BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balanced scorecard (BSC) merupakan sebuah alat manajemen yang menyediakan kerangka komprehensif bagi eksekutif untuk digunakan dalam menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat pengukuran kinerja koheren dan berkaitan (Kaplan dan Norton, 1992). Keunggulan BSC dibandingkan pengukuran keuangan tradisional, membuat banyak perusahaan mencoba untuk mengadopsinya. Pengadopsian BSC telah sukses dilakukan pada beberapa perusahaan di seluruh dunia, namun pada beberapa perusahaan lainnya masih mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain keterbatasan kognitif yang dimiliki oleh manager dalam memproses dan memahami informasi yang disajikan oleh scorecard tiap unit bisnis, mahalnya biaya tekonologi dan pelatihan karyawan (Lipe dan Salterio, 2000). Sedangkan Neumann dkk. (2010) menyatakan jika dalam desain BSC menggunakan informasi berlebihan yang mengakibatkan manager cenderung mengabaikan sebagian informasi dalam BSC. Keterbatasan dan kesulitan dalam menerapkan BSC membuat para manager lebih menggunakan pengukuran umum dan mengabaikan pengukuran unik (Lipe dan Salterio, 2000). Penggunaan pengukuran umum lebih banyak dibandingkan pengukuran unik mengakibatkan adanya bias pengukuran umum. Bias pengukuran umum dapat dikurangi salah satunya adalah dengan menambahkan pengetahuan BSC (Dilla dan Steinbart, 2005; Dearman dan 1
Shields, 2005). Dearman dan Shields (2005) berpendapat bahwa individu yang memiliki pengetahuan relevan dengan masalah yang dihadapi dapat mengurangi bias informasi akuntansi, demikian pula dengan manager yang memiliki pengetahuan relevan dengan tugas tertentu dapat menghasilkan keputusan lebih tepat karena ketersediaan informasi yang membantu pengambilan keputusaan (Dilla dan Steinbart, 2005). Karyawan dalam sebuah perusahaan terdiri dari berbagai macam latar belakang pendidikan berbeda sehingga tingkat pengetahuan dan pemahaman akuntansi yang mereka miliki pun berbeda (Dearman dan Shields, 2001). Demikian pula, keahlian dan pengalaman yang mereka miliki. Perbedaan pemahaman akuntansi karyawan berpengaruh besar terhadap pengambilan keputusan managerial. Menurut literatur strategi dan manajemen, kegagalan dalam pengambilan keputusan (strategi bisnis) disebabkan oleh organisasi tidak memiliki sumber daya internal, misal rendahnya keahlian dan pengalaman yang dimiliki oleh karyawan. Campbell dkk. (2015) melakukan sebuah penelitian dengan membandingkan antara karyawan yang memiliki keahlian tinggi dan karyawan yang memiliki keahlian rendah pada store24. Hasil penelitiannya menemukan bahwa karyawan yang memiliki keahlian lebih rendah dapat membuat sebuah strategi bisnis, namun tidak dapat menerjemahkan strategi tersebut. Sebaliknya, karyawan toko yang memiliki keahlian tinggi dapat membuat sebuah strategi dan menerjemahkan dengan baik ke dalam hasil-hasil yang nantinya akan digunakan dalam pengambilan keputusan.
2
Perbedaan pengetahuan, keahlian dan pengalaman karyawan dalam mengerjakan suatu pekerjaan dapat diatasi dengan perilaku berbagi pengetahuan. Perilaku berbagi pengetahuan mengacu pada penyediaan informasi tugas dan pengetahuan untuk membantu dan berkolaborasi dengan orang lain dalam memecahkan masalah, mengembangkan ide-ide baru, atau menerapkan kebijakan atau prosedur (Wang dan Noe, 2010). Keunggulan perilaku berbagi pengetahuan antara lain pengurangan biaya produksi, penyelesaian proyek-proyek baru dalam pengembangan produk lebih cepat dari biasanya, meningkatkan kinerja tim, kemampuan inovasi perusahaan, dan kinerja perusahaan termasuk pertumbuhan penjualan dan pendapatan dari produk dan layanan baru (Mesmer-Magnus & DeChurch, 2009; Haas dan Hansen, 2007; Lin, 2007a; Fukugawa, 2006). Selain itu, perilaku berbagi pengetahuan juga terbukti dalam meningkatkan efektifitas penerapan BSC (mis: Malina dan Selto, 2001; Lin, 2015). Malina dan Selto (2001) menggunakan metode kualitatif dengan mengumpulkan berkasberkas dan informasi dari responden melalui wawancara menemukan jika komunikasi dan pengendalian efektif merupakan cerminan dari keefektifan dalam penerapan BSC sedangkan komunikasi tidak efektif akan menimbulkan konflik antara atasan dan bawahan. Lin (2015) menguji pengaruh perilaku berbagi pengetahuan terhadap penerapan BSC dengan mengirimkan kuesioner kepada 244 manager perusahaan di Taiwan dan menemukan jika perilaku berbagi pengetahuan merupakan prediktor terkuat dalam kinerja proses internal. Keunggulan dan manfaat potensial dari perilaku berbagi pengetahuan menarik perhatian banyak perusahaan untuk menginvestasikan uang dan tenaga
3
dalam membangun perilaku berbagi pengetahuan, misal 60 % perusahaan global telah mengeluarkan lebih dari $4.8 milyar meliputi intranet, papan buletin elektronik, groupware seperti LotusNotes, dan praktek komunitas elektronik (Babcock, 2004). Sebagian dari perusahaan tersebut telah berhasil menerapkan perilaku berbagi pengetahuan namun sebagian perusahaan lagi telah gagal. Majalah perusahaan fortun 500 telah mencatat lebih kurang $31.5 milyar per tahun perusahaan-perusahaan telah kehilangan uangnya sebagai akibat dari gagalnya penerapan perilaku berbagi pengetahuan antar karyawan (Babcock, 2004). Kegagalan dalam perilaku berbagi pengetahuan disebabkan oleh kurangnya pertimbangan konteks organisasi dan interpersonal serta karakteristik individu dalam memengaruhi perilaku berbagi pengetahuan (Carter & Scarbrough, 2001; Voelpel dkk., 2005). Oleh sebab itu, telah banyak penelitian sebelumnya mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat memengaruhi perilaku berbagi pengetahuan, misal faktor lingkungan organisasi: iklim komunikasi dan penggunaan komputer yang memediasi komunikasi (Van den Hooff dan De Rider, 2004), dukungan managemen (Lin, 2007a), imbalan dan insentif (Bartol dan Srivastava, 2002; Lin, 2007b), dan faktor motivasi: ciri-ciri kepribadian karyawan, tingkat kepercayaan, kontrak psikologis dan komitmen organisasi (Van den Hooff dan De Rider, 2004; Cabrera dkk., 2006). Kessel dkk. (2012) menguji pengaruh keamanan psikologis terhadap perilaku berbagi pengetahuan yang dapat mendorong kinerja tim kreatif. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang dikirimkan kepada 73 tim kesehatan
4
yang berpusat pada penyakit-penyakit langka. Hasil penelitian ini menemukan bahwa keamanan psikologis yang tinggi dalam tim kreatif dapat meningkatkan kinerja melalui perilaku berbagi pengetahuan. Siemsen dkk. (2009) menguji pengaruh keamanan psikologis terhadap perilaku berbagi pengetahuan diantara rekan kerja pada perusahaan jasa dan manufaktur. Penelitian ini mengirimkan kuesioner kepada empat perusahaan berbeda dan menemukan bahwa keamanan psikologis merupakan faktor penting dalam meningkatkan perilaku berbagi pengetahuan. Choo dkk. (2007) menguji pengaruh penciptaan pengetahuan dan perilaku pembelajaran yang memediasi hubungan antara keamanan psikologis dengan kinerja. Penelitian ini mengadopsi kuesioner keamanan psikologis milik Edmondson (1999) dan menemukan jika keamanan psikologis secara signifikan memengaruhi
penciptaan
pengetahuan
namun
tidak
dengan
perilaku
pembelajaran. Oleh karena itu, terdapat gap empiris dalam pengaruh keamanan psikologis terhadap perilaku berbagi pengetahuan. Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa keamanan psikologis dapat meningkatkan perilaku berbagi pengetahuan antar karyawan. Namun, masih sedikit penelitian telah mengidentifikasi gaya kepemimpinan sebagai faktor yang dapat mendorong keamanan psikologis karyawan (Cannon dan Edmondson, 2001; Nembhard dan Edmondson 2006; Ortega dkk., 2014). Gaya kepemimpinan dapat mendorong keamanan psikologis dengan memberikan masukan dan umpan balik ketika bawahan telah terbuka mengakui kesalahan sendiri (Edmondson dan Roloff, 2009).
5
Peng dkk. (2016) melakukan sebuah penelitian dengan menyurvei 43 orang karyawan pada sebuah perusahaan indusri inovasi dan menemukan bahwa kinerja karyawan yang rendah apabila dihadapkan pada pimpiman yang menstimulasi intelektual karyawan akan memiliki kebermaknaan di tempat kerja. Selain itu, ditemukan juga bahwa pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan stimulasi intelektual lebih baik dalam mengarahkan motivasi karyawan dibandingkan dengan kepemimpinan yang memiliki gaya kepemimpinan motivasi inspirasi, perhatian individu, dan pengaruh individual). Hal ini berbeda dengan penelitian Quintana dkk. (2016) yang menemukan bahwa gaya kepemimpinan pengaruh individual lebih berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Demikian pula dengan gaya kepemimpinan transaksional imbalan kontigensi, Podsakoff (2010) melakukan review terhadap beberapa penelitian terdahulu mengenai kekeliruan-kekeliruan persepesi terkait penerapan gaya kepemimpinan transaksional imbalan kontigensi dan MBE aktif dan ditemukan bahwa gaya kepemimpinan transaksional imbalan kontigen lebih baik dalam mempengaruhi perilaku karyawan dibandingkan dengan gaya kepemimpinan transaksional MBE aktif. Selain itu, faktor lain yang dapat memengaruhi perilaku berbagi pengetahuan adalah modal psikologis (Wu dan Lee, 2016; Qiu dkk., 2015; Sharafi dkk., 2014). Luthans dkk. (2010) mengungkapkan bahwa modal psikologis yang dimiliki oleh karyawan akan memotivasi mereka dalam mencapai tujuan yang diinginkan yaitu dengan melakukan bermacam usaha dan ketekunan yang diperlukan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh individu yang sedang
6
mengalami kesulitan dalam menerapkan BSC adalah dengan perilaku berbagi pengetahuan. Wu dan Lee (2016), Qiu dkk. (2015) dan Sharafi dkk. (2014) telah meneliti pengaruh modal psikologis terhadap perilaku berbagi pengetahuan dan hasilnya adalah modal psikologis yang terdiri dari hope, optimism, self efficacy dan resilience memiliki pengaruh positif terhadap perilaku berbagi pengetahuan. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kwayke (2011). Kwayke (2011) melakukan penelitian dengan menguji pengaruh altruisme, self efficacy dan kepercayaan terhadap perilaku berbagi pengetahuan. Penelitian ini menggunakan kuesioner dengan skala likert 19 poin yang diadopsi dari Bock dkk. (2005) dan Lee (2001) dan menemukan jika self efficacy secara signifikan tidak dapat memengaruhi perilaku seseorang dalam berbagi pengetahuan. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menguji kembali pengaruh modal psikologis terhadap perilaku berbagi pengetahuan. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini memperluas studi dari Malina dan Selto (2001) dan Lin (2015) yaitu dengan menguji pengaruh gaya kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan transformasional terhadap keamanan psikologis. Selanjutnya, penelitian ini menguji pengaruh keamanan psikologis dan modal psikologis terhadap cakupan penerapan BSC dengan dimediasi oleh perilaku berbagi pengetahuan. Penelitian ini
menggunakan
metode
eksperimen
dalam
menguji
pengaruh
gaya
kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan transformasional terhadap keamanan psikologis karyawan. Alasan peneliti menggunakan eksperimen karena
7
metode eksperimen dianggap sebagai metode yang paling sesuai dalam menguji pengaruh sebab akibat. Dibandingkan dengan metode lainnya, metode eksperimen menjanjikan hasil yang lebih baik yaitu keyakinan yang tinggi atas adanya hubungan sebab akibat antar variabel independen dengan variabel dependen (Nahartyo dan Utami, 2016). 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah: 1. Apakah manajer yang dihadapkan kepada atasan yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional - stimulasi intelektual lebih memiliki keamanan
psikologis
dibandingkan
dengan
gaya
kepemimpinan
-
transformasional motivasi inspirasi? 2. Apakah manajer yang dihadapkan kepada atasan yang memiliki gaya kepemimpinan transaksional - imbalan kontingen lebih memiliki keamanan psikologis dibandingkan dengan gaya kepemimpinan transaksional - MBE aktif? 3. Apakah keamanan psikologis berpengaruh positif terhadap cakupan penerapan BSC? 4. Apakah modal psikologis berpengaruh positif terhadap cakupan penerapan BSC? 5. Apakah perilaku berbagi pengetahuan memediasi pengaruh positif keamanan psikologis pada cakupan penerapan BSC?
8
6. Apakah perilaku berbagi pengetahuan memediasi pengaruh positif modal psikologis pada cakupan penerapan BSC? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Membandingkan besarnya pengaruh gaya kepemimpinan transformasional stimulasi intelektual dan gaya kepemimpinan transformasional - motivasi inspirasi terhadap keamanan psikologis. 2. Membandingkan besarnya pengaruh gaya kepemimpinan transaksional imbalan kontingan dan gaya kepemimpinan transaksional - MBE aktif terhadap keamanan psikologis. 3. Menguji pengaruh keamanan psikologis terhadap cakupan penerapan BSC. 4. Menguji pengaruh modal psikologis terhadap cakupan penerapan BSC. 5. Menguji pengaruh perilaku berbagi pengetahuan sebagai variabel pemediasi keamanan psikologis pada cakupan penerapan BSC. 6. Menguji pengaruh perilaku berbagi pengetahuan sebagai variabel pemediasi modal psikologis pada cakupan penerapan BSC. 1.4 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi, antara lain: 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini mampu memberikan bukti empiris bahwa gaya kepemimpinan baik itu gaya kepemimpinan transformasional maupun gaya kepemimpinan transaksional dapat menciptakan kondisi keamanan psikologis yang baik dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja
9
karyawan. Selain itu, dapat memberikan bukti empiris bahwa modal psikologis karyawan dapat berubah-ubah ketika menemukan situasi dan kondisi yang berbeda. 2. Secara praktis, penelitian ini memberikan gambaran akan pentingnya meningkatkan keamanan psikologis karyawan di tempat kerja dan bersamasama membangun perilaku berbagi pengetahuan dengan penuh kesadaran dan kedisiplinan yang tinggi agar penerapan perilaku berbagi pengetahuan dapat meningkatkan cakupan penerapan BSC di tiap unit bisnis perusahaan.
10