BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Hindu merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Negara menjamin setiap warga untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu 1, akan tetapi pemerintah tidak mencampuri hal-hal yang menyangkut materi ajaran dan tata cara peribadahan masing-masing agama. Adapun yang berwenang dalam mengatur materi ajaran dan tata cara peribadahan untuk Hindu adalah Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Lahirnya Parisada Hindu pada tahun 1961 telah banyak membantu mempercepat pertumbuhan dan perkembangan agama Hindu di Indonesia.
Menurut penelitian para ahli, secara umum dapat dikatakan bahwa masuk dan berkembangnya agama Hindu berasal dari India, berlangsung dalam kurun waktu yang panjang, kemudian kontak kebudayaan yang menyebar secara perlahan-lahan dari daerah pesisir hingga sampai masalah agama dengan mendirikan kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia 2. Kedatangan agama Hindu ke Indonesia erat hubungannya dengan datangnya masyarakat Tamil pada zaman VOC pada tahun 1602 oleh Belanda.
1 2
. UUD 1945 pasal 19:1 Buku orang India di Sumatera Utara (The Indians in North Sumatera) tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
Berikutnya setelah zaman kemerdekaan diperoleh, kemudian pada tanggal, 3 Januari 1946 Departemen Agama Republik Indonesia berdiri, sebagai salah satu bentuk jaminan pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Adanya pemantapan struktur organisasi Departemen Agama, maka dapat dirasakan telah dapat memberikan pelayanan kepada semua umat beragama, termasuk umat Hindu di Indonesia. Indians first came to the East and the West coasts of North Sumatera long before the Christian Era, to bring the Hindu religion (Prof. Coomalaswamy) “and later on also the Buddhist religion especially during the favourable monsoon from mainland India to Barus during the months November and December. Sumber: Buku orang India di Sumatera Utara (The Indians in North Sumatera) tahun 2008. Kedatangan berbagai etnis India ke pantai Timur Sumatera dan pantai Barat Sumatera Utara sudah jauh sekali sebelum masehi, yaitu membawa Hindu dan terakhir kemudian juga Budha terutama masa arus angin dari India ke Barus pada bulan Nopember dan Desember. Menurut Prof. Coomalaswamy mengatakan bahwa Sumatera yang mulamula sekali dari sejak sebelum Masehi menerima pendatang India 3. Kaitannya erat dengan datangnya masyarakat Tamil, yang membawa pengaruh atas perdagangan dan adat budaya kepada masyarakat di tepi pantai barat Sumatera Utara dan mereka menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta (Sakti, 1993:14).
At Lobu Tua (in Barus) on the western coast of Sumatra Province, stone inscription was found but by the order of the Duth Controller to the Raja of Barus named SUTAN MARA PANGKAT, half of the stonewas destroyed. The remains of the inscription have been still preserved in the archeological section of the Central Museum in Jakarta. Di Lobu Tua (Barus) Pantai Barat propinsi Sumatera Utara telah ditemukan batu bersunat, tetapi atas perintah pembesar Belanda kepada Raja Barus Sutan Mara Pangkat sebagian telah dihancurkan. Adapun sisa3
Buku orang India di Sumatera Utara (The Indians in North Sumatera) tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
sisa dari pecahan batu prasasti itu disimpan di seksi arkeologi Museum Pusat Jakarta. Prasasti Lobu Tua itu dapat kita ketahui bagaimana eratnya hubungan perdagangan dan budaya “benua” India dengan Sumatera (Buku orang India di Sumatera Utara tahun 2008 halaman 1). Hindu mayoritas etnik Tamil. Tamil adalah sebuah kelompok etnis Tamil yang berasal dari Asia Selatan. Komunitas Tamil yang paling tua berasal dari India bagian selatan Sri Lanka bagian Timur Laut. Mereka memiliki sejarah yang ditulis lebih dari 2.000 tahun. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Tamil dan agama mereka adalah agama Hindu, Budha, Kristen, dan Islam. Saat ini, hampir di seluruh provinsi di Indonesia telah terdapat umat Hindu yang tersebar akibat pemerataan pembangunan dan program transmigrasi sehingga pendidikan-pendidikan formal untuk mendalami ajaran agama Hindu juga mulai berkembang, dengan berdirinya sekolah Hindu.
Selain sekolah Hindu, mereka juga membangun Kuil sebagai tempat beribadah atau sembahyang bagi Hindu Tamil. Sampai sekarang ini hampir di seluruh propinsi di Indonesia terdapat Kuil, tempat umat Hindu bersembahyang memuja Ida Sanghyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Selain acara persembahyangan, Kuil juga sebagai tempat melaksanakan upacara. Salah satu upacara yang ada di Kuil, secara khusus di Kuil Shri Singgamma Kali Koil yaitu upacara Adhi Tiruwila.
Upacara Adhi Tiruwila merupakan acara penghormatan dan persembahan syukur kepada Dewi Dhurga yang sudah berjasa memohon kepada Dewa yang mereka yakini melalui doa yang dipanjatkan oleh Dewi Dhurga. Dhurga adalah Dewanagari yang berarti sakti. Dewi Dhurga atau Betari Dhurga yaitu ibu dari
Universitas Sumatera Utara
Dewa Ganesa dan Dewa Kumara (Kartikeya) yang digambarkan sebagai seorang wanita cantik yang berkulit kuning yang mengendarai seekor harimau. Dalam bahasa Sansekerta, Dhurga adalah yang tidak bisa dimasuki atau terpencil. Adapun doa yang dipanjatkan kepada Dewa berisi tentang permohonan supaya Dewa tidak menurunkan penyakit kolera dan cacar karena penyakit ini pada masa lampau sangat membahayakan dan dapat mengakibatkan kematian. Hal inilah yang membuat umat Hindu Tamil melaksanakan upacara Adhi Tiruwila. Upacara Adhi Tiruwila tidak terlepas dari Musik. Musik dalam upacara Adhi Tiruwila berfungsi sebagai penghibur hati Dewi Dhurga sebagai penghancur keangkara. Ensamble musik yang digunakan yaitu ensamble Urumee Melam dan ensamble Nagasvaram. Ensamble Urumee Melam terdiri dari Khanjari, Simbal, Idakka, Thavil, Pampai, Thumbnail, dan Udukai. Sedangkan ensamble Nagasvaram 4 hanya diiringi dengan Tabla. Tabla berasal dari bahasa Arab yaitu “tabl” yang artinya “drum”. Tabla tergolong ke dalam membranofon. Instrumen perkusi dalam ensamble Urumee Melam dan Nagasvaram berasal dari India Selatan. Instrumen perkusi Idakka, Thavil, Pampai, Thumbnail, dan Udukai dimainkan dengan menggunakan stik yang terbuat dari rotan. Instrumen ini sering digunakan pada saat upacara yang diadakan di Kuil.
Khanjari dan Simbal adalah instrumen perkusi yang tergolong kedalam idiofon. Khanjari sama dengan Tamborin. Idakka dianggap Devavadyam
4
Dalam hal ini ensamble Urumee Melam dan ensamble Nagasvaram berasal dari India Selatan sedangkan instrumen Tabla berasal dari India Utara. Hal ini disebabkan karena pemain musik yang mengiringi upacara Adhi Tiruwila tersebut berasal dari Malaysia, yang pada dasarnya di Malaysia adalah mayoritas India Utara.
Universitas Sumatera Utara
(instrumen ilahi), lazim dimainkan di Kuil. Instrumen perkusi Idakka berbentuk drum yang tergolong ke dalam membranofon. Instrumen perkusi Thavil berbentuk barrel yang tergolong ke dalam membranofon. Instrumen perkusi Pampai tergolong ke dalam membranofon, yaitu instrumen sepasang drum yang berkepala ganda. Instrumen perkusi Thumbnail juga tergolong ke dalam membranofon. Instrumen perkusi Udukai
berbentuk drum yang
tergolong ke dalam
membranofon.
Dalam upacara Adhi Tiruwila, musik memiliki aturan tertentu, dengan kata lain tidak sesuka hati untuk dimainkan. Sebelum upacara Adhi Tiruwila dimulai, musik ensemble Urumee Melam dimainkan terlebih dahulu di dalam Aula yang bertujuan untuk menyenangkan hati Dewi Dhurga dan menghibur orang-orang yang hadir pada saat upacara dilaksanakan. Setelah selesai ensamble Urumee Melam dimainkan, acara dilanjutkan dengan pembukaan upacara atau penaikan bendera yang diberi lambang singa berwarna kuning sebagai lambang Dewi Dhurga, yang diiringi dengan ensamble Nagasvaram. Bahkan upacara yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut selalu diiringi oleh musik yaitu ensamble Urumee Melam dan ensamble Nagasvaram.
Pada perayaan upacara Adhi Tiruwila, ada beberapa tahap yang dilaksanakan oleh masyarakat Tamil di Kuil Shri Singgamma Kali. Mereka melaksanakan upacara ini selama tiga hari yaitu pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Pada hari pertama Jumat hari pemujaan Dewi, hari kedua Sabtu yaitu Trobathi Amma, dan pada hari yang ketiga Minggu disebut Phu Kargem. Acara yang dilaksanakan selama tiga hari ini yaitu untuk kemenangan dan
Universitas Sumatera Utara
menyenangkan hati Dewi Dhurga. Penutupan upacara Adhi Tiruwila adalah upacara kurban, yaitu upacara pemotongan kambing sebanyak 31 ekor yang dilaksanakan pada hari Selasa.
Upacara Adhi Tiruwila bukan hanya dihadiri oleh masyarakat Hindu Tamil saja, tetapi juga masyarakat yang beragama Islam, Kristen, dan Budha. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari juga, jemaat yang ikut sembahyang di Kuil Shri Singgamma Kali Koil ini bukan jemaat Hindu Tamil saja, tetapi agama yang lain juga, antara lain Islam, Kristen dan Budha. Hal ini disebabkan oleh keyakinan mereka ketika mendapatkan kesembuhan penyakit dan peningkatan perekonomian yang baik setelah beribadah dari Kuil. Upacara Adhi Tiruwila dihadiri jemaat bahkan orang luar yang menyaksikan upacara ini sebanyak lebih kurang 1000 orang.
Upacara Adhi Tiruwila adalah upacara doa bersama dan ritual tahunan Dewi Dhurga sebagai penghancur keangkara murkaan 5. Salah satu unsur penting dalam upacara Adhi Tiruwila adalah mantra. Istilah bagi mereka ketika mengucapkan mantra atau dengan kata lain chanting yaitu Manthire Upethesem. Mantra dalam upacara keagamaan merupakan doa atau kata-kata yang diucapkan atau dinyanyikan oleh pemimpin upacara yaitu Guru Kal, yang memiliki arti dan terkadang rahasia sifatnya. Mantra wajib hadir dalam setiap upacara, tiada upacara yang lengkap tanpa mantra.
5
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Anan Kumar pada tanggal 10 Januari 2011 di Kuil Singgamma Kali.
Universitas Sumatera Utara
Mantra berasal dari dua suku kata yaitu ‘ man ‘ dan ‘ tra ‘ 6. Suku kata ‘ man ‘ merupakan singkatan dari kata ‘ manan ‘ yang berarti berfikir, sedangkan kata ‘ tra ‘ berasal dari kata ‘ trana ‘ yang berarti bebas, bebas dari keterikatan, sengsara dan penderitaan. Berdasarkan pengertian mantra secara etimologi di atas maka untuk memperoleh berkat dari pengucapan mantra itu diperlukan persyaratan tertentu, misalnya kesucian hati atau keheningan hati, pengertian akan makna mantra, kekhusukan pikiran pada saat melafalkan mantra.
Tidak semua umat Hindu mampu memenuhi persyaratan itu, oleh karenanya hanya orang-orang tertentu yang telah disucikan saja yang dapat melatih diri dengan tekun dapat menguasai mantra itu. Mantra-mantra ini biasanya hanya dapat dinyanyikan oleh para Guru Kal, Pendeta, dan pemimpin upacara keagamaan lainnya.
Mantra yang demikian merupakan ucapan atau nyanyian suci yang ditujukan kepada Tuhan atau roh-roh halus, bersifat rahasia, mengandung makna yang tersembunyi dan kekuatan gaib yang sulit dimengerti dengan akal biasa dengan gaya-gaya atau getaran sangat hebat, meskipun tidak semua mantra yang demikian.
Tujuan dari merahasiakan mantra adalah agar tidak disalahgunakan untuk hal yang tidak baik seperti : mengendalikan orang lain, menyakiti sesama dan lain sebagainya. Oleh karena itu, ilmu mantra baru boleh diajarkan setelah pemahaman dan penghayatan keagamaan seseorang itu telah kuat.
6
Kitab catur veda, yaitu kitab suci agama Hindu.
Universitas Sumatera Utara
Walaupun demikian ada mantra yang sifatnya universal yang wajib diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh umat Hindu. Mantra ini dikenal dengan nama Mantra Koodi Maram dan mantra Gauri Storasa-namaha yaitu mantra yang harus diucapkan oleh umat Hindu setiap upacara Adhi Tiruwila yang ditujukan kepada Dewi Dhurga. Pada upacara keagamaan, mantra ini dinyanyikan oleh Guru Kal dan umat dalam bentuk lagu pujian atau doa dalam bentuk syair.
Mantra memiliki banyak jenis dan ragam. Ada mantra yang hanya terdiri dari dua, tiga, atau lima suku kata, seperti : om, Aum, Om Ang Ah, Aum Ung Mang, Sang bang, Ang, Ing, dan sebagainya. Mantra semacam ini disebut bija mantra atau pranawa. Bija Mantra yaitu suara yang merupakan simbol.
Bija-bija inilah yang harus diingat dan dikenal baik-baik bila belajar mengucapkan karena kekuatan dari mantra ada dalam bija tersebut 7. Mantra yang mempunyai kekuatan dan gaya-gaya yang sangat kuat dan hebat harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :
(1) Sadhana. Sadhana adalah jalan yaitu yang meliputi adanya guru, adanya upacara abhiseka atau diksa yakni upacara yang diadakan bertujuan agar mendapat restu dan ijin mengucapkan mantra. (2) Adanya Dewata yang merupakan sarana untuk mencapai tujuan menurut nama sifat dengan segala sifatnya. (3) Percaya dan yakin kepada kebenaran dan kekuatan mantra itu. (4) Adanya suara- suara inti sebagai bija (benih) yang diucapkan.
7
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Welaidem di Kantor Kuil Shri Mariamman pada tanggal 27 Januari 2011.
Universitas Sumatera Utara
Bila keempat hal tersebut diatas dipenuhi maka mantra akan mempunyai kekuatan tertentu. Kekuatan inilah yang hendak diwujudkan dalam mengucapkan mantra, sehingga tercapai tujuan dari mantra tersebut. Mantra pada upacara Adhi Tiruwila ini merupakan suatu penyajian yang menarik perhatian penulis. Mantra merupakan kata-kata atau doa. Disini yang menjadi objek penelitian penulis adalah musik. Yang dimaksud musik dalam upacara Adhi Tiruwila yaitu musik instrumen dan musik vokal. Musik instrumen terdiri ensamble Urumee Melam dan ensamble Nagasvaram, sedangkan musik vokal yang dimaksud penulis yaitu mantra dinyanyikan tanpa diiringi musik.
Di dalam mantra ini terdapat teks yang berisi doa. Melodi teks mantra mengandung unsur musikal yang berhubungan dengan bahasa, sehingga mengkombinasikan keseluruhan mantra ini menjadi sebuah nyanyian (musik vokal). Mantra ini dinyanyikan sebagai media
komunikasi spiritual terhadap
Dewi Dhurga dan alam gaib. Sedangkan bahasa yang digunakan pada waktu menyanyikan mantra dalam upacara ini adalah bahasa Sansekerta.
Dalam menjelaskan mantra sebagai musik vokal di atas, penulis mengacu kepada teori Malm, (1977:4) yang mengatakan bahwa peristiwa bunyi mana saja dapat dianggap dan diteliti sebagai musik bila mengandung kombinasi elemenelemen yaitu nada, ritem, dan dinamika.
Adapun teks mantra berasal dari kitab Mantra yang dimiliki oleh umat Hindu yaitu kitab Catur Veda. Kitab ini tersusun dalam bentuk syair-syair pujaan. Mantra ini termasuk nyanyian yang logogenik, dimana mengutamakan teks dari pada struktur musiknya (Malm, 1977:13). Dengan mengetahui teks mantra lagu
Universitas Sumatera Utara
yang terdiri dari kata-kata, rangkaian kalimat, serta makna-makna yang diungkapkan oleh isi teks, dapat dilihat bagaimana perilaku umat Hindu sebagai pendukung upacara ini, sehingga dapat diketahui tujuan apa yang akan diinginkan dari nilai-nilai religius yang tercermin dari mantra ini. Hal ini lebih lanjut dinyatakan oleh Merriam, (1964:187) bahwa salah satu sumber atau bahan yang paling jelas mengenai perilaku manusia dalam hubungannya dengan musik adalah teks lagu.
Alasan lain mengapa penulis memilih judul di atas dengan mengacu pada teori Nettl, (1964:5) yang mengatakan salah satu studi Etnomusikologi yang mempelajari musik bukan hanya batasan tetapi juga penting untuk mengetahui dan mempelajari kebudayaan masyarakatnya. Berangkat dari sinilah penulis ingin mengetahui dan meneliti berbagai aspek yang terkait dengan deskripsi upacara, musik dan teks mantra yang terdapat dalam pelaksanaan upacara Adhi Tiruwila.
Hal-hal di atas tersebut yang menjadi dasar penulis sehingga memilihnya menjadi tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra USU Medan. Dengan demikian penulis memberi judul: “STUDI DESKRIPTIF MUSIK DALAM KONTEKS UPACARA ADHI TIRUWILA PADA MASYARAKAT TAMIL DI KUIL SHRI SINGGAMMA KALI KOIL MEDAN”. 1.2 Pokok Permasalahan Dari sekian banyak upacara yang diadakan di Kuil Shri Singgamma Kali Koil, salah satu adalah upacara Adhi Tiruwila. Upacara ini menggunakan
Universitas Sumatera Utara
ensemble musik yaitu Nagaswaram dan ensamble Urumee Melam. Selain Nagasvaram dan Urumee Melam yang memegang peran penting adalah Mantra.
Mantra diucapkan atau dinyanyikan oleh Guru Kal dan ada yang dinyanyikan oleh umat selama upacara berlangsung. Berangkat dari fokus penelitian tersebut, maka penulis akan membatasi penulisannya pada pokokpokok permasalahan berikut:
1. Mendeskripsikan upacara Adhi Tiruwila dan unsur-unsur pendukung upacara Adhi Tiruwila pada masyarakat Hindu Tamil di Kuil Singgamma Kali Koil. Adapun unsur-unsur pendukung upacara tersebut menurut (Koentjaraningrat, 1985:243) adalah: waktu, tempat, benda-benda dan perlengkapan, pemimpin, dan peserta upacara. 2. Bagaimanakah makna yang tercermin dari teks Puja Dewi Dhurga tersebut? 3. Bagaimanakah aspek musikal dari Puja Dewi Dhurga yang dinyanyikan dengan melihat hubungan musik dengan teks Puja Dewi Dhurga dalam upacara Adhi Tiruwila pada masyarakat Hindu Tamil di Kuil Singgamma Kali Koil Medan? 4. Bagaimana fungsi musik dalam upacara Adhi Tiruwila? 1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulis mengadakan penelitian dan penulisan ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan dan mendokumentasikan upacara Adhi Tiruwila pada masyarakat Hindu Tamil di Kuil Singgamma Kali Koil Medan.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mendeskripsikan musik yang dipakai pada
upacara Adhi
Tiruwila
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang jalannya upacara Adhi Tiruwila pada masyarakat Hindu Tamil di Kuil Singgamma Kali Koil Medan. 2. Memberikan suatu kajian musikologis suatu upacara religi yang melibatkan unsur-unsur musikal dalam disiplin ilmu Etnomusikologi secara khusus, dan ilmu pengetahuan secara umum. 3. Salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. R. Merton mendefinisikan: “Konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati; konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan hubungan empiris” (Merton,1963: hal.89).
Adapun konsep musik dalam konteks upacara Adhi Tiruwila yang dimaksud penulis adalah musik instrumen dan musik vokal. Musik instrumen terdiri dari ensamble Urumee Melam dan ensamble Nagasvaram, sedangkan musik vokal yang dimaksud yaitu mantra. Adapun konsep penulis terhadap judul
Universitas Sumatera Utara
skripsi ini adalah sebagai berikut: Upacara Adhi Tiruwila adalah upacara doa bersama dan ritual tahunan Dewi Dhurga sebagai penghancur keangkara murkaan.
Kata deskriptif adalah bersifat menggambarkan apa adanya (KBBI 2005:258). Upacara dalam konteks agama menurut Koentjaraningrat, (1992:252) disebut sebagai kelakuan agama (perasaan cinta, hormat, bakti, tetapi juga takut, ngeri dan lain sebagainya) yang bertujuan untuk mencari hubungan dengan dunia gaib.
Istilah masyarakat dalam penulisan judul memiliki arti seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, (1983:106-107), yaitu sebagai asosiasi manusia yang ingin mencapai tujuan-tujuan tertentu yang terbatas sifatnya, sehingga direncanakan pembentukan organisasi-organisasi tertentu.
Selain itu, Soerjono menambahkan bahwa istilah masyarakat sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai, norma-norma, tradisi, kepentingan-kepentingan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, maka pengertian masyarakat tak mungkin dipisahkan dari kebudayaan dan kepribadian.
Dhurga adalah Dewanagari yang berarti sakti. Dewi Dhurga atau Betari Dhurga yaitu ibu dari Dewa Ganesa dan Dewa Kumara (Kartikeya) yang digambarkan sebagai seorang wanita cantik yang berkulit kuning yang mengendarai seekor harimau. Dalam bahasa Sansekerta, Dhurga adalah yang tidak bisa dimasuki atau terpencil.
Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar
Universitas Sumatera Utara
memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya (KBBI edisi kedua 1995 halaman 1024). Puja Dewi Dhurga dalam upacara Adhi Tiruwila pada masyarakat Tamil di Kuil Singgamma Kali Koil secara ilmiah menghasilkan bentuk musik seperti yang dikemukakan oleh Malm. Pernyataan ini didasari pemahaman bahwa bunyi yang dihasilkan proses mekanis organ tubuh manusia dan peristiwa bunyi yang dihasilkan.
Upacara Adhi Tiruwila bertujuan untuk menolak bala atau penyakit bagi masyarakat Hindu pada masa lampau hingga sampai saat ini upacara Adhi tiruwila dilaksanakan guna untuk menolak bala atau penyakit 8. Upacara Adhi Tiruwila memiliki beberapa makna bagi umat Hindu Tamil, yaitu:
1. Upacara Adhi Tiruwila adalah merupakan upacara doa bersama dan ritual tahunan Dewi Dhurga sebagai Dewi penghancur keangkara murkaan. Dinamakan Adhi karena dilaksanakan pada saat bulan Adhi berdasarkan hitungan bulan India jatuh pada bulan Juli dan berakhir pertengahan bulan Agustus, maksudnya adalah jemaat yang sudah ber-nazar memulai puasa pada bulan Juli pertengahan sampai bulan Agustus hingga waktu puasa mereka genap sebulan atau minimal 21 hari. Upacara Adhi Tiruwila dilaksanakan pada tanggal 13 sampai dengan 15 Agustus 2010.
Upacara Adhi Tiruwila mempunyai makna philosofis yang tersirat. Jika diartikan dalam bahasa Indonesia yang sederhana, Adhi Tiruwila berarti bulan
8
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Naransami (Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia) Sumatera Utara pada tanggal 7 Februari 2011.
Universitas Sumatera Utara
Adhi, dimana kegiatannya yang utama adalah upacara masak bubur secara massal (upacara tuang bubur bersama).
2. Upacara Adhi tiruwila dapat digunakan sebagai media untuk menyembah Dewi Dhurga yang sudah berjasa bagi umat Hindu, sehingga penyakit yang dapat membahayakan umat Hindu pada masa lampau tidak timbul lagi. Menurut keyakinan mereka, umat Hindu yang baru pertama kali mengikuti upacara dan yang telah rutin akan memperoleh berkat melalui doa-doa yang dipanjatkan, yang dilakukan oleh Guru Kal dan bersembahyang bersama.
Konsep tentang penyajian mantra secara etnomusikologi dikategorikan sebagai musik vokal, penulis berpedoman kepada teori Malm, (1977:4) dan Willi Apel, (1972:918) yang telah diuraikan sebelumnya, dan unsur musikal seperti inilah yang terdapat di dalam penyajiannya.
Mantra adalah ucapan atau nyanyian suci yang ditujukan kepada Sang Hyang Widhi dan roh-roh halus yang diyakini keberadaannya 9. Mantra ada yang diucapkan
dan
dinyanyikan.
Konsep
tentang
penyajian mantra
secara
etnomusikologi dikategorikan sebagai musik vokal, penulis berpedoman kepada teori Malm, (1977:4) dan Willi Apel, (1972:918). Pinandita adalah seorang rohaniawan Hindu yang bertugas selaku pembantu mewakili Pendeta.
Berdasarkan pemahaman ini, penulis secara Etnomusikologis menyatakan bahwa peristiwa Puja Dewi Dhurga yang mengandung pola-pola melodis dapat
9
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Welaidem selaku Pinandita pada tanggal 2 Febuari 2011.
Universitas Sumatera Utara
dikategorikan sebagai bentuk nyanyian dan penyajian dan ensambel Urumee Melam dan Nagaswaram dalam bentuk aspek ritmis dikategorikan sebagai bentuk musik. Peristiwa bunyi yang terjadi pada masyarakat Hindu Tamil ini terangkum dalam sebuah kegiatan ritual yang mereka sebut upacara Adhi Tiruwila.
Dalam mendeskripsikan upacara Adhi Tiruwila, penulis menggunakan konsep unsur-unsur pendukung upacara yang dikemukakan Koentjaraningrat (1985:168) bahwa upacara keagamaan terbagi atas 4 komponen, yaitu : (a) tempat upacara, (b) saat upacara, (c) benda-benda dan alat-alat upacara, (d) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.
1.4.2 Teori
Teori merupakan alat yang terpenting dari suatu ilmu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan. Kecuali (1) menyimpulkan generalisasi-generalisasi dari faktafakta hasil pengamatan, teori itu juga; (2) memberi kerangka orientasi untuk analisa dan klasifikasi dari fakta-fakta yang dikumpulkan dalam penelitian; (3) memberi ramalan terhadap gejala-gejala baru yang akan terjadi; (4) mengisi lowongan dalam pengetahuan kita tentang gejala-gejala yang telah atau sedang terjadi. Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dalam membahas permasalahan.
Dalam menyelesaikan tulisan ini, penulis berpegang pada beberapa teori yang berhubungan judul di atas. Teori yang dimaksud sesuai dengan pendapat koentjaraningrat (1977:30) yaitu bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-
Universitas Sumatera Utara
buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang suatu teori-teori yang bersangkutan. Dengan demikian teori adalah pendapat yang dijadikan acuan dalam membahas tulisan ini. Upacara Adhi Truwila juga menggunakan doa-doa dari kitab suci yang dinyanyikan, yang sebagaimana istilah tersebut adalah Chanting 10, yaitu:
1. In general, music which is song in accordance with prescribed ritual or tradition 2. In particular, uncaccompanied vocal music used for service of Christian church, ambrosian chant, gregorian chant (also called “plain chant”or”plain song); 3. In anglican church used only of singing psalms and canticles 4. Song, singing, voice.
Artinya yaitu: 1. Secara umum, musik yaitu lagu yang disesuaikan dengan suatu ritual atau tradisi. 2. Sesuai dengan fakta, musik vokal yang tidak diiringi digunakan sebagai bentuk pelayanan dalam gereja kristen, chanting ambrosian, chanting gregorian (atau disebut juga dengan “plain chant” atau “plain song”). 3. Di gereja Anglikan digunakan hanya menyanyi Mazmur dan Kidung. 4. Lagu, menyanyi, suara. Berikut ini teori-teori yang digunakan, yaitu :
1. Untuk mengkaji upacara Adhi Tiruwila, penulis mengacu pada pendapat Koentjaraningrat, (1980:24) yaitu : “Upacara adalah merupakan suatu kelakuan keagamaan yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku, kelakuan keagamaan tersebut merupakan perbuatan-perbuatan manusia yang bertujuan menjalin hubungan dengan alam gaib”. 10
Dari Concise Dictionary of Music halaman 82.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengkaji teks mantra yang disajikan secara musikal pada konteks upacara ini, penulis mengacu kepada teori Merriam, (1964:187) yang mengatakan salah satu sumber yang pokok yang dapat kita pakai untuk memperdalam pengertian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan musik adalah pada teks nyanyian. Teks itu tentu saja perilaku bahasa bukan musik, tetapi teks adalah bagian integral daripada musik. Dan disini jelas bahwa bahasa yang digunakan pada musik berbeda dari bahasa yang dipergunakan sehari-hari. Unsur teks yang akan di analisis adalah makna denotatif (sebenarnya) konotatif, dan gaya bahasa. Musik merupakan peristiwa bunyi yang mengandung kombinasi elemen-elemen nada, ritem dan dinamik yang mengkombinasikan atau sama sekali tidak berhubungan dengan bahasa yang dituturkan sehari-hari (Malm, 1977:4). Dari pengertian musik tersebut, dapat dipahami bahwa musikal merupakan hal yang berkenaan atau mengandung unsur musik.
2.
Untuk mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan dan fungsi mantra sebagai musik vokal pada upacara Adhi Tiruwila, penulis mengacu kepada teori penggunaan dan fungsi musik. Teori ini seperti yang dikemukakan oleh Merriam, (1964:219-222) mengatakan secara implisit bahwa penggunaan (uses) dilakukan dalam konteks upacara, yang dapat dilihat saat itu juga, sedangkan fungsi (function) mempunyai dampak yang lebih jauh dan dalam. Merriam menawarkan ada sepuluh fungsi musik antara lain : (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi penghayatan estetika, (3) fungsi hiburan (4) fungsi perlambangan, (5) fungsi reaksi jasmani, (6) fungsi komunikasi, (7) fungsi kesinambungan kebudayaan, (8) fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, (9) fungsi pengesahan
Universitas Sumatera Utara
lembaga sosial dan upacara keagamaan, (10) fungsi pengintegrasian masyarakat, tetapi Merriam tidak mengadakan pembatasan, mungkin fungsinya lebih dari sepuluh. 3.
Teori tangga nada (weighted scale) yang harus diperhatikan dalam menganalisis melodi, penulis mengacu pada teori Malm, (1977:7-9) yaitu ada delapan unsur melodi yang dapat digunakan untuk menganalisis, seperti : (1) tangga nada ; (2) nada dasar ; (3) wilayah nada ; (4) jumlah nada-nada ; (5) jumlah interval ; (6) pola-pola kadensa ; (7) formulaformula melodik ; (8) kontur.
Untuk melihat hubungan antara teks mantra dengan melodi, penulis menggunakan teori Malm, (1977:8) mengatakan apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel (suku kata), gaya ini disebut silabis, sebaliknya bila suatu silabel dinyanyikan dengan nada-nada yang berjumlah banyak disebut melismatis. Kedua teori ini penulis gunakan untuk menganalisis melodi mantra.
4.
Dalam hal transkripsi terhadap mantra, penulis berpedoman kepada teori Nettl, (1964:98) yang memberikan dua pendekatan yaitu : 1. Kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita dengar. 2. Kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut di atas kertas, dan kita mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut. Dalam hal notasi musik, penulis mengacu kepada tulisan Charles Seeger, (1971:24-34), yang mengemukakan bahwa ada dua jenis notasi yang dibedakan menurut tujuan notasi tersebut :
Universitas Sumatera Utara
Pertama adalah notasi preskriptif, yaitu notasi untuk seorang penyaji (bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi musik), selanjutnya dikatakan notasi ini merupakan pedoman tentang bagaimana musik tertentu itu dapat diwujudkan oleh pemain musik.
Kedua adalah notasi deskriptif, yaitu suatu laporan yang disertai notasi secara lengkap tentang bagaimana sebenarnya suatu musikal dalam suatu pertunjukan diwujudkan. Transkripsi ini digunakan untuk analisis. Untuk pendekatan analisis, penulis menggunakan dan membuat transkripsi yang deskriptif.
Untuk mendukung pembahasan dari segi musikologis tersebut diperlukan suatu transkripsi. Menurut Nettl, (1964:99) bahwa pengertian transkripsi adalah proses menotasikan bunyi, membuat bunyi menjadi sumber visual. Dalam membicarakan pendeskripsian dari ritem, analisis bentuk, frase dan motif-motif.
Selanjutnya,
Nettl,
(1964:148-150)
menyarankan
bahwa
untuk
mendeskripsikan ritem sebaiknya dimulai dengan membentuk harga-harga not yang dipakai dalam sebuah komposisi dan menerangkan fungsi dan konteks masing-masing nada. Selanjutnya pola ritem yang sering diulang, sebaiknya dicatat.
Merriam membagi penggunaan musik kedalam 5 (lima) kategori, yaitu: 1) Hubungan musik dengan kebudayaan material, 2) Hubungan musik dengan kelembagaan sosial, 3) Hubungan musik dengan manusia dan alam, 4) Hubungan musik dengan nilai-nilai estetika, 5) hubungan musik dengan bahasa. Penggunaan
Universitas Sumatera Utara
(uses) musik berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan (folkways) memainkan musik tersebut, baik sebagai aktifitas yang berdiri sendiri atau dalam aktifitas yang lain.
1.5 Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti upacara Adhi Tiruwila ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk Miller dalam Moleong, (1990:3) yang mengatakan 11:
“Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya”. Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu : tahap sebelum ke lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap pra lapangan penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang diperlukan sebelum turun ke dalam penelitian itu sendiri. Dalam bagian ini disusun rancangan penelitian ini, menjajaki atau menilai keadaan lapangan, memilih informan, perlengkapan penelitian dan etika penelitian. Dalam disiplin Ilmu Etnomusikologi, ada beberapa pendapat yang mengemukakan prinsip dasar dari penggunaan metode yang digunakan dalam sebuah penelitian Etnomusikologi. Salah satunya adalah sebagai berikut: “Penggunaan metode sangat tergantung kepada orientasi teoritis dan asumsi-asumsi dasar yang digunakan, khususnya yang melandasi tujuantujuan tersebut (Alan P Merriam)” 12.
11 12
Dalam Buku Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Kutipan dari Alan P Merriam. Lihat juga dari Rahayu Supanggah 1995:89.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya pada tahap pekerjaan di lapangan seorang peneliti untuk mengumpulkan data semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis menggunakan alat bantu yaitu Handycam merk Sony, kamera digital merk Nikon, dan catatan lapangan. Pengamatan langsung (menyaksikan) upacara Adhi Tiruwila pada bulan Agustus. Untuk mendukung data yang diperoleh dari kerja lapangan, penulis melakukan wawancara, yang dalam hal ini adalah wawancara terbuka dan wawancara yang tidak berstruktur. Menurut Koentjaraningrat, (1977:173-176) menyebutkan wawancara terbuka adalah wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan dengan jawaban-jawaban atau cerita-cerita yang panjang, tidak terbatas jawaban ya atau tidak. Dalam wawancara ini para informan tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui juga apa maksud dari wawancara tersebut.
Sedangkan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang dalam pelaksanaan tanya jawabnya berlangsung seperti percakapan sehari-hari. Informan biasanya terdiri dari mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka telah mengetahui informasi yang dibutuhkan, dan wawancara biasanya berlangsung lama.
Dalam tahap menganalisis data penulis mengorganisasikan data yang telah terkumpul dari catatan lapangan, foto, studi kepustakaan, rekaman, dan sebagainya ke dalam suatu pola atau kategori. Dan sebagai hasil akhir dari menganalisis data adalah membuat laporan yang dalam hal ini adalah penulisan skripsi.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1 Pemilihan Lokasi Penelitian
Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih Kuil Shri Singgamma Kali Koil, yang terletak di Jalan Karya Mesjid, Gang Aman No. 23 E Medan. Lokasi penelitian ini ditetapkan dengan alasan yaitu :
Kuil Shri Singgamma Kali Koil merupakan satu-satunya Kuil yang melaksanakan upacara Adhi Tiruwila di Medan. Di sini penulis mendapat ijin dari pihak panitia upacara Adhi Tiruwila dan Pendeta untuk menyaksikan dan mengikuti jalannya upacara ini, sebagai sarana tempat penelitian penulisan dan tokoh-tokoh adat yang mengetahui tata cara upacara ini masih ada yang berdomisili di Medan.
Selain itu juga, jemaat yang ada Kuil Shri Singgamma Kali Koil dengan tangan terbuka mau menerima penulis serta memberikan informasi-informasi berharga yang berkaitan dengan objek penelitian yang menjadi objek penulisan skripsi ini.
1.5.2 Pemilihan Informan
Untuk pengumpulan data yang diperlukan, penulis memilih beberapa informasi yang dapat memberikan informasi-informasi yang berhubungan dengan objek penelitian ini. Hal ini didukung oleh pendapat Koentjaraningrat, (1977:163164) mengenai informan pangkal dan informan pokok.
Universitas Sumatera Utara
1. Informan pangkal adalah informan yang memberikan petunjuk kepada peneliti tentang adanya individu lain dalam masyarakat yang dapat memberikan berbagai keterangan yang diperlukan. 2. Informan pokok (kunci) adalah informan yang ahli tentang sektorsektor masyarakat atau unsur-unsur kebudayaan yang ingin kita ketahui. Dalam penelitian ini yang menjadi informan pokok (kunci) adalah Bapak Supiah selaku Pendeta, dan beberapa informan pokok lainnya. Untuk penelitian ini yang menjadi informan pangkal adalah Bapak Jonni yaitu yang telah memberikan informasi tentang upacara Adhi Tiruwila dan lokasi penelitian Kali Koil Singgamma.
1.5.3 Metode Pengumpulan Data
1.5.3.1 Studi kepustakaan
Dalam tahapan ini penulis mencari, mempelajari, dan menggunakan literatur-literatur
yang
berhubungan
dan
dapat
membantu
pemecahan
permasalahan. Dari hasil studi kepustakaan yang dilakukan penelitian upacara Adhi Tiruwila dalam hubungannya dengan mantra masih sulit didapat.
Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan konsepkonsep, teori, serta informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pembahasan atau penelitian, dan menambah wawasan penulis tentang kebudayaan masyarakat Tamil yang diteliti yang berhubungan dengan kepentingan pembahasan atau penelitian.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3.2 Penelitian Lapangan
Sebagai acuan dalam mengumpulkan data di lapangan, penulis berpedoman kepada tulisan Harsja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku Metode-metode penelitian masyarakat. Dalam buku ini tersebut dikatakan, bahwa pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan (field work) dengan menggunakan:
1. Observasi (Pengamatan)
Dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan langsung, hal ini sesuai dengan pendapat Harja W. Bachtiar, (1990:114-115) bahwa seorang peneliti harus melihat langsung akan kegiatan-kegiatan dari sasaran penelitiannya dalam mendapatkan data-data di lapangan, maka pengamat menghadapi persoalan bagaimana cara ia dapat mengumpulkan keterangan yang diperlukan tanpa harus bersembunyi, tetapi juga tidak mengakibatkan perubahan oleh kehadirannya pada kegiatan-kegiatan yang diamatinya.
Mengacu pada teori di atas penulis mengumpulkan keterangan yang diperlukan dengan cara mengamati sasaran penelitian, misalnya tentang jalannya upacara, sarana yang dipergunakan, pelaku upacara, dan masalah-masalah lain yang relevan dengan pokok permasalahan, dan dalam pengamatan, penulis juga melakukan pencatatan data-data di lapangan sebagai laporan hasil pengamatan penulis. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak panitia upacara.
2. Wawancara
Universitas Sumatera Utara
Untuk memperoleh data-data yang tidak dapat dilakukan melalui observasi tersebut (seperti konsep-konsep etnosains, ajaran agama Hindu dalam upacara ini dan lainnya) penulis melakukan wawancara.
Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi (Koentjaraningrat, 1981:162). Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara lisan dari para informan. Untuk ini penulis mengacu pada pendapat Koentjaraningrat, (1990:129-155) yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu : persiapan wawancara, teknik wawancara, dan pencatatan data wawancara. Sedangkan wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas, dan wawancara sambil lalu.
Dalam wawancara terfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu tetapi selalu terpusat kepada pokok permasalahan lain. Wawancara sambil lalu, sifatnya hanya untuk menambah data yang lain. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan ketiga wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan dan mencatat secara langsung data-data yang diperlukan.
3. Perekaman
Dalam hal ini penulis melakukan perekaman dengan 2 cara :
1. Perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman audio dengan menggunakan Handycam merk Sony mini DVD. Perekaman ini sebagai bahan analisis tekstual dan musikal.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar digunakan Kamera Digital merk Nikon. Pengambilan gambar dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak panitia dan Pendeta. 1.5.3.3 Kerja Laboratorium Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah didapat dari lapangan. Pada tahap kerja laboratorium, seluruh hasil kerja yang telah diperoleh dari studi kepustakaan dan dari hasil penelitian di lapangan di olah, diseleksi, disaring untuk dijadikan data dalam penulisan skripsi ini. Data yang dipergunakan dalam penulisan ini merupakan data-data yang sesuai dengan kriteria disiplin ilmu Etnomusikologi. Menurut Soetandyo Wignjosoebroto dalam Metode-Metode Penelitian Masyarakat oleh Koentjaraningrat, (1981:328), setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan dan laboratorium, tahap berikutnya yang dilakukan adalah tahap analisa. Pada akhirnya hasil dari pengolahan data dan penganalisaan disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan. Analisis hasil penelitian yang digunakan untuk mengerjakan penelitian ini ialah analisis kualitatif dan yang menjadi teknik penyajian dalam bentuk tulisan ialah deskriptif. Dengan menggunakan teknik analisis ini, hasil penelitian akan dijelaskan dan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh. Analisis kualitatif yang digunakan oleh penulis selanjutnya dipakai untuk membahas komponen pendukung upacara Adhi Tiruwila masyarakat Tamil di Kuil Shri Singgamma Kali Koil. Dan jika data yang dirasa masih kurang lengkap, maka
Universitas Sumatera Utara
penulis melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau informan lain dan hal ini dilakukan berulang-ulang.
Universitas Sumatera Utara