PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN (TRAINING) SECARA BLENDED LEARNING (Studi Kasus di Program Kerjasama USAID HELM dengan MMPT SPs UGM)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya IPTEKS (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni) dalam dunia globalisasi mengharuskan adanya perubahan dalam mengajar, antara lain dengan lebih memperhatikan keragaman dan nilai-nilai manusia universal, sistem dan isu-isu global serta teknologi pembelajaran secara global. Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu (Sudjana, 1989). Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan fasilitator dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Berbagai variasi pembelajaran di dunia pendidikan dalam proses belajar mengajar telah direncanakan dan dirancang secara sistematik oleh pendidik agar pembelajaran itu efektif untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Penggunaan variasi pembelajaran berbasis multimedia, yang merupakan implementasi
dari
penggunaan
teknologi
komputerisasi
dalam
kegiatan
pembelajaran. Di dalam media pembelajaran berbasis multimedia ialah
1
2
penggabungan antara text, image, sound, video, serta animasi 2 dimensi dalam pembuatan suatu media pembelajaran. Dimana hal ini diharapkan dapat terus meningkatkan inovasi dan minat belajar peserta didik dalam menerima suatu materi tertentu seraya tetap menunjang kegiatan pembelajaran yang efektif. Konsep belajar mengajar di perguruan tinggi masih memiliki makna sebagai sebuah interaksi antara dosen dengan mahasiswa melalui sebuah pertemuan yang terjadi secara kasat mata di dalam kelas. Dosen atau fasilitator berperan sangat dominan di dalam ruang kuliah. Pembelajaran yang efektif seharusnya sangat terfokus pada karakteristik yang tergambar dari (proses) pembelajarannya. Pembelajaran sebenarnya merupakan paradigma lama yang menggambarkan dominasi dosen dalam menggunakan berbagai cara dalam memberikan kuliah di perguruan tinggi (Garrison & Anderson, 2000). Konteks pembelajaran di perguruan tinggi sudah seharusnya beralih dari pembelajaran konvensional dengan memanfaatkan teknologi pembelajaran online. Tentunya hal tersebut tidaklah mudah diaplikasikan dengan mudah di setiap institusi pendidikan khusunya di perguruan tinggi. Stein (2014) berpendapat bahwa terdapat 5 (lima) tantangan dalam mewujudkan hal tersebut yakni: a) membuat transisi ke pembelajaran online; b) membangun ruang online untuk belajar; c) mempersiapkan peserta didik untuk belajar secara online; d) mengelola dan memfasilitasi kelas online; dan e) menilai hasil belajar. Seiring perkembangannya, pembelajaran online belum dapat berjalan maksimal secara penuh. Berbagai kendala dihadapi, kendala pembelajaran online yang terbesar adalah interaktivitas langsung antara pembelajar dengan narasumbernya. Belajar merupakan proses dua arah antara pembelajar (peserta
3
didik) memerlukan feedback dari fasilitator atau narasumber dan sebaliknya sang fasilitator juga memerlukan feedback dari pembelajar. Dengan cara ini akan diperoleh transformasi ilmu (transfering knowledge) yang lebih efektif dan tepat sasaran. Hal ini menjawab mengapa program pembelajaran online di banyak perguruan tinggi tidak selalu mendapat hasil memuaskan. Seringkali materi sudah banyak dan tersedia dengan lengkap. Peserta didik juga bisa belajar kapan saja dan di mana saja asal ada jaringan nirkabel. Namun tetap saja tingkat penggunaan materi-materi pembelajaran online tersebut tergolong rendah. Setiap orang butuh teman dan butuh feedback langsung. Sama seperti yang kita rasakan dalam perkuliahan konvensional di ruang kelas. Blended learning menjadi rekomendasi dalam upaya perbaikan pembelajaran karena media blended learning dapat menjadi partner atau dapat saling melengkapi dengan pembelajaran konvensional di kelas. Namun sebagaimana menurut Lewis (2002), satu hal yang perlu ditekankan dan dipahami yakni blended learning tidak dapat sepenuhnya menggantikan kegiatan pembelajaran konvensional di kelas. Blended learning bahkan menjadi komplemen besar terhadap model pembelajaran di kelas atau sebagai alat yang ampuh untuk program pengayaan. Husamah (2014) juga berpendapat bahwa penggabungan berbagai keunggulan pembelajaran berbasis internet, berbasis multimedia dan pemanfaatan teknologi mobile (mobile learning) dengan pembelajaran tatap muka (face-to-face) pada akhirnya diharapkan meningkatkan kreativitas peserta didik. Karena kreativitas menjadi sangat penting, oleh karena itu, misi lembaga pendidikan adalah
4
mendidik generasi bangsa kelak menjadi manusia-manusia yang kreatif dan inovatif. Pentingnya penelitian tentang proses pembelajaran yang diikuti oleh peserta didik dalam hal ini partisipan merupakan hal yang sangat penting. Fasilitator akan mengetahui kesulitan partisipan, kemudian mencari alternatif bagaimana mengatasi kesulitan tersebut. Partisipan tidak dapat belajar dengan baik, karena tidak mempunyai fokus tertentu, kemungkinan karena tidak melihat masalah-maslah pokok yang harus dipecahkan, tidak memiliki bakat, bahkan kurang bersosialisasi dengan rekan lainnya. Arifin (2014) berpendapat bahwa dalam evaluasi pembelajaran, fasilitator jangan terfokus pada hasil belajar saja, tetapi juga memperhatikan transfer hasil belajar dan proses belajar yang dijalani peserta didik. Dari banyaknya model dan studi tentang evaluasi, sering dijumpai modelmodel evaluasi dengan format dan sistematika yang berbeda. Hasan (dalam Arifin, 2014) mengelompokkan model evaluasi sebagai berikut: 1) model evaluasi kuantitatif (model Tyler, model teoritik Taylor dan Maguire, model pendekatan system Alkin, model Countenance Stake, model CIPP, model ekonomi mikro); dan 2) model evaluasi kualitatif (model studi kasus, model iluminatif, dan model responsif). Selanjutnya dalam perspektif penelitian ini lebih terfokus pada penilaian hasil belajar yang tidak hanya berkenaan dengan domain pengetahuan tetapi juga domain keterampilan dan domain sikap. Dalam PP RI No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab I tentang Ketentuan Umum, Pasal 1, dikemukakan: Ayat (17) penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
5
peserta didik. Penilaian ini dilakukan untuk menentukan ciri dan tingkatan pembelajaran yang dilakukan selama mengikuti pelatihan (training). Penilaian yang dilakukan pada pelatihan online secara blended learning yang diselenggarakan di Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Tinggi (MMPT) SPs UGM ini atas kerjasama dengan USAID-HELM. Lingkup pembelajaran terdiri dari empat core area utama yaitu General Administration & Leadership yang untuk selanjutnya dalam penelitian ini disebut Modul A, Collaboration with External Stakeholder yang untuk selanjutnya dalam penelitian ini disebut Modul B, Quality Assurance Course yang untuk selanjutnya dalam penelitian ini disebut Modul C, dan Financial Management Course yang untuk selanjutnya dalam penelitian ini disebut Modul D. Setiap core area disebut dengan Modul yang terdiri dari tiga Sub-Modul (masing-masing Sub-Modul terdiri dari tiga materi). Implementasi kerjasama ini telah berjalan secara efektif sejak bulan Agustus 2014, dan ditargetkan dapat selesai pada bulan Mei 2015. Masing-masing Modul terdiri dari 50-80 partisipan. Partisipan yang terdaftar pada pelatihan ini berasal dari berbagai perguruan tinggi yang ada di Indonesia baik berasal dari PTN ataupun PTS. Kedudukan atau jabatan partisipan yang mengikuti pelatihan singkat ini berasal dari berbagai kalangan seperti wakil rektor, kepala bagian, kepala unit, dekan, wakil dekan, dosen, dan staf tenaga kependidikan di Perguruan Tinggi. Pelatihan (training) secara blended learning ini diawali dengan workshop tatap muka dan karena keterbatasan waktu pertemuan maka dilanjutkan dengan pelatihan secara blended learning di Magister Manajemen Pendidikan Tinggi Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
6
Berdasarkan observasi pengamatan langsung oleh peneliti di lapangan, ditemukan beberapa kendala permasalahan dalam proses pelatihan. Kendala yang ditemui peneliti pada saat pelatihan dengan media blended learning ini diantaranya dari partisipan yang tingkat partisipasinya rendah karena kesibukan di institusinya masing-masing. Instrumen evaluasi berupa kuesioner peserta yang tersedia pada website pelatihan tidak dapat dijadikan alat untuk mengukur ketercapaian pembelajaran (learning outcome) ke peserta pelatihan. Dari 4 modul yang sudah berlangsung tingkat pengembalian kuesioner evaluasi sangat rendah karena kesibukan partisipan untuk mengisi kuesioner. Kemudian dari sisi infrastruktur yang koneksi internetnya agak lemah baik dari partisipan ataupun penyelenggara. Kendala permasalahan tersebut juga perlu diidentifikasi lebih lanjut guna dapat dicari solusi dan pengembangan ke depannya.
No. 1. 2. 3. 4.
Tabel 1.1. Data Persentase (%) Kehadiran Peserta Pelatihan Kick Web Core Web 1 Web 2 Web 3 Off Closing Modul A 47 56 33 46 36 (75%) (90%) (53%) (74%) (58%) Modul B 19 25 18 13 16 (37%) (49%) (35%) (25%) (31%) Modul C 71 62 48 64 67 (94%) (81) (63%) (84%) (88%) Modul D 54 57 42 42 41 (70%) (74%) (54%) (54%) (53%)
Invited 62 (100%) 51 (100%) 75 (100%) 77 (100%)
Dalam pelatihan melalui media blended learning ini peneliti melihat partisipan yang mengikuti pelatihan memiliki tingkatan intelektual dan pengalaman yang cukup memadai, namun hal tersebut perlu dianalisis dari data kuantitatif di lapangan dan secara kualitatif dengan pendekatan sense making dan expert judgement. Substansi dari hasil pembelajaran (learning outcome) terkait konten modul yang dipelajari dan dibahas melalui media webinar harus diukur
7
keberhasilannya dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Penilaian pelaksanaan pelatihan blended learning diperlukan dan menjadi jalan keluar yang tepat atas berbagai kritik kekurangan blended learning disamping daerah jangkauan kegiatan blended learning yang terbatas, frekuensi kontak secara langsung antar sesama peserta maupun antara peserta dengan narasumber atau fasilitator sangat minim, demikian juga dengan peluang peserta yang terbatas untuk bersosialisasi.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a) Belum adanya instrumen penilaian yang tepat untuk menilai efektivitas pelaksanaan pelatihan (training) secara blended learning dalam program kerjasama MMPT SPs UGM dengan USAID HELM. b) Rendahnya partisipasi dari peserta mengikuti pelatihan (training) secara blended learning dalam program kerjasama MMPT SPs UGM dengan USAID HELM. c) Perlunya mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi tim pelaksana sebelum atau selama pelaksanaan kegiatan blended learning kerjasama MMPT SPs UGM dengan USAID-HELM untuk pengembangan pelaksanaan blended learning ke depannya.
8
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah telah dipaparkan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. a) Merancang matriks instrumen penilaian yang sesuai untuk mengukur efektivitas pelatihan (training) secara blended learning. b) Melakukan pengamatan proses pembelajaran kepada peserta terkait dengan penilaian tingkat efektivitas terhadap pelaksanaan pelatihan (training) secara blended learning dengan instrumen penilaian yang telah dikembangkan. c) Mengidentifikasikan kendala-kendala yang dihadapi selama pelaksanaan kegiatan blended learning kerjasama USAID-HELM dengan MMPT SPs UGM. d) Menyusun
rekomendasi
terkait
hasil
penilaian
dalam
mendukung
pengembangan pembelajaran blended learning di institusi Perguruan Tinggi.
1.4. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya banyak sekali yang membahas tentang blended learning, di antaranya yang dilakukan oleh Wai C.C dan Seng K.L.E (2014) yang berjudul “Exploring the effectiveness and efficiency of blended learning tools in a school of business” yang meneliti persepsi siswa tentang efektivitas dan efisiensi penggunaan blended learning dalam proses belajar mengajar. Wai dan Seng menggunakan kuesioner survei yang diberikan kepada 120 responden siswa. Hasil empirisnya menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan blended learning meningkatkan pengalaman belajar dan hasil belajar siswa tersebut. Nordin & Alias (2013) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa dengan pembelajaran
9
blended learning siswa memiliki persepsi yang positif terhadap pembelajaran. Penelitiaanya menggunakan pendekatan blended learning yang pengumpulan datanya menggunakan survei, wawancara, kemudian hasil wawancara dianalisis secara kualitatif. Selain itu dalam penelitian Barrios et al. (2014) yang mendeskripsikan blended learning dengan pembelajaran tradisional tatap muka. Data dikumpulkan berupa kuesioner yang diberikan kepada siswa. Hasilnya menekankan bahwa dengan blended learning penggunaan waktu dan sumber daya lebih fleksibel bahkan meningkatkan hasil belajar. Dickfos et al. (2014) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk menggambarkan evolusi dari strategi blended learning dan mengevaluasi dampak terhadap penilaian refleksi diri mahasiswa akuntansi. metode yang digunakan ialah studi kasus yang dilengkapi observsi pengajar, survei secara online, dan wawancara dengan mahasiswa. Hasilnya menunjukkan bahwa teknologi blended learning memfasilitasi fleksibilitas dalam penilaian mahasiswa maupun pengajar.
Hanum
(2013) dalam
penelitiannya
yang bertujuan
mendeskripsikan keefektifan e-learning sebagai media pembelajaran menunjukkan hasil yang dapat dikatakan cukup efektif sebagai media pembelajaran. Data yang diperoleh dikumpulkan dari hasil angket dan observasi dan dianalisis secara deskriptif. Sementara penelitian studi kasus yang dilakukan Wong et al. (2014) yang melakukan penilaian pendekatan blended learning pada sarjana akuntansi
di
Universitas Victoria untuk mengidentifikasi sikap siswa terhadap pembelajaran blended learning. Hasilnya menunjukkan bahwa aspek-aspek tertentu terutama kesiapan siswa dalam mengadopsi blended learning akan berdampak pada
10
penilaian secara keseluruhan. Penelitian tentang efektivitas blended learning juga dilakukan oleh Ho et al. (2014) yang bertujuan mengetahui efektivitas model pembelajaran blended learning untuk guru sekolah menengah. Kursus menggunakan model blended learning diberikan kepada 117 guru, dan intruksi tatap muka diberikan pada 60 guru. Hasilnya menunjukkan bahwa akses, fleksibilitas, efektivitas biaya, peningkatan interaksi, pembentukan jaringan guru dan pelibatan administrator, instruktur dan para pemimpin sekolah merupakan faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan model blended learning. Penelitian yang dilakukan oleh Farra et al. (2015) yang berjudul “Development of an assessment instrument to evaluate performance of the skill of decontamination” bertujuan untuk mengembangkan dan menyempurnakan instrumen untuk mengukur kemampuan dekontaminasi. Mengimplementasikan 7 tahap pengembangan instrumen termasuk uji validitas dan uji reliabilitas dari 140 mahasiswa yang hasilnya instrumen tersebut memberikan penilaian yang handal dan valid kompetensi perawat dalam melakukan keterampilan dekontaminasi. Tabel 1.2. Referensi Jurnal Hasil Penelitian No.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
1.
Wai, C.C., and Seng K.L.E.
Exploring the effectiveness and efficiency of blended learning tools in a school of business.
2.
Barrios, M., Gonzalez-Teruel, A., Cosculluela, A., Fornieles, A., Turbany, J. Hanum, S.N.
Structure And Performance Assessment In Traditional FaceTo-Face And Blended learning Statistics Courses.
3.
4.
Wong, L., Tatnall, A., and Burgess, S.
Keefektifan E-learning Sebagai Media Pembelajaran (Studi Evaluasi Model Pembelajaran Elearning SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto). A framework for investigating blended learning effectiveness.
Jurnal
Tahun
Journal of Procedia-Social and Behavioral Sciences Journal of Procedia - Social and Behavioral Sciences
2014
Jurnal Pendidikan Vokasi
2013
Journal of Education and Training
2014
2014
11
5.
Ho, V-T., Nakamori, Y., Ho, T-B., & Lim, P.C.
6.
Dickfos, J., Cameron, C., and Hodgson, C. Nordin, B.A., & Alias, N.
7.
8.
Sharon Farra., Sherrill Smith., DeAnne French., & Gordon Gillespie
Blended learning model on handson approach for in-service secondary school teachers: Combination of E-learning and face-to-face discussion Blended learning: making an impact on assessment and selfreflection in accounting education Learning Outcomes and Student Perceptions In Using Of Blended learning In History Development of an assessment instrument to evaluate performance of the skill of decontamination
Journal of Springer Science and Bussines
2014
Journal of Education and Training Journal of Procedia - Social and Behavioral Sciences Journal of Nurse Education Today
2014
2013
2015
Referensi di atas dan beberapa referensi lainnya menjadi acuan penelitian ini terkait Pengembangan Instrumen Penilaian Pelaksanaan Program Pelatihan (Training) secara Blended learning. Penelitian ini merupakan penelitian penilaian dengan mengembangkan instrumen penilaian yang difokuskan pada penilaian efektivitas pelatihan secara blended learning. Populasi penelitian ini ialah seluruh peserta kegiatan pelatihan (Training) blended learning kerjasama USAID HELM. Teknik pengumpulan data melalui observasi langsung data-data sekunder dan selanjutnya, melakukan FGD (Focus Group Discussion).
1.5. Manfaat Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah dan relevansinya dengan tujuan penelitian tersebut di atas, diharapkan dalam penelitian ini bermanfaat dan berguna: - Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pembuat kebijakan di institusi perguruan tinggi terkait dalam program blended learning untuk kegiatan pengembangan ke depannya. - Sebagai referensi penelitian bagi pihak-pihak lain yang ingin meneliti lebih lanjut terkait blended learning.