BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan mendapatkan penggantian dari kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. Abbas
Salim mendefinisikan asuransi adalah merupakan suatu kemauan untuk
menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti atau substitusi kerugian-kerugian besar yang belum terjadi. Secara sederhana, dalam asuransi seseorang bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang agar bisa menghadapi kerugian besar yang mungkin terjadi dimasa depan. Kerugian besar yang mungkin terjadi di masa depan dipindahkan kepada perusahaan asuransi. Pengertian tersebut beranggapan bahwa risiko atau kerugian yang belum pasti datangnya akan ditanggung oleh perusahaan asuransi sehingga tanggung jawab kerugian yang belum pasti datangnya akan ditanggung oleh perusahaan asuransi.1 Asuransi dalam aspek hukum yang terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang Pasal 246 asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian yang antara seorang penanggung yang mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mana tertanggung menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya oleh karena suatu sebab seperti kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Asuransi merupakan hubungan hukum antara dua pihak yang mengikatkan diri didalam suatu
perjanjian
yang
mana mengakibatkan hak
dan kewajiban antara tertanggung
(insured/assure) atau pihak yang mempercayakan (mengasuransikan) miliknya terhadap suatu resiko yang mungkin akan terjadi dan penanggung (insurer/underwriter) atau pihak yang menerima pertanggungan dan pihak ini lazim disebut Perusahan Asuransi. 1
Abbas Salim, Asuransi Dan Manajemen, Raja Grafindo, Jakarta, 2003, Hal. 01
Berdasarkan pengertian asuransi diatas dapat disimpulkan bahwa asuransi adalah perjanjian antara 2 pihak atau lebih, yaitu antara penanggung yang mengikatkan diri kepada tertanggung untuk memperoleh suatu premi guna memberikan penggantian atau substitusi kerugian-kerugian besar yang belum terjadi. Pada perusahaan asuransi untuk setiap perjanjian perlu dibuat bukti tertulis atau surat perjanjian yang disebut polis. Polis asuransi dibuat oleh organisasi bisnis yang disebut sebagai perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi memiliki sejumlah pemegang polis yang diperoleh langsung oleh perwakilan perusahaan asuransi ataupun melalui agen. Polis
memegang
peranan
penting
sebagai
sarana
untuk
menjaga
konsistensi
pertanggungjawaban baik pihak penanggung maupun tertanggung. Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara kedua belah pihak mendapatkan keluasan secara hukum. Dengan memiliki polis asuransi tersebut maka pihak tertanggung memiliki jaminan bahwa pihak penanggung akan mengganti kerugian yang mungkin dialami oeh tertanggung akibat peristiwa tak terduga. Polis merupakan bukti otentik yang dapat digunakan oleh tertanggung dalam hal untuk mengajukan
klaim apabila
penanggung
mengabaikan tanggung jawabnya.
Penggantian
finansial dari pihak penanggung penggantian finansial dari pihak penanggung apabila pihak tertanggung mengabaikan tanggung jawabnya. Penggantian yang berupa finansial dari pihak penanggung akan bermanfaat untuk mengembalikan tertanggung pada kedudukannya semula sebelum mengalami kerugian dan menghindarkan tertanggung dari kebangkrutan. Menurut Agus Surjarwo, pengertian polis secara umum adalah untuk setiap perjanjian yang dibuat perlu dibuat bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, bukti tertulis tersebut polis, sedangkan pengertian polis menurut Hendro prasetyo adalah bukti perjanjian antara pihak penanggung (insurer) dalam hal ini adalah perusahaan dan pihak tertanggung (insured) dalam hal ini pihak yang menggunakan asuransi.2 Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Pontianak memiliki sebuah fasilitas yang dinamakan pinjaman polis. Pinjaman polis adalah suatu fasilitas yang diberikan oleh
2
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/585/jbptunikompp-gdl-adejulitar-29212-9-unikom_a-i.pdf, diakses pada tanggal 08 Oktober 2015
perusahaan kepada pemegang polis yang mana dengan fasilitas tersebut pemegang polis dapat menjaminkan polis untuk mendapatkan pinjaman uang dari perusahaan. Fasilitas pinjaman polis ini dibuat karena tidak jarang dari pemegang polis mengajukan klaim atas polisnya sebelum berakhir masa kontrak dengan alasan membutuhkan dana untuk keperluan tertentu, maka dari itu Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 memberikan kemudahan kepada pemegang polis melalui pinjaman dana dengan menjaminkan polis yang dimiliki pemegang polis tersebut. Menurut ketentuan dalam Pasal 11 Syarat-Syarat Umum Polis, fasilitas pinjaman polis ini hanya dapat diberikan kepada pemegang polis yang memenuhi syarat-syarat antara lain : 1. Polis tersebut sudah berumur 2 tahun. 2. Polis tersebut mempunyai harga tunai, besarnya harga tunai dan kapan polis itu mempunyai harga tunai ditentukan oleh perusahaan berdasarkan teknis asuransi dan mengenai besarnya nilai tunai tiap tahunnya dapat berubah dilihat pada masing-masing polis dari jenis polis asuransi jiwa yang dipasarkan oleh Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 3. Polis tersebut adalah polis perseorangan yang tidak menunggak pembayaran preminya. Polis yang dapat dijaminkan pun hanya berlaku pada jenis polis asuransi kumpulan dan besarnya pinjaman dana yang dapat dikeluarkan oleh perusahaan adalah maksimal 80% dari nilai polis tersebut dan jangka waktu pinjaman ini maksimal adalah 24 bulan, sedangkan prosedur untuk mendapatkan fasilitas pinjaman polis yang terdapat pada Bagian B Administrasi Pinjaman Polis yang terdapat dalam Peraturan Direksi Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912
No.PE.8/DIR/KEU/2007
Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengelolaan
Pinjaman Polis Asuransi Jiwa Perorangan ini antara lain adalah : 1. Pemegang polis membawa polis yang asli, kwitansi pembayaran premi terakhir, fotokopi kartu tanda penduduk dari pemegang polis. 2. Pemegang
polis mengisi formulir permohonan surat permintaan pinjaman dengan
jaminan polis yang memuat identitas pemegang polis, besarnya pinjaman, pernyataan kesanggupan membayar angsuran beserta bunga dan jangka waktu pinjaman. Pada saat permohohonan pinjaman polis telah disetujui oleh perusahaan maka pemegang polis mengisi dan menandatangani surat pengakuan hutang yang merupakan bentuk dari perjanjian hutang piutang antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi.
Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Pontianak memberikan fasilitas pinjaman polis kepada pemegang polis berdasarkan dari Surat Keputusan Direksi Pelaksana Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Nomor 30/B.II/1976 dengan melihat ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 Ayat 1 Huruf d SK Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor Kep-351/MK/IV/4/1975 tanggal 7 April 1975 tentang Pengarahan Dana-Dana Investasi Perusahaan Asuransi Jiwa Di Indonesia dan Pasal 28 Anggaran Dasar Asuransi jiwa Bersama Bumiputera 1912 tentang tugas dan kewajiban Direksi Pelaksana yang memutuskan bahwa pinjaman polis adalah merupakan salah satu cara investasi perusahaan dan perlu ditingkatkan dalam hal pengelolaannya, selain itu didalam Pasal 12 Huruf g Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 53/PMK. 010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi menyebutkan suatu asset yang diperkenankan dalam bentuk bukan investasi salah satunya harus dalam bentuk pinjaman polis. Pelaksanaan dan pengelolaan pinjaman polis ini juga diatur dalam Peraturan Direksi Asuransi Jiwa
Bersama
Bumiputera 1912
No.PE.8/DIR/KEU/2007
tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengelolaan Pinjaman Polis Asuransi Jiwa Perorangan dan Keputusan Direksi Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 No.SK.39/DIR/KEU/2007 tentang Pengelolaan Pinjaman Polis Asuransi Jiwa Perorangan. Peraturan-peraturan yang mengatur tentang fasilitas pinjaman polis asuransi tersebut di atas hanya menjelaskan bahwa pinjaman polis di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Pontianak merupakan bentuk penegasan bahwa polis asuransi dapat dijaminkan untuk mendapatkan pinjaman dana yang mana peraturan tersebut bersifat intern atau berdasarkan Surat Keputusan Direksi yang mana keputusan tersebut lahir karena dilatar belakangi dengan adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan tersebut di atas. Pada perusahaan asuransi, modal yang diberikan oleh perusahaan asuransi tersebut pada hakekatnya berasal dari premi yang dibayarkan oleh tertanggung atau pemegang polis asuransi. Polis itu kemudian disalurkan kembali pada masyarakat yang membutuhkan,
hubungan ini hanya dapat terjadi khusus antara pemegang polis yang telah menjadi anggota dari suatu perusahaan asuransi yang bersangkutan. 3 Polis asuransi sebagai jaminan hutang di perusahaan asuransi hampir sama dengan hutang piutang dengan jaminan kredit di bank, dimana salah satu persyaratannya harus ada benda atau objek yang dijadikan sebagai jaminannya, dalam hal ini benda yang menjadi jaminan yaitu polis asuransi. Kegiatan hutang piutang dengan jaminan polis asuransi ini hanya dapat terjadi pada pertanggungan jiwa, jadi pemegang polis pada perusahaan asuransi jiwa mempunyai hak untuk meminjam sejumlah uang pada perusahaan asuransi dengan cara menjaminkan polis.4 Menurut J. Satrio hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang piutang seorang kreditor terhadap debitornya, hal ini berarti bahwa yang diatur dalam hukum jaminan adalah mengenai upaya perlindungan hukum hukum atau jaminan terhadap kreditor dalam mempertahankan dan melaksanakan haknya guna mendapatkan pelunasan utang dari debitor. Hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan hutang-piutang yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.5 Menurut M. Bahsan, penilaian terhadap objek jaminan kredit dilakukan dengan cara penilaian secara hukum atas objek jaminan kredit, antara lain : pertama adalah dengan melihat legalitas dari objek jaminan kredit, dalam hal beberapa objek jaminan kredit, baik yang termasuk barang bergerak dan tidak bergerak maupun yang berupa penanggungan hutang telah diatur oleh suatu peraturan perundang-undangan karena dengan merujuk kepada peraturan perundang-undangan tersebut maka akan diketahui legalitas dari objek jaminan kredit tersebut.6 Kedua, penilaian secara ekonomi terhadap objek jaminan yang salah satunya adalah jenis dan bentuk jaminan. dalam hal ini bank terlebih dahulu telah mengetahui secara
3
4
5
6
Ariawan Sukarno Adi, Akibat Hukum Jika Pemberi Gadai (Pemilik Polis Asuransi) Meninggal Dunia Dalam Perjanjian Kredit (Study Kasus) PT. Asuransi Jiwasraya Cabang Semarang, Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2010, Hal. 03 Fitricia Rahayu, Perjanjian Pinjam Uang Dengan Jaminan Polis Asuransi Pada Perusahaan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Di Pekanbaru, Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2005, Hal 03 Budiman Setyo Haryanto, “Kedudukan Gadai Syariah (Rahn) Dalam Sistem Hukum Jaminan Indonesia”, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 10 Nomor 01 Januari, 2010 , Hal. 23 M. Bahsan, Hukum Jaminan Dan jaminan Kredit Perbankan Indonesia , Cetakan Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, Hal. 112-114
jelas mengenai objek jaminan kredit, yaitu apakah merupakan barang bergerak dan apa jenisnya, barang tidak bergerak dan apa jenisnya, penanggungan hutang dan apa jenisnya, sebagaimana yang telah diketahui berdasarkan penilaian secara hukum. Masing-masing jenis objek jaminan kredit mempunyai nilai ekonomi yang berbeda-beda, misalnya secara umum nilai ekonomi tanah lebih baik dari nilai ekonomi barang persediaan yang berupa barang mentah atau persediaan.7 Mengenai nilai ekonomi suatu benda yang dijadikan sebagai jaminan, Munir Fuady dalam bukunya hukum jaminan hutang menyatakan bahwa suatu jaminan hutang yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya mempersyaratkan bahwa objek jaminan tersebut harus mempunyai harga dan mudah dinilai, dalam artian memiliki nilai ekonomi untuk dijadikan sebagai jaminan.8 Polis asuransi menurut Pasal 255 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat didefinisikan sebagai alat bukti tertulis (akta) yang menyatakan bahwa telah diadakan perjanjian pertanggungan antara tertanggung dengan penanggung (perusahaan asuransi). 9 Polis asuransi dapat dikatagorikan sebagai benda yang bisa dijaminkan sebagai setidaknya harus memenuhi kedua syarat di atas, yaitu legalitas dari polis asuransi tersebut dan nilai ekonomi polis asuransi sehingga dapat dijadikan sebagai jaminan. Pengaturan mengenai polis asuransi sebagai jaminan ini tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus dan didalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang serta Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian sehingga hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan dari pinjaman polis yang dilakukan oleh Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Pontianak Dari hal tersebut, penulis tertarik untuk menyusun tesis yang berjudul “Polis Asuransi Sebagai Objek Jaminan Di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Pontianak”.
7
Ibid, Hal. 115 Munir Fuady, Hukum Jaminan Hutang, Erlangga, Jakarta, 2013, Hal. 04 9 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Cetakan Ketiga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, Hal. 57 8