BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional, yaitu masyarakat adil dan makmur. Penggalian potensi penerimaan dalam negeri akan terus ditingkatkan seoptimal mungkin melalui perluasan sumber penerimaan negara non migas, guna menggantikan pendanaan negara yang bersumber dari utang luar negeri. Salah satu sumber penerimaan dalam negeri yang cukup dominan berasal dari penerimaan pajak1. Langkah yang ditempuh pemerintah dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak yaitu dengan memberlakukan undang-undang perpajakan baru yang dikenal dengan istilah reformasi perpajakan (tax reform). Secara umum, kebijaksanaan reformasi perpajakan dilakukan untuk mengantisipasi perubahan ekonomi yang selalu bergerak secara dinamis, ini dapat dikatakan sebagai implementasi dari munculnya semangat baru dalam kebijaksanaan fiskal. Pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berkelanjutan untuk memacu kemampuan 1
Kertawan, 2002. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Badan Mengenai Undang-Undang PPH terhadap Pelaksanaan Sistem Self Assesment di KPP Tasik Malaya. Jurnal Ekonomi dan Bisnis No. 2 Jilid 7
1
2
nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju. Di dalam pembangunan diperlukan biaya yang besar. Salah satu sumber dana pembangunan yang menjadi andalan utama adalah sektor penerimaan pajak. Penerimaan pajak dapat berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) dari sektor migas dan non migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
penerimaan cukai, maupun pajak–pajak lainnya. Pajak-pajak tersebut nantinya akan berguna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.2 Pajak yang dibayarkan oleh masyarakat mempunyai peranan yang penting di dalam pembangunan nasional. Sehingga sudah selayaknya bila perpajakan
mendapat
perhatian
yang
serius
dari
pemerintah
untuk
meningkatkan penerimaan pajak. Namun demikian tidaklah begitu mudah untuk menggugah kesadaran masyarakat untuk taat membayar pajak. Banyak sekali hal-hal yang menjadi kendala dalam upaya meningkatan penerimaan negara dari sektor pajak, baik dari segi wajib pajaknya, dari aparat fiskusnya yang menyangkut pelayanan kepada wajib pajak maupun dari undang-undang perpajakannya sendiri serta kebijakan-kebijakan terkait dengan perpajakan, yang menurut penilaian masyarakat terlalu sulit diterima dan dimengerti atau dijabarkan menurut pikiran mereka masing-masing. Hal ini jelas menuntut penanganan yang lebih serius lagi dan perlunya pemberitahuan-pemberitahuan serta sosialisasi pajak guna makin meningkatkan kesadaran masyarakat akan
2
Ibid. hal. 4
3
arti pentingnya pajak bagi pembangunan nasional yaitu dengan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusianya, yang dalam hal ini adalah aparat fiskus yang secara tidak langsung akan memberikan pelayanan kepada wajib pajak. Masyarakat sendiri terkadang juga tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, karena pemeriksaan pajak hanya dilakukan terhadap wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya, sedangkan masyarakat yang tidak mendaftar menjadi wajib pajak, tidak membayar pajak atau tidak menyampaikan SPT, tidak dilakukan pemeriksaan pajak3. Hal ini mendorong wajib pajak yang semula membayar pajak dan menyampaikan Surat Pemberitahuan untuk tidak lagi mematuhi kewajiban perpajakan yang sudah dilakukannya, karena kepatuhan yang sudah mereka lakukan mendapatkan pelayanan yang tidak ada bedanya dengan yang tidak patuh. Sehingga ada kemungkinan masyarakat tidak diperiksa oleh aparat pajak karena masyarakat tidak membayar pajak atau tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan. Alasan lain yang menyebabkan masyarakat belum menaati segala peraturan yang terkait dalam bidang perpajakan adalah adanya pandangan ditengah-tengah masyarakat bahwa membayar pajak hanya untuk aparat pajak. Dalam membayar pajak, pemerintah selalu menyampaikan bahwa membayar pajak untuk keperluan pembangunan, realisasinya bahwa pajak 3
Gunadi. 1997. Akuntansi Pajak. Jakarta: Grasindo. Hal. 10
4
yang dibayar oleh masyarakat penyalurannya sampai sekarang belum dirasakan secara maksimal oleh masyarakat. Hal ini juga dapat dilihat pada persentase peningkatan jumlah wajib pajak yang sangat rendah. Wajib pajak yang terdaftar hingga kini kurang dari 3 %.4 Penyelenggaraan pajak di Indonesia ternyata tidak mudah seperti yang kita bayangkan. Banyak sekali kasus-kasus berkenaan dengan mangkirnya para wajib pajak dalam menunaikan kewajibannya kepada negara. Padahal wajib pajak tersebut adalah rakyat Indonesia sendiri. Kasus-kasus seperti itu sering kita lihat dalam berita-berita di televisi, surat kabar atau majalah. Seperti yang diberitakan dalam Media Indonesia, dikatakan bahwa terdapat 58 badan usaha di wilayah Jawa Tengah II tenyata tidak pernah melapor apalagi membayar pajak. Saat ini ada 45.906 badan usaha yang terdaftar sebagai wajib pajak baru di Jawa Tengah II. Namun, hanya 42 ribuan yang aktif melapor dan membayar pajak5. Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak mencatat Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang telah mengembalikan SPT Tahunan baru sektiar 55 persen. Sedangkan sisanya, sekitar 45 persen WP OP yang belum mengembalikannya. ketidakpatuhan para wajib pajak perseorangan tersebut bukan karena tebongkarnya korupsi di kantor pajak maupun seruan pemboikotan membayar pajak. Namun, akibat ketaatan dalam melaporkan SPT Tahunan masih rendah.
4
Wulan Rahmadani. 2009. Persepsi Wajib Pajak Badan Melalui Perubahan UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Surakarta, Universitas Islam Batik 5 Budi. 58% Badan Usaha di Jateng Mangkir Bayar Pajak. http://bataviase.co.id/node/791440. diakses 27 Desember 2011 jam 11.11 WIB
5
Meskipun di satu sisi terjadi peningkatan jumlah WP OP cukup tinggi pada tahun ini. Tahun 2010 jumlah WP OP mencapai 16 juta orang. Jumlah itu meningkat dibanding tahun 2009. Tetapi, dari jumlah wajib pajak yang mengembalikan SPT hanya sekitar 55 persen6. Dalam kasus-kasus tersebut biasanya diawali dengan keengganan wajib pajak membayar sampai ia baru bersedia membayar dengan terpaksa apabila sudah ada tindakan dari pihak negara. Kemudian dari sisi pemerintah, kebobrokan itu terlihat dari sikap diskriminasi pemerintah dalam menarik paksa kewajiban pajak dari wajib pajak. Pemerintah kadang atau bahkan sering membiarkan perusahaan-perusahaan besar untuk menangguhkan kewajiban pajaknya karena takut kalau perusahaan tersebut rugi sehingga akan terjadi pemecatan besar-besaran sehingga akan berakibat pada ketidakstabilan ekonomi. Dengan adanya permasalahan tersebut di atas, salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan Negara dari sector pajak maka di buatlah reformasi kebijakan perpajakan Direktorat Jendral Pajak melalui amandemen tiga Undang-Undang perpajakan yaitu, Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), dan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan PPnBM). Reformasi kebijakan tersebut termasuk juga
6
Fajar Sodiq. Banyak Tokoh Vokal Belum Bayar Pajak. http://korupsi.vivanews.com/ diakses 27 Desember 2011 jam 11.35 WIB
6
penyempurnaan atas ketentuan-ketentuan yang menjadi aturan pelaksanaan dari ketiga Undang-Undang tersebut.7 Undang-Undang KUP yang telah disahkan pada tahun 2007 mulai diberlakukan 1 Januari 2008. Pada akhir 2008 diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang memperpanjang pelaksanaan Sunset Policy. Berbagai
peraturan
pelaksanaan
telah
diterbitkan
dalam
rangka
pelaksanaanUndang-undang KUP terdiri atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK), Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen Pajak), dan surat edaran Direktur Jenderal Pajak (SE Dirjen Pajak). Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain:8 1. Pendaftaran NPWP; 2. Pemberian angsuran atau penundaan pembayaran pajak; 3. Pembetulan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, dan surat keputusan tertentu yang dalam penenrbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/ataukekeliruan penerapan ketentuan perpajakan , yang bersifat manusiawi yang tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan wajib pajak; 4. Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang tidak benar, dan pembatalan hasil pemeriksaan; dan 5. Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban seorang kuasa.
7 8
Reformasi Kebijakan Perpajakan. Laporan tahunan 2008. Jakarta, Dirjen Pajak hal.29 Ibid. hal 30
7
Setelah menyelesaikan amandemen UU KUP di tahun 2007, DJP menyelesaikan satu lagi agenda reformasi kebijakan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Tujuan amandemen UU PPh adalah untuk mengankan penerimaan negara yang semakin meningkat, mewujudkan sistem perpajakan yang netral, sederhana, stabil, lebih memberikan keadilan, serta lebih menciptakan kepastian hukum dan transparasi. Beberapa pokok-pokok perubahan dalam amandemen UU PPh antara lain9: 1. Menambahkan beberapa jenis penghasilan yang dikenakan PPh secara final, yaitu penghasilan dari transaksi derivatif, penghasilan dari usaha jasa kontruksi dan real estat, serta penghasilan tertentu lainnya; 2. Menetapkan beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan PPh, yaitu zakat dan sumbangan keagamaan, penghasilan dari laba unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif, beasiswa, sisa lebih lembaga nirlaba bidang pendidikan dan bidang penelitian dan pengembangan, dan bantuan/santunan yang diterima dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 3. Membebaskan sumbangan tertentu sebagai pengurangan penghasilan bruto, yaitu sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, fasilitas pendidikan,dan pembinaan olahraga;
9
Ibid. hal 32
8
4. Mengenakan pajak secara terisah atas penghasilan suami-istri yang memenuhi syarat-syarat tertentu; 5. Menaikkan batas peredaran usaha bagi wajib pajak orang pribadi yang menggunakan norma penghitungan penghasilan dari Rp600 juta menjadi Rp4,8 miliar, 6. Menaikkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri; Tabel 1 Pokok-pokok perubahan dalam amandemen UU PPh Uraian
Sebelum
Setelah
Amandemen
Amandemen
(Rp)
(Rp)
Untuk wajib pajak sendiri
13.200.000
15.840.000
Tambahan untuk Wajib Pajak
1.200.000
1.320.000
1.200.000
1.320.000
13.200.000
15.840.000
yang berstatus kawin Tambahan untuk Wajib Pajak yang memiliki tanggunan (paling banyak 3 orang) Tambahan untuk Wajib Pajak bila penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami
9
7. Mengubah tarif PPh untuk wajib pajak orang pribadi menjadi; Tabel 2 Perubahan Tarif PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Sebelum Amandemen
Setelah Amandemen
Lapisan Penghasilan
Tarif
Lapisan
(Rp)
(%)
Penghasilan (Rp)
s.d 50.000.000
5%
s.d 50.000.000
5%
Di atas 50.000.000
10%
Di
15%
s.d 100.000.000
50.000.000
Tarif (%)
atas s.d
250.000.000 Di 100.000.000
atas
15%
s.d
250.000.000
200.000.000 Di
Di
atas
25%
s.d
500.000.000 atas
25%
200.000.000
Di
atas
30%
500.000.000
8. Menurunkan tarif PPh untuk wajib pajak badan menjadi 28% (25% pada tahun 2010); 9. Mengenakan tarif PPh paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final atas pengahasilan berupa deviden yang dibagikan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri; 10. Mengatur perbedaan tarif pemotongan/pemungutan PPh yang lebih tinggi bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, yaitu 20% lebih tinggi untuk PPh Pasal 21 dan 100% lebih tinggi untuk PPh Pasal 22 dan Pasal 23; 11. Memperluas pemungutan PPh Pasal 22 dengan mewajibkan wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah;
10
12. Mewajibkan pembayaran Fiskal Luar Negeri bagi wajib pajak yang bertolak ke luar negeri yang telah berusia lebih dari 21 tahun dan belum memiliki NPWP. Aturan ini berlaku sampai dengan tahun 2010. 13. Menyediakan fasilitas perpajakan berupa pengurangan tarif PPh bagi kegiatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Beberapa fasilitas di bidang perpajakan di tahun 2008 antara lain, fasilitas PPh untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu, di antaranya berupa pengurangan penghasilan neto, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, dan penambahan masa kompensasi kerugian; Fasilitas berupa penggunaan nilai lain selain harga pasar, yaitu nilai sisa buku bagi wajib pajak yang melakukan restrukturisasi usaha; Fasilitas bagi wajib pajak untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap untuk mengantisipasi ketidaksesuaian antara unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga; Fasilitas berupa pengurangan tarif PPh bagi wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang memenuhi persyaratan tertentu; Kenaikan batasan maksimum harga jual Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang mendapat fasilitas pembebasan PPN; Fasilitas pemberian pengurangan PBB dan BPHTB akibat bencana luapan lumpur Lapindo; Fasilitas berupa Pajak Ditanggung Pemerintah (PDT) yang antara lain digunakan untuk membiayai PPN atas penyerahan minyak goreng dalam negeri, dan tepung terigu.10
10
Ibid. Hal. 31
11
Tujuan dari adanya perubahan dalam kebijakan pemerintah tersebut diatas, tidak lain adalah untuk meningkatkan kepatuhan dan kesadaran Wajib Pajak. Berdasarkan pada uraian diatas maka perlu diperhatikan mengenai efektifitas reformasi kebijakan perpajakan untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak. Terkait dengan paparan tersebut di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Kontribusi kesadaran wajib pajak terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Surakarta”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut di atas, maka
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi efektifitas Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), UndangUndang tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), dan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (UU PPN) 2. Apakah Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), dan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (UU PPN) telah efektif meningkatkan kesadaran wajib pajak badan dan wajib pajak orang untuk meningkatkan penerimaan pajak di KPP Pratama Surakarta ?
12
3. Bagaimana model kedepan untuk meningkatkan kontribusi dan kesadaran wajib pajak badan dan wajib pajak orang untuk meningkatkan penerimaan pajak di KPP Pratama Surakarta ?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah terebut, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), dan UndangUndang tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (UU PPN) 2. Untuk mendeskripsikan efektifitas
Undang-Undang Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), dan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (UU PPN) dalam meningkatkan kesadaran wajib pajak badan dan wajib pajak orang untuk meningkatkan penerimaan pajak di KPP Pratama Surakarta 3. Untuk mengetahui model kedepan dalam meningkatkan kontribusi dan kesadaran wajib pajak badan dan wajib pajak orang untuk meningkatkan penerimaan pajak di KPP Pratama Surakarta
D. Manfaat Penelitian Sejalan dengan tujuan penelitian di atas, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat berupa:
13
1. Manfaat Teoritis a. Untuk mengembangkan ilmu hukum khususnya dalam bidang Hukum Pajak. b. Mampu memberikan pandangan pemikiran berupa konsep atau teori di bidang hukum ekonomi, khususnya mengenai kontribusi kesadaran wajib pajak terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Surakarta. 2. Manfaat Praktis a. Memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti. b. Untuk memberikan gambaran yang lebih nyata kontribusi kesadaran wajib pajak terhadap penerimaan pajak dan sebagai pengetahuan tambahan untuk dapat di baca dan dipelajari lebih lanjut.
E. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai kontribusi kesadaran wajib pajak terhadap penerimaan pajak telah dilakukan oleh beberapa penelitian antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ken Devos, menghasilkan temuan bahwa Literatur kepatuhan pajak menunjukkan bahwa banyak faktor, termasuk, ekonomi, sosial, psikologis dan demografis, dampak pada kepatuhan prilaku Wajib Pajak. Studi penelitian meneliti hubungan jika ada, yang ada antara variabel kepatuhan pajak besar dan sikap dan perilaku baik individu pembayar pajak yang dipilih Australia dan pajak penghindar 'terhadap penggelapan pajak. Penelitian dukungan baik dari Kantor Pajak Australia dan sebuah perusahaan riset pasar terlibat dalam melakukan penelitian.
14
Studi ini menggunakan pendekatan metode campuran menggambar data dari kedua instrumen survei dan wawancara pembayar pajak.
Dalam
temuan itu mengungkapkan bahwa pajak moral, keadilan pajak dan pajak tingkat yang lebih rendah penegakan dan pajak kesadaran baik secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada Australia wajib pajak kepatuhan. Hal ini dipertimbangkan bahwa hasil penelitian ini memberikan informasi yang berguna bagi otoritas pendapatan mengumpulkan dan memiliki implikasinya untuk pengembangan kebijakan pajak.11 2. Penelitian oleh Jose Abiola menghasilkan temuan bahwa penerimaan pajak yang meningkat merupakan fungsi dari strategi penegakan hukum yang efektif yang merupakan murni tanggung jawab administrasi pajak. Nigeria mesin penegakan kekurangan yang meliputi antara lain, memadai tenaga kerja, komputer dan efektif sistem pos dan komunikasi. Studi ini memiliki praktis yang jelas implikasi bagi para praktisi pajak dan pembuat kebijakan pemerintah di negara berkembang pada khususnya12. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Ghirmai Khefela menghasilkan temuan bahwa tujuan utama dari makalah ini adalah untuk mempersiapkan studi kasus
pada
reformasi
kebijakan
pajak
dan
dampaknya,
dengan
spesifik tujuan meneliti reformasi pajak utama Ethiopia; Kenya, Uganda dan
11
Ken Devos. A Comparative Study of Compliant and Non- Compliant Individual Taxpayers in Australia Journal of Business and Policy Research Vol. 7. No. 2. July 2011 Issue. Pp. 180 – 196 12 James Abiola. Impact of Tax Administration on Government Revenue in a Developing Economy – A Case Study of Nigeria International Journal of Business and Social Science Vol. 3 No. 8 [Special Issue - April 2012] 99
15
Ghana. Itu pandangan kebijakan pajak dari berbagai titik pandang, yang berfokus
pada
berbasis
luas
dari
pendapatan
pajak
dan
pada
merancang pajak tertentu utama yang dipilih, kertas ini akan mencakup teori tanggung jawab fiskal bawah mana pemerintah menggunakan pendapatan dan pengeluaran program untuk menghasilkan efek yang diinginkan pada pendapatan nasional, produksi dan praktek keuangan publik. Dalam sebagian besar muncul atau berkembang negara salah satu faktor yang tidak memiliki pertumbuhan ekonomi yang kurang dari pendapatan untuk membiayai ekonomi pembangunan. Menyoroti pajak pendapatan dan profil komposisi, dan membahas masalah utama yang bisa mencegah dengan menerapkan kebijakan pajak yang berlaku di negara-negara. Ada kesenjangan yang besar antara total kebutuhan investasi dan mobilisasi sumber daya domestik (Sachs et al., 2004). Sachs menyarankan bahwa subSahara Afrika (SSA) akan membutuhkan ODA tambahan per tahun sekitar $ 25 milyar untuk memenuhi MDGs13 4. Penelitian yang dilakukan oleh Chantal Whedderburn menghasilkan temuan bahwa makalah ini menyajikan gambaran dari perekonomian pasar informal di Jamaika, sektor yang mewakili sekitar 40% dari GDP total. Secara khusus, kami fokus pada dampak dari informal pada produktivitas, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan sosial. Peneliti menyajikan diskusi yang mendukung transisi dari informal ke pasar formal, dengan
13
T. Ghirmai Kefela. Reforming tax polices and revenue mobilization promotes a fiscal responsibility: A study of east and West African states. Journal of Law and Conflict Resolution Vol. 1(5), pp. 098-106, October, 2009 Available online at http://www.academicjournals.org/JLCR ISSN 2006-9804 © 2009 Academic Journals
16
analisis kelayakan pelaksanaan reformasi pajak dalam rangka untuk menangkap sejumlah besar tertagih pajak dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi pendapatan14 5. Penelitian yang dilakukan oleh Ern Chen Loo, menghasilkan temuan bahwa Tujuan utama dari makalah ini adalah untuk mengukur tingkat kesadaran pajak antara wajib pajak di Sabah dan Sarawak. Sangat penting untuk menjelaskan persiapan kami untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh pelaksanaan Self-Assessment System (SAS) di tahun 2004 dimana wajib pajak diharapkan menjadi fungsional pajak yang sadar dalam menghitung kewajiban pajak mereka sendiri secara akurat. Secara metodologis, subjek secara acak sampel dari pembayar pajak bekerja di kota-kota yang dipilih beberapa di Sarawak dan Sabah. Tes statistik seperti t-tes dan chi-kuadrat diterapkan ke sarana skor melek pajak oleh negara masing-masing dan pembayar pajak masing-masing tempat kerja. Para pembayar pajak di Sarawak yang ditemukan lebih sadar pajak dibandingkan dengan mereka rekan-rekan di Sabah. Meskipun demikian, para pembayar pajak di kedua negara akhirnya tidak siap untuk SAS. lebih agresif upaya yang direkomendasikan untuk meningkatkan kesadaran pajak antara wajib pajak15.
14
Chantal Wedderburn. The informal economy in Jamaica: Is it feasible to tax this sector. Journal of International Business and Cultural Studies 2010 15 Ern Chen Loo. Finding on the impact of Self assessment on the compliance behaviour of individual taxpayer in Malaysia a case study approach. International Journal of Economic and Finance
17
F. Kerangka Berpikir Pajak merupakan salah satu sumber yang cukup penting bagi penerimaan negara guna pembiayaan pembangunan. Kontribusi pajak terhadap pembangunan telah menyamai atau bahkan lebih besar dari sektor minyak dan gas sebagai sumber dana pembangunan. Saat ini
Indonesia mulai
memprioritaskan sektor pajak sebagai sumber pendanaan pembangunan di berbagai bidang. Dengan pajak, pemerintah dapat menyediakan berbagai prasarana ekonomi berupa jalan, jembatan, pelabuhan, air listrik, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas keamanan dan berbagai kepentingan umum lainnya yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, pajak menjadi prioritas penting untuk dijadikan sumber penerimaan utama negara. Dalam era globalisasi atau era persaingan bebas ini, cepat atau lambat tidak dapat ditolak dan harus menerima keberadaan globalisasi ekonomi serta mengambil kesempatan yang dapat timbul akibat adanya perubahan ekonomi internasional. Salah satu perangkat pendukung yang menunjang agar tercapai keberhasilan ekonomi dalam meraih peluang adalah hukum pajak, yaitu keseluruhan peraturan-peraturan yang meliputi kewenangan pemerintah dalam memungut pajak. Besarnya peranan sektor perpajakan dalam mendukung penerimaan negara, maka diperlukan kesadaran seluruh lapisan masyarakat pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan-kebijakan di bidang perpajakan dengan tetap memperhatikan asas keadilan, kepastian, dan kenyamanan.
18
Sektor pajak merupakan pilihan yang tepat untuk mencari alternatif sumber penerimaan negara dari sektor non migas, karena pajak relatif lebih stabil terhadap perubahan kondisi perekonomian dunia, di samping sebagai wujud nyata partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dalam pembiayaan nasional. Reformasi kebijakan Perpajakan yang berupa amandemen tiga UndangUndang Perpajakan merupakan kebijakan Ditjen Pajak untuk meningkatkan pendapatan negara.
Dengan diimplementasikannya
ketiga amandemen
Undang-Undang Perpajakan tersebut, akan di ketahui sejauh mana efektifitas Undang-Undang tersebut dalam meningkatkan kesadaran wajib pajak sehingga mampu memberikan kontribusi penerimaan pajak. Adapun skema kerangka pemikiran dapat dilihat dalam bagan di bawah ini:
19
Penerimaan Pajak Reformasi Kebijakan Perpajakan (UU KUP), (UU PPh), dan (UU PPN) Kesadaran Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Orang
Implementasi
Efektif
Tidak efektif
Struktur, Substansi, Culture
Bagan 1 Kerangka Pemikiran G. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan pendekatan non doktrinal, karena dalam penelitian ini hukum dikonsepkan,
sebagai manifestasi makna-makna simbolik para perilaku
sosial yang tampak sebagai interaksi antar mereka. 2. Spesifikasi Penelitian Tipe kajian dalam penelitian ini lebih bersifat deskriptif, karena bermaksud menggambarkan secara jelas, tentang berbagai hal yang terkait dengan objek yang diteliti, yaitu tentang kesadaran wajib pajak badan dan wajib pajak orang terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Surakarta,
20
efektifitas
Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, dan UndangUndang tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dalam meningkatkan kesadaran wajib pajak badan dan wajib pajak orang untuk meningkatkan penerimaan pajak di KPP Pratama Surakarta dan faktorfaktor yang mempengaruhi efektifitas Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, dan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa. 3. Sumber dan Jenis Data Menurut HB. Sutopo, sumber data mencakup informan, peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, benda, gambar, rekaman, dokumen dan arsip. Penelitian ini menggunakan jenis data yang berasal dari dua sumber yang berbeda, yaitu16: a. Data Skunder Penelitian ini menggunakan jenis sumber data sekunder yang merupakan data utama yang diperoleh melalui kajian bahan pustaka, dalam hal ini berupa data wajib pajak badan dan wajib pajak perorangan serta penerimaan pajak dari tahun 2006 – 2011 yang ada di KPP Pratama Surakarta.
16
HB. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press. Hal. 50
21
b. Data Primer Yaitu data-data yang berupa keterangan-keterangan yang berasal dari pihak-pihak yang terlibat dengan objek yang diteliti yang dimaksudkan untuk dapat lebih memahami maksud, tujuan dan arti dari data skunder yang ada. Data primer ini pada pelaksanaannya hanya berfungsi sebagai penunjang dari data skunder. 4. Metode Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Metode ini dipergunakan untuk mengumpulkan data sekunder, yang dilakukan dengan cara, mencari, mengiventarisasi dan mempelajari peraturan perundang-undangan, doktrin-doktrin, dan data-data sekunder yang lain, yang terkait dengan objek yang dikaji. Adapun instrumen pengumpulan yang digunakan berupa form dokumentasi, yaitu suatu alat pengumpulan data sekunder yang berbentuk format-format khusus, yang dibuat untuk menampung segala macam data, yang diperoleh selama kajian dilakukan. b. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.17 Metode ini dipergunakan untuk mengumpulkan data primer, yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara secara bebas terpimpin, dengan berbagai pihak yang dipandang memahami objek yang diteliti.
17
Lexy J. Moleong RemajaRosdakarya. Hal. 186.
2004.
Metodologi
Penelitian
Kualitatif.
Bandung:
22
5. Metode Analisis Data Analisis
data
merupakan
proses
mengatur
urutan
data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola dan suatu uraian dasar. Proses analisis data merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan perihal rumusan dan hal-hal yang diperoleh dalam penelitian.18 Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Penelitian ini memperoleh data berwujud kata-kata bukan rangkaian angka. Analisis kualitatif menggunakan kata-kata yang biasanya disusun dalam teks yang diperluas.19 Dengan model analisis ini, analisis telah dilakukan sejak pengumpulan data. Dalam hal ini terdapat tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verivikasinya. Sedangkan aktifitas dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Dalam model ini peneliti tetap bergerak dalam komponen analisis seperti tersebut di atas.20 Ditengah-tengah waktu pengumpulan data dan analisis data juga akan dilakukan audit data demi validitas data. Sedangkan sesudah pengumpulan data selesai, bila masih terdapat kekurangan data, dengan menggunakan waktu yang tersedia, maka peneliti dapat kembali ke lokasi penelitian untuk pengumpulan data demi kemantapan kesimpulan. Untuk
18
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: UI Press, 2007). hlm. 15. 19 H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian, (Surakarta : UNS Press, 2002). Hlm. 96. 20 ibid
23
lebih jelasnya, proses analisis data dengan model interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1 Model Analisis Interaktif Pengumpulan data
Reduksi data
Sajian data
Penarikan simpulan/ verifikasi
Sumber : HB. Sutopo, 2002 : 96 .