INTERAKSI SOSIAL WARGA PENGANUT AGAMA HINDU DENGAN WARGA PENGANUT AGAMA BUDHA PASCAKONVERSI AGAMA DI DESA PAKRAMAN PETANDAKAN KABUPATEN BULELENG I Komang Agus Darmayoga Kantina
1),
I Gst Putu Bagus Suka Arjawa
Kebayantini
2),
Ni Luh Nyoman
3)
123
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Udayana 1
2
3
Email:
[email protected] ),
[email protected] ),
[email protected] )
ABSTRACT This thesis is collected because of the religion conversion by some citizens of Petandakan Village and has been long time. In the long time of that process usually the pattern of relations between people which has different religions get dynamics experience. The dynamics relation sometimes has harmonious characteristic, but there is certainly leads to, jealousy, and even conflict. This research has a problem formulation (1) how the pattern of society interaction after religion conversion, (2) how the implication that happened in conversion society, (3) what is the meaning of religion conversion for Buddhist citizens. The discussion of this research found that the pattern of interaction between Hindu and Buddhist residents is associative and dissociative. While the postconversion implications of Buddhist residents are they build temples and cemeteries, the lease system applies to people living in village, unequal inheritance division. Then the meaning of religious convention is Buddhists can run the dana, sila, dipa, and meditation to find the highest happiness in their lives. The conclusions from the results of interactions research that are associative and dissociative among the citizens, and also there are implications of a positive and negative and religious significance and social meaning that occurs in the adherents of Hinduism with Buddhism. Keywords: Hinduism, Buddhism, Religious Conversion, and Social Interaction
1. PENDAHULUAN
agama Hindu ke agama Budha cukup banyak
1.1
terjadi pada masyarakat di Desa Petandakan.
LATAR BELAKANG
seperangkat Beberapa masyarakat yang melakukan konversi kepercayaan, doktrin dan norma-norma yang agama diantaranya warga yang laki-laki dianut dan diyakini kebenarannya oleh manusia sejumlah 186 orang dan yang perempuan Agama
merupakan
(Ghazali, 2011: 2).Dilihat dari Buku Profil Desa sejumlah 182 orang.Konversi agama di Desa Petandakan, bahwa terjadikonversi agama dari Petandakan mulai terjadi pada tahum 1969, dan
1
masuknya agama Budha pada tahun1965, terhadap
warga
yang
melakukan
konversi
namun kehidupan warga di desa ini masih agama ini. terjalin dengan baik dalam hal interaksi.Namun 2. TINJAUAN PUSTAKA dalam
aktivitas
sosial
warga
dalam 2.1 KAJIAN PUSTAKA kesehariannya pasti ditemukan adanya pola Penelitian Kusumawati (2010) “Simbolinteraksi baru akibat adanya konversi agama Simbol Agama Sebagai Media Pembelajaran dari Hindu ke Budha ini.
Konversi agama di Multikultur Di Pura Nusa Dharma Desa Benoa” Desa Petandakan dimulai tahun 1969, pada saat Dalam penelitianya Kusumawati membahas itu
ada
sebagian
warga
yang
melakukan beberapa simbol agama yang dianut di Indonsia, konversi untuk menganut agama Budha, namun seperti simbol agama Hindu, Islam, Kristen, dan setelah mereka pindah agama mereka masih Budha. Keragaman simbol-simbol yang ada di tetap tinggal di Desa Petandakan dan masih Pura Nusa Dharma terdapat beberapa hal yang terikat dengan peraturan adat di desa tersebut. melatarbelakangi, yaitu landasan spiritual yaitu Sejak tahun 1969 ada beberapa warga yang sikap saling menghargai dan saling mengakui membuat
perkumpulan
untuk
mempelajari keanekaragaman ajaran-ajaran agama Budha, semakin hari, kebersamaan.
serta
kebinekaan
dalam
perkumpulan itu semakin banyak diminati oleh Penelitian
warga sehingga tahun 1974 secara resmi warga
Rustini,
(2006)
“Konversi
yang ingin pindah agama menyatakan diri untuk Agama Dan Pendidikan Agama Hindu Di Desa Muntigunung Kabupaten memeluk agama Budha. Banyak terjadi polemik Pakraman antara warga yang berpindah agama dengan Karangasem” menguraikan tentang konversi warga yang tetap beragama Hindu, namun ada agama dari agama Hindu ke agama Kristen dan membahas faktor-faktor yang mediasi juga terhadap kedua belah pihak warga sehingaa mempengaruhi masyarakat Desa Pakraman masalah pindah agama di desa ini dapat Muntigunung untuk melakukan konversi agama. diatasi.Dengan adanya warga yang berbeda Ada beberapa faktor yang mempengaruhi warga beberapa
tokoh
yang
melakukan
agama di dalam satu desa akan menimbulkan setempat melakukan konversi agama yaitu, pola interaksi yang baru,baik itu bersifat positif faktor ekonomi dan faktor peran misionaris. dan
negatif
serta
menimbulkan
implikasi Dimana faktor ekonomi yang dimaksud adalah terjadinya konversi agama disebabkan oleh
kebutuhan ekonomi atau iming-iming ekonomi faktor yang terdiri dari sandang, pangan dan papan. Penelitian
Herlambang
penyebab
terjadinya
interaksi
sosial
masyarakat etnis Bali dan etnis Sasak, di Kota
“Masyarakt Amlapura
yang paling kuat
mempengaruhi
Multikultural: Studi Tentang Interaksi Sosial adalah pengaruh kekuasaan Puri terhadap Antara Masyarakat Etnis Bali Dan Etnis Sasak masyarakat etnis Bali dan etnis Sasak. Pihak Di Kota Amlapura”, membahas yang menjadi Puri Karangasem telah banyak membantu etnis
2
Sasak baik dalam aspek ekonomi seperti hidupnya dan keluarga, maka dari itu mereka memberi tanah tempat tinggal, tanah garapan mencari jalan keluar untuk berpindah agama. dan sumbangan berupa materi dan non materi. 2.3 LANDASAN TEORI Jika dilihat dari faktor kelemahannya terlihat ada
Teori
yang
digunakan
untuk
faktor imitasi, identifikasi, dan simpati hal menganalisis penelitian ini adalah teori proses tersebut
disebabkan
kepatuhan
dan sosial asosiatif dan disosiatif dari Gillin dan
pemahaman terhadap norma dan kaidah yang Gillin. Gillin dan Gillin (dalam Soekanto 2006: berlaku dalam masyarakat masih memerlukan 71) ada dua macam proses sosial yang timbul waktu panjang dan intervensi pihak puri untuk akibat dari interaksi sosial, yaitu proses sosial memberikan penguatan terhadap etnis Bali dan asosiatif (processes of association) dan proses etnis Sasak.
sosial disosiatif (processes of dissociation).
2.2 KONSEP
Proses
asosiatif
Konsep dalam penelitian ini terdapat kerjasama empat
konsep
merupakan
pertama,
sebuah
interaksi
aktivitas
sosial
yang
sedangkan
mengarah proses
kepada
disosiatifnya
sosial mengarah kepada konflik. kerjasama yang akan yang dilihat adalah bagaimana hubungan kerjasama
dilakukan antar kelompok, dimana konsep ini antar warga penganut agama Hindu dengan melihat interaksi antara warga umat Hindu warga penganut agama Budha dalam kehidupan dengan
warga umat
Budha.
Kedua
Desa sehari-hari.
Sedangkan
konflik
yang dilihat
Pakraman, dalam hal ini ingin melihat peran dari adalah konflik yang pernah terjadi antara kedua Desa Pakraman yang menaungi warga yang warga setelah mereka melakukan konversi tinggal di wilayahnya baik yang beragama Hindu agama. maupun
Budha.
Ketiga
konversi agama, 3. METODE PENELITIAN
konversi agama secara etimologi, konversi 3.1 JENIS PENELITIAN DAN LOKASI berasal dari kata “conversion” yang berarti tobat, Jenis penelitian ini adalah pindah dan berubah agama (Aryadharma, menggunakan penelitian kualitatif 2011:8).Pada masyarakat Desa Petandakan deskriptif.Dengan mengamvbil lokasi penelitian terdapat sebagian warga yang melakukan di Desa Pakraman Petandakan Kabupaten konversi agama ini sudah berlangsung cukup Buleleng. lama yaitu sejak tahun 1969. Keempat warga 3.2 SUMBER DATA penganut agama Hindu dengan warga penganut Untuk sumber data dalam penelitian ini agama Budha, pada dasarnya kedua warga ini menggunakan 2 sumber data yaitu data dari adalah dulunya beragama Hindu, namun buku-buku dan penelitian terkait dengan sebagian warga desa ini, pada tahun 1969 lebih permasalahan ini, serta yang kedua adalah data memilih untuk beralih agama, dengan alasan langsung yang nantinya diperoleh dari lokasi karena mereka memiliki permasalahan dalam penelitian yaitu data dari informan atau warga yang memberikan informasi.
3
INFORMANDAN ada penyajian data setelah data dianalisis serta
3.3 PENENTUAN
melakukan penarikan kesimpulan.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Penentuan informan dalam penelitian ini 4. HASIL DAN PEMBAHASAN menggunakan
meode
purposive
Desa Petandakan Secara administratif,
sampling,
dimana informan yang dipilih nantinya secara terletak di Kecamatan Buleleng, dan memiliki acak, dan aka nada informan kunci, informan batas-batas desa yaitu sebelah utara Kelurahan pangkal, serta informan pelengkap.Sedangkan Banyuning, sebelah timur
Desa Alasangker,
untuk instrumen penelitian yaitu ada pedoman sebelah barat
Desa Nagasepaha, sebelah
wawancara, buku catatan, alat perekam suara selatan
Pegadungan.Dengan
Desa
jumlah
dan lain sebagainya.Untuk pengumpulan data penduduk mencapai 1860 orang untuk warga disisni
menggunakan
metode
wawancara yang beragama Hindu, sedangkan untuk warga
mendalam, Wawancara merupakan percakapan yang beragama Budha berjumlah sekitar 370 dengan
maksud
tertentu.Percakapan
itu orang.
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara 4.1 SEJARAH KONVERSI AGAMA (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai
(interviewee)
Konversi agama yang terjadi di Desa
yang Petandakan ini berawal dari tahun 1969, dimana
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Lexy pada saat itu terjadi peristiwa pembantaian J. Moleong, 2004:135). Informanyang dicari masal di desa ini dan mengakibatkan banyak nantinya
akan
permasalahan
digali di
informasi
lapangan
mengenai korban jiwa dari masyarakat.Salah seorang
sesuai
dengan warga yang menjadi saksi peristiwa tersebut
pedoman wawancara yang sudah ditentukan. adalah keluarga Ketut Srimadia, beliau juga Selain itu ada juga observasi Observasi atau sekaligus menjadi tokoh penggerak pertama pengamatan manusia
adalah
dengan
kegiatan menggunakan
keseharian agama Budha di Desa Petandakan.Srimadia bantuan menjadi anggota Partindo yang berafiliasi ke
pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya PKI, saat itu Srimadia kehilangan harta benda selain pancaindra yang lainnya seperti telinga, dan rumahnya pun dibakar oleh masa.Bahkan penciuman, mulut, dan kulit. Oleh karena itu, salah satu keluarganya, I Ketut Nadi yang saat observasi adalah kemampuan seseorang untuk itu menjabat sebagai Kepala Desa Petandakan menggunakan pengamatannya melalui hasil beserta anaknya yang bernama I Ketut Diarsa kerja pancaindra mata serta dibantu pancaindra menjadi korban pembantaian masal PKI di Desa yang lainnya, (Bungin, 2007:118).
Petandakan, dimana Ketut Nadi dan anaknya
3.4 TEKNIK ANALISIS DATA
menjadi
pengurus
koperasi
di
Desa
Teknik analisis data dalam penelitian ini Petandakan.Berlanjut dari masalah tersebut, ada reduksi data, dimana data yang didapatkan Ketut Srimadia ini kehilangan harta, keluarga dari lokasi penelitian akan dianalisis, selanjutnya dan
juga orientasi hidup karena keluarga
mereka
4
sudah
menjadi
korban
keganasan
peristiwa tahun 1965 silam. Semenjak itu 58). Kerjasama yang dilakukan antar warga Srimadia
ini
menekuni
ajaran
pengobatan yang berbeda agama ini dalam melakukan
tradisional balian (dukun atau paranormal), aktivitas selain
itu
ia
juga
mendirikan
kehidupan
mereka
melakukan
sekeha kerjasama di berbagai bidang, diantaranya yang
(perkumpulan) masyarakat yang menjadi korban pertama kerjasama bidang sosial masyarakat peristiwa itu.
Dalam perkumpulan tersebut adalahbergotong-royong
mengerjakan
Srimadia ini mulai mendalami tentang ajaran- pembangunan tersebut dan misalnya jika ada ajaran
agama
serta
mencari
pengetahuan perbaikan atau pembangunan di Pura, warga
kepada tokoh agama Budha yang berada di umat
Budha
secara
Wihara Banjar, disana ia dan perkumpulannya mengumpulkan
swadaya
dana
untuk
mereka
menyumbang
mendapatkan pencerahan serta ajaran-ajaran barang, seperti pasir, semen, batu dan lain mengenai spiritual. Mulai dari sana Srimadia sebagainya. Selain itu juga ada beberapa warga beserta warga yang ikut dalam perkumpulan ini di Desa Pakraman Petandakan yang menekuni mengamalkan ajaran-ajaran yang didapat, dan pekerjaan mengukir, mereka secara sukarela seiring dengan berjalannya waktu pada tahun bekerjasama 1974 sebagian warga menyatakan diri dengan perbaikan
untuk
di
menyelesaikan
Pura
yang
ada
proses
di
Desa
resmi untuk menganut agama Budha dan Petandakan.Selain itu toleransi yang terlihat melepaskan diri dari agama Hindu, sekaligus antara warga agama Hindu dengan agama pada tahun itu warga yang berpindah agama Budha
terlihat
membangun tempat persembahyangan Wihara pernikahan
pada
dan
juga
saat
ada
upacara
kematian.Ketika
ada
yang diresmikan pada tahun 1978.
upacara pernikahan di salah satu warga agama
4.2 POLA INTERAKSI WARGA
Hindu, warga agama Budha juga diundang dan yang
begitu juga sebaliknya.Namun dalam hal ini
menganut agama Hindu dengan warga yang
warga umat Budha yang datang, mereka
Pola
interaksi
antar
warga
menganut agama Budha, itu mengarah kepada membawa barang bawaan seperti beras, gula, kerjasama serta konflik yang ditimbulkan akibat
kopi, dan dupa, yang dijadikan satu di tempat
adanya konversi agama ini.Kerjasama atau
bokor. Selain itu juga ketika ada upacara
yang disebut kooperasi, merupakan perwujudan
pernikahan pemuda yang beragama Budha ikut
minat
serta
dan
perhatian
membuat
dekorasi
dan
untuk
suatu
kesepahaman,
menghias rumah yang mempunyai upacara
sekalipun motifnya sering dan bisa tertuju
pernikahan tersebut seperti membuat hiasan
kepada kepentingan diri sendiri. Bentuk-bentuk
depan
kerjasama dapat kita jumpai dalam kelompok
sebagainya.
masyarakat
kelompok-
pertanian adalah kerjasama yang terlihat pada
kelompok, yang kecil maupun pada satuan-
sistem pertanian mereka adalah pada saat
satuan kehidupan yang besar, (Narwoko, 2004 :
pembagian air, penanaman bibit padi.Jika pada
bersama-sama
dalam
manapun,
baik
itu
bekerja
membantu
orang
5
rumah,
membuat
Selanjutnya
penjor
dan
kerjasama
lain
bidang
musim
pengairan
sawah
biasanya keuntungan bersama yang akan dibagi nantinya
pembagiannya merata, hanya saja yang lebih
secara proporsional dengan cara saling mengisi
dahulu mendapat giliran adalah petani yang
kekurangan
memiliki sawah paling hulu sampai nantinya ke
(Narwoko&Suyatno, 2004: 59).Salah satu model
petani yang memiliki sawah paling bawah. Akan
kerjasama
seperti
tetapi terlihat perbedaan, ketika ada petani yang
kehidupan
masyarakan
lebih dulu ingin mengabil giliran pembagian air,
Budha di desa Petandakan adalah pada sentra
mereka
kerajinan yang dimiliki oleh warga di Desa
diperbolehkan,
akan
tetapi
harus
masing-masing
ini
yang
partner,
nampak
agama
pada
Hindu
dan
melaporkan kepada pihak yang pada saat itu Petandakan, dimana kerajinan warga di desa ini mendapat
giliran,
namun
pembagiannya
berupa kerajinan bokor dan dulang yang terbuat
tersebut harus dibagi dua, sehingga pihak yang
dari kayu.Salah satunya usaha yang bernama
meminta tidak sepenuhnya mendapat air dan
Nyiur Indah, milik Gede Merta. Awalnya ia
harus dibagi dua, setengah-setengah, kemudian hanya bekerja sendiri, namun ada tawaran dari jika
yang
meminta
ini
mendapat
giliran
saudaranya Made Jati yang sudah beragama
pengairan, itu juga harus dibagi setengah
Budha untuk mengajak kerjasama. Berangkat
kepada pemilik yang dibagi terdahulu. Selain itu
dari tawaran tersebut akhirnya mereka patungan
juga terdapat sistem nyakap (menggarap lahan
untuk membuat dengan skala yang lebih besar,
milik orang lain), memang ada beberpa petani
dan tempatnya pun dilakukan di rumah Made
yang beragama Budha menggarap sawah milik
Jati. Pada tahap awal kerjasama dilakukan
warga umat Hindu. Disana sistem pembagian
dengan
cara
mencari
hasil ada yang dibagi dua antara pemilik lahan kerajinan
yaitu
dengan
setelah
yang
menggarap
sawah
atau nangka,
kayu
bahan manga,
berjalan
baku
untuk
durian,
dan
dan
membuat
penyakap.Sistem bagi dua tersebut disepakati kesepakatan, muncul ide dari Gede Merta, kedua belah pihak, dengan sistem pembagian,
untuk menyuruh partnernya mencari bahan
jika dibagi dua yang menggarap penyakap yang baku, jika sudah terkumpul dan mecukupi lalu mengeluarkan biaya untuk hal pupuk, dan yang
mereka
lainnya,
kerjasama bidang organisasi muda-mudi,
namun
setengah
hasilnya
kepada
yang
dibagi
setengah-
mempunyai
lahan
bentuk
tersebut.Selama ini sistem penggarapan itu berjalan
sangat
baik
antara
petani
merupakan
proses
mengusahakan
usaha
suatu
kegiatan,
dilihat
pada
Hindu memiliki organisasi Muda-Mudi sama halnya dengan masyarakat agama Budha juga
(join-venture) bersama
dapat
dalam
muda-mudi (STT). Jika di masyarakat agama
digarap. Ketiga ada kerjasama pada bidang Patungan
yang
ada
di Desa Petandakan adalah pada organisasi
umat Hindu yang mempunyai lahan untuk
yaitu
koalisi
bersama.Selanjutnya
masyarakat agama Hindu dengan agama Budha
yang
beragama Budha selaku penyakap dan warga
ekonomi
kerjakan
memiliki
untuk
organisasi
demi
organisasi pemuda
Muda-Mudi. ini
bergabung
Kedua ketika
mengadakan upacara di Desa Petandakan.
6
muda-mudi di Desa Petandakan ini biasanya
diperbolehkan
untuk
membakar
mayat
di
bekerjasama ketika ada acara bazar penggalian
kuburan yang berada di Desa Petandakan,
dana, turnamen olahraga antar banjar. Biasanya
warga beralasan bahwa yang meninggal ini
menjelang hari raya dan tahun baru, mereka
tidak tinggal di Desa Petandakan, dan tidak
membuat bazar untuk penggalian dana yang pernah ikut berpartisipasi di desa ini. Namun nantinya digunakan untuk membuat seragam konflik yang pernah terjadi antar warga dapat atau
membuat
acara
seperti
17
agustus. diselesaikan dengan cara mediasi olleh para
Kerjasama antar organisasi muda-mudi ini
tokoh masyarakat sehingga ketegangan yang
masih terjalin kuat, hal tersebut terlihat ketika
terjadi dapat diatasi secara kekeluargaan.
ada upacara di desa organisasi ini selalu
4.3 IMPLIKASI KONVERSI AGAMA
terlibat.
Selain itu konversi agama yang terjadi di Selain kerjasama, terdapat pula konflik
Desa Petandakan menimbulkan implikasi atau
yang pernah terjadi antar warga penganut
akibat langsung yang dirasakan oleh warga
agama Hindu dengan warga penganut agama
yang
Budha di Desa Petandakan.Sempat terjadi tiga
adalah pembagian warisan pada masyarakat di
kali konflik di desa ini.Konflik yang pertama
Desa Petandakan sebelum konversi agama
adalah antara pemuda pada saat upacara
memang tahap pembagiannya warisan tersebut
pengrupukan saat pengarakan ogoh-ogoh pada
dibagi secara merata. Namun hal yang berbeda
saat Hari Raya Nyepi tahun 2009 lalu. Pada
terjadi
saat itu sebelum pengrupukan pemuda Banjar
konversi agama.Dimana hak warisan mereka
Kawan
Hindu
tidak dibagi secara merata, melainkan ada yang
berkumpul di depan balai masyarakat banjar
dapat dan ada juga yang tidak dapat.Alasan
kawan, saat pemuda Banjar Kawan tersebut
kenapa warga penganut agama Budha tidak
yaitu
pemuda
beragama
melakukan
ketika
konversi
sebagian
ini,
warga
diantaranya
melakukan
akan mengeluarkan ogoh-ogoh yang dibuat, ada mendapat warisan di keluarganya tersebut, sejumlah pemuda dari banjar pondok yang karena mereka sudah berpindah agama, secara beragama Budha melintas membawa mobil pick
otomatis hak dan kewajiban mereka sudah
up dan mengenai mobil tersebut. Akhirnya
terlepas mulai dari sanggah, adat, ngodalin, dan
terjadi
juga kewajiban di keluarga mereka.Oleh karena
keributan
yang
melibatkan
pemuda
banjar kawan dengan Banjar Pondok Akibatnya itu mereka yang sebagian beagama Budha tidak perkelahian
ini
semakin
meluas
dengan
mendapat warisan mereka. Selain itu jika
terlibatnya banyak pemuda baik itu dari agama
mendapat warisan maka yang bersangkutan
Hindu dengan Budha. Konflik yang kedua yaitu
harus ikut masuk ke adat, kewajiban ngayah
konflik antara warga Hindu dengan Budha, yang
desa, ngodalin di sanggah dadia mereka. Selain
berawal dari salah seorang warga agama Budha
itu ada juga warga yang sudah berpindah
yang meninggal yang tinggal di Desa Sarimekar,
agama ke agama Budha, namun mereka masih
dimana warga yang meninggal tersebut tidak
bermukim atau tinggal di lahan milik Desa Adat
7
Petandakan,
diizinkan
untuk
tetap
tinggal
yang harus
dijalankan
dalam
menjalankan
disana. Namun bagi warga yang menempati konsep dipa ini yaitu: bertekad dan melatih diri lahan druwen desa (milik desa) akan dikenakan
untuk menghindari pencurian dan pembuuhan,
biaya sewa yang nantinya dibayar setiap enam
melatih diri menghindari perbuatan asusila,
bulan kepada pihak Desa Adat. Bagi warga
melatih diri melakukan perkataan dusta, dan
yang tinggal diatas lahan milik desa adat, akan melatih diri untuk menghindari makanan atau dikenakan biaya sewa berupa beras, dengan
minuman
perhitungan luas lahan 1 are dikenakan 10 kg
kesadaran. Sedangkan meditasi itu adalah
yang diserahkan ke pihak desa adat setiap
praktik dari pembelajaran sila,danadan dipa
bulannya dan beras tersebut akan diterima oleh
tersebut, dimana dalam melakukan meditasi kita
Bendesa adat Desa Pakraman Petandakan,
dapat merenungkan perbuatan-perbuatan yang
yang nantinya akan digunakan jika ada upacara
terlah kita perbuat. Pada makna meditasi ini,
yadnya
di
Pura-Pura
di
lingkungan
yang
menyebabkan
lemahnya
Desa kita bisa merenungkan apakah benar atau salah
Pakraman Petandakan.
dalam perbuatan yang telah dilakukan dan juga
4.4 MAKNA KONVERSI BAGI WARGA ini sebagai wujud nyata di dalam kehidupan dan melakukan
UMAT BUDHA
perbuatan-pebuatan.
Selain
itu
Masyarakat di Desa Petandakan yang makna sosial, bagaimana kehidupan warga melakukan konversi agama mengakui bahwa yang melakukan konversi agama dari agama baru Hindu ke Budha, bahwa mereka belajar menyadari apa arti perbuatan mereka. Dimana menumbuhkan rasa cinta kasih kepada warga agama Budha mempunyai empat macam masyarakat yang lainnya, selain itu jika warga setelah
mereka
konversi
agama,
konsep untuk mendpatkan kebahagiaan dan
umat Budha sudah menjalankan empat konsep
terlepas dari penderitaan mereka yaitu, dana,
tersebut, maka secara otomatis rasa cinta kasih,
sila, dipa, meditasi, dan. Dana yang pemberian
kedamaian,
secara tulus iklhas, dimana warga agama
menghormati antar sesama itu akan tumbuh
Budha di Desa Petandakan harus menjalankan
dengan sendirinya.
konsep
5. KESIMPULAN
dana
ini
kepada
setiap
orang,
saling
menghargai
dan
melakukan dana bukan berarti kita harus
Dari hasil pembahasan dalam penelitian
memberikan berupa materi, namun bisa juga
ini, bahwa warga Desa Petandakan telah
pemberian dalam hal non-materi. Ada juga
melakukan konversi agama mulai sekitar tahun
konsep sila, pada konsep ini, bagaimana kita 1969, dan penyebab warga melakukan konversi tidak menganggu atau mengusik dari kehidupan
agama tersebut adalah faktor yang paling kuat
seseorang dan kebahagiaannya, maka akan
yaitu peristiwa tahun 1965 atau G30-S. Adapun
dirasakan
kebahagiaan.
Kalau
dipa
itu setelah
warga
melakukan mulai
muncul
atau
merupakan makna tentang moralitas kehidupan
berpindah
pada masyarakat, dimana dikenal ada beberapa
interaksi diantara warga agama Hindu dan
8
agama,
konversi
interaksi-
agama Budha, dimana pola interaksi antara Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. warga umat Budha dengan warga umat Hindu
Jakarta: Kencana
lebih cenderung ke pola interaksi yang bersifat Ghazali, Mucthar Adeng. 2011. Antropologi
asosiatif seperti halnya, kerjasama, toleransi,
Agama. Bandung: Penerbit Alfabeta.
mediasi. Namun ada juga beberapa interaksi yang bersifat disosiatif yaitu alam bentuk konflik,
Herlambang, Wicaksana
dalam hal ini antara warga Hindu dengan Budha
Ida
Bagus.
2015.
Masyarakat Multikultural: Studi Tentang Interaksi
menyelesaikan konflik dengan cara mediasi dan
Sosial Antara Masyarakat Etnis Bali Dan Etnis
mencari jalan keluar secara damai. Sedangkan
Sasak Di Kota Amlapura. Skripsi: Program Studi
jika dilihat dari implikasi, banyak hal yang
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
ditimbulkan akibat adanya konversi agama ini
Universitas Udayana.
yang sekaligus dirasakan langsung oleh warga yang
melakukan,
diantaranya
pembagian
Kusumawati,
Ni
Luh.
2010.
Simbol-Simbol
warisan tidak merata akibat mereka pindah
Agama Sebagai Media Pendidikan Multikultur Di
agama sehingga hak dan kewajiban mereka
Pura Nusa Dharma Desa Benoa Kecamatan
terlepas dari desa adat, selain itu bagi warga
Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Tesis :
yang beragama Budha namun masih tinggal di
Program Pascasarjana Institut Hindu Dharma
lahan milik desa akan dikenakan sewa dengan
Negeri Denpasar.
melakukan
pembayaran
berupa
beras. Moleong, J. Lexy. 2004. Metode Penelitian
Kemudian dilihat dari makna bagi masyarakat yang
pindah
kedamaian, mereka.
agama,
itu
untuk
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakayra.
mencari
cinta
kasih
dalam
kehidupan
Dimana
warga
yang
melakukan
Narwoko, Dwi. J & Suyatno, Bagong. 2004. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan.
konversi agama dulunya mempunyai masalah yang
melanda
hidup
mereka
dan
Jakarta : Kencana
hampir
kehilangan orientasi hidup, dengan berpindah agama,
dimana
dalam
kehidupan
Rustini.2006. Konversi Agama Dan Pendidikan
mereka
Agama
menjalankan cita kasih, perbuatan yang baik
Hindu
Di
Muntigunung
dengan mengamalkan dana, dipa, sila, Samadhi
Karangasem.Tesis:
untuk mencapai kebahagiaan tertinggi dalam
Desa
Pakraman Kabupaten Program
Pascasarjana Institut Hindu Dharma
hidupnya.
Negeri Denpasar.
6. DAFTAR PUSTAKA Aryadharma, Supri Kadek. 2011. Membedah Soekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Kasus Konversi Agama Di Bali. Surabaya: Paramita.
9
10