BAB I KETUHANAN DALAM AGAMA HINDU ANTARA PANTEISME DAN MONISME
A. Latar Belakang Masalah “Tuhan” merupakan satu dari sekian banyak ekspresi puitis tentang suatu nilai yang tertinggi dalam sejarah kemanusiaan.1 Tuhan semula diakui sebagai prinsip dasar dalam memahami semua hukum alam dan pikiran manusia.2 Namun dalam perkembangan selanjutnya Tuhan dijadikan sebagai “Dugaan sementara” yang kadang tidak dibutuhkan manusia. Maka masalah Tuhan dikemukakan berpangkal dari manusia. Dalam sejarah kehidupannya, manusia selalu diwarnai dengan kepercayaan terhadap Tuhan. Kebenaran ungkapan ini dibuktikan dengan tumbuh dan berkembangnya berbagai kepercayaan dan agama yang dianut dan dipeluk oleh umat manusia (homo sapiens) yang pernah hidup di atas bumi dari masa pra sejarah sampai zaman modern.3 Perkembangan kepercayaan manusia terhadap Tuhan berlangsung dari fase ke fase secara evolutif.4 Para ahli perbandingan agama dengan dukungan teori evolusi membagi kepercayaan manusia terhadap Tuhan menjadi tiga fase, yaitu fase politeisme, fase henoteisme dan fase monoteisme.5 Dan ada yang menambahkan dua fase lagi yaitu fase dualisme dan fase panteisme. Pada fase politeisme, manusia pertama mengangkat dewa-dewa (Tuhan) dengan jumlah puluhan, bahkan ratusan, pada fase ini hampir setiap keluarga besar mempunyai dewa yang dipujanya.6 Seperti dalam ajaran Hindu yang disebutkan dalam kitab-kitab Veda. Jumlah dewa dalam agama ini sebanyak 32 dewa yang 1
Erich Fromm, Manusia Menjadi Tuhan: Pergumulan Antara “Tuhan Sejarah” dan “Tuhan Alam”, terj. Evan Wisastra, M. Rusdhan dan Firmansyah Agus, (Yogyakarta: Jalasutra, 2002), cet. I, hlm. 21. 2 Tom Jacobs S.J., Paham Allah: Dalam Filsafat, Agama-agama dan Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), cet. V, hlm. 72. 3 K. Sukardji, Agama-agama yang Berkembang di Dunia dan Pemeluknya, (Bandung: Angkasa, 1993), cet. X, hlm. 38. 4 Ibid, hlm., 39. 5 Ibid., hlm., 46. 6 Abbas Mahmoud al-Akkad, Ketuhanan Sepanjang Ajaran Agama-agama, tej. A. Hanafi, M.A, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), cet. I, hlm. 21.
1
2
mempunyai fungsi masing-masing dalam hubungannya dengan kehidupan manusia.7 Pada fase kedua, yaitu fase Henoteisme, dewa-dewa tetap banyak, tetapi ada satu yang menonjol dan paling dihormati dari yang lain, apakah karena dewa tersebut adalah dewa dari suku besar yang ditunjuki kepemimpinannya oleh sukusuku lain ada yang di andaikan dalam urusan pertahanan dan kehidupan ataukah karena dewa yang satu itu dapat mewujudkan lagi pemuja-pemujanya. Suatu maksud yang lebih besar dan lebih diperlukan daripada semua kebutuhan yang dapat diwujudkan oleh berbagai dewa lainnya. Pada fase ketiga (monoteisme), umat pemuja bersatu untuk berkumpul dalam suatu pemujaan yang cukup merukunkan mereka. Meskipun adanya bermacam-macam dewa pada tiap-tiap daerah dari berbagai daerah yang terpisahpisah pada fase ini sesuatu umat dapat memaksakan ibadahnya sendiri atas umat lainnya,
sebagaiman
ia
memaksakan
kedaulatan
mahkota
dan
pemilik
singgasananya (raja atas umat lain). Menurut ulama Perbandingan Agama, kepercayaan dualisme (dua Tuhan) seringkali muncul sesudah kepercayaan monoteisme atau adanya perebutan ketunggalan (ke-satu-an) antara Tuhan sesuatu negeri dengan Tuhan negeri lain. Menurut sarjana Perbandingan Agama, yang lebih kuat lagi daripada ini ialah bahwa Panteisme (kesatuan wujud) dating sesudah semua fase-fase tersebut, sebagai hasil pemecahan antara kontradiksi-kontradiksi dan hukum-hukum keharusan dan sebagai hasil penetapan wujud Tuhan dengan jalan ketetapan yang tidak diragukan lagi, yaitu ketetapan adanya alam universal dengan indera, akal, dan iman.8 Adanya konsep ketuhanan secara evolusi yang berlangsung terus menerus, berangsur-angsur merembet perubahan arti, kata, lain konsep kunci dalam agamaagama menambah semakin maraknya kajian tentang hal ini. Misalnya pada agama Hindu tentang konsepsi dan system penetapan sifat kemahakuasaan Tuhan. 7
H.M. Arifin, Belajar Memahami Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta: CV. Era Jaya, t.th),
8
Lihat Abbas Mahmoud Al-Akkad, op.cit., hlm. 21.
hlm. 48.
3
Konsepsi ketuhanan dalam kepercayaan Hindu Dharma tidak boleh disebut politeisme, akan tetapi sebaliknya adalah monoteisme seperti yang terdapat pada sabda kitab Weda yang berbunyi “Ekam Eva Adwityam Brahman” yang artinya: “Hanya satu tiada dua-Nya yaitu Brahman (Sang Hyang Widhi) itu” Meskipun Tuhan hanya satu, akan tetapi dapat dimanefestasikan dalam bermacam-macam nama menurut sifat kemahakuasaan yang berubah dan mempunyai tiga oknum (nama) menurut perbuatan-Nya dalam wujud. Ia adalah Brahman ketika ia menjadi zat yang mengadakan dan menciptakan. Ia adalah Wisnu ketika menjadi penjaga dan pemelihara. Ia adalah Siwa ketika menjadi pembinasa dan penghancur.9 Dalam hal penamaan tentang yang Maha Kuasa akan semakin jelas ketika berbicara upacara korban. Orang yang berkorban bagi dewa-dewi dapat memaksakan keinginannya supaya terkabul. Ini berarti manusia tidak bisa berbuat apa-apa tanpa upacara korban. Jadi, korbanlah yang berkuasa. Korban di sini disebut Brahma. Kemudian pemikiran tentang siapa yang berkuasa lalu dikaitkan dengan Rita yang merupakan aturan dan hukum yang mengatur segala sesuatunya. Menurutnya pusat alam semesta lebih tepat diberi nama Brahma. Dari pemikiran inilah lalu kata Brahma yang awalnya berarti korban kemudian menunjuk ke pengertian yang Maha Kuasa dengan perkataan lain bisa juga diartikan sebagai Yang Menguasai segala sesuatunya, pusat dunia dan malahan pusat alam semesta.10 Ajaran ketuhanan dalam Hindu disebut Brahma Widya, yang membahas tentang Tuhan Yang Maha Esa dan ciptaan-Nya, termasuk manusia dalam alam
9
Wujud Tiga Oknum (Nama) dari Brahman itu, yaitu Brahman, Wisnu, Siwa, adalah paham yang disebut dengan ajaran Trimurti (wujud dari tiga kesaktian) yang melahirkan pasangannya, yaitu Trishakti merupakan Shakti (permaisuri) dari satu persatuannya, yaitu Sharasvati (Dewi kebijaksanaan dan pengetahuan), Lakhsmi (dewi kecantikan dan kebahagiaan), dan Parvati (Dewi keberanian dan kegarangan) lihat Yosoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996), hlm. 49-52. Di dalam himpunan Mahabharata dan Bragavat Gita ditemukan nama Krisna. Disini Krisna dilukiskan sebagai penjelmaan dewata Wisnu, sebuah oknum dari Trimurti. Lihat I Wayan Maswinara, Srimad Bhagawed Gita, (Surabaya: Paramita, 1997), hlm. 17-26. lihat juga dalam buku Sri Srimas A.C. Bhaktivedevta Swami Prabhupada, jalan menuju kepada Krisna, terj. Tim Penterjemah, (Jakarta: Hanuman Sakti 2001), hlm. 19. 10 Bagus Takwin, Filsafat Timur, (Yogyakarta: Jalasutra, 2001), cet. I, hlm. 26-27.
4 semesta.11 Kitab weda menyebut Tuhan yang Maha Esa dengan berbagai nama. Ini karena penamaan yang beraneka ragam yang memuji dan mengagungkan-Nya adalah keterbatasan manusia dalam membayangkan Tuhan. Sering mereka tergelincir terhdap hal ini. Agama Hindu bukan merupakan agama yang fanatik dalam konsep ketuhanannya. Sangat menarik karena sifat nama yang diberikan adalah berhubungan langsung dengan hal-hal yang dialami oleh manusia, sebagaimana tampak dalam terjemahan mantra “Rig Weda” ia (adalah) Bapak kami, pencipta kami, pelebur kami, siapakah yang dapat mengenal semua jabatan-Nya semua yang ada ? Ia itulah yang dicari oleh semua makhluk di dunia ini dengan pertanyaan itu semua. (Rig Weda 82 : 3).12 Isi kitab agama Hindu (Veda) agak beragam dan sukar dipahami. Misalnya menceritakan asal muasal kejadian alam. Katanya, alam berasal dari Parjabat yang berkepala seribu, bermuka seribu dan berkaki seribu, lalu mengembangkan dirinya memenuhi segala yang ada. Untuk itu para dewa memotong-motong dirinya. Kemudian menaburkannya ke segala penjuru, maka terjadilah alam ini. Artinya alam dan Parjabat adalah satu bukan dua atau lebih dan bukan juga berlainan.13 Tentang Brahma sebagai Tuhan agama Hindu beremanasi dengan dunia yang serbaneka masih belum dapat dirumuskan dengan jelas. Orang Hindu menganggap masuknya yang terbatas (manusia) pada yang tak terbatas (Tuhan) atau panteisme sebagai puncak kebahagiaan. Dan untuk mencapai tujuan itu, ia tinggal di suatu tempat dan membiarkan dirinya tenggelam pada yang mutlak,14 yang akhirnya pemikiran ini sampai pada kesimpulan seperti dalam Bhagawad Gita (kitab suci ketiga agama Hindu) bahwa pencipta dan yang diciptakan adalah identik. Maka, hal ini mendekati pada fetesyisme.15 11
Djam’annuri (ed.), Agama Kita Perspektif Agama-agama (Sebuah Pengantar), (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000), cet. I, hlm. 46 12 Abdul Qadir Djaelani, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 44, lihat dalam G. Pudja Wedaparikrama, (Jakarta, 1971), hlm. 28-32. 13 Abujamin Rohman, Agama Wahyu dan Kepercayaan Budaya, (Jakarta: Media Dakwah, 1995), hlm. 83. 14 Abdul Qadir Djaelani, op.cit., hlm. 46. 15 Fetyisisme merupakan esensi dalam agama yang berpaham dinamisme, yang dijumpai pada masyarakat yang paling primitif, Ibid., hlm. 47.
5
Panteisme Timur (misalnya dalam Hinduisme) berbeda dengan panteisme Barat karena panteisme Timur tidak menyatakan bahwa segala sesuatu adalah Tuhan, tetapi segala sesuatu ada dalam Tuhan (pan-en-theism). Ini berarti bahwa Tuhan dan makhluk-makhluk ciptaan disatukan seperti badan dan jiwa dalam diri manusia, meskipun ciptaan bergantung dan berbeda dengan Tuhan. Misalnya panteisme yang dianut Rama Khrisna (seorang ahli piker agama Hindu) melihat penciptaan dalam kerangka cinta dan memandang ke-Tuhan-an sebagai cinta yang subtansial.16 Bertolak dari panteisme yang merupakan unsure tersembunyi dalam panteisme, monisme mencari yang satu di dalam yang banyak, atau juga memikirkan yang satu, yang sama sekali tidak punya batas-batas dan definisi, sampai menjadi tidak terkondisikan begitu saja. Itulah yang ada dan dunia fenomena di sangkal realitasnya karena hanya penampakan ilusi. Yang lain tampaknya telah memilih satu dari sekian banyak dewa (politeisme) dan mengangkatnya dalam tingkat tertinggi, menganggap sebagai Tuhan yang satusatunya.17 Definisi tentang panteisme hingga sekarang masih menjadi perdebatan dan sulit atau tidak dapat dibedakan antara panteisme dan monisme.18 Dalam kamus filsafat, istilah panteisme berasal dari bahasa Yunani. Pan artinya semua. Theos artinya Tuhan. Panteisme yaitu kepercayaan bahwa Tuhan identik dengan alam semesta. Segalanya adalah Tuhan dan Tuhan adalah segalanya. Tuhan dan alam adalah sinonim, dua kata untuk benda yang sama19 kata ini untuk pertama kalinya muncul pada tahun 1709, system pemikiran panties sekurang-kurangnya sudah setua Hinduisme.20
16
Mariasusai Dharamony, Fenomena Agama, tej. Kelompok St. Agama Drikarya, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 47. 17 Ibid., hlm. 142. 18 Lihat pada A. Abdul Qadir Djaelani, op.cit., hlm. 29. 19 Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat , 1995, hlm. 133. 20 Gereld O’ Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, S.3., Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 228.
6
Sedang istilah monisme juga berasal dari Yunani, artinya satu sebuah bentuk monoteisme. Dari banyaknya Tuhan yang dinamai dan dipercayai, masingmasing secara bergiliran (jadi, secara satu persatu) disembah dan ditaati serta dihormati dengan cara yang pantas bagi sebuah dewa tertinggi pada waktu tertentu, dalam kesadaran bahwa setiap dewa menyimbolkan hanya satu dari asset tak terhingga sebuah realitas atau Tuhan yang lebih kompleks dan fundamental sebagai sumber dari segala sesuatu.21 Istilah ini diciptakan oleh Christian Wolf (1679-1754) bagi setiap usaha untuk menafsirkan realitas berdasarkan satu prinsip dengan menghilangkan keragaman dan perbedaan missal antara tubuh dan jiwa.22 Dalam Islam ajaran panteisme ini lebih dikenal dengan wahdat al-wujud yang dibawa oleh Muhyi al-din ibn al-Arabi (W. 6381 1240). Dan dipersoalkan karena menyamakan Tuhan dengan alam, menerima panteisme dalam pengertian yang popular, Tuhan identik dengan alam sebagaimana diajarkan panteisme, menurut Islam adalah penghinaan / penghujatan terhadap Tuhan dan merupakan ajaran sesat dan syirik23 itulah mengapa panteisme menjadi perdebatan Demikian permasalahan yang ada dalam ketuhanan agama Hindu yang tentunya dilihat dari dimensi panteistik dan monistik akan melahirkan pemahaman yang jelas dan dapat mengetahui perkembangan teologi atau ketuhanan dalam agama ini (Hindu).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut maka penyusunan merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana dimensi panteistik dan monistik dalam ketuhanan agama Hindu. ? 2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan timbulnya panteisme dan monisme.?
21
Lihat pada Kamus Filsafat, loc.cit., hlm. 132. Lihat Gerald O, Collins, dkk, op.cit., hlm. 205. 23 Kautsar Azhari Noer, Ibn Al-Arabi, Wahdat al-Wujud Dalam Perdebatan, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 2. 22
7
C. Tujuan dan Manfaat Penyusunan Skripsi a. Tujuan Penyusunan Skripsi 1. Untuk mendiskripsikan tentang Tuhan dalam ajaran Hindu 2. Untuk mengetahui sejauh mana konsep ketuhanan dalam agama Hindu 3. Untuk mengetahui dimensi panteistik dan dimensi monistik dalam ketuhanan agama Hindu 4. Untuk mengetahui factor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya panteisme dan monisme b. Manfaat Penyusunan Skripsi 1. Dapat mengetahui perkembangan dan pemahaman terhadap teologi atau ketuhanan dari suatu agama (Hindu) yang sesuai dengan perkembangan dan pemikiran manusia 2. Agar dapat memahami ketuhanan dalam agama Hindu dengan jelas dan memperkaya wawasan D. Tinjauan Pustaka Menurut doktrin Ibn Arabi, hanya ada satu realitas dalam eksistensi. Realitas ini dipandang dari dua sudut berbeda, pertama dinamakan Haqq ( yang nyata = real) apabila kita pandang Haqq itu sebagai esensi dari semua fenomena, dari kedua khalq apabila kita pandang sebagai fenomena yang memanifestasikan esensi itu teori Ibn Arabi tentang realitas ini merupakan teori yang panteistik. Dan ini dapat diringkas dalam kata-katanya. Segala puji bagi Tuhan yang menciptakan segala sesuatu. Masalah tentang panteisme dan monisme ini agaknya sangat sedikit yang menyentuhnya, apabila yang membahasnya, karena menjadi perdebatan yang rumit, disebabkan lebih banyak membicarakan tentang esensi Tuhan, namun bukan tidak ada yang mengkajinya. Dan kiranya dari sudut panteisme dan monisme sekaligus memang agak sulit yang berbicara dan menyatukan ketiga unsure, yaitu manusia, Tuhan dan alam semesta. Buku-buku yang membahas tentang panteisme dan monisme ini dapat dilihat dalam buku “Ibn Al-Arabi: Wahdat al-Wujud Dalam Perdebatan” yang
8
dikarang oleh Dr. Kautsar Azhar Noer buku ini membahas doktrin Ibn Arabi tentang panteisme. Dalam tasawuf lebih dikenal dengan wahdat al-Wujud. Berbagai macam problem hingga permasalahan yang ada tentang doktrin ini. Selain itu dalam buku “Filsafat Mistis Ibn Arabi” yang dikarang oleh A.E. Affifi akan semakin nampak doktrin panteistik Ibn Arabi yang menyangkut metafisika, yang bertumpu pada adanya titik-titik pandangan yang berbeda dan tidak satupun di dalam sistemnya yang tidak memperlihatkan perbedaan. Kemudian dalam buku “Jalan menuju kepada Kristen” karya Sri Srimad A.C Bhativedanta Swami Prabhupada, menguraikan tentang cara bagaimana cara Krisna yang merupakan perwujudan dari dewa (Tuhan) dalam agama Hindu. Di dalam Bhagawed Gita, Krisna menempatkan diri menjadi pelayan, sebagai kusir kereta Arjuna dalam kedudukan yang asli, Arjuna adalah pelayan Krisna. Dan dalam buku berjudul “The Principle of the Upanishads”, karya S. Radhakrishnan, yang menjelaskan tentang Brahman, dimana Brahman sebagai pencipta dan Atman sebagai percikan terkecilnya yang menghidupi semua makhluk adalah tunggal. Brahman dan Atman adalah yang menjiwai alam semesta dan manusia dalam kehidupan ini adalah suatu kebenaran. Dalam buku “Percik Pemikiran Swami Viverananda cendekiawan Hindu abad 19” yang diterjemahkan dan diberi ulasan oleh Nyoman S. Pendit. Di sini menjelaskan bahwa Tuhan dalam pemikiran agama Hindu adalah segalanya. Tuhan menurutnya adalah satu, itu adalah realitas. Karenanya, bukan hanya satu bentuk pemujaan melainkan bentuk-bentuk lain juga sama. Semua kerja, perjuangan, kreatifitas adalah ditujukan kepada realitas itu sendiri tidak ada beda antara Kudus dan Duniawiah, Between sacred an seculer. Dari uraian dan penjelasan tersebut di atas, yaitu dari buku-buku karya tokoh-tokoh tersebut mayoritas mereka masih terbatas padahal yang umum karena pendekatannya tidak sama. Dan pembahasan tentang ketuhanan dalam agama Hindu, antara panteisme dan monisme ini sangat jelas kebenaran dan keberadaannya yang mempunyai tujuan supaya dapat diketahui konsepsi dan system sifat kemahakuasaan Tuhan. Dan dari sini dapat diketahui bagaimana dimensi panteistik dan monistik dalam ketuhanan agama Hindu setelah itu,
9
diharapkan factor-faktor yang menyebabkan timbulnya panteisme dan monisme ini dapat terungkap.
E. Metode Penyusunan Skripsi Dengan memperhatikan problema yang ada, maka penyusunan skripsi ini akan didasarkan dalam bentuk riset perpustakaan (library research) dengn menggunakan metode sebagai berikut: 1. Sumber data Guna memperoleh data-data yang diperlukan maka penulis melakukan penelitian dengan cara memahami literature yang ada. Dan penulis dalam hal ini membagi dua sumber data yaitu: a. Sumber Primer Adalah sumber yang memberikan data langsung24 yang berkaitan dengan permasalahan, yang didapat dari sumber-sumber kitab suci agama Hindu seperti: kitab Veda, kitab Upanishad, kitab Bhagawad-Gita. b. Sumber Skunder Yaitu sumber yang diperoleh atau mengutip, dari buku-buku, surat kabar, majalah, journal, dan sebagainya terutama dari karya agama yang diteliti dan yang menunjang yang berhubungan dengan judul skripsi akan masalah tersebut. 2. Metode Pengumpulan Data Oleh karena sumber primernya adalah kitab-kitab suci maka untuk memperoleh data-data yang diperlukan, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode: a. Library Research (Penelitian Kepustakaan) Yaitu penggumpulan data yang dilakukan dengan cara mencari data informasi dengan bantuan macam-macam materi yang terdapat di rung perpustakaan 25 24
Winarna Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar Metode Tekhnik I, (Bandung: Tarsita, 1980), hlm. 134.
10
Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mencari data informasi dengan bantuan macam-macam materi yang terdapat di ruang kepustakaan25dengan membaca, meneliti dan memahami kitab-kitab suci yang
ada
terjemahannya
dan
penafsiranya
yang
sesuai
dengan
permasalahan judul skripsi dan kutipan opara ahli. b. Dokumentasi Yaitu metode untuk memperoleh data dengan cara meneliti benda-benda tertulis26 seperti buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan sebagainya. 3. Metode Analisis Data Dari data-data yang ada dari hasil penelitian perpustakaan yasng sudah terkumpul, penulis menganalisa dengan metode sebagai berikut : a. Metode Hermeneutic Adalah cara menafsirkan symbol yang berupa teks atau benda konkrit untuk diari arti dan maknanya dengan proses penelaahan isi dan maksud yang mengejawantah dari sebuah teks sampai makna yang terdalam, metode ini lebih sesuai dalam ilmu tafsir kitab suci. 27 b. Metode Induksi Ialah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. 28 c. Metode Deduksi ialah
suatu
cara
akan
jalan yang dipakai untuk
mendapatkan
pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal
25
Prof. Drs. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Fak Psikologi UGM, 1986),
hlm. 49. 26
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bina Aksara, 1998), hlm. 236. 27 Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama (Perspektif Ilmu Perbandingan Agama). (Bandung: Pustaka Setia, 2000, hlm. 93. 28 Ibid
11
atau masalah yang bersifat umum. Kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus. 29
G. Sistematika Penyusunan Skripsi Skripsi ini secara garis besar ditulis dengan sistematika sebagai berikut: 1. Bagian muka (preliminaries), terdiri dari: Halaman sampul, halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar dan halaman daftar isi. 2. Bagian isi (tekt), terdiri dari: Bab I
: Pendahuluan Dalam bab ini akan dibahas yang berkaitan dengan penulisan skripsi meliputi: pengesahan judul, alas an pemilihan judul, pokok masalah, tujuan penulisan skripsi, metode penulisan dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II
: Panteisme dan Monisme Dalam Sejarah Dalam bab ini dibahas tentang Panteisme dan Monisme yang difokuskan pada pembahasan tentang Tuhan, Panteisme dan Monisme. Bab kedua ini menjelaskan tentang pengertian Panteisme dan Monisme, Tuhan dalam sejarah filsafat, Panteisme dan Monisme dalam sejarah filsafat dan pengaruh Panteisme dan Monisme dalam agama Hindu, Kristen dan Islam.
Bab III
: Ketuhanan dalam Agama Hindu Dalam bab ini terdiri dari 2 sub bab, yaitu: Pada bagian pertama, berisi tentang konsepsi ketuhanan dalam agama Hindu yang meliputi: pengertian dewa, paham tentang Tuhan yang maha esa, Tuhan menurut pemikiran Hindu. Pada bagian dua, berisi tentang hubungan manusia (Atman) Tuhan dan alam semesta yang meliputi pengertian roh menurut agama
29
Ibid, hlm. 58
12
Hindu, pemahaman tentang keesaan Tuhan, trimurti dan ketuhanan Krisna, Brahman sebagai pencipta alam, ajaran TATTWAMASI dalam agama Hindu. Bab IV : Analisis Antara Panteisme dan Monisme dalam Pandangan Agama Hindu Dalam bab ini menganalisis dimensi panteistik dan monistik dalam ketuhanan agama Hindu dan factor-faktor yang menyebabkan timbulnya panteisme dan monisme. Bab V
: Penutup Dalam bab terakhir ini terdiri dari tiga sub bab yaitu kesimpulan, saran-saran, dan kata penutup.
3. Bagian akhir skripsi Pada bagian akhir ini berisi daftar pustaka, lampiran-lampiran serta daftar riwayat pendidikan penulis.