BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah
membutuhkan
pendapatan
untuk
menjalankan
kegiatan
pemerintahan, dan pembangunan negara. Pembangunan negara terwujud dalam berbagai bentuk fasilitas umum yang dapat digunakan oleh masyarakat. Bentuk fasilitas umum terwujud dalam pembangunan rumah sakit, jembatan, jalan dan taman umum. Selain fasilitas umum, pendapatan negara dapat juga digunakan untuk kepentingan umum lainnya seperti subsidi dan dana pensiun. Dalam rangka proses pembangunan dan untuk menjalankan kegiatan pemerintahan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam operasional pemerintahannya. Menurut Kementerian Keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) tahun 2013, pendapatan dalam negeri ditargetkan mencapai Rp1.497,5 triliun, meningkat 12,4% dari realisasinya dalam tahun 2012 (www.anggaran.depkeu.go.id). Dana tersebut diharapkan diperoleh dari pendapatan negara yang bersumber dari penerimaan perpajakan dan penerimaan dari bukan pajak. Penerimaan negara dari sektor perpajakan diperoleh dari pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional. Sedangkan penerimaan negara dari bukan pajak diperoleh dari penerimaan sumber daya alam, pendapatan bagian laba BUMN, PNBP lainnya, dan pendapatan BLU. Dalam
1
hal ini, pendapatan negara selalu didominasi oleh penerimaan negara dari sektor perpajakan yang dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 1.1 Perkembangan Pendapatan Negara (triliun rupiah) Uraian
2008
2009
2010
I. Penerimaan Perpajakan 658,7 619,9 723,3 a. Pendapatan Pajak Dalam 622,4 601,3 694,4 Negeri 1. Pendapatan Pajak 327,5 317,6 357,0 Penghasilan 2. Pendapatan Pajak 209,6 193,1 230,6 Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Nilai dan Barang Mewah 3. Pendapatan Pajak Bumi 25,4 24,3 28,6 dan Bangunan 4. Pendapatan BPHTB 5,6 6,5 8,0 5. Pendapatan Cukai 51,3 56,7 66,2 6. Pendapatan Pajak Lainnya 3,0 3,1 4,0 b. Pendapatan Pajak 36,3 18,7 28,9 Perdagangan Internasional 1. Pendapatan Bea Masuk 22,8 18,1 20,0 2. Pendapatan Bea Keluar 13,6 0,6 8,9 II. Penerimaan Negara Bukan Pajak 320,6 227,2 268,9 a. Penerimaan Sumber Daya 224,5 139,0 168,8 Alam 1. Pendapatan SDA Migas 211,6 125,8 152,7 2. Pendapatan SDA 12,8 13,2 16,1 Nonmigas b. Pendapatan Bagian Laba 29,1 26,0 30,1 BUMN c. PNBP Lainnya 63,3 53,8 59,4 d. Pendapatan BLU 3,7 8,4 10,6 Total Pendapatan Dalam Negeri 979,3 847,1 992,2 Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia
2011
2012
873,9 819,8
980,5 930,9
APBN-P 2013 1.148,4 1.099,9
431,1
465,1
538,8
277,8
337,6
423,7
29,9
29,0
27,3
77,0 3,9 54,1
95,0 4,2 49,7
104,7 5,4 48,4
25,3 28,9 331,5 213,8
28,4 21,2 351,8 225,8
30,8 17,6 349,2 203,7
193,5 20,3
205,8 20,0
180,6 23,1
28,2
30,8
36,5
69,4 20,1 1.205,3
73,5 21,7 1.332,3
85,5 23,5 1.497,5
Dalam tabel tersebut, untuk periode 2008-2012 realisasi penerimaan perpajakan mengalami peningkatan secara signifikan dari Rp658,7 triliun
2
pada tahun 2008 menjadi Rp980,5 triliun pada tahun 2012. Sejalan dengan semakin meningkatnya penerimaan perpajakan, kontribusi penerimaan perpajakan terhadap pendapatan negara juga meningkat, dari 67,3% pada tahun 2008 menjadi 73,6% pada tahun 2012. Berdasarkan Pasal 1 UndangUndang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang– Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar–besarnya kemakmuran rakyat. Pendapatan negara yang berasal dari pajak memiliki kontribusi yang besar disebabkan karena pendapatan pajak dalam negeri. Pendapatan Pajak dalam negeri yang besar disebabkan karena perolehan pajak penghasilan yang besar dibandingkan dengan jenis pajak lain yang berasal dari dalam negeri. Menurut Resmi (2009) pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Pajak Penghasilan dalam tabel 1.1 Perkembangan Pendapatan Negara terlihat lebih besar dibandingkan dengan sumber pendapatan pajak dalam negeri lainnya dari tahun ke tahun, yaitu pada tahun 2008 sebesar 52,62% (didapat dari pendapatan pajak penghasilan tahun 2008 Rp327,5 triliun dibagi dengan pendapatan pajak dalam negeri tahun 2008 Rp622,4 triliun dikalikan 100%), tahun 2009 sebesar 52,82 % (didapat dari dari pendapatan pajak penghasilan tahun 2009 Rp317,6 triliun dibagi dengan pendapatan pajak dalam negeri tahun 2009 Rp601,3 triliun
3
dikalikan 100%), tahun 2010 sebesar 51,41% (didapat dari pendapatan pajak penghasilan tahun 2010 Rp357,0 triliun dibagi dengan pendapatan pajak dalam negeri tahun 2010 Rp694,4 triliun dikalikan 100%), tahun 2011 sebesar 52,58% (didapat dari pendapatan pajak penghasilan tahun 2011 Rp431,1 triliun dibagi dengan pendapatan pajak dalam negeri tahun 2011 Rp819,8 triliun dikalikan 100%), dan tahun 2012 sebesar 49,96% (didapat dari pendapatan pajak penghasilan tahun 2012 Rp465,1 triliun dibagi dengan pendapatan pajak dalam negeri tahun 2012 Rp930,9 trliun dikalikan 100%). Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) berperan rata-rata 50%, dibandingkan sumber pendapatan pajak dalam negeri lainnya. Hal ini menjadikan kebutuhan Pajak yang berasal dari Pajak Penghasilan tahun ke tahun semakin meningkat. Dalam mendukung Pajak Penghasilan yang besar tersebut, harus didukung dengan kepatuhan wajib pajak terhadap kewajibannya. Kepatuhan menurut Mahon (2001) dalam Albari (2009) adalah sebuah sikap yang rela untuk melakukan segala sesuatu, yang didalamnya didasari kesadaran maupun adanya paksaan, yang membuat perilaku seseorang dapat sesuai dengan yang diharapkan. Kebutuhan akan pajak yang besar tersebut, diharapkan diikuti sikap wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Menurut Supriyati dan Hidayati (2008) wajib pajak dikatakan patuh bukan berarti wajib pajak yang membayar dalam nominal besar melainkan wajib pajak
4
yang mengerti dan mematuhi hak dan kewajibannya dalam bidang perpajakan serta telah memenuhi kriteria tertentu. Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh pelayanan fiskus. Pelayanan merupakan fasilitas yang diberikan kepada seseorang. Dalam hal ini, pelayanan yang diterima oleh wajib pajak, ialah pelayanan yang dilakukan oleh pegawai pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Wajib pajak yang tidak patuh terkadang disebabkan oleh kurangnya informasi serta pemahaman akan pajaknya sehingga wajib pajak mengalami kesulitan untuk mengikuti prosedur dan peraturan yang ada. Pelayanan fiskus kemudian diberikan dan diwujudkan ketika wajib pajak tidak mengerti akan pajaknya tersebut, sehingga petugas pajak dapat melakukan penyuluhan yang menyebabkan wajib pajak memiliki pemahaman tentang hak dan kewajiban yang dimiliki wajib pajak sendiri. Pelayanan fiskus yang baik dapat memberikan rasa nyaman wajib pajak terhadap pelayanan yang diberikan sehingga wajib pajak patuh terhadap kewajiban perpajakannya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan dalam penelitian Supadmi (2009) peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kepada wajib pajak sebagai pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak juga dapat dipengaruhi beberapa faktor lain seperti persepsi atas efektivitas sistem perpajakan. Persepsi dapat dinyatakan sebagai suatu proses tanggapan secara langsung dari suatu keadaan atau kondisi yang terjadi. Menurut Utami et al. (2012) persepsi
5
dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar dan pengetahuan. Sedangkan, menurut Hardinigsih (2011) efektivitas memiliki pengertian suatu pengukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah tercapai. Sistem perpajakan yang dijalankan di Indonesia ialah sistem self assessment. Menurut Resmi (2009) sistem self assesment ialah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang–undangan perpajakan yang berlaku. Sistem ini memberikan kesempatan untuk wajib pajak menghitung besarnya pajak yang terutang sendiri, kepercayaan, serta tanggung jawab untuk menghitung, membayar, dan melaporkan besarnya pajak. Sistem pajak yang diterapkan sekarang telah modern. Sistem perpajakan sekarang telah berbasis internet. Menurut Handayani et al. (2012) melalui sistem perpajakan baru yang berbasis internet, wajib pajak dapat mendaftar dan mengakses data perpajakannya tanpa batas waktu dan tempat Sistem pajak sekarang juga menggunakan teknologi komputer. Beberapa bentuk sistem perpajakan lain di Indonesia seperti E-Registration, E-SPT, dan E-Filing. Sistem tersebut berguna untuk memudahkan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya seperti dalam mendaftar menjadi wajib pajak, melaporkan pajak terutangnya. Jadi dapat dikatakan persepsi atas efektivitas sistem perpajakan merupakan proses tanggapan secara langsung individu dari sistem perpajakan yang diterapkan sehingga menyebabkan pengukuran seberapa jauh target (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah
6
tercapai akan sistem pajak yang modern tersebut. Sistem perpajakan yang telah diterapkan diharapkan efektif, sehingga dapat meningkatkan persepsi atas efektivitas sistem pajak tersebut dan mendukung kepatuhan wajib pajak terhadap pajak. Dalam mendukung kepatuhan wajib pajak, pengetahuan mengenai pajak wajib dimiliki oleh wajib pajak. Menurut Utami et al. (2012) pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan pajak yang dimiliki wajib pajak merupakan hal yang paling mendasar yang harus dimiliki oleh wajib pajak karena tanpa adanya pengetahuan tentang pajak, maka sulit bagi wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, seperti dalam penghitungan pajak, membayar pajak, dan melaporkan pajak yang terutang maupun yang telah dibayarkan. Hal ini menjadikan kebutuhan sosialisasi untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Menurut Supriyati dan Hidayati (2008) kurangnya sosialisasi mungkin berdampak pada rendahnya kesadaran masyarakat yang pada akhirnya mungkin menyebabkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Pemerintah telah melakukan upaya untuk menambahkan pengetahuan bagi para wajib pajak, diantaranya melalui penyuluhan, iklan-iklan di media masa maupun media elektronik dengan tujuan agar para wajib pajak lebih mudah mengerti dan lebih cepat mendapat informasi perpajakan. Pengetahuan biasanya dimiliki oleh orang yang mengerti, sering membaca, dan memiliki pengalaman atas suatu peristiwa. Wajib pajak tersebut memiliki pengetahuan akan informasi–informasi yang dapat digunakan untuk menjalankan
7
kewajibannya tersebut. Pengetahuan pajak yang dimiliki dapat membuat wajib pajak mengetahui manfaat membayar pajak secara tidak langsung, meningkatkan pemenuhan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya serta meningkatkan kepatuhan terhadap pajaknya. Kepatuhan pajak tidak lepas juga dari kesadaran. Menurut Arum (2012) Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia untuk memahami realitas dan bagaimana mereka bertindak atau bersikap terhadap realitas. Menurut Musyarofah dan Purnomo (2008) kesadaran wajib pajak adalah sikap mengerti wajib pajak badan atau perorangan untuk memahami arti, fungsi dan tujuan pembayaran pajak. Kesadaran ini umumnya dimiliki oleh setiap orang. Setiap orang yang memiliki kesadaran pajak yang tinggi akan mengerti fungsi pajak, baik mengerti manfaat pajak untuk
masyarakat
maupun diri pribadi. Menurut Handayani et al. (2012) kesadaran yang tinggi itu muncul tidak lain berasal dari adanya motivasi Wajib Pajak. Motivasi tidak ingin melanggar kewajiban atas pajak timbul sebagai bentuk kesadaran yang dimiliki wajib pajak. Menurut Soemitro (1987) dalam Musyarofah dan Purnomo (2008) dengan demikian masyarakat akan sukarela dan disiplin dalam membayar pajak tanpa paksaan. Kesadaran yang dimiliki wajib pajak dalam membayar pajak sangat penting untuk kelangsungan pemerintahan. Wajib pajak yang sadar, akan mengerti pentingnya kepatuhan dalam pelaksanaan kewajibannya, sehingga kepatuhan wajib pajak meningkat. Hal ini juga didukung dengan penelitian Asri (2009) dalam Muliari dan Setiawan
8
(2011) kesadaran wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak. Dalam penelitian sebelumnya Siregar et al. (2012) melakukan pengujian pengaruh pelayanan fiskus, dan pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di Semarang Tengah, yang menghasilkan kesimpulan keduanya berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, dan terdapat pengaruh pelayanan fiskus dan pengetahuan perpajakan yang secara bersama-sama terhadap kepatuhan wajib pajak, yang menghasilkan variabel termasuk sebagai korelasi yang kuat. Jadi dapat dinyatakan terdapat hubungan yang positif antara variabel pelayanan fiskus dan variabel pengetahuan perpajakan dengan variabel kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini dilakukan dengan mereplikasi penelitian yang berbeda dan telah dilakukan sebelumnya dari yang dilakukan Siregar et al. (2012). Perbedaan-perbedaan tersebut dapat terlihat dalam bentuk: 1.
Objek penelitian ini adalah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tigaraksa khususnya di Kecamatan Kelapa Dua, sedangkan objek penelitian sebelumnya wajib pajak orang pribadi yang memiliki tunggakan pajak di KPP Semarang Tengah 1.
2.
Variabel independen yang diteliti dalam penelitian ini pelayanan fiskus, persepsi atas efektivitas sistem perpajakan, pengetahuan pajak, dan
kesadaran
Wajib Pajak,
sedangkan penelitian terdahulu
menggunakan variabel independen pelayanan fiskus, dan pengetahuan
9
perpajakan. Variabel independen tambahan persepsi atas efektivitas sistem perpajakan berasal dari penelitian Utami et al. (2012) sedangkan kesadaran Wajib Pajak berasal dari penelitian Musyarofah dan Purnomo (2008). 3.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan kuesioner, wawancara (interview) dan studi pustaka.
4.
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini ialah convenience sampling, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan dengan purposive sampling.
5.
Tahun penelitian adalah 2013, sedangkan penelitian sebelumnya tahun 2012. Berdasarkan latar belakang tersebut,
maka peneliti termotivasi
untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pelayanan fiskus, persepsi atas efektivitas sistem perpajakan, pengetahuan pajak, dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di wilayah KPP Pratama Tigaraksa.
1.2 Batasan Masalah Agar pembahasan menjadi tidak terlalu luas dan dapat terarah pada sasaran yang ingin diteliti, maka penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup sebagai berikut: 1. Objek penelitian adalah Kantor Pelayanan Pajak Tigaraksa.
10
2. Subjek penelitian adalah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Tigaraksa khususnya di Kecamatan Kelapa Dua pada periode 2012 dengan kriteria wajib pajak orang pribadi usahawan. 3. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelayanan fiskus, persepsi atas efektivitas sistem perpajakan, pengetahuan pajak, dan kesadaran wajib pajak.
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pelayanan fiskus memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi? 2. Apakah persepsi atas efektivitas sistem perpajakan memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi? 3. Apakah pengetahuan pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi? 4. Apakah kesadaran wajib pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi? 5. Apakah pelayanan fiskus, persepsi atas efektivitas sistem perpajakan, pengetahuan pajak, dan kesadaran wajib pajak secara simultan memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi?
11
1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris tentang pengaruh: 1. Pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. 2. Persepsi atas efektivitas sistem perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. 3. Pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. 4. Kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. 5. Pelayanan fiskus, persepsi atas efektivitas sistem perpajakan, pengetahuan pajak, dan kesadaran wajib pajak secara simultan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi: 1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tigaraksa Dapat memberikan masukan dan pertimbangan bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tigaraksa untuk meningkatkan pelayanannya dalam rangka menambah kemampuan wajib pajak dengan penerapan self assessment system. 2. Mahasiswa Dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi.
12
3. Peneliti selanjutnya Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan penelitian selanjutnya dan untuk menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
1.6 Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran sistematika dalam penelitian ini, maka sistematika yang digunakan adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
: TELAAH LITERATUR Dalam bab ini menjelaskan mengenai penjelasan tentang teori– teori yang relevan dengan pajak, pajak penghasilan, kepatuhan wajib pajak, pelayanan fiskus, persepsi atas efektivitas sistem perpajakan, pengetahuan pajak, dan kesadaran wajib pajak. Selain itu, bab ini juga menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan, serta perumusan hipotesis.
BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan gambaran umum objek penelitian, metode penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengambilan sampel, serta teknik analisis data.
13
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas tentang hasil penelitian dari tahap hasil analisis data dan disertai pembahasan dari penelitian yang telah dilaksanakan. BAB V
: SIMPULAN DAN SARAN Bab ini membahas tentang simpulan berdasarkan hasil penelitian yang dirumuskan dalam perumusan masalah dan saran-saran yang dapat diberikan kepada pihak yang memerlukan.
14