BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Rasa ingin tahu tersebut membuat manusia berusaha untuk terus mencari berbagai informasi yang ada disekitarnya.1 Apabila ada sebuah informasi baru yang terdengar masih asing, maka setiap manusia pada umumnya akan mencari tahu lebih lanjut. Sebelum adanya alat komunikasi, informasi yang diterima manusia diperoleh melalui proses interaksi dengan sesamanya. Interaksi adalah bagian dari kehidupan manusia.2Proses interaksi ini dikenal dengan ungkapan “dari mulut ke mulut” atau secara lisan. Bahkan manusia zaman sekarang masih dapat mengetahui tentang mitos atau cerita rakyat pada zaman dahulu hampir keseluruhan diperoleh melalui lisan secara turun-temurun. Sejak manusia memasuki zaman sejarah, barulah cerita rakyat atau mitos tersebut mulai dibuat ke dalam sebuah tulisan. Namun begitu pun, telah terjadi pergeseran dan ragam versi dalam penulisan tersebut. Memasuki perkembangan zaman yang semakin modern tentunya pasti mempengaruhi cara berkomunikasi manusia. Manusia telah mampu untuk mengolah huruf dan tulisan untuk dijadikan sebuah informasi atau berita. Penyebaran informasi semakin lebih mudah dan luas jangkauannya ketika manusia berhasil menemukan mesin cetak pertama pada pertengahanabad 15.3 Contoh alat komunikasi yang dihasilkan oleh mesin cetak adalah surat kabar atau dalam istilah lain adalah pers.Menurut Gandhi, pers adalah lembaga kemasyarakatan alat perjuangan nasional yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya, diperlengkapi atau tidak diperlengkapi dengan
1 2 3
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009, hal. 23. Samsul Wahidin, Hukum Pers, Banjarmasin: Pustaka Pelajar, 2005, hal. 101. Nurudin, op.cit., hal. 24.
16 Universitas Sumatera Utara
alat-alat teknik lainnya.4 Namun, secara sederhana pers dapat diartikan sebagai media yang mencakup seluruh media cetak dan media elektronik. Pers mempunyai peranan penting di dalam kehidupan sehari-hari. Pers mampu memberikan informasi kepada masyarakat yang bersifat mendidik dan merangsang pola pikir manusia menjadi semakin luas. Pers juga mampu membentuk opini masyarakat terhadap situasi dan kondisi yang tengah terjadi di masyarakat. Dalam hal pembangunan nasional, pers juga mempunyai peranan penting. Pers dapat merangsang pemerintah dalam pengambilan keputusan, memperkenalkan usaha modernisasi serta menyampaikan kepada masyarakat program pembangunan nasional.5 Ditinjau dari sudut pandang sejarah, pers secara keseluruhan mempunyai peran yang nyata dalam perjalanan panjang bangsa Indonesia dimulai sejak masuknya bangsa asing ke Indonesia, perjuangan terhadap penjajah, orde lama, masa peristiwa Gerakan 30 September, orde baru, masa reformasi hingga pada masa sekarang. Khususnya di Medan yang dikenal sebagai daerah perkebunan, pemerintah Belanda yang berkedudukan di Medan tentunya membutuhkan pers sebagai media yang digunakan untuk kepentingan perdagangan dan perkebunan Belanda. Di samping itu, pers juga digunakan sebagai media untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan pemerintahan Belanda kepada masyarakat pribumi. Pada tanggal 18 Maret 1885 terbitlah surat kabar yang pertama di Medan milik Belanda dan berbahasa Belanda bernama Deli Courant.6 Setelah Deli Courant, diketahui terbit lagi surat kabar milik Belanda yaitu De Oostkust dan De Sumatera Post. Surat kabar sebagai salah satu alat perjuangan kemerdekaan mulai terlihat nyata
4
L. M. Gandhi, Undang-Undang Pokok Pers, Jakarta: Rajawali, 1992, hal. 11. Eduard Depari dan Collin MacAndrews (Eds.), Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, Yogyakarta: UGM Press, 1988, hal. 40. 6 Mohammad Said, Sejarah Pers Di Sumatera Utara, Medan: Waspada, 1976, hal. 33. 5
17 Universitas Sumatera Utara
di Medan sejak terbitnya surat kabar Benih Merdeka pada tahun 1916.7 Setelah itu, surat kabar sebagai alat perjuangan kemerdekaan mulai banyak terbit di Medan. Beberapa diantaranya adalah Sinar Deli terbit tahun pada 1930, Suluh Merdeka terbit pada tahun 1945, Mimbar Umum terbit pada tahun 1945 dan Waspada terbit pada tahun 1947. Situasi di Medan pasca kemerdekaan belum sepenuhnya kondusif. Belanda justru berusaha menyebarkan kampanye bahwa Belanda akan mengambil alih kembali Indonesia dari tangan Jepang. Namun, keadaan ini tidak menghalangi terbitnya beberapa surat kabar nasional, salah satunya adalah Mimbar Umum pada 6 November 1945 oleh Udin Siregar, Saleh Umar dan A. Wahab Siregar.8 Sebelumnya, di Medan hanya ada satu surat kabar nasional yaitu Sumatera Baru yang kemudian berganti nama menjadi Suluh Merdeka. Mengetahui bahwa Belanda akan menyita alat percetakan yang digunakan Mimbar Umum untuk mencetak surat kabar maka secara diam-diam mesin percetakan dipindahkan ke Tebing Tinggi. Beberapa staf redaksi Mimbar Umum juga ikut dipindahkan sebagian ke Tebing Tinggi dan disana mereka menerbitkan harian Mimbar Umum secara tertib dan teratur. Walaupun demikian, harian Mimbar Umum tetap beredar di kalangan kaum republiken di Medan. Isi dari berita harian Mimbar Umum
tidak
lain
bertujuan
untuk
turut
mempertahankan
kemerdekaan
Republik
Indonesia.Harian Mimbar Umum terhenti penerbitannya akibat tentara Belanda melancarkan Agresi Militer I hingga ke Tebing Tinggi. Kemudian, staf redaksi Mimbar Umum kembali ke Medan dan kembali bekerja sebagai pejuang pena. Pada saat itu, para pejuang pena harus sangat berhati-hati karena Belanda pasti akan menangkap mereka apabila mereka ditemukan sedang memuat atau menulis berita yang menentang kebijakan pemerintahan Belanda. Belanda 7
Medan sebagi kota pertama yang menggunakan kata “merdeka” untuk nama surat kabar. Lihat, Muhammad T. W. H., Perlawanan Pers Sumatera Utara Terhadap Gerakan PKI, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 1996, hal. 2. 8 Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad T. W. H., wartawan senior harian Mimbar Umum pada tanggal 22 April 2011.
18 Universitas Sumatera Utara
menganggap berita atau artikel yang dituliskan oleh para pejuang pena mampu membakar semangat pemuda Indonesia yang berpotensi untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Setelah harian Mimbar Umum tutup, Belanda menerbitkan surat kabar yang membawa suara untuk kepentingan Belanda seperti surat kabar Klewang dan Neraca. Ketika masa kependudukan Belanda, timbul tenggelamnya sebuah surat kabar adalah hal yang biasa. Jika ada surat kabar yang tutup di suatu daerah maka surat kabar yang lain akan muncul di daerah yang lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa pers tidak pernah berhenti fungsinya sebagai salah satu alat perjuangan. Sama halnya seperti harian Mimbar Umum, setelah pernah ditutup akibat Agresi Militer I oleh Belanda, harian Mimbar Umum kembali terbit pada 6 Desember 1947 oleh Arif Lubis.9 Sebelumnya Arif Lubis adalah pimpinan surat kabar Suluh Merdeka. Tentunya pasti ada tantangan yang dihadapi oleh tokoh-tokoh pejuang pers untuk kembali menerbitkan sebuah surat kabar pada masa kependudukan Belanda, apalagi surat kabar tersebut diterbitkan untuk kepentingan bangsa pribumi. Sama halnya dalam upaya penerbitan kembali harian Mimbar Umum. Arif Lubis sebagai tokoh pendiri harus meminta izin terbit dan bernegosiasi kepada pemerintah Belanda di Medan yang pada saat itu dipegang oleh Dr. Van de Velde.10 Belanda tidak akan memberi izin terbit sebuah surat kabar apabila menggunakan kata “merdeka” sebagai nama surat kabar. Untuk itu, Arif Lubis berunding dengan Udin Siregar dan diputuskan memakai nama Mimbar Umum sebagai nama surat kabar. Pada masa-masa awal penerbitan, Belanda tetap melakukan pengawasan terhadap harian Mimbar Umum. Beberapa orang Belanda tetap berjaga-jaga di kantor harian Mimbar Umum. Tujuannya adalah Belanda mengantisipasi adanya pejuang-pejuang yang datang ke kantor
9 10
Muhammad T. W. H., op. cit., hal. 104. Ibid., hal. 102.
19 Universitas Sumatera Utara
Mimbar Umum dan memberikan informasi untuk diberitakan. Oleh karena itu, Arif Lubis menyiasati hal tersebut dengan cara memakai jasa anak-anak yang dijadikan sebagai kurir informasi. Anak-anak ini yang nantinya menjadi media untuk saling bertukar informasi antara Arif Lubis dan para pejuang yang mungkin masih bersembunyi di daerah pedalaman. Selain itu, Arif Lubis juga memuat beberapa sentilan yang bersifat menyindir terhadap situasi dan kondisi yang berkembang pada saat itu khususnya yang menyangkut tentang Belanda. Berbicara mengenai peranannya, tentunya harian Mimbar Umum sebagai surat kabar nasional ikut berjuang dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Beberapa peristiwa pada masa-masa pasca kemerdekaan merupakan peristiwa penting yang berpengaruh terhadap perjalanan sejarah pers di Indonesia, khususnya pers di Sumatera Utara. Dua diantaranya adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan peristiwa Gerakan 30 September. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menempatkan pers Indonesia sebagai alat revolusi, semata-mata mengabdikan diri untuk kepentingan revolusi.11 Sedangkan pada masa peristiwa Gerakan 30 September adalah masa dimana terjadi perang pemberitaan antara “pers kanan” dan “pers kiri”. Menurut harian Mimbar Umum, “pers kiri” adalah surat kabar yang bersikap pro terhadap PKI. Surat kabar ini digunakan PKI sebagai alat untuk memudahkan PKI dalam mencapai tujuannya yang utama yaitu ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis. Adapun surat kabar pro PKI yang terkenal pada saat itu adalah harian Harapan yang dipimpin oleh Tan Fu Kiong, harian Gotong Royong yang dipimpin oleh Suhaimi, harian Angin Timur dan mingguan Turang.12 Perbedaan yang fundamental tersebut tentu saja membuat “pers kanan” seperti harian Mimbar Umum tidak dapat sejalan dengan surat kabar dari “pers kiri”.
11 12
Ibid., hal. 116. Wawancara dengan Bapak Ali Soekardi, wakil pemimpin redaksi harian Analisa pada tanggal 11 Juli 2011.
20 Universitas Sumatera Utara
Melalui konsep politik Nasakom yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno, PKI justru memanfaatkan dan mencoba untuk memperluas pengaruhnya dan berusaha menyingkirkan golongan lain yang dianggap sebagai penghalang mereka dalam mencapai tujuannya. Di bidang pers, orang-orang PKI mulai masuk dalam kepengurusan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dan semakin mendominasi dalam sistem kepengurusan. Kemudian, para wartawan yang tidak sejalan dengan orang-orang PKI dipecat dari kepengurusan PWI. Meskipun begitu, para wartawan yang dipecat tetap melanjutkan perjuangannya yaitu dengan cara mendirikan BPS (Badan Pendukung Soekarnoisme), sebuah organisasi yang diisi oleh para wartawan dari surat kabar yang anti terhadap PKI, khususnya para wartawan yang telah dipecat dari kepengurusan PWI. BPS diharapkan dapat menjadi tandingan terhadap PWI yang telah didominasi oleh orangorang PKI. Surat kabar yang tergabung dalam BPS semakin gencar dalam melakukan serangan terhadap tokoh-tokoh dan surat kabar PKI di Medan. Di samping itu, surat kabar BPS juga mendapat dukungan dari beberapa organisasi massa. Hal ini membuat surat kabar yang berada di bawah naungan BPS mulai mendapat simpati dan memberi pengaruh besar di dalam masyarakat dalam menghalau pengaruh paham komunis, salah satunya adalah harian Mimbar Umum. Melihat keadaan ini, PKI lantas balik menyerang dan menuduh surat kabar yang ada di bawah naungan BPS adalah surat kabar yang anti terhadap Nasakom. Artinya, surat kabar yang anti Nasakom digeneralisasikan sebagai surat kabar yang anti terhadap revolusi. Dengan kata lain dianggap sebagai pemberontak terhadap pemerintahan Presiden Soekarno sebagai pemimpin besar revolusi. Menurut harian Mimbar Umum, PKI justru melancarkan fitnah terhadap BPS yang dituduh telah menerima dana dari sebuah badan intelijen dari Amerika yaitu CIA.13
13
Hasil Wawancara dengan Bapak Muhammad T. W. H., wartawan senior harian Mimbar Umum pada tanggal 22 April 2011.
21 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tuduhan tersebut, orang-orang PKI yang pada saat itu telah mendominasi kepengurusan PWI baik pusat maupun daerah, khususnya PWI cabang Medan menuntut dan mendesak pemerintah untuk membubarkan BPS. Kemudian desakan tersebut dipenuhi oleh pemerintah dan semua surat kabar yang berada di bawah naungan BPS termasuk harian Mimbar Umum ditutup dan Surat Izin Terbit (SIT) dicabut. Setelah harian Mimbar Umum ditutup, Arif Lubis, Muhammad T. W. H., Syamsuddin Manan, Anwar Effendi dan beberapa wartawan lainnya sempat menjadi orang dibalik layar dari surat kabar yang baru terbit yaitu harian Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I, di bawah pimpinan Letkol. B.H.T. Siagian.14 Melalaui surat kabar ini, para wartawan eks harian Mimbar Umum dapat melanjutkan perlawanannya terhadap PKI meskipun dalam bentuk surat kabar yang berbeda. Mengetahui hal ini, maka PKI menjadi marah dan kembali mendesak agar orang-orang eks BPS yang bekerja di balik layar harus dikeluarkan. Setelah dikeluarkan dari surat kabar Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I maka Arif Lubis beserta para wartawannya membuka sebuah toko buku. Namun, secara diam-diam mereka tetap aktif menulis untuk surat kabar yang tidak membawa suara PKI. Melanjuti tuduhan orang-orang PKI yang menuduh bahwa BPS telah menerima suap dari CIA, maka beberapa pengurus BPS diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Dikarenakan tidak ditemukan cukup bukti maka surat kabar BPS termasuk harian Mimbar Umum dibenarkan untuk terbit kembali. Memasuki Orde Baru, pemerintah secara besar-besaran ingin membersihkan tokoh-tokoh dan segala hal yang berbau PKI di Indonesia. Di Medan, seluruh surat kabar yang pro terhadap PKI ditutup. Begitu juga dengan tokoh-tokoh dan pengikut PKI yang ada di dalam kepengurusan PWI cabang Medan semuanya dipecat.
14
Hasil Wawancara dengan Bapak Ali Soekardi, wakil pemimpin redaksi harian Analisa pada tanggal 11 Juli
2011.
22 Universitas Sumatera Utara
Setelah melewati masa-masa perlawanan terhadap PKI, harian Mimbar Umum yang awalnya merupakan salah satu surat kabar perjuangan justru mengalami penurunan. Hal ini tidak terlepas dari faktor teknis di dalam harian Mimbar Umum itu sendiri. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pasca masa perjuangan terhadap PKI, surat kabar yang awalnya secara sepenuhnya sebagai alat perjuangan kemudian mulai bergeser menjadi persaingan bisnis. Munculnya beberapa surat kabar baru di Medan membuat persaingan bisnis di bidang pers semakin ketat. Surat kabar yang baru terbit tersebut telah menggunakan teknologi mesin cetak yang canggih untuk meningkatkan kualitas hasil cetak surat kabar. Harian Mimbar Umum yang masih menggunakan alat mesin cetak lama menjadi salah satu faktor yang menyebabkan merosotnya harian Mimbar Umum. Sebelumnya, Arif Lubis berupaya untuk membeli alat mesin cetak yang baru, namun mengalami kendala dalam hal dana. Kemudian, Arif Lubis mencoba melakukan peminjaman uang ke Bapindo (Bank Pembangunan Indonesia), namun Arif Lubis menduga adanya pungutan liar yang tidak wajar yang dilakukan oleh pihak Bapindo maka Arif Lubis pun membatalkannya. Sejak saat itu, harian Mimbar Umum tetap terbit menggunakan alat mesin cetak yang lama. Selang beberapa tahun, Arif Lubis kemudian mengundurkan diri dikarenakan faktor usia, sehingga harian Mimbar Umum sempat beberapa kali mengalami perpindahan manajemen hingga saat sekarang ini. Perubahan yang terjadi pada harian Mimbar Umum tidak seluruhnya bersifat peningkatan tetapi ada juga yang berupa penurunan. Periode yang diambil dari tahun 1945 sampai tahun 1998. Tahun 1945 adalah tahun dimana harian Mimbar Umum terbit dan tahun 1998 dijadikan sebagai batasan penulisan karena pada tahun 1998 merupakan tahun dimana harian Mimbar Umum terakhir kalinya pindah kantor hingga sekarang. Tahun 1998 dijadikan batasan penulisan
23 Universitas Sumatera Utara
karena secara umum sejak tahun 1998 tidak ada perubahan yang menonjol yang terjadi pada harian Mimbar Umum. 1.2.Rumusan Masalah Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa perjalanan harian Mimbar Umum mengalami pasang surut sejak mulai terbitnya hingga pada masa pasca peristiwa Gerakan 30 September. Dapat dilihat juga peranan harian Mimbar Umum dalam memperjuangkan serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa perjuangan tidak hanya dicapai dengan cara senjata dan diplomasi, melainkan juga melalui pemberitaan pers. Untuk dapat melihat perkembangan harian Mimbar Umum diperlukan suatu rumusan masalah sebagai landasan utama dalam sebuah penelitian. Di samping itu, rumusan masalah dapat mempermudah penulisan menjadi lebih bersifat objektif. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang berdirinya harian Mimbar Umum di Medan? 2. Bagaimana peranan harian Mimbar Umum dalam mengisi kemerdekaan Republik Indonesia hingga pada masa peristiwa Gerakan 30 September? 3. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kemerosotan pada harian Mimbar Umum di Medan? 1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan latar belakang berdirinya harian Mimbar Umum di Medan. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan peranan harian Mimbar Umum dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan perjuangannya pada masa peristiwa Gerakan 30 September. 24 Universitas Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kemerosotan pada harian Mimbar Umum di Medan. Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara umum, memberikan pengetahuan tentang sejarah perkembangan pers di Sumatera Utara. Secara khusus, memberikan pengetahuan tentang peranan harian Mimbar Umum di Sumatera Utara. 2. Memperkenalkan tokoh-tokoh di bidang pers yang turut berjuang demi memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia kepada masyarakat. 3. Sebagai masukan kepada pers pada masa sekarang tentang pentingnya tanggung jawab dari pers itu sendiri terhadap pemerintah dan masyarakat. 4. Sebagai sumbangan pemikiran kepada organisasi kewartawanan di Sumatera Utara. Dalam hal ini adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) cabang Sumatera Utara. 5. Sebagai referensi untuk penulisan selanjutnya yang membahas tentang pers di Sumatera Utara 1.4.Tinjauan Pustaka Dalam melakukan sebuah kegiatan penelitian dan penulisan, perlu dilakukan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka ini dilakukan dengan menggunakan buku-buku yang relevan dengan topik yang dibahas. Tujuannya agar diperoleh gambaran umum tentang topik yang dibahas. Hal ini tentunya sangat membantu dalam penelitian dan penulisan. Beberapa buku yang mendukung penulisan, diantaranya: Muhammad Said dalam bukunya yang berjudul Sejarah Pers di Sumatera Utara menjelaskan tentang keadaan geografis, keadaan masyarakat dan awal perkembangan pers di Sumatera Utara. Dijelaskan bahwa Deli Courant adalah surat kabar pertama yang terbit di
25 Universitas Sumatera Utara
Medan. Deli Courant merupakan surat kabar milik Belanda dan berbahasa Belanda yang didirikan oleh Jacques Deen. Deli Courant digunakan sebagai alat untuk kepentingan perdagangan dan sebagai media untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan pemerintahan Belanda. Pemerintah Belanda memang secara sengaja tidak memasukkan berita yang berbau politik untuk diterbitkan di Deli Courant. Surat kabar lainnya milik Belanda yang terbit di Medan adalah De Oouskust dan De Sumatera Post. Selain itu, di daerah-daerah juga telah terbit surat kabar yang bersifat lokal. Seluruh surat kabar ini cenderung membawa kepentingan masing-masing suku dan masing-masing daerah. Muhammad T. W. H. dalam bukunya yang berjudul Sejarah Perjuangan Pers di Sumut menjelaskan tentang surat kabar yang terbit sejak awal abad ke-20 dan peranannya terhadap gerakan PKI khususnya di Medan. Dikatakan bahwa Medan adalah kota pertama yang menggunakan kata “merdeka” sebagai nama surat kabar yaitu surat kabar Benih Merdeka tahun 1916 kemudian berganti nama menjadi Merdeka tahun 1921.15 Hal ini menunjukkan pers turut serta dalam membangkitkan semangat untuk mencapai sebuah bangsa yang merdeka. Setelah itu kemudian terbit beberapa surat kabar lainnya yang membawa suara republiken seperti Pewarta Deli dan Sinar Deli. Di samping itu, etnis Tionghoa juga tidak mau ketinggalan untuk menerbitkan surat kabar, misalnya seperti Pelita Andalas. Namun, surat kabar milik etnis Tionghoa ini memilih untuk bersikap netral. Artinya, surat kabar tersebut tidak memihak terhadap Belanda dan tidak juga berpihak kepada kaum pribumi. Di daerah-daerah di luar kota Medan telah terbit beberapa surat kabar seperti Suara Kita di Pematang Siantar, Sendjata Batak di Tanah Karo, Suara Batak di Tapanuli dan Partungkuan di Tapanuli. Beberapa surat kabar ini walaupun surat kabar milik pribumi namun belum sepenuhnya membawa suara perjuangan
15
Muhammad T. W. H., op.cit., hal. 4.
26 Universitas Sumatera Utara
secara nasional melainkan sesekali masih membawa kepentingan masing-masing daerah atau kepentingan masing-masing suku dan ras. Ketika bala tentara Jepang masuk ke Indonesia dan menduduki kota Medan, seluruh surat kabar pribumi dan surat kabar Belanda ditutup. Jepang menerbitkan surat kabar Sumatora Sinbun. Jepang memakai orang pribumi sebagai tenaga inti yaitu Adinegoro Djamaluddin, namun surat kabar ini tetap digunakan untuk kepentingan Jepang. Kemudian Sumatora Sinbun berganti nama menjadi Kita Sumatora Sinbun. Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, kota Medan hanya ada satu surat kabar yang terbit yaitu Sumatera Baru. Bertepatan dengan diangkatnya Mr. T. M. Hasan sebagai Gubernur Sumatera maka Sumatera Baru dijadikan sebagai surat kabar resmi milik pemerintah dan berganti nama menjadi Suluh Merdeka yang dipimpin oleh Arif Lubis. Setelah itu, diterbitkan surat kabar Mimbar Umum oleh Udin Siregar dan Saleh Umar. Ketika Agresi Militer Belanda I, kedua surat kabar ini sempat diungsikan ke luar kota, yaitu ke Pematang Siantar dan Tebing Tinggi. Namun, Belanda berhasil menduduki kedua wilayah tersebut maka kedua surat kabar ini juga dibredel oleh Belanda. Arif Lubis kemudian mencoba untuk menerbitkan surat kabar republiken yang baru sebagai bentuk upaya dalam melanjutkan perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui bidang pers. Sebelum menerbitkan surat kabar, terlebih dahulu harus meminta izin kepada Belanda. Pada saat itu, kepala pemerintahan Belanda di Medan adalah Dr. Van de Velde. Belanda melarang penggunaan kata “merdeka” sebagai nama surat kabar. Itu sebabnya Arif Lubis memakai nama Mimbar Umum sebagai nama surat kabar yang baru. Muhammad T. W. H. dalam bukunya yang berjudul Perlawanan Pers Sumatera Utara Terhadap Gerakan PKI menjelaskan tentang bentuk perlawanan dan perjuangan pers, khususnya pers kota Medan dalam menghadapi gerakan komunis yang didalangi oleh PKI. Pada saat itu
27 Universitas Sumatera Utara
surat kabar yang berada di garis terdepan adalah Mimbar Umum yang terbit pada tahun 1947 dan Waspada yang terbit di tahun yang sama. Melalui isi pemberitaannya, kedua surat kabar ini secara terang-terangan melawan segala bentuk kegiatan yang berbau komunis. Tokoh-tokoh pendiri dari kedua surat kabar ini juga adalah orang-orang yang memegang peranan penting perkembangan pers di Sumatera Utara, khususnya di Medan seperti Arif Lubis, Moh. Said dan Ani Idrus. Selain itu, tokoh-tokoh ini juga yang menjadi bagian dari pelopor berdirinya PWI cabang Medan dan SPS Sumatera Utara. PKI yang pada saat itu juga mempunyai surat kabar resmi menjadikannya sebagai alat untuk mempermudah tujuan mereka yaitu ingin mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis. Beberapa contoh surat kabar yang paling terkenal milik PKI pada saat itu adalah surat kabar Harapan dan Gotong Royong. Maka yang terjadi adalah perang pemberitaan, dimana berita-berita yang dimuat di surat kabar digunakan untuk saling menyerang satu dengan yang lainnya. Namun, ketika masa Orde Baru, pemerintah menutup seluruh surat kabar yang membawa suara PKI beserta organisasi-organisasi pendukungnya. 1.5.Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian sejarah adalah metode sejarah. Penggunaan metode sejarah dalam penelitian dan penulisan sejarah sangat penting. Metode penelitian dapat menjadi petunjuk agar diperoleh sumber-sumber yang relevan terhadap topik pembahasan sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Adapun metode sejarah dibagi menjadi empat tahapan yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Tahap pertama adalah heuristik. Heuristik merupakan kegiatan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan adalah data yang berhubungan dan mendukung terhadap topik pembahasan. Dalam memperoleh data, peneliti menggunakan dua metode yaitu melalui studi pustaka dan
28 Universitas Sumatera Utara
wawancara. Studi pustaka dilakukan terhadap sumber tertulis, baik primer maupun sekunder seperti buku, arsip, catatan harian dan surat kabar yang terbit pada masanya. Buku yang hendak dijadikan sebagai tinjauan pustaka harus buku yang relevan terhadap topik pembahasan yaitu tentang harian Mimbar Umum. Untuk itu, peneliti menggunakan beberapa buku yang langsung dituliskan oleh pelaku sejarah yang masih hidup hingga sekarang yaitu Bapak Drs. H. Muhammad To’ Wan Haria.
Beberapa judul buku yang digunakan peneliti diantaranya
Perjuangan Pers Sumatera Utara, Perlawan Pers Sumatera Utara Terhadap PKI, Perjuangan Tiga Komponen Untuk Kemerdekaan dan Peranan Radio di Masa Perang Kemerdekaan di Sumatera Utara. Di dalam buku-buku ini dibahas tentang berdirinya surat kabar Mimbar Umum, pembredelan yang dilakukan oleh pasukan Belanda terhadap Mimbar Umum dan peranan surat kabar Mimbar Umum dalam upaya mempertahankan kemerdekaan sehingga atas buku-buku ini dipilih oleh peneliti sebagai sumber primer dari studi pustaka. Peneliti juga mempunyai sumber sekunder studi pustaka berupa catatan harian yang telah ditulis ulang menjadi sebuah buku Catatan Kenangan oleh Bapak H. Ali Soekardi. Selain itu, peneliti juga menggunakan surat kabar yang terbit pada masanya agar lebih dekat dengan objek yang diteliti. Sedangkan kegiatan wawancara dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang menjadi pelaku utama sebuah peristiwa sejarah. Tokoh-tokoh yang disebutkan di atas merupakan saksi hidup dimana mereka langsung mengalami dari sebuah peristiwa sejarah sehingga diharapkan dapat diperoleh data yang paling mendekati dengan topik pembahasan. Dalam hal ini, peneliti memilih Bapak Drs. H. Muhammad To’ Wan Haria sebagai informan utama. Bersama dengan Bapak Poniman Syahri, beliau merupakan salah satu pelaku utama dari sejarah surat kabar Mimbar Umum yang masih hidup
29 Universitas Sumatera Utara
hingga sekarang. Hanya saja, Bapak Poniman Syahri tidak bersedia untuk diwawancarai oleh peneliti. Wawancara juga dilakukan terhadap rekan-rekan seangkatan dan seperjuangan dari berbagai surat kabar yang juga menjadi pelaku dari sebuah peristiwa surat kabar, seperti Bapak H. Ali Soekardi dan Bapak Ibrahim Sinik. Diluar dari beberapa nama-nama informan yg disebutkan di atas, peneliti juga melakukan wawancara dengan Bapak Muhammad Lud Lubis. Beliau merupakan staf ahli harian Mimbar Umum dan bergabung dengan harian Mimbar Umum sejak tahun 1963. Beliau juga masih mempunyai hubungan saudara dengan Arif Lubis. Wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang terlebih dahulu telah disusun oleh peneliti agar wawancara memiliki arah dan tujuan yang jelas. Namun, kegiatan wawancara juga tidak bersifat terikat hanya kepada pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun. Artinya, wawancara bersifat fleksibel dan sewaktuwaktu dapat berubah disesuaikan dengan data yang diperoleh pada saat jalannya kegiatan wawancara. Tahap kedua adalah verifikasi. Verifikasi merupakan kegiatan kritik sumber sekaligus menguji keabsahan sumber. Verifikasi dilakukan terhadap data yang diperoleh, baik itu terhadap data studi pustaka atau data yang diperoleh dari wawancara. Kritik sumber dibagi menjadi dua yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern dilakukan untuk menelaah terhadap isi atau fakta dari sebuah sumber. Lebih jelasnya, kritik intern penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana data tersebut dapat dipercaya. Sedangkan kritik ekstern dilakukan oleh peneliti untuk menguji terhadap keaslian sumber yang digunakan. Tujuannya agar
penulisan dapat
bersifat seobjektif mungkin. Tahap ketiga adalah interpretasi. Interpretasi merupakan kegiatan untuk membuat sebuah analisis. Interpretasi dilakukan terhadap data yang telah diverifikasi dan berkaitan dengan topik
30 Universitas Sumatera Utara
pembahasan. Kegiatan ini diperlukan agar sumber yang tampaknya terlepas antara satu dengan yang lainnya menjadi satu hubungan yang saling berkaitan. Kegiatan ini nantinya akan melahirkan sebuah penafsiran terhadap objek yang diteliti dan kesimpulan yang bersifat sementara.
Kesimpulan
sementara
ini
berguna
sebagai
pedoman
peneliti
sebelum
menuangkannya ke dalam sebuah penulisan. Tahap keempat adalah historiografi. Historiografi merupakan tahap akhir dari metode sejarah. Data yang telah dikumpulkan dan diverifikasi serta analisis yang dihasilkan oleh interpretasi kemudian dipadukan secara harmonis dan dapat diterima secara logika. Seluruhnya dirangkai dan dituangkan ke dalam sebuah penulisan sejarah.
31 Universitas Sumatera Utara