BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kesehariannya manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Menurut Dardjowidjojo (2005: 5) untuk berkomunikasi, seseorang tidak dapat secara langsung lancar menggunakan suatu bahasa. Masa anak-anak merupakan masa awal seorang manusia memperoleh dan mempelajari bahasa. Seorang ibu akan mengajarkan bahasa kepada anaknya sejak kecil. Bahasa yang diajarkan adalah bahasa yang digunakan sehari-hari dalam lingkungannya atau lebih dikenal dengan bahasa ibu (Dardjowidjojo, 2003 :241). Masa pemerolehan bahasa ini dikenal dengan akuisisi bahasa. Menurut Campbell dan Roger dalam (Pateda, 1990: 43) akuisisi bahasa adalah proses dimana anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa ibunya. Seorang anak akan mengalami beberapa tahapan dalam akuisisi bahasa. Tahapan ini berdasarkan umur dan jumlah kosakata yang dimiliki serta kemampuan untuk mengontrol komponenkomponen dari alat ucap. Semakin bertambahnya usia semakin banyak pula kosakata yang dimiliki, namun tidak semua anak yang seusia akan memiliki jumlah kosakata yang sama. Hal ini dapat dipengaruhi karena faktor lingkungan. Seorang anak akan memperoleh kecakapan dalam berbahasa melalui bunyi yang dia dengar di lingkungan sekitarnya tanpa disengaja (Pateda, 1990 : 42).
1
Pada sekitar umur enam minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi vokal dan konsonan. Proses mengeluarkan bunyi ini dalam bahasa Inggris disebut cooing dan diterjemahkan oleh Dardjowidjojo menjadi dekutan. Sekitar umur enam bulan, seorang anak mulai mengoceh dengan mencampur konsonan dan vokal yang dalam bahasa Inggris disebut babbling dan diterjemahkan menjadi celotehan oleh Dardjowidjojo (2005: 63). Seorang anak mulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata untuk mengkomunikasikan apa yang dimaksud. Ujaran satu kata ini dinamakan ujaran holofrastik. Sekitar umur dua tahun mereka akan menghasilkan pengucapan dengan duakata kemudian berbicara telegrafis atau kalimat singkat yang kurang kompleks secara tata bahasa dibandingkan orang dewasa (Dardjowidjojo, 2005: 247-248). Menurut Jakobson dalam (Dardjowidjojo, 2003: 238) pemerolehan bahasa pada anak bersifat universal, maksudnya anak diseluruh wilayah akan mengalami tahapan yang sama secara umum. Misalnya anak Indonesia dan Korea pada usia tertentu akan mengkomunikasikan maksudnya dengan satu kata kemudian meningkat menjadi dua kata sebelum akhirnya dapat mengkomunikasikan maksudnya dengan satu kalimat utuh. Sama seperti anakanak di Negara lain, Song Manse anak dariaktor Korea, Song Ilkook juga mengalami tahapan-tahapan dalam pemerolehan bahasa. Song Manse menjadi terkenal setelah muncul dalam reality show tv Korea yang berjudul “Syupheomaeni Dorawatta”.
Syupheomaeni Dorawatta merupakan acara televisi Korea yang menayangkan tentang kehidupan sehari-hari seorang ayah bersama anakanaknya. Dalam acara ini, ayah diberi beberapa misi selama menjaga anakanaknya dalam waktu 48 jam tanpa istri. Dalam acara ini terdapat beberapa pasang ayah dan anak-anaknya. Syupheomaeni Dorawatta sudah tayang dilayar televise Korea sejak tahun 2013 dan karena antusias penonton sangat baik, maka tayangan ini masih ditayangkan hingga saat ini. Salah satu pasangan yang menarik perhatian banyak penonton yaitu ayah Song Ilkook dan ketiga anak kembarnya yang diberi nama Song Daehan, Song Minguk, dan Song Manse. Mereka tinggal di apartemen kota Seoul. Pada awal muncul di Syupheomaeni Dorawatta, ketiga kembar ini masih berusia 27 bulan. Meskipun mereka kembar dan tinggal dalam satu lingkungan yang sama, namun tahapan dalam pemerolehan bahasa dan cara bicara mereka sedikit berbeda. Song Daehan pendiam dan tidak banyak berbicara, sementara Song Minguk aktif dan banyak berbicara dengan pengucapan yang tepat sehingga tidak menimbulkan perubahan pelafalan pada kata baku dan Song Manse sering mengganti pelafalan vokal dan konsonan pada kata baku. Dilihat dari cara melafalkan konsonan yang tidak sesuai dengan kata baku dalam bahasa Korea, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana variasi cara ucap konsonan Song Manse dan penyebabnya.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana varisai cara ucapkonsonan Song Manse? 2. Bagaimana penyebab variasi cara ucap konsonan Song Manse?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan variasi cara ucapkonsonan Song Manse. 2. Mendeskripsikan penyebab variasi caraucapkonsonan Song Manse.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat secara teori dan secara praktis. Secara teori, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan linguistik Korea terutama dalam bidang fonologi bahasa Korea. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu orang-orang yang belajar bahasa Korea, dalam memahami variasi cara ucap konsonan dan faktor penyebabnya yang diucapkan anak Korea usia 27-36 bulan.
1.5 Tinjauan Pustaka Pada umumnya pengkajian pemerolehan dan perkembangan fonologi anak-anak telah dilakukan oleh para ahli linguistik terhadap anak-anak mereka. Seorang sarjana yang pertama merekam perkembangan bahasa anak adalah ahli biologi bangsa Jerman yang bernama Tiedemann pada tahun 1787 (Pateda, 1990: 42). Sudah terdapat beberapa penelitian mengenai pemerolehan dan perkembangan bahasa pada anak. Beberapa contoh penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Endang Rusyani jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun 2008 yang meneliti tentang pemerolehan bahasa anak umur 2,3 - 2,6 tahun dari segi fonologi, morfologi dan sintaksis Rozatul Jannah yang merupakan anak dari adik penulis dengan judul “Pemerolehan Bahasa Indonesia Anak Usia 2,5 Tahun (Studi Kasus terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Usia Dini)”. Hasil penelitiannya adalah sudah dapat mengucapkan fonem dari kata dan benda yang terbatas pada lingkungannya, perbendaharaan kata semakin bertambah dan sudah dapat membentuk sebuah kalimat sederhana. Penelitian dengan judul “Pemerolehan Fonem Bahasa Indonesia Anak Usia Dini (3-5 Tahun) : Sebuah Studi Kasus di PAUD Griya Permata Kampus Kaliurang, Jember” (2010) Aulia Eska Rahmawati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember yang meneliti tentang pemerolehan fonem pada 15 anak PAUD Griya Permata yang dibagi dalam tiga kelompok usia, usia 3 tahun: 4 tahun: dan 5 tahun.
Hasil dari penelitian ini adalah fonem yang diucapkan anak usia 3-5 tahun mengalami penggantian. Konsonan /r/ menjadi /l, y/, /g/ menjadi /d/, /d, k/ menjadi /t/, /m/ menjadi /n/, vokal rangkap /au/ menajdi /o/ dan. Hal ini karena pengaruh faktor lingkungan dan biologis. Penelitian tentang perkembangan bahasa seorang anak Indonesia dilakukan oleh Prof. Soenjono Dardjowodjojo dari Universitas Unika Atmajaya Jakarta yang bukunya telah terbit pada tahun 2000. Dardjowodjojo meneliti pemerolehan bahasa cucunya yang bernama Echa, yang disuguhi dengan lingkungan bahasa monolingual yaitu lingkungan bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini mengungkapkan terdapat beberapa konsep universal yang dipatuhi oleh anak dalam pemerolehan bahasa namun tidak pada semua komponen fonologi. Yang membedakan penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya meneliti dari aspek fonologi, morfologi dan sintaksis, sedangkan penelitian ini hanya terbatas pada variasi cara ucap konsonan.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Data dalam penelitian ini didapat dengan mencatat kata-kata yang diucapkan oleh Song Manse dalam reality show berjudul “Syupheomaeni Dorawatta” episode 34-70. Lingkup penelitian ini dipusatkan pada pelafalan vokal dan konsonan yang diucapkan tidak tepat oleh Song Manse pada usia 27 bulan saat pertama muncul dalam reality show ini pada episode 34 sampai Song
Manse merayakan ulang tahunnya yang ke-3 tahun atau 36 bulan pada episode 70.
1.7 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tiga metode yaitu metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data. 1.7.1
Metode Pengumpulan Data Tahap pertama adalah pengumpulan data. Objek penelitian ini
adalah Song Manse usia 27-36 bulan dalam reality showSyupheomaeni Dorawatta episode 34-70. Song Manse dipilih karena cara bicara dalam melafalkan konsonan tidak sesuai dengan kata baku bahasa Korea apabila dibandingkan dengan kedua saudaranya. Secara umum, pelafalanvokal dan konsonan yang diucapkan sama, namun Song Daehan lebih pendiam sehingga data yang didapat sedikit, sedangkan Song Minguk banyak berbicara namun pengucapannya sesuai dengan kata baku dalam bahasa Korea. Sebelum mengumpulkan data, penulis mempelajari tentang fonologi bahasa Korea khususnya vokal dan konsonan serta mengenai akuisisi bahasa. Penulis mengumpulkan data dengan mencatat semua kata-kata yang diucapkan oleh Song Manse dalam reality show Syupheomaeni
Dorawatta episode 34-70 melalui chanel youtube.Sembari mencatat, penulis mengulang tayangan saat Song Manse berbicara.
1.7.2
Metode Analisis Data Langkah selanjutnya yaitu data yang telah dikumpulkan, berupa
kata-kata yang diucapkan tidak tepat dipisahkanberdasarkankonsonan yang terdapat dalam bahasa Korea. Setelah dipisahkan data kemudian dianalisis berdasarkan perubahan letak dan cara pelafalan serta faktor yang menyebabkan variasi cara ucap konsonan yang tidak sesuai dengan kata baku dalam bahasa Korea sehingga hasilnya akan terlihat konsonan yang cenderung sering diucapkan. 1.7.3
Metode Penyajian Data Setelah analisis dilakukan, tahap akhir adalah penyajian hasil
analisis data dalam bentuk karya tulis atau skripsi.
1.8 Sistematika Penyajian Sistematika penyajian penelitian ini dibagi menjadi empat bab. Bab I berupa pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berupa landasan teori.Bab III berupa hasil analisis pelafalan dan perkembangan vokal dan konsonan yang dapat diucapkan, kurang tepat diucapkan dan tidak tepat atau tidak diucapkan serta proses perkembangan bahasa. Bab IV berupa kesimpulan.