BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan sektor yang berperan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian sektor ini juga sangat berperan dalam penggunaan energi dan menghasilkan emisi dari proses produksi yang dilakukan. Sektor industri merupakan pengguna energi terbesar yaitu 49,4 persen dari konsumsi energi nasional (Hidayat, 2013). Untuk itu peningkatan efisiensi di sektor industri sangat penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi. Isu lingkungan merupakan isu yang sering muncul pada industri. Permasalahan lingkungan tersebut antara lain terkait pada penggunaan energi sumber daya alam, limbah, dan emisi yang dihasilkan. Hal ini karena terbatasnya energi yang disediakan di alam seperti energi minyak, batu bara, dan gas. Sumber daya
alam
yang
terbatas
mengharuskan
setiap
industri
untuk
dapat
memanfaatkannya secara optimal demi keberlanjutan di masa yang akan datang. Manajemen energi perlu dilakukan agar ketersediaan energi dapat terus terjaga. Pengelolaan industri yang tidak tepat dapat menyebabkan penggunaan energi yang boros dan peningkatan emisi karbon yang berkontribusi terhadap perubahan iklim secara global (global warming). Suatu industri yang menghasilkan produk tidak hanya dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas tetapi juga harus memperhatikan dampak
1
2
lingkungan yang ditimbulkan dengan menggunakan sumber daya alam secara efisien dan pengelolaan limbah yang baik. Salah satu standar digunakan untuk menganalisis dampak terhadap lingkungan dari proses produksi suatu produk adalah ISO seri 14040 mengenai Life Cycle Assessment. ISO seri 14040 ini merupakan lanjutan dari ISO 14000 tentang manajemen lingkungan. Life Cycle Assessment merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis dampak lingkungan yang ditimbulkan dari proses pengadaan bahan baku, produksi, hingga pengelolaan limbah. Penerapan ISO seri 14040 ini masih belum begitu dikenal di Indonesia. ISO seri 14040 di Indonesia bahkan belum disosialisasikan secara luas sehingga kita belum mengenal bagaimana cara penilaian dampak lingkungan tersebut (Supartono, 2002). Dengan demikian masih banyak industri-industri yang belum menerapkan ISO 14040. Salah satu potensi hasil hutan non kayu unggulan di Yogyakarta adalah produk minyak kayu putih. Minyak kayu putih berkontribusi cukup besar terhadap pendapatan daerah sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan dan berkelanjutan. Dari data Dinas Kehutanan Provinsi DIY luas hutan kayu putih mencapai 4.603,72 ha dan produksi daun yang dihasilkan 4794,48 ton. Terdapat 4 pabrik penyulingan di Yogyakarta dengan produksi minyak yang mampu dihasilkan mencapai 46.321 liter pada tahun 2012. Hasil penjualan minyak kayu putih per tahun mencapai Rp. 4.458.792.000,00. Pabrik penyulingan minyak kayu putih Sendangmole merupakan salah satu pabrik penyulingan yang terletak di Kabupaten Gunungkidul. Pabrik ini telah ada sejak tahun 1971. Pada awalnya pabrik ini didirikan dengan tujuan sebagai
3
pemanfaatan daun kayu putih saja yaitu dilakukan dengan penyulingan secara manual dan dengan alat sederhana. Kemudian pada perkembangannya mulai dipikirkan aspek ekonomis dan finansial dengan mengoptimalkan proses penyulingan. Hingga saat ini pabrik penyulingan minyak kayu putih Sendangmole telah mengalami 3 kali pembaruan alat dan kapasitas produksi. Dalam sehari pabrik dapat mengolah 18.000 kg daun kayu putih dengan hasil penyulingan minyak kayu putih mencapai 170 liter. Dalam proses produksinya, pabrik tersebut menggunakan energi bahan bakar, listrik, dan energi manusia. Penggunaan energi yang tidak efisien dapat berpotensi terhadap pemborosan energi. Pemborosan ini tentunya dapat berdampak terhadap lingkungan. Untuk itu diperlukan audit energi untuk mengetahui penggunaan energi yang dibutuhkan dalam menghasilkan suatu produk. Untuk melakukan penghematan energi tersebut maka perlu dilakukan suatu analisis mengenai penggunaan bahan bakar, energi, dan dampak emisi yang dihasilkan. Selain itu juga perlu dilakukan analisis mengenai penggunaan biaya yang berkaitan dengan pengeluaran energi dalam proses produksi. Perhitungan biaya dilakukan dengan metode Life Cycle Cost. Life Cycle Cost (LCC) menganalisis biaya yang berhubungan dengan siklus hidup suatu produk dan menggunakan batas-batas sistem yang setara dan unit fungsional dalam LCA sehingga metode ini sering digunakan bersama dengan LCA. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik minyak kayu putih berupa limbah padat, cair, dan gas. Analisis mengenai dampak lingkungan dari limbah yang dihasilkan sangat diperlukan untuk mengetahui potensi limbah terhadap
4
pencemaran lingkungan. Limbah yang tidak diolah dan langsung dibuang ke lingkungan dapat berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Penilaian terhadap daur hidup pada pabrik minyak kayu putih diperlukan terkait adanya kekhawatiran tentang adanya dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan yang merupakan penerima limbah dan penyedia sumber daya alam dan energi.
1.2 Rumusan Masalah Dengan terbatasnya sumber daya energi yang semakin lama semakin menipis maka penggunaan energi dari alam harus digunakan secara efisien. Belum diketahuinya penggunaan energi dan emisi pada pengolahan minyak kayu putih menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai Life Cycle Assessment pada Pabrik Minyak Kayu Putih agar dapat diketahui energi dan emisi yang dihasilkan. Selain itu juga perlu dilakukan analisis mengenai Life Cycle Cost yaitu penggunaan biaya dalam proses produksi minyak kayu putih. Dengan demikian penelitian ini dapat digunakan untuk bahan kajian dalam perbaikan proses untuk penghematan biaya dan energi maupun dalam membuat kebijakan lingkungan perusahaan.
1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Lingkup penelitian dimulai dari proses pengadaan bahan baku (proses pemetikan dan pengambilan bahan baku), produksi, dan distribusi.
5
2. Input dan output massa dan energi yang dianalisis adalah yang berhubungan dengan proses pengadaan bahan baku (proses pemetikan dan pengambilan bahan baku), produksi, dan distribusi. 3. Analisis emisi dibatasi pada gas CO2, NOx, dan SO2 sedangkan analisis potensi dampak yang ditimbulkan hanya terbatas pada potensi terjadinya efek rumah kaca, acidification, dan eutrophication. 4. Proses pengambilan data dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2014. 5. Basis perhitungan yang digunakan adalah setiap kg minyak kayu putih yang dihasilkan. 6. Sebagai pembanding nilai LCA digunakan hasil LCA pada industri pengolahan CPO karena dianggap paling mendekati dengan produk minyak kayu putih dan LCA pada industri gula karena sama-sama menggunakan bahan bakar biomassa.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui jenis dan total energi yang dibutuhkan dari proses pengadaan bahan baku, proses produksi, sampai dengan distribusi minyak kayu putih. 2. Mengetahui jumlah emisi, limbah, dan kategori dampak lingkungan yang ditimbulkan dari proses pengadaan bahan baku, proses produksi, sampai dengan distribusi minyak kayu putih.
6
3. Mengetahui biaya yang dikeluarkan dari penggunaan energi pada proses pengadaan bahan baku, proses produksi, sampai dengan distribusi minyak kayu putih.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui Life Cycle Asessment dan Life Cyle Cost pada Pabrik Minyak Kayu Putih Sendangmole. 2. Sebagai bahan informasi untuk perusahaan terkait dengan perbaikan proses untuk penghematan bahan baku, biaya, energi, dan meminimalisasi dampak lingkungan yang ditimbulkan. 3. Media sosialisasi penerapan Life Cycle Assessment pada pengolahan minyak kayu putih.