BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan mahluk hidup lain tidak bisa lepas dari tanah. Tanah merupakan sumber kesejahteraan bagi manusia yangmengandung berbagai macam kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan manusia diartikan sebagai nilai ekonomi (nilai religio-magis tanah) dan nilai sosial. Hubungan tanah dengan manusia membuat perubahan dalam tata susunan pemilikan dan penguasan tanah yang memberikan pengaruh pada pola hubungan antar manusia sendiri. Fungsi sosial dengan konsep pertanahan dapat diartikan bahwa tanah sebagai lahan hidup manusia yang pada dasarnya selalu hidup bersosial yang berfungsi untuk memfalitasi kegiatan sosial manusia sebagai suatu upaya dalam pengembangan implementasi pertanahan agar berjalan semestinya. Tanah merupakan modal yang berharga pada manusia yang memiliki fungsi sebagai benda yang bernilai ekonomis dan sebagai non produksi. Sehingga, setiap masyarakat memiliki presepsi yang berbeda terkait dengan fungsi tanah yang dijadikan sebagai fungsi ekonomi, budaya, religius dan politik. Pandangan ini yang dibentuk sebagai dasar kekuasaan seorang individu yang dianggap penguasa yang dijadikan sebagai hak milik pribadi maupun keluarga.
Hak milik merupakan hak yang turun menurun karena hak milik dapat diwariskan oleh pemegang hak kepada ahli warisnya. Hak milik sebagai hak yang terkuat dan mudah dipertahankan terhadap gangguan dari pihak lain. Dalam pasal 20-27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok 1 Universitas Sumatera Utara
Agraria bahwa pengertian hak milik Pasal 21 ayat (1) UUPA adalah hanya warganegara Indonesia yang dapat menpunyai hak milik. Namun ayat (2) ketentuan tersebut membuka peluang bagi badan hukum yang dapat mempunyai hak milik (Andrian Sutedi,2010).
Sebagai Ahli waris berhak menerima peninggalan (mewarisi) orang meninggal, baik karena hubungan keluarga maupun pernikahan baik berupa materi maupun benda seperti tanah warisan.Subjek dari pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat sedangkan ahli waris adalah anggota keluarga yang meninggal dunia yang menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya pewaris.
Menurut Pasal 832 KUHPerdata yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama. Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Sementara di negara-negara berkembang, orang tua
2 Universitas Sumatera Utara
biasanya tergantung pada anak-anak mereka. Anak-anak merawat orang tua jika orang tua mempertahankan kontrol atas aset produktif mereka dan menikmati hak milik. Hak milik yang kuat memberikan ekonomi yang sangat dibutuhkan oleh perempuan dan mereka pun bisa mengambil keputusan apakah mereka hidup dengan orang tua atau suami. Jika mereka tidak memiliki akses terhadap hak milik, mereka tetap tergantung pada orang tua. Oleh karena itulah hak milik itu penting, karena ini merupakan dasar bagi keamanan ekonomi, status sosial dan hukum, dan kadangkadang kelangsungan hidup mereka. Indonesia memiliki hak hukum untuk akses ke properti, tanah dan memiliki akses ke pinjaman bank dan kredit, meskipun terkadang masih terdapat diskriminasi di beberapa bagian.
Adapun ketentuan terjadinya hak milik dapat melalui 3 cara, antara lain: a. Menurut hukum adat Hak milik atas tanah terjadi dengan jalan pembukaan tanah (pembukaan hutan). Artinya, pembukaan tanah (hutan) tersebut dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat hukum adat yang dipimpin oleh ketua adat melalui sistem penggarapan hak milik tersebut dapat di daftarkan pada kantor pertanahan kabupaten/kota setempat untuk mendapatkan sertifikat hak miliknya. b. Penetapan pemerintah Hak milik atas tanah ini terjadi karena permohonan pemberian hak milik atas tanah (semula berasal dari tanah negara) oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan persyaratan yang ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Setelah semua terpenuhi, BPN menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPII). SKPH tersebut wajib didaftarkan oleh pemohon kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan
3 Universitas Sumatera Utara
diterbitkan sebagai sertifikat hak milik atas tanah. c. Ketentuan Undang-Undang Terjadinya hak milik atas tanah ini didasarkan karena konversi (perubahan) menurut UUPA. Sejak berlakunya UUPA, semua hak atas tanah yang ada harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Berdasarkan hak pada prinsipnya tanah dikenal dalam Undang-Undang no 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria. Dalam hal ini dapat diartikan sebagai hak pakai yang digunakan dari hasil tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain (UUPA pasal 41 ayat 1). Adapun subjek dalam mendapatkan hak pakai dibuat dalam departemen, lembaga departemen non pemerintah, dan pemerintah daerah; badan–badan keagamaan dan sosial; serta perwakilan negara dan perwakilan badan internasional (Pasal 39peraturan pemerintah No 40 tahun 1996 tentang HGU, HGB dan hak pakai). Masyarakat sangat menjunjung tinggi hak milik perorangan, keluarga, kekerabatan dan hak pedesaan. Hak milik tanah pekarang rumah, tanah peladangan, tanah perkebunan, hutan belukar, hutan rimba, balong atau tebat, dan danau; Seseorang yang mengaku hak milik orang lain, akan diangap tidak bermoral dan akan mendapat hukuman sosial dari masyarakat. Namun sangat disayangkan seiring dengan waktu, peralihan generasi tua ke muda yang tidak berhasil menanamkan nilai-nilai moral yang baik seperti generasi sebelumnya, maka nilai-nilai moral yang luhur itu semakin terkikis dengan aura kematerian. Saat ini pengakuan terhadap hak milik itu mulai tidak nampak nyata, apalagi kalau pemilik itu sudah lama merantau, maka dapat saja hak milik itu berpindah hak kepemilikinya. Bahkan ada sebagian masyarakat menganggap hal itu wajar-wajar 4 Universitas Sumatera Utara
saja berpindahnya hak kepemilikan inikarena sipemilik tidak mengurusnya lagi maka lahan itu dianggap lahan tak dianggap tidak beraturan.Suatu kajian yang harus diperdalam, dipertajam lagi dalam sistim hak milik sebagai masyarakat yang semula menjunjung tinggi nilai yang leluhur dari nenek moyang, tapi secara perlahan bergeser kearah tidak mematuhi sikap yang baik yaitu mengakui hak kepemilikan orang lain walaupun orang sudah lama pergi merantau sehingga dengan kata lain dianggap sebagai warisan yang di jaga terutama dalam masyarakat Batak Toba. Tanah bagi masyarakat Batak Toba sangat penting keberadaannya, apalagi tanah warisan orang tua, merupakan amanah yang harus dijaga dan dipertahankan dan diteruskan kepada anak cucunya. Tanah sangatlah erat kaitannya dengan budaya masyarakat Batak Toba. Dalam budaya Batak Toba, tanah juga sangatlah erat kaitannya dengan leluhur, makam, dan kekerabatan yang kuat. Masyarakat Batak Toba termasuk masyarakat yang sangat menghargai tanah, bahkan di antaranya ada yang rela membela tanahnya dengan segenap nyawanya bahkan dengan tradisi yang bermakna seseorang akan membela tanahnya meskipun harus taruhan nyawa. Pada masyarakat Batak Toba dijadikan sebagai dasar terbentuknya filsafah hidup di tengah masyarakat yang di kenal sebagai Hamoraon, Hasangapon, dan Hagabeon. Hal ini terjadi karena ada anggapan yang mendominasi terhadap kepemilikan tanah yang luas maka seseorang dapat dikatakan kaya. Dengan kekayaannya individu memiliki wewenang yang lebih besar dari individu yang tidak memiliki tanah yang luas dan tidak mampu menaikkan status di dalam komunitas maupun masyarakat. Pada sistem nilai Batak Toba tradisional tanah merupakan lambang kekayaan dan kerajaan (Purba : 1997).
5 Universitas Sumatera Utara
Tabel 1: Pembagian Harta Warisan Dalam Keluarga Batak Toba Pembagian Harta Warisan Pada waktu pewaris masih Pada waktu pewaris sudah dalam Batak Toba
hidup: Pada
meninggal dunia: masyarakat
batak Pewaris meninggal dunia
yang bersistem patrilineal, meninggalkan umumnya yang menjadi anak-anak,
istri
maka
dan harta
ahli warisnya anak laki- warisan, terutama harta laki, akan hal itu tidak pada
suami
berarti bahwa anak-anak didapat perempuannya
istri
sebagai
tidak pencaharian
yang hasil
bersama
mendapat apa pun dari selama perkawinan dapat harta kekayaan ayahnya. dikuasai oleh janda dan Di suku Batak Toba, telah dapat
di
nikmatinya
menjadi kebiasaan untuk selama
hidupnya
untuk
memberikan tanah kepada kepentingan dirinya dan anak
perempuan
yang kelanjutan
hidup
anak-
sudah memberikan tanah anaknya. kepada anak perempuan yang sudah menikah dan kepada anak pertama yang dilahirkan olehnya.
6 Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Batak Toba dianggap sebagai wujud yang menekankan kepada anak-anaknya agar salah satu dari anaknya tinggal di Bona pasogit agar ada meneruskan harta warisan ketika orang tuanya meninggal dunia. Maka dapat disimpulkan bahwa di kalangan masyarakat Batak Toba memiliki tanah keluarga sesuai marga yang melekat pada dirinya. Setiap marga memiliki tanah sesuai daerah masing-masing seperti : marga Manurung memiliki tanah (daerah) di Lumban Manurung, Marga Sirait di daerah Lumban Sirait, dan Marga Gurning di daerah Lumban Gurning yang terletak di daerah kawasan Ajibata. Fungsi tanah pada masyarakat Batak Toba memiliki manfaat besar yang sangat menguntungkan bagi kehidupan. Hal ini muncul dari adanya penghargaan terhadap nilai tanah membuat individu Batak Toba berlomba untuk memiliki tanah, yang tujuannya untuk memperlihatkan kekuasaan dan kehormatan (Hasangapon) serta memperlihatkan kekayaan (Hamoraon) yang secara langsung akan ikut menunjukan status individu pemilik tanah tersebut. Peraturan dan norma serta adat istiadat di kalangan masyarakat Batak Toba yang berkeinginan untuk memiliki tanah yang luas dengan mengabaikan segala peraturan yang di dasarkan sebagai masyarakat yang hidupnya di atur oleh adat (Simanjuntak : 2009), masyarakat Batak Toba senantiasa menjunjung tinggi nilainilai adat dan norma-norma adat yang berlaku dalam setiap kehidupannya.
Di dalam
masyarakat adat Indonesia, secara teoritis sistem kekerabatan dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Sistem Patrilineal Sistem Patrilineal adalah sistem kekerabatan yang menarik garis dari pihak bapak, maksudnya dalam hal ini setiap orang hanya menarik garis keturunan dari bapaknya
7 Universitas Sumatera Utara
saja. Hal ini mengakibatkan kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya daripada wanita dalam hal mewaris. Sistem ini dianut oleh suku-suku seperti, Batak, Gayo, Nias, Lampung, Seram, NTT dan lain-lain. 2. Sistem Matrilineal Sistem matrilineal adalah sistem kekerabatan yang ditarik dari garis Pihak Ibu. Sehingga dalam hal kewarisan kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari pada garis Bapak. Sistem kekerabatan ini dianut oleh masyarakat Minangkabau, Enggano dan Timor. 3. Sistem Parental/Bilateral Sistem parental/bilateral adalah sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari kedua belah pihak Bapak dan Ibu, sehingga kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan dalam hal mewaris adalah seimbang dan sama. Masyarakat yang menganut sistem ini misalnya Sumatera Timur, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan dan lain-lain. Secara umum, asas pewarisan yang dipakai dalam masyarakat adat bergantung dari jenis sistem kekerabatan yang dianut.
Warisan paling dasar dan fundamental bagi Batak Toba adalah mewarisi garis silsilah, bukan harta kebendaan sebagaimana sering dipersengketakan antara anak laki-laki dengan anak perempuan atas harta peninggalan orang tua. Batak adalah bangso yang menganut sistem keturunan atau kekerabatan garis bapa (patrilineal) sehingga meletakkan hak waris penuh pada anak laki-laki. Salah satu hak waris paling dasar bagi suku Batak, khususnya suku Batak Toba adalah garis silsilah (Tarombo) yang diwariskan turun-temurun pada anak laki-laki. Sementara anak perempuan (boru) tak pernah dijadikan penerus garis silsilah (tarombo) sebab anak perempuan (boru) akan mewarisi garis silsilah (tarombo) suaminya pasca
8 Universitas Sumatera Utara
perkawinan. Berbagai kasus tuntutan hak waris Batak Toba yang diselesaikan melalui pengadilan negara belakangan ini perlu dipikirkan mendalam melalui pengertian, pemahaman komprehensif hak waris sejati dalam sistem garis keturunan patrilineal yakni garis Silsilah atau Tarombo Batak Toba dari generasi ke generasi. Sebab garis keturunan bapak bagi Batak, khususnya Batak Toba telah menjadi tatanan baku dalam sistem kekerabatan (Partuturan) secara universal. Sementara perebutan harta warisan hanyalah bersifat kasuistik diantara bersaudara satu bapak (marhaha maranggi, mariboto na marsaama) dalam pembagian harta warisan peninggalan orang tua.
Harta warisan merupakan suatu bentuk harta peninggalan yang di bagikan kepada keturunannya yang memiliki makna sebagai
berpindahnya sesuatu dari
seseorang kepada orang lain secara mutlak. Dalam setiap individu berhak mendapatkan harta peninggalan (mewarisi) orang meninggal, baik karena hubungan baik dengan keluarga ataupun masyarakat. Harta warisan yang di tinggalkan bisa berupa uang atau materi ataupun benda berupa tanah. Pembagiannya bersifat sistem patriakat yang di anggap sebagai kodrat yang melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi bahkan ruang tempat dimana manusia beraktivitas. Dapat disimpulkan bahwa harta warisan dapat menaikkan kedudukan dan kekayaan seseorang dengan mengatur pemindahan hak kepemilikan atas harta peninggalan pewaris kemudian menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan menentukan bagian masing-masing.
9 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2: Bentuk Harta Peninggalan Seseorang Yang Telah Meninggal Dunia No
Bentuk Harta Peninggalan
1
Harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang, termasuk piutang yang akan ditagih.
2
Harta kekayaan yang berupa hutang-hutang dan harus dibayar pada saat seseorang meninggal dunia.
3
Harta kekayaan yang masih bercampur dengan harta bawaan masing-masing.
4
Harta bawaan yang tidak dapat dimiliki langsung oleh suami atau isteri, misal harta pusaka dari suku mereka yang dibawa sebagai modal pertama dalam perkawinan yang harus kembali pada asalnya, yaitu suku tersebut.
Sumber: M. Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Dengan Kewarisan KUHPerdata,Jakarta: Sinar Grafika, 1995, hal. 102-103 Dalam kehidupan sehari-hari, secara sadar maupun tidak sadar sering sekali terjadi konflik runtuhnya sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba yang terletak di Ajibata Kabupaten Toba Samosir. Adapun faktor penyebab konflik antara lain : budaya patriaki yang sangat kental, sistem sosial dan budaya, serta praktek yang dikonstruksikan sesuai dengan kondisi yang melekat. Perebutan tanah terjadi dalam masyarakat karena adanya perbedaan paham dalam hal hak kepemilikan yang tidak sah secara hukum maupun pemerintahan setempat sehingga tidak ada bukti yang mendorong terhadap kepemilikan. Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, sehingga sesuai dengan undangundang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain dengan tidak mengurangi
10 Universitas Sumatera Utara
kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi (KUHP Perdata: Pasal 570). Konflik tanah warisan termasuk suatu fenomena yang ada di masyarakat yang menarik di bahas dengan konsep sistem kekerabatan yang direspon dan ditanggapi berbeda-beda oleh setiap orang yang melihatnya. Konflik merupakan suatu hal yang wajar dalam dinamika kehidupan manusia. Konflik sering terjadi dan dialami oleh manusia. Dikalangan orang batak sudah sejak lama terjadi konflik (Panggabean dalam Simanjuntak 2009). Konflik disebabkan oleh timbulnya sakit hati sesama penduduk, perbedaan pandangan dalam proses pelaksanaan adat dalam masyarakat yang ikut perebutan harta warisan. Kepemilikan dari suatu tanah dapat berlangsung secara terus-menerus selama pemilik masih hidup, apabila pemilik dari tanah meninggal dunia maka ahli waris yang akan berkedudukan di teruskan oleh pewaris yaitu keturunannya. Seiring perkembangan yang terjadi dalam kalangan masyarakat terhadap meningkatnya pembangunan yang didirikan dan dapat mempengaruhi kehidupan sosial yang ada di masyarakat yang menimbulkan konflik permasalahan tanah, seperti: tanah warisan di Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir. Akibat perebutan tanah warisan dalam suatu masyarakat tejadi adanya perpecahan dalam suatu kelompok sosial. Konflik perebutan tanah warisan sebagian besar juga disebabkan oleh kondisi ekonomi yang tidak memadai sehingga muncul ketidakpuasan akan segala sesuatu yang dimiliki. Pada awalnya konflik ini masih belum parah. Namun, Seiring berjalan waktu individu yang sebagai pemegang lahan warisan membuat kebijakan sendiri tanpa memikirkan hak dari pembagian tanah warisan yang di bagikan bersama dalam suatu 11 Universitas Sumatera Utara
tingkat persaudaraan. Dengan mendirikan sebuah tombak atau tugu keluarganya di tanah tersebut. Banyak pihak yang menuntut untuk mengembalikan tanah tersebut seperti semula karena menurut masyarakat setempat itu merupakan juma panganan atau lahan milik bersama yang di tumbuhi bahan pangan seperti padi. Indonesia sebagai negara hukum, dimana hukum sebagai panglima yang mengatur hal tersebut, secara konstitusional dijelaskan bahwa ahli waris sah tidak boleh dirugikan hak-haknya. Hukum mengatur tegas tentang bagian mutlak ahli waris adalah bagian dari suatu warisan yang tidak dapat dikurangi dengan suatu pemberian semasa hidup atau pemberian dengan testament. Dimana bagian mutlak tersebut yang jika dilanggar oleh ahli waris lain maka berarti juga telah melanggar konstitusional (Undang-undang 1945) dimana Hak-hak tersebut antara lain ditegaskan dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945: ”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” Demikian juga pada pasal Pasal 28H ayat (4) UUD 1945: ”Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”. Sebagian masyarakat berpandangan bahwa harta merupakan faktor penting yang harus dimiliki. Dengan harta, individu maupun kelompok dapat memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan, sehingga akan tidak pernah puas untuk segala yang dimilikinya. Pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan yang tidak terbatas, tetapi ketersediaan sumber daya alam sebagai alat pemuas kebutuhan yang sangat terbatas. Oleh karena itu, harta warisan mampu menghambat sistem keharmonisan 12 Universitas Sumatera Utara
dalam keluarga maupun masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia mengusahakan segala cara yang bisa menghasilkan. Pada masyarakat primitif usaha yang dilakukan adalah berburu dan meramu, sementara pada masyarakat industri menghasilkan komoditas adalah salah satunya cara agar bisa memenuhi kebutuhan. Maka keadilan harus di terapkan agar berupaya keharmonisan tetap terjaga sehingga terciptanya persaudaraan yang baik dalam keluarga maupun masyarakat. Sehingga menjadi sumber utama yang menentukan pembagian sebagai harta warisan yang merata. Tabel 3: Kategori Terjadinya Konflik Perebutan Tanah Warisan No Kategori 1
Sistem Patriakat yang sangat mendominasi. Sehingga, laki-laki memiliki wewenang besar dalam mengambil keputusan.
2
Perempuan dianggap sebagai pelabelan dan di nomor duakan.
3
Ketika orang tua (ayah maupun ibu) meninggal dunia. Sehingga, anak di berikan kuasa dalam pembagian Tanah Warisan.
4
Pembagian nenek moyang yang di tuntut kembali agar di bagi secara Merata.
5
Hubungan persaudaraan yang dianggap anak laki-laki pertama lebih di utamakan di bandingkan anak ke dua maupun anak ke tiga.
6
Anak terakhir di anggap sebagai pemengang hak tanah yang lebih banyak. Sumber: kategori permasalahan tanah warisan, Wikipedia. Diakses 26 mei jam 20.00 WIB.
13 Universitas Sumatera Utara
Konflik tanah dalam masyarakat dapat mempengaruhi pola pikir terhadap keinginan untuk mendapatkan hak milik secara adil dan merata. Masalah tanah bisa dianggap sebagai suatu permasalahan yang cukup rumit untuk di selesaikan karena menyangkut pada kehidupan sistem sosial yang berkaitan dengan penguasaan dan pemilikan tanah secara terarah. Persoalan terjadi ketika individu sewenang-wenang menguasai atau mendirikan suatu bangunan di dalam tanah tersebut tanpa memiliki bukti yang kuat berupa dokumen kepemilikan. Hal yang dilakukan dalam menyelesaikan konflik tanah dibuat dalam suatu pertemuan untuk terjalinnya komunikasi sehingga tercipta sikap damai dan rukun.
Tabel 4: Pembagian harta warisan menurut suku Batak Karo (Patrilineal), Jawa (Matrilineal) dan suku Dayak landak & Dayak tayan (Bilateral) : Masyarakat adat batak karo atau patrilineal sistem pewarisan aslinya menggunakan: a. Anak-anak mewaris dari ayahnya dengan catatan bahwa yang benar-benar dianggap sebagai ahli waris ayahnya ialah anak laki-laki, perempuan dan janda tidak dianggap sebagai ahli waris. b. Anak-anak wanita mendapat bagian warisan dari harta bawaan ibunya pada waktu pernikahannya dulu, yang disebut dengan istilah “Indahan Harian”, dan juga
dia
dapat
diberi
bagian
oleh
saudara-saudaranya
berdasarkan
“kekelengen” (cinta kasih) saja. 3. Setelah adanya putusan pengadilan maka sistem pewarisan masyarakat adat batak karo ini berubah yaitu : Berdasarkan Putusan M.A. No.79/K/Sip/1961 tanggal 23 oktober 1961, yang
14 Universitas Sumatera Utara
menyelesaikan perkara hukum waris di Tanah Karo yang pada intinya menyebutkan bahwa berdasarkan rasa perikemanusiaan dan keadilan umum dan atas hakikat persamaan hak antara laki-laki dengan perempuan, memandang sebagai hukum yang hidup di seluruh indonesia, bahwa anak perempuan dan janda, selain disampingnya anak laki-laki, harus dianggap sebagai ahli waris, sehingga memiliki hak mewaris dari orang tuanya. Sumber: Sitepu Sempa, Sitepu Bujur, Sitepu A.G., Pilar Budaya Karo, Medan, 1996 Masyarakat adat Jawa atau Matrilineal dalam hal warisan adalah : a. Ahli Warisnya adalah Orangtua, Keturunan (anak kandung) dan anak angkat masih dalam perdebatan apakah anak angkat juga termasuk atau tidak, nenek dan/atau kakek, dan paman dan/atau bibi. Dimana ahli waris tersebut hampir sama dengan ketentuan dalam waris nasional atau waris Islam pada umumnya. Proses pewarisan dalam Adat Jawa dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Ketika pewaris masih hidup, dilakukan dengan alasan agar tidak terjadi prseisihan dan warisan dapat dibagi secara baik dan layak. Adapun cara-caranya yaitu : a. Lintiran b. Cungan c. Welingan atau Wekasan 2. Ketika Pewaris sudah meninggal, dilakukan dengan cara : a. Segendong sepikul
15 Universitas Sumatera Utara
b. Dundum kupat Sumber: Suparman, Eman. 2007. Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW. Bandung: Refika Aditama Masyarakat adat Kalimantan suku Dayak landak dan Dayak Tayan atau Parental/Bilateral dalam
hal warisan:
Di kalangan suku Sumendodan suku Dayak Landak dan suku Dayak Tayan di Kalimantan, yang menjadi ahli waris adalah anak perempuan tertua. Dan jika tidak ada maka digantikan oleh anak laki-laki termuda. Disini anak perempuan yang mengurus harta warisan dan kedudukannya lebih tinggi dari pada lakilaki. Sumber: Hilman Edikusuma, Hukum Waris Adat, PT. Aditya Citra Bakti,Bandung (http://eprints.undip.ac.id/11354/1/2003MNOT2401.pdf) Kabupaten Toba Samosir adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Ajibata merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera
Utara,
Indonesia.
Kecamatan
Ajibata
dibentuk
seiring
dengan
pembentukan Kabupaten Toba Samosir sebagai hasil pemekaran Kabupaten Tapanuli Utara. Kecamatan Ajibata memiliki banyak desa yang berjumlah 9 desa, yaitu : Desa Pardamean Sibisa, parsaoran Sibisa, Motung, Pardomuan Sibisa, Desa Parsaoran Ajibata, Desa Pardamouan Ajibata, Horsik, Desa Sigapiton, dan Desa Sirukkungon, Seiring Berjalannya waktu, Di kawasan ini terdapat konflik dalam suatu masyarakat dimana terjadinya perebutan harta warisan yang membuat menurunnya kekerabatan yang telah dijalinnya selama ini yang menganggap harta segalanya. Oleh karena itu, Banyak kasus yang ditemui karena perebutan harta warisan di dalam masyarakat.
Pada
dasarnya,
Individu
berhak
untuk
mendapatkan
harta
16 Universitas Sumatera Utara
warisanapabila orang tua individu mempunyai peninggalan berupa harta yang dapat di bagi secara seimbang.Ketika warisan menjadi salah satu masalah yang sering muncul, karena seringnya diperebutkan oleh keluarga maupun masyarakat. Kesalahpahaman atau kurang adilnya pembagian warisan menjadi pemicu konflik tersebut. Dengan begitu, orang tersebut dapat membantu menjelaskan atau pun memberikan solusi yang terbaik. Dengan menggunakan Surat pernyataan waris sebagai dasar pendaftaran, hal ini tidak merupakan suatu akta yang otentik, karena hanya dibuat oleh para pihak atau ahli waris, dan turut disaksikan oleh dua orang saksi, yang dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat yang harus menjalankan tugas sesuai dengan : Kewajiban dan tanggung jawab ini tidak hanya amanat undang-undang tetapi bahkan merupakan amanat konstitusi, dimana kewajiban konstitusionalnya ditegaskan dalam Pasal 28 I ayat (5) UUD 1945: “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.“Apabila peralihan hak atas tanah tetap juga dilakukan maka nantinya akan dapat menimbulkan konflik”. Adapun cara yang disampaikan Lurah dalam hal ini mengatakan harus adanya pihak yang mengalah sehingga tidak ada konflik yang terjadi atau dengan cara membagi secara rata sehingga tidak ada yang merugikan. Tetapi, walaupun demikian pihak Individu yang memakai lahan tersebut tidak mau membagi rata tetapi hanya ingin memberikan suatu materi yang di buat sebagai penyogokan. Masyarakat Tidak terima akan perlakuan karena itu merupakan tanah warisan Marga dan bukan milik privat.
17 Universitas Sumatera Utara
Tabel 5: Pembagian Tanah Warisan Yang Dianggap Seimbang Antara Lain : No
Ahli Waris
Bagian
Persamaan/Penyebut
Persentasi
1
Bapak
1/6
4
16,66
2
Ibu
1/6
4
16,66
3
Istri
1/8
3
12,50
4
Anak Laki-Laki
Sisa
13
27,08
5
Anak Perempuan
13,54
6
Anak Perempuan
13,54
Penyebut/ Jumlah
24
100
Sumber: Pembagian Harta Warisan Menurut Islam (Fikih Sunnah 14, Sayyid Sabiq, Penerbit: PT.Al-Ma'arif, Bandung & Al-Fara'id, A.Hassan, Penerbit: Pustaka Progressif.
Grafik Silsilah Keluarga Konflik dalam keluarga merupakan salah satu yang menjadi penyebab dari ketidakharmonisan keluarga. Keharmonisan keluarga dapat tercipta jika fungsifungsi dalam keluarga dapat dijalankan dengan baik serta adanya keseimbangan
18 Universitas Sumatera Utara
dalam sistem keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konflik keluarga petani dan keharmonisan keluarga, mengidentifikasi tipologi konflik dan keharmonisan keluarga, dan menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan potensi konflik dengan keharmonisan keluarga. Populasi pada penelitian ini adalah keluarga yang ada di Ajibata Kecamatan Toba Samosir. Kondisi inilah yang membuat peneliti tertarik ingin mengkaji lebih dalam lagi, terkait pada sistem yang mempengaruhi keharmonisan yang di pahami berbeda-beda oleh masyarakat dalam sudut pandang sosiologis. Sehingga, peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Konflik Tanah Warisan”. 1.2 Perumusan Masalah Dalam suatu penelitian hal yang sangat penting adalah adanya suatu masalah yang dianggap sangat penting untuk diteliti. Dengan demikian peneliti harus merumuskan suatu masalah sehingga akan menuntun peneliti untuk melaksanakan penelitian dengan baik dan benar. Maka dari penjelasan latar belakang yang telah diuraikan diatas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana terjadinya perebutan tanah warisan di Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir? b. Bagaimana cara penyelesaian konflik tanah warisan pada keluarga Batak Toba? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian adalah suatu cara untuk memahami sesuatu melalui penyelidikan atau melalui usaha mencari bukti-bukti yang muncul dalam menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, baik dari segi teoritis
19 Universitas Sumatera Utara
maupun praktis. Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan apa yang melatarbelakangi konflik tanah warisan. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan cara mengatasi konflik perebutan harta warisan. 3. Untuk mengetahui fungsi tanah bagi masyarakat Batak Toba. 4. Untuk mengetahui proses terjadinya perebutan tanah warisan di kecamatan Ajibata kabupaten Toba Samosir? 1.4. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah : 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa sosiologi dalam memperluas pengetahuan terhadap sistem kekerabatan yang dipengaruhi oleh konflik tanah warisan. Selain itu juga dapat
memberikan
kontribusi
pengetahuan
kepada
pihak-pihak
yang
membutuhkan untuk dijadikan sebagai perbandingan peneliti selanjutnya. penelitian ini bermanfaat untuk membawa para pembaca dan dapat dijadikan refrensi penelitian selanjutnya dengan penelitian yang serupa. 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis berupa fakta-fakta di lapangan dalam meningkatkan daya pikir secara kritis dan analisis penulis sehingga memperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Selain itu juga
20 Universitas Sumatera Utara
penelitian ini
dapat menjadi salah satu referensi bagi pengambil kebijakan
dalam mengembangkan hubungan kekerabatan. Oleh karena itu, Konflik Tanah warisan dapat terselesaikan. Sehingga, Bagi para keluarga yang bermasalah atas tanah warisan mereka, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan efaluasi secara baik sesuai aturan negara yang sudah di terapkan selama ini. 1.5 Defenisi Konsep 1.5.1
Konflik Pertanahan Konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakatpun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik pertanahan merupakan perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosiopolitis (Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan).
21 Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Tanah Warisan Tanah warisan (peninggalan) merupakan sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggalatau di warisi atas pembagian hak milik yang diberikan untuk memiliki. Sehingga harta yang di tinggalkan secara mutlak yang tidak di campuri dengan harta lainnya.
1.5.3 Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masingmasing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan (Salvicion dan Celis,1998).
1.5.4 Sistem Kekerabatan Sistem kekerabatan adalah lembaga yang bersifat umum dalam masyarakat dan memainkan peranan penting pada aturan tingkah laku dan susunan kelompok, membentuk alat hubungan sosial. Hubungan sosial tersebut melalui keturunan,
perkawinan, hak dan kewajiban serta istilah-
istilah kekerabatan. Sistem kekerabatan sangat penting dalam struktur sosial. Selain itu, Sistem kekerabatan terdiri unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik,
22 Universitas Sumatera Utara
paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Struktur-struktur kekerabatan mencakup kekeluargaan dan bentuk kelompok yang merupakan perluasan keluarga seperti suku atau klen. 1.5.5. Suku Batak Toba Suku batak toba merupakan suku bangsa yang berkampung halaman (marbona pasogit) di daerah toba yang kaya dengan beragam budaya yang sangat di jaga agar di pertahankan. Suku batak toba tersusun atas dasar berbagai macam marga yang di peroleh dari garis keturunan ayahnya (Patrilinear) yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus-menerus. 1.5.6. Resolusi Konflik Resolusi Konflik adalah suatu upaya yang menangani sebab konflik yang berusaha
dalam membangun hubungan yang tahan lama untuk
mencapai kesepakatan yang bisa diterima oleh pihak terlibat dalam penyebab dan gejala-gejala konflik sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan tidak ada pihak yang dilibatkan dalam peristiwa tersebut (Bunyamin Maftuh,2005), tetapi tidak hanya mencapai suatu kesepakatan menghakhiri kekerasan (Penyelesaian Konflik), tetapi juga mencapai suatu kesepakatan dari berbagai perbedaan sasaran yang menjadi penyebabnya (Fisher,2001:7-8). 1.5.7. Garis Keturunan Patrilinear Garis keturunan Patrilinear (Patriarkhat) adalah suatu adat masyarakat yang mengikuti alur keturunan dari pihak ayah. Sehingga ada penerus marga yang di turunkan kepada keturunan secara terus-menerus. Patrilineal berasal dari dua kata, yaitu pater (bahasa latin) yang berarti “ayah”, dan linear
23 Universitas Sumatera Utara
(bahasa latin) yang berarti “garis”. Jadi, Patrineal berarti “Garis keturunan yang
ditarik
dari
pihak
ayah”.Sistem
kekerabatan
ini
anak
juga
menghubungkan diridengan kerabat ayah berdasarkan garis keturunan lakilaki secara unilateral. Di dalam susunan masyarakat Patrilineal yang berdasarkan garis keturunan bapak (laki-laki), keturunan dari pihak bapak (laki-laki) dinilai mempunyai kedudukan lebih tinggi serta hak-haknya juga akan mendapatkan lebih banyak.
24 Universitas Sumatera Utara