1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai gabungan antara senyawa hidrokarbon (unsur karbon dan hidrogen) dan nonhidrokarbon (unsur oksigen, sulfur, nitrogen, dan trace metal). Pencemaran oleh minyak sebenarnya telah terjadi jutaan tahun yang lalu sebelum manusia memiliki kemampuan untuk mengolah minyak bumi. Material yang mengandung minyak memasuki ekosistem lautan yang berasal dari pembusukan sel tumbuhan dan hewan secara alami dan melalui presipitasi hidrokarbon dari atmosfer bumi. Namun sebagian besar beban pencemar akan diuraikan oleh mikrobia secara alami (meskipun dalam jangka waktu lama) yang disebut dengan proses biodegradasi, sehingga dampak terhadap lingkungan menjadi sangat kecil. Saat ini tumpahan minyak akibat kegiatan penambangan lepas pantai, kebocoran dan kecelakaan kapal tanker, kebocoran saluran pipa minyak, dan lainnya, telah menimbulkan kerusakan yang sangat besar pada tingkat lokal baik bagi tumbuhan, hewan maupun manusia (secara tidak langsung) pada ekosistem laut maupun pantai dan terrestrial, sehingga perlu sekali diadakan restorasi lingkungan (Taufiq, 2005). Dampak negatif yang segera terlihat akibat pencemaran minyak bumi adalah rusaknya estetika pantai akibat penampakan dan bau material minyak, residu yang berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan, dan hewan. Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut dan terdampar di pantai, hal ini akan merusak estetika dan mengganggu
2
ekosistem pantai. Pencemaran jenis ini akan sangat sulit untuk menemukan bagian pantai yang tidak terkontaminasi karena penyebarannya yang cepat sehingga dapat merusak secara keseluruhan daerah di sekitar pusat pencemar, seperti pada kasus pencemaran minyak di perairan Pulau Pramuka dan kepulauan Seribu yang telah mencemari hampir semua daerah pantai yang ada. Tumpahan minyak akan mengakibatkan kerusakan biologis yang dapat memberikan efek letal dan efek subletal. Indonesia memiliki deposit minyak bumi yang melimpah, yaitu terdapat di bagian utara Pulau Jawa, bagian timur Kalimantan, Sumatera, daerah kepala burung Papua, serta bagian timur Kepulauan Seram. Pengeboran-pengeboran minyak bumi yang ada di Indonesia dibagi atas 2 macam lokasi yaitu: daerah daratan (on-shore) dan lepas pantai (off-shore) (Toccalino, et al., 1993). Minyak bumi kasar (mentah) atau yang biasa disebut crude oil (minyak yang baru keluar dari sumur eksplorasi) mengandung ribuan macam zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair maupun padatan. Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Minyak bumi mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah nalkana, dan seri aromatik (benzenoid). Komposisi senyawa hidrokarbon pada setiap minyak bumi tidak sama, tergantung pada sumber penghasil minyak bumi,
3
sehingga setiap minyak bumi di dunia memiliki karakter minyak yang berbedabeda. Misalnya, minyak bumi Amerika komponen utamanya ialah hidrokarbon jenuh, yang digali di Rusia banyak mengandung hidrokarbon siklik, sedangkan yang terdapat di Indonesia banyak mengandung senyawa aromatik dan kadar belerangnya sangat rendah (Toccalino, et al., 1993). Fluoranthene (C16H10) merupakan senyawa hidrokarbon yang tergolong dalam seri aromatik (benzenoid) yang merupakan Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang memiliki sifat rekalsitran di lingkungan, serta bersifat mutagenik dan karsinogenik. Fluoranthene merupakan konstituen dari arang (tar) batubara dan petroleum (turunan aspal). Fluoranthene merupakan salah satu jenis PAH yang memiliki berat molekul tinggi. Saat ini belum diketahui jelas mengenai produksi dan penggunaan senyawa ini secara khusus. Fluoranthene merupakan polutan umum di lingkungan yang telah ditemukan di dalam produk-produk atau sisa pembakaran tidak sempurna bahan bakar minyak, asap rokok, efluen pembakaran mesin bermotor dan makanan yang dibakar dengan menggunakan arang (McNally, et al., 1998). Fluoranthene juga diketahui terdapat di dalam permukaan tanah, air minum, air limbah, sedimen danau, dan di dalam lapisan sistem air (Anonim, 2004). Senyawa fluoranthene ini sering digunakan sebagai parameter pencemaran senyawa hidrokarbon aromatik yang memiliki tingkat toksisitas yang tinggi meskipun pada dasarnya senyawa fluoranthene ini tidak larut di dalam air. Fluoranthene merupakan salah satu dari golongan PAH yang sering menjadi prioritas parameter pencemaran lingkungan (EPA, U.S., 1995). Pada prinsipnya fluoranthene dapat didegradasi dengan menggunakan mikrobia
4
yang memanfaatkan senyawa karbon sebagai sumber-C dalam metabolismenya (McNally, et al., 1998). Degradasi minyak bumi dapat dilakukan dengan memanfaatkan mikrobia seperti bakteri, beberapa khamir, jamur dan sianobakteria (Hadi, 2003). Penelitian ini adalah mengenai biodegradasi fluoranthene dengan menggunakan bakteri indigenous yang diisolasi dari daerah sekitar sumber pencemaran minyak, yaitu pada daerah sekitar lokasi kilang minyak on-shore, tanah sekitar produksi aspal, dan tanah yang telah tercemar minyak tanah. Penelitian ini menggunakan fluoranthene dengan tingkat kemurnian sebesar 98% sebagai senyawa uji untuk dilakukan uji efisiensi biodegradasi oleh isolat indigenous yang diisolasi dari lokasi yang tercemar hidrokarbon.
B. Rumusan masalah Dari latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah dapat dilakukan isolasi mikrobia pendegradasi fluoranthene dari sampel tanah di sekitar lokasi pengeboran minyak on-shore dan lokasi yang tercemar senyawa hidrokarbon 2. Apakah isolat indigenous hasil isolasi tersebut mampu melakukan biodegradasi fluoranthene (C16H10)
5
C. Tujuan Penelitian 1. Memperoleh isolat dan karakterisasi mikrobia yang mampu melakukan biodegradasi fluoranthene 2. Mengetahui
kemampuan
mikrobia
dalam
menggunakan
senyawa
fluoranthene (C16H10) sebagai sumber karbon dan menguji efektivitas biodegradasi dari setiap isolat 3. Mengetahui pengaruh faktor lingkungan (suhu, pH, oksigen dan sumber nitrogen) terhadap pertumbuhan isolat dan degradasi fluoranthene pada kondisi aerob, pH normal dan suhu kamar.
D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan : 1. Memperkaya koleksi mikrobia kandidat pendegradasi senyawa PAH 2. Dapat dilakukan optimasi biodegradasi senyawa PAH khususnya senyawa fluoranthene menggunakan isolat indigenous yang diperoleh dari berbagai sampel yang tercemar minyak bumi.
E. Keaslian Penelitian Penelitian terdahulu telah dilakukan isolasi mikrobia dari sampel air yang tercemar minyak pada daerah lepas pantai (off-shore) dan diperoleh beberapa jenis mikrobia yang telah dikarakterisasi, yang kemudian dilakukan uji biodegradasinya terhadap beberapa PAH. Terdapat juga beberapa penelitian terdahulu mengenai isolasi dan biodegradasi senyawa hidrokarbon aromatik, pada penelitian tersebut
6
dilakukan biodegradasi terhadap senyawa hidrokarbon yang bersifat aromatik, misalnya: fenol, benzene, toluene dan xylena. Dalam penelitian ini digunakan senyawa golongan PAH yang salah satunya adalah fluoranthene untuk uji biodegradasi. Terdapat beberapa penelitian terdahulu dengan menggunakan senyawa uji PAH, yaitu: benzo-pyrene, benzoanthracene, dan pyrene. Telah banyak penelitian mengenai isolasi mikrobia dengan menggunakan senyawa hidrokarbon alifatik dan PAH dengan berat molekul kecil sebagai senyawa uji, namun hanya sedikit penelitian isolasi yang menggunakan senyawa uji PAH dengan berat molekul tinggi untuk uji biodegradasi. Penelitian ini menitikberatkan pada biodegradasi fluoranthene (PAH dengan berat molekul tinggi) menggunakan mikrobia indigenous yang diisolasi dari berbagai sumber pencemar hidrokarbon.