyai keunggulan daya saing harga penjualan terhadap produk sejenis, sehingga
perusahaan menjadi pemimpin pasar
penjualan produknya dari sisi harga. b) Competting differentiation, perusahaan menerapkan strategi yang tidak dimiliki pesaingnya dalam; kualitas produk yang dihasilkan, pengiriman tepat waktu, cara pendekatan pemasarannya sehingga mempunyai sesuatu yang khusus dan menjadi berbeda. c) Focus, perusahaan menekankan strategi bersaingnya, melalui pencapaian keunggulan bersaing yang hanya fokus kepada salah satu sasaran, yaitu; fokus kepada biaya atau fokus
kepada
2
diferensiasi, sehingga tidak memiliki keunggulan daya secara keseluruhan. Salah satu cara menanggulangi ketidak pastian situasi pasar, perusahaan harus mampu beroperasi
dengan biaya produksi yang lebih kompetitif, tanpa
harus mengurangi nilai produknya dengan melakukan program perbaikan dalam sistem produksinya melalui penerapan konsep sistem produksi modern, sehingga perusahaan mampu menggunakan sumber daya yang dimiliki secara efisien. Industri alas kaki adalah industri yang berbasis kepada besarnya jumlah sumber daya manusia yang dipekerjakan untuk mendukung proses pengoperasian mesinmesin produksi dan proses pengerjaan lain yang dikendalikan secara manual, oleh karena itu proses manufaktur industri alas kaki dibutuhkan sistem produksi yang mampu dikendalikan dengan mudah oleh para manajer dalam
mengelola
penggunaan sumber daya manusia agar mampu mencapai sasarannya. Merelokasi proses produksinya ke negara-negara sedang berkembang seperti: Thailand, Indonesia, Vietnam, India dan Cina telah dilakukan pada dekade tahun 1997 jauh sebelum terjadinya krisis ekonomi tahun 2007, langkah tersebut menjadi pilihan strategis dari perusahaan-perusahaan Amerika dan Eropa untuk memangkas biaya produksinya, karena ongkos tenaga kerja negara-negara tersebut di atas relatif jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya tenaga kerja di negara Eropa atau Amerika. Kondisi menurunnya daya beli konsumen dunia terhadap produk
alas
kaki
di
bawah
ini,
berdasarkan
kepada
informasi
dari
www.packagedfacts.com(2009).
3
Gambar 1.1 Grafik Pangsa pasar alas kaki global Salah satu di antara perusahaan tersebut adalah Ecco, perusahaan modal asing berasal dari Denmark yang mengalami kesuksesan menjalankan low cost strategy, setelah menanamkan investasinya di Indonesia pada tahun 1990, Thailand 1994, China 2004 dan Slovakia 2006. Hal ini dapat dilihat dari data penjualan pada tahun 1990 baru dicapai sebesar 1 juta pasang alas kaki, bilamana dibandingkan pada tahun 2012 dicapai penjualan sebesar 20 juta pasang. Ditetapkan sasaran bisnis yang harus dicapai oleh PT Ecco Indonesia dengan tujuan agar dengan tercapainya key performance indicator (KPI), nantinya perusahaan mempunyai keunggulan daya saing untuk
menghadapi persaingan
4
global yang semakin kuat, karena semakin menyempitnya pangsa pasar alas kaki kalangan menengah atas melalui: 1. Kualitas produk 2. Biaya rendah, harga jual produk lebih kompetitif 3. Dapat diperoleh sesuai waktu yang telah dijanjikan
. Agar sasaran bisnis yang telah ditetapkan dapat tercapai, maka sejak tahun 2007 dimulailah program penerapan konsep Lean operations (LO)
di
seluruh unit produksi Ecco secara serentak, yang diberi nama Ecco Production System (EPS) yang merupakan hasil adopsi Toyota Production System (TPS), diadopsinya TPS oleh Ecco karena langkah strategis Toyota tersebut telah mampu membuktikan kepada masyarakat industri di seluruh dunia, jika Toyota pernah mencapai prestasi yang sangat bagus, berdasarkan laporan keuangan pada tahun 2003, Toyota memperoleh laba tahunan perusahaan sebesar $ 8,13 miliar lebih besar 3 kali lipat perolehan keuntungan dari gabungan 3 perusahaan otomotif dunia lainnya, yaitu; General Motor, Ford dan Chrysler , Liker (2006) Didirikan Lean Academy pada tahun 2007 yang bertugas untuk mendidik calon-calon Change agent (CA) yang berasal dari masing-masing unit produksi, di mana setelah mereka lulus akan bertugas memberikan program pelatihan terhadap seluruh karyawan yang ada di unit masing-masing,
mulai dari
manajemen tingkat atas sampai dengan operator. Ohno (sebagaimana disebutkan Liker dalam The Toyota Way -2006) non value added atau waste dalam bahasa Indonesia lebih tepat disebut
sebagai
pemborosan adalah nilai yang terjadi karena para produsen mempunyai paradigma
5
yang
keliru terhadap keinginan para pelanggan, sehingga dalam menerapkan
kebijakan proses produksinya berdasarkan kepada pemikiran produsen itu sendiri, sehingga menimbulkan pemborosan yang tidak seharusnya dibayar oleh para konsumen pada waktu mereka memutuskan membeli barang atau jasa. Menurut Womack & Jones (2003) untuk mengatasi masalah pemborosan (waste) dalam proses produksi mobil Toyota yang disebut dengan muda, maka Ohno telah menciptakan sistem produksi untuk manufaktur mobilnya yang terkenal yaitu TPS, di mana terdapat pengetahuan atau metodologi yang sangat efektif, tentang cara menanggulangi timbulnya pemborosan, dinamakan dengan lean yang dalam arti harfiahnya ramping, yang dimaksud adalah
bagaimana
proses produksi harus berjalan dengan jumlah persediaan yang sangat rendah, untuk mengatasi permasalahan tersebut telah diciptakan suatu metodologi untuk menentukan kandungan nilai di dalam suatu produk sesuai dengan keinginan para pelanggan. Upper production merupakan unit produksi yang berfungsi melakukan fungsi Value creating dengan melakukan proses transformasi dari kulit menjadi bentuk dasar alas kaki bagian atas yang disebut dengan upper (kap,) dengan cara menggabungkan komponen kulit dan komponen sintetis yang telah dipotong sebelumnya, menjadi satu bagian dengan proses jahit. Pembuatan upper merupakan salah satu bagian terpenting dari rangkaian proses pembuatan alas kaki karena di dalam proses produksinya, menyerap sumber daya tenaga kerja 62% dari seluruh karyawan yang bekerja di PT Ecco Indonesia, dengan demikian maka proses pembuatan upper paling tinggi menyerap biaya tenaga kerja.
6
James and Womack (2003) aktivitas produksi yang menghasilkan produk tertentu berdasarkan sistem lot, sebelumnya proses produksi tergantung kepada jumlah persediaan yang tinggi dalam satuan waktu tertentu, memproses satu jenis pekerjaan yang sama dalam jumlah besar tanpa memperhatikan kebutuhan proses selanjutnya. Kemudian perusahaan melakukan perubahan dengan menjalankan proses produksi sistem continue flow
yaitu sistem
proses produksi
dalam
menghasilkan barang dilakukan berdasarkan kepada susunan urutan proses pengerjaan (work cell) dalam satuan waktu tertentu, memproses satu unit barang sesuai dengan kebutuhan operasi berikutnya, sehingga akhirnya perusahaan tersebut mencapai hasil yang sangat luar biasa dalam pencapaian output produk, hampir dua kali lipat dari pencapaian sebelumnya, produk reject dan scrapt turun drastis. Penulis adalah karyawan PT Ecco Indonesia yang bertanggung jawab di Upper production departement unit 2 dan 3, telah bekerja selama 22 tahun di PT Ecco Indonesia, telah menemukan beberapa fakta-fakta yang terjadi di lantai produksi dalam penerapan LO berkaitan dengan : 1) Manajemen puncak, kebijakannya cenderung terlalu cepat dan lebih mementingkan tercapainya jumlah kaizen event (KE) dari pada lebih fokus kepada pencapaian kualitas pemahaman para karyawan. 2) Setelah kick off program penerapan EPS dilakukan,
program dan
agenda kerja CA lebih banyak fokus kepada mendesain program KE dan lean tooling.
7
3) Lean tooling dalam pandangan (paradigma) para karyawan merupakan tujuan utama dari program LO.
1.2
Pertanyaan Penelitian Konsep
LO yang telah diterapkan di proses produksi upper PT Ecco
Indonesia diberi nama Ecco Production System (EPS), dengan menerapkan sistem aliran material one piece yang dinamakan dengan sistem satu pasang. Oleh sebab itu penulis berkeinginan mempelajari atau mendalami penerapan LO PT Ecco Indonesia, karena ada beberapa hal yang perlu penulis pertanyakan yaitu: 1) Apa
yang
dilakukan
oleh
PT
EI
dalam
mengimplementasikan LO dengan tujuan untuk terjadinya pemborosan proses produksi upper
usahanya mengurangi
sehingga mampu
memberikan kepuasan pelanggannya? 2) Bagaimanakah cara PT EI
menerapakan konsep EPS di dalam
proses produksi upper dengan menjalankan sistem satu pasang sehingga diperoleh proses produksi tepat waktu (just in time)?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian penerapan LO pada proses produksi upper di PT
Ecco Indonesia adalah : 1) Mengidentifikasi usaha yang dilakukan oleh PT EI mengimplementasikan
LO
untuk
mengurangi
dalam
terjadinya
8
pemborosan di dalam proses produksi upper sehingga mampu memberikan kepuasan pelanggan 2) Mengevaluasi cara PT EI menerapkan konsep EPS di dalam proses produksi upper dengan menjalankan sistem satu pasang sehingga diperoleh proses produksi tepat waktu (just in time).
1.4
Metoda Penelitian Metode penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan secara
qualitative descriptive dan digunakan fishbone diagram dan value stream mapping sebagai alat analisa dalam
rangka mengidentifikasi dan menguraikan
hasil
pengamatan dan wawancara yang dilakukan secara individual depth interview terhadap Upper production manager , Human resources development manager (HRD) , Material requirement planning manager (MRP), Planning Manager dan Technical manager atas usaha PT EI melakukan penerapan LO di dalam menunjang proses produksi dan mengevaluasi usaha PT EI mengurangi potensi penyebab timbulnya pemborosan pada proses produksi upper sesuai dengan konsep EPS, agar KPI yang telah ditetapkan mudah dicapai. Dari penelitian ini akan diperoleh manfaat-manfaat positif, yaitu ; 1) Hasil penelitian ini, penulis mempunyai harapan dapat digunakan sebagai bahan kajian peningkatan penerapan lean operations di PT Ecco Indonesia. 2) Hasil penelitian ini semoga akan menambah bahan kajian penerapan lean operations di industri alas kaki.
9
1.5.
Batasan dan Asumsi LO mempunyai kandungan materi ilmu pengetahuan yang sangat luas
khususnya dalam bidang penciptaan nilai dalam proses bisnis. Sehingga tidak mungkin dilakukan program penelitian secara menyeluruh terhadap konsep lean tersebut, oleh sebab itu penulis membatasi penelitian kepada beberapa prinsip LO. Karena kendala terbatasnya waktu dan sumber daya yang dimiliki oleh penulis dan mengingat proses pembuatan alas kaki membutuhkan proses yang cukup panjang mulai dari pemrosesan bahan baku sampai produk jadi, maka
tempat penelitian
dilakukan di departemen produksi upper.
1.6
Susunan Penelitian
BAB I
: Pendahuluan Bab ini dikemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, batasan dan asumsi dan susunan penelitian.
BAB II
: Tinjaun Pustaka Dalam bab ini berisi tinjauan pustaka dari berbagai literatur, yang digunakan untuk
mendukung proses penelitian penerapan LO di
proses produksi upper. BAB III
: Metode Penelitian dan Profil Perusahaan Bab ini menjelaskan penggunaan metode penelitian dan uraian profil PT EI.
BAB IV
: Hasil Penelitian dan Pembahasan
10
Dalam bab ini dijelaskan hasil dari identifikasi usaha penerapan LO dan evaluasi terhadap usaha mengurangi potensi terjadinya pemborosan di PT EI untuk proses produksi upper. BAB V
: Simpulan dan Saran Merupakan akhir dari penulisan tesis yang akan menyampaikan hasil pembahasan dan di sampaikan saran-saran dari seluruh proses penelitian.
11