BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana dalam rangka mengelola dan memanfaatkan sumber daya, guna mencapai tujuan pembangunan yakni meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Pelaksanaan pembangunan sebagai kegiatan yang berkesinambungan dan selalu meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah dan kebutuhan penduduk, menarik serta mengundang resiko pencemaran dan perusakan yang disebabkan oleh tekanan kebutuhan pembangunan terhadap sumber daya alam, tekanan yang semakin besar tersebut ada dan dapat mengganggu, merusak struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan. Emil Salim mengatakan bahwa sungguh pun pembangunan telah berjalan ratusan tahun di dunia, namun baru pada permulaan tahun tujuh puluhan ini, dunia mulai sadar dan cemas akan pencemaran dan kerusakan lingkungan sehingga mulai menanganinya secara sungguh-sungguh sebagai masalah dunia.1 Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan memerlukan kerjasama para ahli lingkungan dari berbagai disiplin ilmu untuk secara bahu membahu meneliti faktor-faktor yang menghambat maupun mendorong pembinaan dan pengembangan lingkungan hidup. Kerjasama ini diperlukan untuk membahas permasalahan serta memberikan pengaruhnya ke arah pengelolaan secara serasi dan terpadu, sesuai dengan kemampuan dan keilmuannya demi keberhasilan pembangunan berkelanjutan.2
1
Supriadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia Sebuah Pengantar, Ctk. Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 39. 2 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Ctk. Pertama, Airlangga University Press, Surabaya, 1996, hlm. 1.
2 Pencemaran mengakibatkan kualitas lingkungan menurun, akan menjadi fatal apabila lingkungan tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana fungsi sebenarnya. Hal ini harus disadari, bahwa keadaan lingkungan yang ditata serta dikelola dengan sebaikbaiknya untuk menyangga kehidupan kini dan mendatang dapat berubah dengan cepat. Perubahan ini bukannya menunjukkan perkembangan yang optimis mengarah pada tuntutan zaman, namun malah sebaliknya, krisis lingkungan timbul dimanamana. Kemunduran demikian diawali dengan gejala pencemaran dan kerusakan yang belum begitu nampak.3 Rusak berarti sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi sebagaimana fungsi sebenarnya, dengan rusaknya lingkungan mengandung makna bahwa lingkungan semakin berkurang kegunaannya atau mendekati kepunahan bahkan kemungkinan telah punah sama sekali. Perusakan lingkungan apabila ditinjau dari peristiwa terjadinya dapat dibagi menjadi dua: 1. Kerusakan itu terjadi dengan sendirinya, yang disebabkan oleh alam dan perbuatan manusia. 2. Disebabkan pencemaran, baik yang berasal dari air, udara maupun tanah. 4 Salah satunya adalah limbah, baik beracun, yang berbahaya maupun tidak bisa merusak dan mencemari lingkungan dimana-mana. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.5 Limbah dapat digolongkan menjadi empat bagian, yaitu: limbah padat, limbah cair, limbah gas dan partikel, dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).6 Pada masa dewasa sekarang ini pencemaran lingkungan yang terjadi karena limbah dari suatu usaha dan atau kegiatan tidak dikelola dengan baik, yaitu tidak
3
Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Ctk. Pertama, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 43. 4 Ibid. hlm. 46. 5 Lihat Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No.23 Tahun 1997. 6 http://id.wikipedia.org/wiki/limbah, akses tanggal 27 Juni 2008, 17.00 WIB.
3 dilaksanakannya pengelolaan limbah (limbah cair). Artinya limbah-limbah yang ada dibuang begitu saja ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu. Pasal 16 ayat 1 Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) No. 23 Tahun 1997 telah ditegaskan secara jelas bahwa: “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan” serta Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air berbunyi: “Pengendalian pencemaran air di daerah dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I”. Pasal 4 huruf (a) Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 26 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Dan Usaha Lainnya Dalam Provinsi Kalimantan Timur menentukan bahwa: Setiap penanggung jawab kegiatan industri wajib untuk: (a) Melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke lingkungan hidup tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan. Limbah cair bersumber dari aktivitas manusia (human sources) dan aktivitas alam (natural sources). Aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair diantaranya adalah aktivitas dalam bidang rumah tangga, perkantoran, perdagangan, perindustrian, pertambangan, dan pelayanan jasa. Hujan merupakan aktivitas alam yang menghasilkan limbah cair yang disebut air larian (storm water runoff). Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian akan merembes ke dalam tanah dan sebagian besar lainnya akan mengalir di permukaan tanah menuju sungai, telaga, atau tempat lain yang lebih rendah.7 Lingkungan sebagai sumber daya merupakan asset yang sangat diperlukan untuk menyejahterakan masyarakat. Hal ini sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) Undangundang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Bumi, air, dan kekayaan alam yang
7
Soeparman, H.M. & Suparmin, Pembuangan Tinja Dan Limbah Cair: Suatu Pengantar, Ctk. Pertama, Kedokteran EGC, Jakarta, 2002, hlm. 20.
4 terkandung didalamnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di dalam UUPLH No.23 Tahun 1997 memuat ketentuan hak setiap orang atas lingkungan yang baik dan sehat, berarti kewajiban bagi setiap orang untuk memelihara kemampuan lingkungan hidup agar dapat tetap dimanfaatkan untuk perlindungan dan kebutuhan manusia atau makhluk hidup lainnya, termasuk juga upaya mencegah dan menanggulangi perusakan serta pencemaran lingkungan. Agama Islam mengandung prinsip-prinsip etika lingkungan yang merupakan wujud nyata kekuatan moral untuk pelestarian daya dukung lingkungan. Sebagaimana telah dituliskan dan dijelaskan dalam Al-Qur’an yang terjemahannya sebagai berikut: -
Surah Ar-Ruum ayat 41: “Telah timbul kerusakan-kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
-
Surah Al-A’Raaf ayat 56: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi sesudah (Allah) membangunnya (mereformasi) dan berdoalah kepadaNya dengan rasa cemas dan harapan. Sesungguhnya Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.
-
Surat Al-Qashash ayat 77: “...Dan berbuat kebajikanlah kepada sesama makhluk hidup, sebagaimana Allah telah berbuat kebajikan kepadamu. Lagipula, janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, karena Allah tidak menyenangi orang-orang yang suka berbuat kerusakan”.
Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang terus terjadi ditenggarai berpangkal pada lemahnya sistem penaatan dan penegakan hukum lingkungan. Indonesia, negara yang dikaruniai dengan kekayaan alam yang berlimpah, masih terus dipusingkan dengan sejumlah permasalahan lingkungan hidup serta rumitnya sistem perizinan yang ada di tiap daerah. Pengelolaan lingkungan hidup hanya dapat berhasil menunjang pembangunan yang berkelanjutan apabila administrasi pemerintahan berjalan dan berfungsi secara efektif serta terpadu. Salah satu sarana yuridis
5 administratif untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan adalah sistem perizinan. Dewasa ini jenis dan perosedur perizinan di Indonesia masih beraneka ragam, rumit dan sukar ditelusuri, sehingga sering merupakan hambatan bagi kegiatan dunia usaha.8 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah, menimbang: a.
bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.
bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan. Daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara; Pelimpahan kewenangan pengelolaan lingkungan hidup kepada daerah perlu
dilakukan dengan cara yang lebih harmonis, agar tidak terjadi kesemrawutan dalam
8
Siti Sundari Rangkuti, op. cit., hlm. 126.
6 pengelolaannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 12 UUPLH No. 23 Tahun 1997, dinyatakan bahwa:9 Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat: (a) melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan hidup kepada perangkat di wilayah; (b) mengikutsertakan peran Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah. Dengan dilimpahkannya kewenangan pengelolaan lingkungan hidup kepada daerah, baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota, maka secara substantif masalah lingkungan hidup sudah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah tersebut. Hal ini sangat wajar karena pemerintah daerahlah yang mengetahui persis mengenai persoalan lingkungan hidup yang terdapat di daerahnya. 10 Kegiatan pertambangan dan lingkungan hidup adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, bahkan ada ungkapan “Tiada kegiatan pertambangan tanpa ada perusakan/pencemaran lingkungan”. Meskipun kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan karena keterkaitannya (interdependency), tetapi pengaturannya tetap terpisah dan bahkan tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Hal ini wajar saja, sebab hukum sumber daya alam dan hukum lingkungan mempunyai asalusul yang berlainan bahkan bertentangan satu sama lainnya.11 Pengusahaan pertambangan disadari bahwa termasuk salah satu kegiatan yang cukup banyak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Sebab dari empat sektor Pertambangan dan Energi, tiga diantaranya yaitu; subsektor Pertambangan umum, Minyak dan Gas Bumi, Listrik dan Pengembangan Energi Baru merupakan subsektor yang kegiatannya berpotensi menimbulkan permasalahan lingkungan,
9
Supriadi, op. cit., hlm. 189. Ibid. hlm. 190. 11 Abrar Saleng, “Risiko-risiko dalam Eksplorasi dan Eksploitasi Pertambangan serta Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak”, artikel pada Jurnal Hukum Bisnis, edisi no.2 Vol.26, 2007, hlm.12. 10
7 berupa pengrusakan dan pencemaran lingkungan perairan, tanah dan udara. Pencemaran tersebut selanjutnya akan menimbulkan dampak turunan yang akhirnya dapat menimbulkan persepsi negatif masyarakat terhadap kegiatan pertambangan dan keresahan sosial.12 Pada kegiatan pertambangan modern yang memindahkan dan mengolah ribuan ton batuan dan bijih setiap hari sudah merupakan hal biasa. Topografi suatu daerah yang terbentuk sebagai hasil proses alam yang berlangsung selama ratusan ribu, bahkan jutaan tahun dapat dirubah dan dirombak oleh peralatan pertambangan yang berukuran raksasa hanya dalam waktu singkat. Aliran sungai dapat diubah arahnya dalam proses pembukaan tambang. Tanah kering dapat berubah menjadi danau dan muncullah bukit-bukit buatan yang terbentuk dari buangan tambang.13 PT. Kaltim Prima Coal (KPC) adalah salah satu perusahaan batubara terbesar di Indonesia. PT. KPC mulai mengoperasikan tambang batubara sejak 1992 melalui Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang ditandatangani pada tanggal 8 April 1982 dengan luas wilayah 790.900 hektar di Sangatta (Kabupaten Kutai Timur), Kalimantan Timur. Dua konsesi pertambangannya yaitu di Pinang dan Bengalon diperkirakan menyimpan cadangan terukur sekitar 474 juta ton batubara. Ibukota Kabupaten Kutai Timur berkedudukan di Sangatta (sekarang Sengata). Kabupaten Kutai Timur berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Kutai yang terdiri atas wilayah: Kecamatan Muara Ancalong, Kecamatan Muara Wahau, Kecamatan Muara Bengkal, Kecamatan Sangatta, dan Kecamatan Sangkulirang.14
12
Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Ctk. Pertama, UII Press, Yogyakarta, 2004, hlm.
116. 13
Ibid. Lihat Pasal 6 dan Pasal 12 Undang-Undang No. 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Kutai Timur. 14
8 Perusahaan
pertambangan
batubara
PT.
KPC,
melakukan
kegiatan
pertambangan dengan sistem tambang terbuka (open fit), produksinya yang mencapai 46 juta ton metrik per tahun mampu menjadi kontributor pembangunan di daerah seluas 35.747,5 km persegi (Kabupaten Kutai Timur) atau sekitar 17 persen dari total provinsi Kalimantan Timur. Batubara yang ditambang PT. KPC terdapat dalam lapisan (seam) tipis dan bertingkat-tingkat, yang memerlukan penggalian dengan armada shovel dan truk di sejumlah tambang terbuka. Tanah penutup limbah batubara yang harus ditangani berjumlah sangat banyak untuk setiap ton batubara. Karena jumlah produksi dan areal tambang yang mencapai 90.000 hektar, perusahaan pertambangan batubara PT. KPC tergolong sebagai salah satu tambang terbesar di dunia.15 Terganggunya keseimbangan lingkungan terjadi akibat meningkatnya satuan limbah industri dan domestik yang tidak diolah secara memadai sehingga menimbulkan pencemaran serta kerusakan air, tanah, maupun udara. Jenis limbah cair yang terdapat di KPC bermacam-macam, seperti: limbah hidrokarbon (oli, majun, grease), air asam tambang, dan limbah domestik (perumahan, dapur), dan lain-lain. Limbah yang dihasilkan oleh PT. KPC yang sangat berbahaya adalah limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun), seperti: limbah medis, hidrokarbon, oli, dan sebagainya. Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan tanpa dikelola lebih dahulu dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Proses produksi selain menghasilkan produk sesuai yang diharapkan, juga menghasilkan produk yang tidak diharapkan yaitu limbah industri. Limbah yang timbul tersebut, yakni: limbah cair, dapat menjadi masalah karena dampaknya menyangkut berbagai aspek kehidupan baik manusia maupun hewan dan tumbuh15
http:\\www.balipost.com. Hasil Tambang Mengubah Wajah Borneo, 7 Juli 2003, akses tanggal 7 Agustus 2008.
9 tumbuhan yang ada disekitarnya. Contoh pelanggaran yang dilakukan PT. KPC yakni: salah satu outlet settling pond yang telah mempunyai Izin Pembuangan Limbah Cair, ternyata ditemukan outlet lain yang disebutkan sebagai spillway pada saat air kolam melimpah saat hujan. Hal itu tentu tidak dibolehkan, karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Limbah (limbah cair) harus dikelola dengan baik sesuai dengan ketentuan UUPLH No. 23 Tahun 1997, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, dan Keputusan Gubernur Kalimantan Timur No. 26 Tahun 2002 serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan pengelolaan limbah cair (Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun, Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, dan sebagainya). Perusakan dan atau pencemaran lingkungan sangat berbahaya bagi kesejahteraan umat manusia. Perusakan atau pencemaran terhadap sumber daya hayati, maupun nonhayati akan menyebabkan habisnya atau punahnya sumber daya tersebut; dan kalau ini terjadi yang rugi bukan satu atau dua orang saja melainkan seluruh umat manusia di bumi ini. Aspek penegakan hukum memerlukan perhatian dan aksi pemberdayaan secara maksimal.16 Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, penulis akan melakukan penelitian untuk menyusun skripsi dengan judul, Pengelolaan Limbah Cair pada Perusahaan Pertambangan Batubara PT. Kaltim Prima Coal di Kabupaten Kutai Timur.
16
Muhamad Erwin, op. cit., hlm. 115.
10
B. Rumusan Masalah Dari pemaparan pada latar belakang permasalahan diatas, maka dapat di identifikasi beberapa permasalahan yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, yaitu: 1. Bagaimanakah pengelolaan limbah cair pada perusahaan pertambangan batubara PT. KPC di Kabupaten Kutai Timur? 2. Apakah pengelolaan limbah cair tersebut sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan rumusan masalah yang akan diteliti diatas, maka akan dipaparkan tujuan penelitian yang dirumuskan dalam bentuk uraian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengelolaan limbah cair pada perusahaan pertambangan batubara PT. KPC di Kabupaten Kutai Timur 2. Untuk mengetahui pelaksanaan tersebut sudah sesuai atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
D. Tinjauan Pustaka D.1. Pengelolaan Limbah Cair Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup
yang
meliputi
kebijaksanaan
penataan,
pemanfaatan,
11 pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. 17 18
Empat elemen penting dalam pengelolaan lingkungan hidup, yaitu: 1. Perubahan; perencana dan pengelola lingkungan harus selalu siap menghadapi perubahan, baik perubahan lingkungan itu sendiri, maupun perubahan sistem sosial, ekonomi, dan politik yang seringkali mewarnai proses-proses pengambilan keputusan. 2. Kompleksitas; dampak kegiatan manusia terhadap lingkungan memang sesuatu yang sangat kompleks dan tidak selalu dapat dipahami secara utuh. Perencana dan pengelola lingkungan harus memahami bahwa tidak semua perubahan lingkungan dapat diprediksi sebelumnya. 3. Ketidakpastian; perencana dan pengambil keputusan harus memahami pula bahwa lingkungan dipenuhi dengan ketidakpastian. Mereka harus berani mengambil keputusan ketika tidak semua informasi dan pemahaman dapat diperoleh secara utuh. Dalam konteks ini diperlukan kehati-hatian agar proses pengambilan keputusannya tidak dilakukan secara gegabah. 4. Konflik; perbedaan dan pertentangan kepentingan seringkali muncul dalam pengalokasian sumberdaya dan pengambilan keputusan. Pertentangan tersebut seringkali merefleksikan perbedaan pandangan, ideologi, dan harapan. Adalah merupakan
tantangan
bagi
pengelola
lingkungan
untuk
dapat
mengakomodasikan berbagai perbedaan tersebut serta mencari jalan tengah yang dapat diterima semua pihak. 1.a. Pencemaran dan perusakan lingkungan
17
Lihat Pasal 1 angka 1 dan 2 dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No.23 Tahun 1997. 18 Bruce Mitchell dkk., Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2000, hlm. 1.
12 Pasal 1 UUPLH No. 23 Tahun 1997, Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Perbedaan keduanya hanya terletak pada intensitas perbuatan yang dilakukan terhadap lingkungan dan kadar akibat yang diderita oleh lingkungan akibat perbuatan. Operasi
penambangan
batubara
seringkali
menyebabkan
kerusakan
lingkungan. Penambangan batubara diperkirakan menyebabkan kerusakan pada kurang lebih 70 ribu hektar tanah. Pada beberapa area, limbah cair dibuang pada sungai terdekat yang pada akhirnya mencemari sumber air warga sekitar. Dampak lingkungan serta permintaan akan kontribusi perusahaan pertambangan yang lebih besar kepada perkembangan masyarakat telah menyebabkan munculnya permintaan akan ditutupnya operasi penambangan batubara. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengrusakan lingkungan oleh operasi penambangan batubara adalah dengan lebih memperketat regulasi yang berkaitan dengan penambangan batubara.19 Masalah lingkungan yang dapat timbul akibat usaha pertambangan beraneka ragam sifat dan bentuknya; Pertama, usaha pertambangan dalam waktu singkat dapat mengubah bentuk topografi dan keadaan muka tanah (land impact), sehingga dapat mengubah keseimbangan sistem ekologi bagi daerah sekitarnya. Kedua, menimbulkan 19
http://www.majarikanayakan.com. Pertambangan Batubara Pro dan Kontra, akses tanggal 27 Juni 2008, 17.00 WIB.
13 berbagai macam gangguan, antara lain; pencemaran akibat debu dan asap yang mengotori udara dan air, berbagai macam limbah serta buangan tambang yang mengandung zat beracun. Gangguan juga berupa suara bising dari berbagai alat berat, suara ledakan eksplosive (bahan peledak) dan gangguan lainnya. Ketiga, pertambangan yang dilakukan tanpa mengindahkan keselamatan kerja dan kondisi geologi lapangan dapat menimbulkan tanah longsor, ledakan tambang, keruntuhan tambang, dan gempa.20 Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah) yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas limbah antara lain: volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah.21 Limbah cair merupakan salah satu jenis sampah. Adapun sampah (waste) adalah zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik yang berasal dari rumah maupun sisa-sisa proses industri. Secara umum limbah cair dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: Human excreta (feses dan urine), Sewage (air limbah), dan Industrial waste ( bahan buangan dari sisa proses industri).22
20
Abrar Saleng, Risiko-risiko ....., loc. cit. http://id.wikipedia.org/wiki/limbah, akses tanggal 27 Juni 2008, 17.00 WIB. 22 Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Ctk. Pertama, Kedokteran EGC, Jakarta, 2007, hlm. 124. 21
14 Dampak negatif dari aktifitas pertambangan batubara bukan hanya menyebabkan terjadi kerusakan lingkungan. Melainkan, ada bahaya lain yang saat ini diduga sering disembunyikan para pengelola pertambangan batubara di Indonesia. Kerusakan permanen akibat terbukanya lahan, kehilangan beragam jenis tanaman, dan sejumlah kerusakan lingkungan lainnya ternyata hanya sebagian dari dampak negatif yang terlihat oleh mata. 1.b. Audit lingkungan dan pengawasan Untuk memantau suatu kegiatan atau usaha yang semakin meningkat yang mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup perlu diadakan suatu pengawasan terhadap setiap jenis usaha dan atau kegiatan. Salah satunya, dengan memberlakukan audit lingkungan. Audit lingkungan adalah suatu alat manajemen yang meliputi evaluasi secara sistematik, terdokumentasi, periodik, dan objektif tentang bagaimana suatu kinerja organisasi, sistem manajemen dan peralatan dengan tujuan memfasilitasi kontrol manajemen terhadap pelaksanaan upaya pengendalian dampak lingkungan dan pengkajian penataan kebijakan usaha atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan.23 Sementara audit lingkungan yang diwajibkan adalah suatu proses evaluasi yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan atau kegiatan berdasarkan perintah Menteri atas ketidakpatuhan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang terkait dengan kegiatan tersebut (Pasal 1, KEPMEN-LH No. 30 Tahun 2000). Gunawan Djayaputra mengatakan, audit lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan sebagai upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, kedalam
23
Muhamad Erwin, op. cit., hlm. 108.
15 proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi massa kini dan generasi masa depan. Selain itu, dengan audit lingkungan dapat meminimalisasi terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan.24 Terdapat dua hal yang menjadi tujuan dari audit lingkungan, yaitu memberi fasilitas kontrol kepada manajemen terhadap pelaksanaan upaya pengendalian dampak lingkungan, dan mengkaji penataan pelaksanaan kebijaksanaan usaha, termasuk untuk memenuhi ketentuan lingkungan. Dengan demikian, dalam audit lingkungan yang diperiksa bukan hanya lingkungannya saja, tetapi yang lebih penting adalah segi pengelolaan atau manajemen perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan fungsi dari audit lingkungan, yaitu: (a) meningkatkan penataan kegiatan usaha terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan; (b) dokumen suatu usaha tentang pelaksanaan standar operasi, prosedur pengelolaan dan pemantauan lingkungan, termasuk rencana tanggap darurat; (c) jaminan untuk menghindari perusakan atau kecendrungan perusakan lingkungan; (d) upaya perbaikan penggunaan sumber daya melalui penghematan, minimisasi limbah, dan kemungkinan proses daur ulang; (e) bukti keabsahan prakiraan dampak dan penerapan rekomendasi tersebut dalam dokumen AMDAL, yang berguna bagi penyempurnaan proses AMDAL.25 Dalam ISO 14000 dinyatakan bahwa audit lingkungan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memperoleh dan mengevaluasi fakta agar dapat menentukan apakah suatu organisasi/perusahaan telah memenuhi kriteria lingkungan. Selain ISO 14000 tersebut, dalam manajemen lingkungan terdapat pula ISO 14001, menurut Sukanda Husin keberadaan ISO 14001 ini merupakan suatu sistem standar internasional untuk kepedulian perusahaan terhadap penyelamatan lingkungan melaui sistem manajemen lingkungan (EMS). Bila dalam 24 25
Supriadi, op. cit., hlm. 200. Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan ....., loc. cit.
16 penilaian, suatu perusahaan dianggap telah melaksanakan manajemen lingkungan dengan baik, perusahaan tersebut akan dianugerahi Sertifikat ISO 14001. Pemberian sertifikat ISO 14001 ini berkaitan erat dengan kepatuhan suatu perusahaan dengan standar lingkungan yang ditetapkan, baik secara nasional maupun internasional. Penggunaan instrumen ekonomi melalui ISO 14001 dapat memberikan andil dalam pelaksanaan keadaan hukum lingkungan nasional dan internasional.26 Sama dengan dokumentasi AMDAL yang dengan tegas dinyatakan sebagai dokumen yang bersifat terbuka untuk umum, hasil dari audit lingkungan hidup pun merupakan dokumen yang bersifat terbuka untuk umum, sebagai upaya perlindungan masyarakat karena itu harus diumumkan. 1.c. Pemerintah Daerah Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta para Menteri. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintah memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Adapun hak dan kewajiban daerah, yaitu: 1. Hak a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; b. mengelola kekayaan daerah; c. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah;
26
Supriadi, op. cit., hlm. 201.
17 d. mendapatkan bagi hasil pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; dan sebagainya. 2. Kewajiban a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c. mewujudkan keadilan dan pemerataan; d. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; e. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; f. melestarikan lingkungan hidup; dan sebagainya.27 Prosedur pengurusan berbagai perizinan termasuk perizinan dalam bidang lingkungan, setelah diberlakukan Undang-Undang Otonomi Daerah, berbeda-beda di tiap daerah. Hal ini karena tiap daerah sudah mempunyai kewenangan sendiri untuk mengaturnya. Selain prosedurnya yang berbeda di tiap daerah, besarnya retribusi dan pajak yang harus dibayar pun juga berbeda-beda. Hal ini terkait dengan keinginan masing-masing pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatannya dari sektor pajak. Namun secara garis besar, persyaratan administratif dan prosedur pengurusan perizinan di tiap daerah hampir sama.28 D.2. Penegakan Hukum Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsepkonsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial, dan sebagainya. Kandungan hukum ini bersifat abstrak. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu.
27
Lihat Pasal 21 dan Pasal 22 dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 28 Henry S. Siswosoediro, Mengurus Surat-surat Perizinan, Ctk. Pertama, Transmedia Pustaka, Jakarta, 2007, hlm. 3.
18 Penegakan hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandanganpandangan nilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan (sebagai “social engineering”), memelihara dan mempertahankan (sebagai “social control”) kedamaian pergaulan hidup. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formil.29 Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum, yaitu administratif, pidana dan perdata. Dengan demikian, penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (atau ancaman) sarana admnistratif, kepidanaan, dan keperdataan.30 Ada tiga sarana penegakan hukum, yaitu : 1. Administrasi Sarana administrasi dapat bersifat preventif dan bertujuan menegakkan peraturan perundang-undangan (misalnya: UU, PP, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, Keputusan Gubernur, Keputusan Walikota, dan sebagainya). Penegakan hukum dapat diterapkan terhadap kegiatan yang menyangkut perizinan, baku mutu lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan (RKL), dan sebagainya. Di samping 29
Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Ctk. Kedua, UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm.
30
Siti Sundari Rangkuti, op. cit., hlm. 190.
229.
19 pembinaan berupa petunjuk dan panduan serta pengawasan administrasi, kepada pengusaha di bidang industri hendaknya juga ditanamkan manfaat konsep “Pollution Prevention Pays”.31 Penindakan represif oleh penguasa terhadap pelanggaran peraturan perundangundangan lingkungan administratif pada dasarnya bertujuan untuk mengakhiri secara langsung keadaan terlarang itu. Sanksi administrasi terutama mempunyai fungsi instrumental, yaitu pengendalian perbuatan terlarang. Di samping itu, sanksi administrasi terutama ditujukan kepada perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tersebut. Beberapa jenis sarana penegakan hukum administratif adalah: 32 a. Paksaan pemerintah atau tindakan paksa (Bestuursdwang); b. Uang paksa (Publiekrechtelijke dwangsom); c. Penutupan tempat usaha (Sluiting van een inrichting); d. Penghentian kegiatan mesin perusahaan (Buitengebruikstelling van een toestel); e. Pencabutan izin usaha melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan, dan uang paksa. 2. Kepidanaan Delik lingkungan yang diatur dalam pasal 41, 42, 43, 44, 45, 46, dan 47 UUPLH adalah delik material yang menyangkut penyiapan alat-alat bukti serta penentuan hubungan kausal antara perbuatan pencemar dan tercemar. Tata cara penindakannya tunduk pada UU No. 8 Tahun 1991 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Peranan penyidik sangat penting, karena berfungsi mengumpulkan bahan/alat bukti yang seringkali bersifat ilmiah. Dalam kasus pencemaran dan/atau perusakan lingkungan terdapat kesulitan bagi aparat penyidik untuk menyediakan alat 31 32
Ibid. Muhamad Erwin, op. cit., hlm. 117.
20 bukti sah sesuai dengan ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP. Di samping itu, pembuktian unsur hubungan kausal merupakan kendala tersendiri. Pencemaran lingkungan sering terjadi secara kumulatif, sehingga sulit untuk membuktikan sumber pencemaran, terutama yang sifatnya kimiawi.33 3. Keperdataan Mengenai hal ini perlu dibedakan antara penerapan hukum perdata oleh instansi yang berwenang melaksanakan kebijaksanaan lingkungan dan penerapan hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan
lingkungan.
Misalnya,
penguasa
dapat
menetapkan
persyaratan
perlindungan lingkungan terhadap penjualan atau pemberian hak membuka tanah (erfpachti) atas sebidang tanah. Selain itu, terdapat kemungkinan “beracara singkat” (kortgeding) bagi pihak ketiga yang berkepentingan untuk menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap larangan atau keharusan dikaitkan uang paksa (injuction). Gugatan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan atas dasar Pasal 20 ayat (1) dan ayat (3) UUPLH, baik melalui cara berperkara di pengadilan maupun cara Tim Tripihak masih menemukan hambatan.34
E. Definisi Operasional Penyajian definisi operasional ini, dimaksudkan untuk merumuskan makna yang terdapat dalam judul penelitian maupun dalam perumusan masalah, sehingga dapat membantu penulis dalam membatasi dan mengontrol ruang lingkup penelitian hukum ini sekaligus mempermudah pembaca dalam memahami skripsi ini. Adapun pengertian judul “Pengelolaan Limbah Cair Pada Perusahaan Pertambangan Batubara PT. Kaltim Prima Coal di Kabupaten Kutai Timur” adalah: 33 34
Ibid. Ibid. hlm. 118.
21 1. Pengelolaan “Proses, cara, perbuatan mengelola. Proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain.35 Rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pembuangan, pengangkutan, pengolahan, dan pemanfaatan limbah”. 2. Limbah Cair Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. “Limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan kegiatan industri atau kegiatan usaha lainnya yang dibuang ke lingkungan hidup dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup”.36 3. Pada Perusahaan Pertambangan Batubara PT. Kaltim Prima Coal Pada: Kata perangkai yang dipakai untuk menunjukkan posisi di atas atau di dalam hubungan dengan.37 Dan tidak memakai “di” dikarenakan seolaholah sudah pernah terungkap (secara hukum). Perusahaan: Kegiatan (pekerjaan dsb) yang diselenggarakan dengan peralatan atau dengan cara teratur dengan tujuan mencari keuntungan (dengan
menghasilkan
sesuatu,
mengolah/membuat
barang-barang,
berdagang, memberikan jasa, dsb).38 Pertambangan Batubara: menggali bahan tambang, arang yang diambil dari dalam tanah berasal dari tumbuhan darat, air yang telah menjadi batu (batubara).39 Batubara adalah bahan bakar hidrokarbon padat yang
35
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia, ctk. Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm. 411. 36 Lihat Pasal 1 angka 6 Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 26 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Dan Usaha Lainnya Dalam Provinsi Kalimantan Timur. 37 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, op. cit., hlm. 633. 38 Ibid. hlm. 998. 39 Ibid. hlm. 86.
22 terbentuk dari tetumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lama.40 Tambang yang dilakukan oleh PT. KPC adalah tambang terbuka, yaitu menggali bahan tambang yang dilakukan pada tempat terbuka, yang langsung berhubungan dengan udara luar.41 PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC): salah satu Perusahaan pertambangan batubara terbesar di dunia, yang mulai beroperasi pada tahun 1992 di Sengata (Kab. Kutai Timur). Lokasi pertambangan berada di Kecamatan Sengata dan Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. PT. KPC merupakan obyek yang akan diteliti oleh penulis. 4. Di Kabupaten Kutai Timur Di : menunjukkan pada lokasi atau tempat penelitian akan dilakukan, yaitu di Kabupaten Kutai Timur (salah satu Kabupaten pemekaran yang beribukota Sengata di provinsi Kalimantan Timur).
F. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang menitik beratkan pada studi kepustakaan yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder dalam bidang hukum. Untuk kepentingan pengumpulan data penelitian tentang pengelolaan limbah cair pada perusahaan pertambangan batubara PT. KPC yang terkait dengan masalah penelitian diatas masih diperlukan pula data primer, oleh sebab itu penelitian dilapangan juga perlu dilaksanakan. 1. Obyek Penelitian 40
Lihat Pasal 1 butir 2 KepMen LH No. 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Pertambangan Batubara. 41 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, op. cit., hlm. 891.
23 1. Meneliti
tentang
Pengelolaan
Limbah
Cair
pada
Perusahaan
Pertambangan Batubara PT. Kaltim Prima Coal (KPC) di Kabupaten Kutai Timur. 2. Meneliti tentang aturan perundang-undangan yang berlaku pada pengelolaan limbah cair tersebut. 2. Subyek Penelitian/Nara Sumber Nara sumber dalam penelitian ini diperlukan untuk memberikan informasi yang menunjang penelitian, yaitu: 1. Kepala Sub Dinas Pengendalian dan Pemulihan Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Timur 2. Manager Lingkungan PT. Kaltim Prima Coal 3. Sumber Data - Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian. - Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang terdiri atas: 1. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis, berupa UUD 1945, UUPLH Nomor 23 Tahun 1997, Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004,
Peraturan
Pemerintah
RI,
Keputusan
Menteri
Negara
Lingkungan Hidup, Keputusan Gubernur Kalimantan Timur No. 26 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Dan Usaha Lainnya Dalam Provinsi Kalimantan Timur, peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
24 2. Bahan hukum sekunder, yaitu buku hukum lingkungan, booklet pengelolaan lingkungan PT. KPC, buku Kutai Timur dalam angka, laporan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan triwulan II 2008 PT. KPC, buku hukum administrasi negara, jurnal hukum, berbagai bahan kepustakaan/literatur yang mendukung jalannya penelitian, berbagai hasil penelitian terdahulu dan tulisan yang mendukung jalannya penelitian. 3. Bahan hukum tersier, yaitu kamus hukum, kamus umum bahasa Indonesia. 4. Teknik Pengumpulan Data 1. Data primer, berupa wawancara, dengan mengajukan pertanyaan kepada nara sumber baik secara bebas maupun terpimpin yang berhubungan dengan obyek penelitian. 2. Data sekunder, berupa studi kepustakaan yaitu mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan
atau
literatur
yang
berhubungan
dengan
permasalahan penelitian. 5. Pendekatan yang digunakan Metode pendekatan yang digunakan, berupa pendekatan yuridis normatif (sistematika hukum), yaitu dengan menggunakan sudut pandang perundangundangan terkait, norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang mengikat masyarakat dan kebiasaan dalam masyarakat dalam memahami obyek penelitian. 6. Analisis Data
25 Deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif (content analysis) dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian. 2. Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematisasikan. 3. Data yang telah disistematikan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan.