BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Dalam berbagai industri, cara pemasaran perusahaan telah bergeser dari
tradisional “fitur dan manfaat” menjadi penciptaan pengalaman bagi konsumen (Schmitt, 1999). Literature mengenai brand experience (pengalaman merek) satu dekade terakhir menekankan pada pentingnya membangun merek yang kuat dengan membentuk hubungan emosional antara merek dan konsumen (Aaker 1996; Keller 2003). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menemukan bahwa konsumen modern tidak lagi hanya membeli produk dan jasa, sebaliknya konsumen membeli pengalaman luar biasa dan pengalaman emosional yang timbul saat transaksi jual beli (Gobe, 2001; Brembeck dan Ekstrom, 2004; Ratneshwar dan Mick, 2005; Zarantonello dan Schmitt, 2010). Gagasan bahwa konsumen mencari pengalaman unik dan mudah diingat (yang dihasilkan dari sensorik, afektif dan perbandingan dengan pengalaman lainnya) telah diakui dalam beberapa literatur pemasaran (Zarantonello dan Schmitt, 2010). Sebagai hasilnya, baik akademisi maupun praktisi telah menyatakan minat yang besar dalam konsep pengalaman merek dan telah mengakui bahwa pentingnya untuk mengembangkan strategi pemasaran untuk barang dan jasa. Untuk layanan, telah menunjukkan bahwa penciptaan dan penyampaian pengalaman yang menyentuh emosional dan memberikan pengaruh pada penjualan,
1
loyalitas konsumen dan promosi merek (Gobe, 2001; Smith dan Milligan, 2002; Schmitt dan Rogers, 2008). Konsep pengalaman konsumen telah diteliti dalam konteks yang berbeda termasuk pengalaman konsumsi (Holbrook dan Hirschman, 1982), pengalaman pelayanan (Hui dan Bateson, 1991), pengalaman belanja (Kerin, Ambuj, dan Howard, 1992), pengalaman produk (Hoch, 2002), pengalaman estetika (Joy dan Sherry, 2003), dan pengalaman pelanggan (Ryder, 2007). Brakus, Schmitt dan Zarantonello (2009) mendefinisikan pengalaman merek sebagai sesuatu yang subyektif—tanggapan konsumen secara internal (sensasi, perasaan, dan kognisi) serta respon perilaku yang ditimbulkan oleh merek terkait rangsangan yang merupakan bagian dari desain merek dan identitas, kemasan dan lingkungan. Konsumen yang melakukan pembelian secara berulang pada merek yang dipasarkan merupakan hal yang diinginkan oleh pemasar. Hal ini mengingat loyalitas yang mereka lakukan akan secara konsisten berkontribusi pada pemasukan maupun laba perusahaan (Reichheld, 1996). Beberapa peneliti berpendapat bahwa konsumen akan melakukan pembelian kembali apabila konsumen memiliki perasaan positif yang sangat kuat terhadap merek (Dick dan Basu, 1994), melibatkan kondisi psikologis yang mengikat konsumen dengan merek (Kotler dan Keller, 2011) dan menguatkan komitmen untuk melakukan pembelian secara berulang (Oliver, 1999). Penerimaan dan laba yang dihasilkan dari pembelian berulang karena konsumen terikat secara emosional akan lebih stabil (Grisaffe dan Nguyen, 2011) dan konsumen siap untuk mengorbankan uangnya guna mengonsumsi merek tersebut (Oliver, 1999). Hubungan ini dikenal dengan nama
2
emotional attachment to brands – keterikatan emosional konsumen terhadap merek (Thomson, MacInnis dan Park 2005). Belk (1988) berargumen bahwa keterikatan emosional konsumen tidak akan ada apabila konsumen tersebut tidak memiliki pengalaman yang intens dalam mengonsumsi merek tersebut. Konsumen memiliki pengalaman dengan sebuah merek ketika mereka sedang mencari produk yang tepat, melakukan pembelian, dan menggunakannya (Brakus et al., 2009). Apabila pengalaman yang konsumen miliki positif, diprediksikan konsumen akan dengan senang hati melakukan pembelian kembali terhadap merek tersebut. Keterlibatan produk pada umumnya didefinisikan sebagai persepsi konsumen akan penting atau tidaknya kategori produk berdasarkan kebutuhannya (Bian and Moutinho, 2008). Keterlibatan tinggi digambarkan sebagai proses konsumen mengambil keputusan pembelian, akan melalui tahapan panjang yang melibatkan diri konsumen dalam pencarian informasi dan mengevaluasinya. Sebaliknya, konsumen yang tidak memiliki tujuan dan nilai yang ingin diraih akan cenderung berada pada situasi keterlibatan rendah dalam memproses informasi untuk sampai pada tahap pengambilan keputusan pembelian (Bian and Moutinho, 2008). Thomson et al. (2005) menganalisa pengaruh keterikatan emosional konsumen pada kecenderungan perilaku konsumsi terhadap merek. Hasil dari penelitian ini menunjukan terdapat tiga dimensi dari keterikatan emosional yaitu afeksi, ketertarikan, dan hubungan berpengaruh pada loyalitas konsumen. Brakus et al. (2009) menganalisa pengaruh pengalaman merek pada loyalitas konsumen
3
untuk membeli produk dengan merek yang sama. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa terdapat empat dimensi yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian ulang yaitu indera, afektif, intelektual, dan perilaku berpengaruh positif dan signifikan pada perilaku pembelian konsumen terhadap merek. Suh dan Yi (2006) menganalisa pengaruh sikap merek, kepuasan dan loyalitas merek yang dimoderasi oleh keterlibatan produk. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa sikap konsumen pada merek dipengaruhi oleh tingkat keterlibatan produk (tinggi atau rendah) yang dikonsumsi oleh konsumen. Penelitian ini menguji pengaruh pengalaman merek dan keterikatan emosional dengan peran moderasi keterlibatan produk pada niat membeli ulang. Pengalaman merek yang dimaksud oleh peneliti adalah pengalaman merek yang mengacu pada penelitian Brakus et al. (2009) yang didasari oleh indera, afektif, intelektual dan perilaku konsumen. Keterikatan emosional yang dimaksud oleh peneliti adalah keterikatan emosional yang mengacu pada penelitian Thomson et al. (2005) yang didasari oleh afeksi, ketertarikan, dan hubungan konsumen. Peran moderasi keterlibatan produk mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Suh dan Yi (2006) yaitu tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk tinggi atau rendah. Penelitian yang menggunakan efek moderasi tingkat keterlibatan produk untuk menguji loyalitas konsumen telah dilakukan di Korea, penelitian tersebut dilakukan oleh Suh dan Yi (2006). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat keterlibatan konsumen berpengaruh pada sikap merek, kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap merek. Terutama pada kategori produk yang memiliki tingkat
4
keterlibatan yang berbeda yaitu kosmetik (parfum, pewarna bibir, dll) dan perlengkapan rumah tangga (deterjen, sabun, dll). Penelitian serupa juga telah dilakukan di Indonesia oleh Sukoco dan Hartawan (2011) untuk menganalisa pengaruh pengalaman merek dan keterikatan emosional pada loyalitas konsumen terhadap merek dengan moderasi keterlibatan produk yang dikembangkan oleh Zaichkowsky (1985). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa masing-masing dimensi pada dua variabel yaitu pengalaman merek dan keterikatan emosional konsumen berpengaruh pada perilaku pembelian ulang konsumen. Kategori produk yang menjadi objek penelitian yaitu pada kategori produk telepon genggam dan makanan ringan. Lebih lanjut, penelitian ini menunjukan bahwa fungsi moderasi dari keterlibatan produk hanya terdapat pada hubungan antara pengalaman merek dengan loyalitas konsumen. Penelitian yang dilakukan oleh Suh dan Yi (2006) dan Sukoco dan Hartawan (2011) memiliki kesamaan dan keterbatasan. Penelitian keduanya menggunakan model moderasi yang serupa untuk menganalisis perilaku konsumen dalam pembelian ulang yaitu tingkat keterlibatan pada produk. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa fungsi moderasi dari keterlibatan produk terdapat pada hubungan antara pengalaman merek dan loyalitas konsumen. Keterlibatan yang tinggi memperkuat efek dari pengalaman merek terhadap niat konsumen untuk membeli kembali merek yang dikonsumsi (Sukoco dan Hartawan, 2011). Penelitian Suh dan Yi (2006) menunjukan bahwa keterlibatan yang tinggi memperkuat efek dari sikap merek konsumen terhadap niat beli ulang konsumen. Tingkat keterlibatan rendah juga mempengaruhi kepuasan dan sikap konsumen terhadap merek.
5
Keterbatasan dari kedua penelitian ini yaitu tidak dapat digeneralisasi karena perbedaan karakteristik konsumen pada masing-masing lingkungan dan perbedaan kategori produk yang dibeli oleh konsumen. Sukoco dan Hartawan (2011) melakukan penelitian di Indonesia dengan jumlah responden 168 orang. Suh dan Yi (2006) menyarankan untuk penelitian selanjutnya menambahkan consumer goods (barang konsumsi) dan durable goods (barang tahan lama) sebagai perbandingan efek tingkat keterlibatan konsumen pada niat pembelian. Responden penelitian yang dilakukan dari Suh dan Yi (2006) diketahui membeli produk kosmetik dan perlengkapan rumah tangga sementara responden dari penelitian Sukoco dan Hartawan (2011) membeli produk telepon genggam dan makanan ringan. Maka dari itu, peneliti melakukan penelitian serupa dengan menambahkan desain penelitian berupa kategori produk elektronik rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga karena menurut Zaichkowsky (1985) produk elektronik akan membutuhkan tingkat keterlibatan yang tinggi pada situasi tertentu. Sedangkan perlengkapan rumah tangga akan menyita lebih sedikit keterlibatan karena frekuensi pembelian yang lebih sering dibanding dengan elektronik. 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, belum banyak penelitian yang
menggabungkan konsep
pengalaman merek,
keterikatan
emosional dan
keterlibatan produk dalam sebuah model yang lebih komprehensif untuk menjelaskan niat beli ulang konsumen terhadap merek. Thomson et al. (2005) terbatas pada pengukuran kekuatan emosional konsumen pada merek, Suh dan Yi (2006) terbatas pada sikap merek yang mempengaruhi kepuasan dan loyalitas
6
konsumen dan Brakus et al. (2009) terbatas pada pengaruh pengalaman merek pada loyalitas konsumen. Terlebih lagi, faktor moderasi keterlibatan produk masih belum banyak digunakan untuk menggambarkan model penelitian ini. Perbedaan tingkat keterlibatan konsumen pada kategori produk consumer goods dan durable goods menciptakan efek perilaku yang berbeda pada niat membeli ulang (Suh dan Yi, 2006). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh pengalaman merek dan keterikatan emosional pada niat membeli ulang dengan peran moderasi keterlibatan produk. Kategori produk barang konsumsi (perlengkapan rumah tangga) dan barang tahan lama (elektronik rumah tangga) digunakan sebagai perbandingan efek tingkat keterlibatan konsumen pada niat membeli ulang. 1.3.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, didapatkan
pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah pengalaman merek berpengaruh positif pada keterikatan emosional konsumen? 2. Apakah pengalaman merek berpengaruh positif pada niat konsumen untuk melakukan pembelian berulang? 3. Apakah keterikatan emosional konsumen terhadap merek berpengaruh positif pada niat membeli ulang? 4. Apakah pengaruh positif pengalaman merek pada niat membeli ulang lebih kuat untuk konsumen yang memiliki keterlibatan tinggi terhadap produk?
7
5. Apakah pengaruh positif keterikatan emosional konsumen terhadap merek pada niat membeli ulang lebih kuat untuk konsumen yang memiliki keterlibatan tinggi terhadap produk? 1.4.
Tujuan Penelitian Adapun pertanyaan penelitian ini dibuat untuk mencapai tujuan peneliti
yaitu: 1. Untuk menguji pengaruh pengalaman merek pada keterikatan emosional konsumen terhadap merek. 2. Untuk menguji pengaruh pengalaman merek pada niat membeli ulang konsumen terhadap merek. 3. Untuk menguji pengaruh keterikatan emosional konsumen pada niat membeli ulang terhadap merek. 4. Untuk menguji pengaruh positif pengalaman merek pada niat membeli ulang dilihat dari peran moderasi keterlibatan konsumen terhadap produk. 5. Untuk menguji pengaruh positif keterikatan emosional konsumen pada niat membeli ulang dilihat dari peran moderasi keterlibatan konsumen terhadap produk. 1.5.
Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh oleh pihak lain dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Akademisi
8
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi akademik untuk melihat niat pembelian ulang konsumen berdasarkan pengalaman dan keterikatan emosional serta keterlibatan mereka terhadap merek. 2. Bagi Pemasar Temuan pada penelitian ini memiliki implikasi penting bagi pemasar, khususnya mereka yang menargetkan konsumen dengan menawarkan pengalaman dari produk. Penelitian ini akan membantu pemasar dalam mengembangkan strategi dan taktik yang berbeda berdasarkan pengalaman merek, keterikatan emosional dan keterlibatan produk. 1.6.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup merupakan batasan pada penelitian ini sehingga penelitian
menjadi lebih fokus dan terarah. Adapun yang menjadi fokus penelitian ini adalah: 1. Model penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Suh dan Yi (2006). Penelitian ini dibatasi oleh pemilihan kategori produk berdasarkan tingkat keterlibatan tinggi dan rendah yaitu elektronik rumah tangga (seperti televisi, kulkas, pendingin ruangan, dan lain-lain) dan perlengkapan rumah tangga (seperti sabun, shampo, pasta gigi, dan lain-lain). 2. Responden dalam penelitian ini adalah konsumen yang berdomisili di Indonesia yang pernah menggunakan kategori produk yang menjadi objek penelitian. 3. Waktu penelitian membutuhkan satu bulan untuk mengumpulkan data dari seluruh responden yang pernah menggunakan salah satu dari kategori produk elektronik rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga.
9
1.7. Bab I
Sistematika Penulisan Pendahuluan Membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pertanyaan dan tujuan penelitian, ruang lingkup masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan
Bab II
Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis Berisi tentang landasan teori dan konsep yang digunakan untuk mendukung penelitian ini.
Bab III
Metode Penelitian Berisi tentang desain penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, instrument penelitian, pengumpulan data dan meted analisis data.
Bab IV
Hasil Penelitian dan Pembahasan Berisi tentang deskripsi data, pengujian hipotesis dan pembahasan.
Bab V
Simpulan, Keterbatasan, dan Implikasi Berisi tentang simpulan, keterbatasan, dan implikasi penelitian.
10