1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia semakin hari semakin bertambah, oleh sebab itu manusia memiliki kebutuhan hidup yang beragam, seperti kebutuhan akan sandang, pangan dan papan, serta ada kebutuhan akan hubungan antar pribadi, rasa aman, status. Kebutuhan inilah yang menyebabkan manusia dituntut untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Manusia bekerja membutuhkan motivasi kerja untuk menghasilkan suatu karya yang dapat membangun organisasi atau instansi dan akan memiliki efek positif pada dirinya sendiri sehingga tujuan bersama tercapai. Adanya pemimpin yang dapat memotivasi karyawan dalam suatu organisasi
atau
instansi
dan
memberikan
suatu
perubahan
yang
menguntungkan banyak pihak. Dalam memotivasi karyawan, dibutuhkan pemimpin yang demokratis yang dapat membawa perubahan yang baik, mengetahui
kebutuhan
bawahannya
sehingga
akan
menumbuhkan
kedisiplinan kerja dalam organisasi atau instansi pada karyawan. Suatu
kepemimpinan
akan
dapat
mempengaruhi
prilaku
pegawainya termasuk kedisiplinan. Masing-masing manajer memiliki kepemimpinan yang berbeda-beda yang diterapkan pada bawahannya. Kepemimpinan ini tergantung dari diri pribadi masing-masing manajer dan juga situasi. Para pemimpin dapat menggunakan kepemimpinan otokratis
1
2
sebagai gaya yang didasarkan atas kekuatan posisi dan penggunaan otoritas maupun kepemimpinan demokratis yang dikaitkan dengan kekuatan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Dengan demikian kepemimpinan mempunyai peran sentral dalam kehidupan suatu organisasi, dimana terjadi interaksi antara pemimpin dengan karyawan dalam mencapai tujuan organisasi. Interaksi antara pemimpin dengan pegawai perlu dikoordinasikan supaya suatu sistem kerja dapat berfungsi dengan lancar. Para manajer mengkoordinasikan pekerjaan staf dengan memberikan pengarahan dan kepemimpinan. Disiplin merupakan salah satu kriteria yang dapat
dijadikan
sebagai landasan atau dasar bagi kelancaran proses pembentukan, pemberdayaan dan pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini karyawan. Disiplin sangat diperlukan karena dapat memaksakan individu untuk mematuhi peraturan serta prosedur kerja yang telah ditentukan lebih dulu. Oleh karena itu pegawai sebagai salah satu sebagai anggota dalam sebuah organisasi harus mendapat perhatian dari instansi agar dapat bekerja seperti yang diharapkan. Salah satu dalam memberi perhatian tersebut adalah dengan adanya pucuk pimpinan yang mau mengerti tentang bawahan, dan mendukung segala kegiatan karyawan sehingga disiplin kerja pegawai dapat meningkat. Di sisi lain adanya indikasi bahwa disiplin kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara nampaknya belum optimal. Sehingga muncul
3
asumsi dari peneliti bahwa ada permasalahan mengenai kedisiplinan pada Sistem Administrasi Manunggal dibawah Satu Atap (SAMSAT) Kabupaten Jepara. Jadi apa yang diharapkan tersebut belum menampakkan hasil seperti apa yang diinginkan. Kondisi inilah yang menjadi alasan penelitian ini guna untuk membuktikan pengaruh kepemimpinan dan motivasi
terhadap
disiplin kerja pegawai. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui dan meneliti lebih lanjut. Adapun judul yang peneliti kaji adalah “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP
DISIPLIN
KERJA
PEGAWAI
DI
SAMSAT
KABUPATEN JEPARA”.
1.2. Ruang Lingkup Masalah Dalam pembatasan nantinya supaya tidak terlalu luas, maka diperlukan batasan-batasan yang jelas. Sehingga permasalahan tidak keluar dari jalur yang diinginkan. Ruang lingkup penelitian dalam penelitian ini yaitu obyek penelitian ini difokuskan pada pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara.
1.3. Perumusan Masalah Perumusan masalah dilakukan guna memudahkan pelaksanaan penelitian agar tidak menyimpang dari permasalahan. Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut :
4
1. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara? 2. Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara? 3. Apakah gaya kepemimpinan dan motivasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara?
1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara. 2. Untuk menguji pengaruh motivasi terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara. 3. Untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi secara bersama-sama terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara.
1.5. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
5
1.5.1. Bagi Penulis Merupakan kesempatan untuk berlatih bagi penerapan berbagai teori yang telah diperoleh dan selanjutnya menambah pengetahuan serta pengalaman dengan membandingkan antara teori dan kenyataan. 1.5.2. Bagi Instansi Hasil penelitian ini dapat membantu pimpinan perusahaan dalam meningkatkan disiplin kerja pegawai dan berguna sebagai masukan dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang tepat bagi kemajuan instansi serta pengambilan keputusan yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 1.5.3. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini berguna sebagai sarana pengembangan ilmu
pengetahuan dan
tambahan informasi
bagi penelitian
selanjutnya.
1.6. Sistematika Penulisan BAB I
: Pendahuluan Dalam bab ini memuat latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
6
BAB II : Tinjauan Pustaka Berisi mengenai landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan hipotesis. BAB III : Metode Penelitian Bab ini mencakup variabel dan definisi operasional, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode pengolahan data, dan metode analisis data. BAB IV : Hasil Dan Pembahasan Bab ini mencakup gambaran umum obyek penelitian, analisis data yang ada dengan melakukan pengujian-pengujian terhadap dua variabel penelitian yang mengenai analisis pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap disiplin kerja pegawai. BAB V : Penutup Merupakan akhir dari penulisan, berisi kesimpulan dan analisis data serta saran-saran bagi instansi yang sekiranya dapat memberikan manfaat bagi instansi di masa yang akan datang.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kepemimpinan 1. Hakekat Kepemimpinan Sebutan
pemimpin
atau
manajer
tak
perlu
dicampuradukkan, sebab kepemimpinan (leadership) adalah bagian tersendiri dari manajemen. Manajer melaksanakan fungsifungsi perencanaan, pengorganisasian, memotivasi, komunikasi, dan pengendalian. Termasuk dalam fungsi itu adalah memimpin dan mengarahkan. (Sukanto Reksohadiprojo dan T. Hani Handoko, 2001 : 285) Menurut esensinya konsep kepemimpinan lebih luas dari konsep manajemen. Manajemen dipandang sebagai jenis khusus kepemimpinan di mana yang terpenting adalah pencapaian tujuan organisasi. Perbedaan pokok kedua konsep itu terletak pada istilah organisasi. Kepemimpinan terjadi pada saat seseorang berusaha mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok orang apapun alasannya. Hal itu boleh jadi demi tujuannya sendiri atau tujuan orang lain dan mungkin sejalan atau tidak sejalan dengan tujuan organisasi. (Hersey dan Blanchart, 2005 : 4)
7
8
Kesimpulan yang dapat ditarik dari dua pendapat tersebut yaitu bahwa dalam lingkup yang lebih sempit atau organisasi kepemimpinan sebagai bagian dari proses manajemen dalam mencapai tujuan. Sedangkan dalam lingkup yang lebih luas manajemen merupakan bagian dari kepemimpinan. Kepemimpinan
yang
efektif
harus
memberikan
pengarahan kepada semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan, suatu organisasi adalah kumpulan orang-orang dan mesin-mesin yang tidak teratur (kacau balau). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengatasi atau mempengaruhi perilaku sekelompok orang untuk mencapai tujuan dengan antusias. Ini merupakan faktor manusiawi yang mengikat sebagai suatu kelompok bersama dan memotivasi mereka dalam mencapai tujuan. Seperti halnya pendapat yang dikemukakan Sukanto Reksohadiprojo dan T. Hani Handoko (2004 : 286), bahwa “Kegiatan manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian dan pengambilan keputusan merupakan sebuah kepompong yang tidur (tidak
efektif)
sampai
pemimpin
cepat
bertindak
untuk
menghidupkan motivasi dalam setiap orang dan mengarahkan mereka mencapai tujuan kepemimpinan merubah sesuatu yang potensial menjadi suatu kenyataan. Ini adalah kegiatan pokok
9
yang memberikan sukses bagi semua hal yang potensial, yaitu sesuatu organisasi dan anggota-anggotanya”. 2. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan (style leadership), merupakan salah satu cara seorang pemimpin atau manajer menjalankan tugasnya. Pendekatan dalam memahami gaya kepemimpinan secara khas dilihat dari sudut pandang atau persepsi bawahannya, yaitu bagaimana seorang pemimpin mengarahkan bawahannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat (Miftah Thoha, 2003 : 51). Soekanto Reksohadiprodjo dan T. Hani Handoko, memberi pengertian gaya kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya”. Berdasarkan beberapa pengertian kepemimpinan dari beberapa ahli di atas, dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya gaya kepemimpinan merupakan teknik atau cara memotivasi bawahannya. Pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat dan disertai dengan motivasi eksternal yang tepat dapat mengarahkan tujuan perseorangan dan tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang tidak tepat menghasilkan perilaku pemimpin yang tidak efektif dalam mempengaruhi bawahannya.
10
3. Tipe Kepemimpinan Dalam menggolongkan bentuk tipe kepemimpinan ini banyak pendapat yang dikemukakan para sarjana, namun masingmasing pendapat banyak perbedaannya. Oleh sebab itu perlu untuk mengetahuinya. Menurut Y.W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti (2003 : 29) penggolongan tipe kepemimpinan dilihat dari cara seorang pemimpin melakukan kepemimpinannya dapat dibagi dalam kepemimpinan otokratis, militeristis, paternalistik, karismatis, bebas dan demokratis. a. Kepemimpinan Otokratis Kepemimpinan otokratis adalah suatu kepemimpinan yang pimpinannya menganggap organisasi sebagai milik sendiri, pemimpin bertindak diktator terhadap anggotanya. Anggota dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan, jadi penghargaan terhadap inisiatif anggota kurang. Dari sikap pemimpin yang otoriter itu muncul sikap dan perilaku bawahan yang menurut atau patuh dan menjalankan perintah-perintah pimpinan secara apa adanya tidak boleh membantah. b. Kepemimpinan Militeristis Kepemimpinan militeristis adalah suatu kepemimpinan yang memiliki sifat-sifat :
11
1) Untuk
menggerakkan
bawahannya
ia
menggunakan
perintah yang biasa digunakan dalam ketentaraan. 2) Gerak geriknya senantiasa tergantung kepada pangkat dan jabatannya. 3) Senang akan formalitas yang berlebih-lebihan. 4) Menuntut disiplin keras dan kaku dari bawahannya. 5) Senang akan upacara-upacara untuk berbagai keadaan. 6) Tidak
menerima
kritik
dari
bawahannya
dan
lain
sebagainya. Jadi dalam kepemimpinan militeristis yang dimaksud, tidak berupa pelaksanaan tindakan memimpin militer seperti ketentaraan yang sewajarnya. c. Kepemimpinan Paternalistik Kepemimpinan paternalistik adalah suatu kepemimpinan yang pemimpinnya bersifat kebapakan. Pemimpin beranggapan bahwa anggota yang dipimpinnya sebagai anak atau orang yang
belum
dewasa.
Akibatnya
sering
memberikan
perlindungan yang berlebihan. d. Kepemimpinan Karismatis Kepemimpinan
karismatis
adalah
kepemimpinan
yang
pemimpinnya mempunyai daya tarik besar karena adanya kepercayaan anggotanya.
12
e. Kepemimpinan laissez faire atau Bebas Kepemimpinan laissez faire atau bebas yaitu kepemimpinan yang pimpinannya membiarkan anak buahnya atau anggotanya untuk berbuat sekehendak hati atau ada kebebasan yang luas. Dalam kepemimpinan ini, pemimpin sangat kurang dalam memberi petunjuk-petunjuk, pengawasan dan kontrol kepada anggota. f. Kepemimpinan Demokratis Kepemimpinan demokrasi adalah suatu kepemimpinan yang didalamnya
terdapat
perilaku
pemimpin
yang
bersifat
kerakyatan dan persaudaraan, mengharap kerjasama dengan anggotanya yang tidak dipandang sebagai alat. Jadi dalam aktivitasnya terdapat hubungan yang harmonis dan saling melengkapi, serta tetap membuka kesempatan untuk menerima kritik dan saran dari angggota. 2.1.2. Motivasi 1. Pengertian Motivasi Dalam pemahaman kita sehubungan dengan istilah motivasi kerja yang terkait dengan pemahaman terhadap apa itu motif. “Motif diartikan sebagai dorongan atau tenaga yang menggerakkan jiwa dan jasmani untuk berbuat sesuatu. Jadi motif merupakan pendorong (driving force) yang menggerakkan
13
manusia untuk bertingkah laku yang di dalam perbuatan tersebut terdapat tujuan-tujuan tertentu”. (Moch As’ad, 2005 : 44). Sedangkan menurut Wexley dan Yulk, seperti dikutip Moh. As’ad (2005 : 44) motivasi didefinisikan sebagai “the process by which behavior is energized and directed”, yang artinya bahwa motivasi adalah merupakan proses dengan nama perilaku digerakkan atau diarahkan. Dari batasan di atas dapat disimpulkan bahwa motif adalah yang melatar belakangi individu dalam berbuat untuk mencapai tujuan tertentu atau dapat dikatakan bahwa motif merupakan pendorong dalam mencapai suatu tujuan tertentu dan motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan motif. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang memberikan semangat atau dorongan seseorang untuk bekerja. Kuat lemahnya motivasi kerja seseorang akan ikut menentukan besar kecil prestasi kerjanya. 2. Ciri-ciri motivasi Sebagai
upaya
menimbulkan
motivasi
kerja
bagi
karyawan atau bawahannya tentunya seorang manajer atau pemimpin perlu alam memahami motif itu sendiri. Tentunya pemahaman motif tersebut akan membawa dampak positif dalam usaha memotifkan karyawan, maka seorang manajer perlu untuk mengetahui cir-ciri dari motif tersebut.
14
Moch. As’ad memberikan ciri-ciri motif sebagai berikut : a. Motif adalah majemuk Pendorong dan tujuan karyawan untuk bertindak tidak hanya satu, tetapi beberapa pendorong dan tujuannya berlangsung secara bersama-sama. b. Motif dapat berubah-ubah Motif bagi seseorang seringkali mengalami perubahan, ini disebabkan keinginan manusia sering berubah-ubah pula. c. Motif Berbeda-beda bagi individu Karyawan dari pekerja yang sama bisa memiliki motif yang berbeda. d. Beberapa motif tidak disadari oleh ndividu Banyak tingkah laku karyawan yang tidak dipahami oleh pelakunya sendiri. 3. Faktor-faktor Motivasi Faktor-faktor
yang menjadi motivasi seperti yang
dikemukakan Maslow terdiri dari sebagai berikut: a. Gaji atau Upah Gaji atau upah merupakan imbalan yang diberikan kepada karyawan dalam bentuk yang mempunyai kecenderungan diberikan secara tetap. Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan (2001 : 137) berpendapat bahwa gaji atau upah merupakan suatu pemberian sebagai suatu imbalan dari
15
pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau masa yang telah atau yang akan dilakukan, yang berfungsi sebagai jaminan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut perjanjian, undang-undang dan dibayarkan atas dasar waktu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja. Dari pengertian di atas, walaupun redaksinya namun jelas bahwa maksudnya sama yaitu merupakan penggantian jasa yang diserahkan oleh pemberi kerja kepada pihak lain untuk penerima kerja dalam periode tertentu. b. Kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja Kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja adalah kebutuhan akan rasa aman tentram yang ada pada diri pekerja, bebas dari rasa ketakutan dan penghidupannya di masa yang akan datang, jaminan akan pekerjaan, jika terjadi sesuatu atas dirinya, karena milik yang paling berharga bagi manusia adalah keamanan diri yaitu keamanan terhadap keselamatan diri. Keselamatan dan keamanan kerja adalah suatu kondisi di mana para pekerja dalam menjalankan kegiatannya merasa aman baik secara fisik maupun mental. Alex S. Nitisemito (2004 : 231) menyatakan bahwa sebaiknya setiap perusahaan berusaha agar usahanya stabil, dengan
16
kestabilan, maka masa depan perusahaan akan terjamin. Perusahaan yang usahanya tidak stabil akan menimbulkan kekecewaan atau kekhawatiran para karyawannya. Mereka mungkin khawatir memikirkan tentang apa kapan saatnya mendapatkan giliran yang dipecat. c. Kebutuhan sosial Perilaku seseorang seringkali dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok referensi, keluarga, status dan peranan sosial mereka. Secara formal adalah kegiatan-kegiatan yang disponsori oleh perusahaan atau pun acara peringatanperingatan hari bersejarah. Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan (2001 : 187), mengatakan bahwa manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan persahabatan, untuk itu maka ia akan melakukan hubungan dengan teman-temannya. Menurut Megginson dalam bukunya T. Hani Handoko (2004 : 258) antara lain menyatakan bahwa hubungan sosial secara teori adalah kebutuhan akan cinta persahabatan, perasaan memiliki
dan
diterima
kelompok,
keluarga,
asosiasi.
Sedangkan secara terapan adalah kelompok-kelompok formal dan kegiatan-kegiatan yang diadakan perusahaan. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk sosial, membutuhkan adanya persahabatan dan tidak dapat hidup sendiri dalam jangka waktu yang lama.
17
d. Kebutuhan Penghargaan Penghargaan merupakan salah satu kebutuhan manusia, hal ini merupakan kebutuhan untuk dihargai oleh orang lain. Penghargaan ini dapat berupa reward atau hadiah, pujian ataupun pengakuan atas prestasi yang telah dicapai. Alex S. Nitisemito (2004 : 229) mengatakan bahwa setiap perusahaan
hendaknya
memberikan
kesempatan
dan
penghargaan kepada para pegawai atau karyawan yang berprestasi. Penghargaan itu dapat berupa hadiah, kenaikan gaji, kenaikan pangkat, piagam dan sebagainya. Penghargaan
sesuai
dengan
yang
dimaksudkan
untuk
menghargai terhadap jasa atau prestasi seseorang dari segi manusiawi, misalnya insentif diberikan kepada seseorang bukan karena jasa atau prestasi, tetapi ditujukan agar orang bersangkutan dapat lebih berprestasi atau jasa lebih baik dari yang sebelumnya. Jadi penghargaan mengandung unsur masa lalu, sedangkan insentif mengandung unsur masa depan. e. Kebutuhan Aktualisasi Diri Kebutuhan
aktualisasi
diri
merupakan
kebutuhan
dari
perwujudan ingin menggunakan potensi diri untuk mencpai yang diinginkan. Sukanto Reksohadiprojo dan T. Hani Handoko (2004 : 265), memberikan penjelasan bahwa kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan pemenuhan diri,
18
untuk mempergunakan potensi diri, pengembangan diri, dan melakukan apa yang paling cocok, serta menyelesaikan pekerjaannya sendiri. Moh. As’ad ( 2005 : 50 ) menyatakan bahwa manusia ingin mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas kerjanya melalui pengembangan pribadinya. Oleh sebab itu pada tingkatan ini orang cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan berbuat yang paling baik. Gauzali Saydam ( 2005 : 243 ) mengemukakan bahwa kebutuhan untuk mewujudkan diri merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan puncak ini biasanya seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi karena kesadaran dan keinginan diri sendiri. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk mewujudkan kemampuan serta mengembangkan diri dari pekerja yang bersangkutan di tempat dia bekerja dan selama dia bekerja.
2.1.3. Disiplin Kerja 1. Pengertian Disiplin kerja Salah satu syarat perjanjian kerja antara perusahaan dengan karyawan
adalah
disiplin.
Disini
dikemukakan
beberapa
pengertian mengenai disiplin, sebagai berikut yaitu: Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006 : 511), disiplin kerja adalah bentuk pelatihan yang menjalankan
19
peraturan-peraturan mengartikan
organisasional.
disiplin
sebagai
Siagian
tindakan
(2003
manajemen
:
305) untuk
mendorong para anggota organisasi memilih tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Menurut Handoko (2004 : 208), disiplin merupakan kegiatan manajemen untuk menjalankan standarstandar organisasional. Sedangkan dari sudut pandang Veithzal Rival (2003 : 444), disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Menurut Nitisemito dalam Ahmad Tohardi (2002 : 393) mengungkapkan arti disiplin sebagai sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dan perusahaan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa disiplin merupakan sikap atau perilaku ketaatan seseorang atau sekelompok orang yang sesuai prosedur serta terhadap peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang tercermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Dengan ditetapkannya peraturan tertulis maupun tidak tertulis diharapkan agar para karyawan memiliki sikap disiplin yang tinggi dalam bekerja, sehingga produktivitas kerja meningkat.
20
2. Aspek-aspek Disiplin Kerja Amriany,
dkk
dalam
Dewi Anggraeni
(2008
:
19-20)
menyebutkan aspek-aspek disiplin kerja yaitu : a. Kehadiran Seseorang dijadwalkan untuk bekerja harus hadir tepat pada waktunya tanpa alasan apapun. b. Waktu kerja Waktu kerja merupakan jangka waktu saat pekerja yang bersangkutan harus hadir untuk memulai pekerjaan, waktu istirahat, dan akhir pekerjaan. Mencetak jam kerja pada kartu hadir merupakan sumber data untuk mengetahui tingkat disiplin waktu karyawan. c. Kepatuhan terhadap perintah Kepatuhan yaitu jika seseorang melakukan apa yang dikatakan kepadanya. d. Kepatuhan terhadap aturan Serangkaian aturan yang dimilki perusahaan merupakan tuntutan bagi karyawan agar patuh, sehingga dapat membentuk perilaku yang memenuhi standar perusahaan. e. Pemakaian seragam Sikap karyawan terutama lingkungan organisasi menerima seragam kerja setiap dua tahun sekali.
21
3. Pendisiplinan Dalam setiap organisasi atau perusahaan yang diinginkan adalah jenis disiplin yang timbul dari dalam diri sendiri atas dasar kerelaan dan kesadaran. Akan tetapi dalam kenyataannya disiplin itu lebih banyak disebabkan adanya paksaan dari luar. Untuk dapat menjaga agar disiplin tetap terpelihara, maka organisasi atau perusahaan perlu melaksanakan pendisiplinan. Seperti yang dikemukakan T. Hani Handoko (2004 : 208) adapun kegiatankegiatan pendisiplinan itu terdiri dari : a. Disiplin Preventif Merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standard dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Lebih utama dalam hal ini adalah dapat ditumbuhkan disiplin diri (self-discipline) pada setiap karyawan tanpa terkecuali untuk memungkinkan iklim yang penuh disiplin tanpa paksaan tersebut perlu kiranya standar itu sendiri bagi setiap karyawan, dengan demikian dapat dicegah kemungkinan-kemungkinan timbulnya pelanggaran atau penyimpangan dari standar yang telah ditentukan. b. Disiplin Korektif Merupakan
kegiatan
yang
diambil
untuk
menangani
pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk
22
menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif ini dapat berupa satu hukuman atau tindakan pendisiplinan yang wujudnya dapat berupa peringatanperingatan atau berupa schorsing. 4. Prinsip-Prinsip Disiplin Kerja Untuk
mengkondisikan
karyawan
perusahaan
agar
senantiasa bersikap disiplin, maka terdapat beberapa prinsip pendisiplinan sebagai berikut : (Heidjrhman dan Suad husnan, 2001 : 241) a. Pendisiplinan dilakukan secara pribadi. b. Pendisiplinan harus bersifat membangun. c. Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan langsung dengan segera. d. Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan. e. Pimpinan
hendaknya
tidak
seharusnya
memberikan
pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen. f. Setelah pendisiplinan sikap dari pimpinan haruslah wajar kembali. Semua kegiatan pendisiplinan tersebut tentulah harus bersifat positif dan tidak mematahkan semangat kerja para karyawan juga harus bersifat mendidik dan mengoreksi kekeliruan agar di masa datang tidak terulang kembali kesalahankesalahan yang sama.
23
5. Indikator-indikator Kedisiplinan Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, di antaranya : a. Tujuan dan Kemampuan Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan
harus
sesuai
dengan
kemampuan
karyawan
bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sumgguh dan disiplin dalam mengerjakannya. b. Teladan Pimpinan Teladan pimpinan
sangat berperan dalam
menentukan
kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. c. Balas Jasa Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.
24
d. Keadilan Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. e. Pengawasan Melekat (Waskat) Pengawasan melekat adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam
mewujudkan
kedisiplinan
karyawan
perusahaan.
Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. f. Sanksi Hukuman Sanksi
hukuman
berperan
penting
dalam
memelihara
kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturanperaturan perusahaan, sikap dan perilaku interdisipliner karyawan akan berkurang. g. Ketegasan Ketegasan
pimpinan
menegur
dan
menghukum
setiap
karyawan yang interdisipliner akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada perusahaan tersebut. h. Hubungan Kemanusiaan Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan
25
memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi, kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik (Hasibuan, 2000 : 192). 2.1.4. Hubungan Gaya Kepemimpinan, Motivasi dengan Disiplin Kerja Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Pada dasarnya banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kedisplinan, seperti kepemimpinan dan motivasi (Malayu Hasibuan, 2007
: 194). Gaya
kepemimpinan sangat berperan dalam
menentukan kedisiplinan karyawan, karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Dengan gaya kepemimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan juga akan ikut baik, dan begitu sebaliknya. Motivasi kerja yang diharapkan karyawan adalah balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena motivasi karyawan untuk mendapatkan balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula (Malayu Hasibuan, 2007 : 194).
26
2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian ini merujuk pada beberapa penelitian hasil para peneliti terdahulu yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Judul
1
Prima Hendar P.M (2009)
Pengaruh Motivasi Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi pada PT. Simongan Plastic Factory Semarang
2
Joko Suswanto (2008)
Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Komunikasi dan Motivasi Menurut Persepsi Karyawan Terhadap Kinerja (Studi Kasus Karyawan Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jepara)
3
Dwi Kusumawarni (2007)
Pengaruh Semangat Dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kudus
Teknik Analisis Hasil Data Regresi Ada pengaruh positif berganda antara motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap produktivitas kerja karyawan, dibuktikan dengan persamaan regresi Y = 16,009 + 0,326X1 + 0,259X2 Regresi Gaya kepemimpinan, berganda komunikasi, dan motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai, dibuktikan dengan besarnya koefisien regresi masing-masing variabel pada persamaan Y = 0,0132 + 0,212X1 + 0,609X2 + 0,125X3. Regresi Semangat kerja dan berganda disiplin kerja mempengaruhi produktivitas kerja karyawan di PDAM Kabupaten Kudus, dibuktikan dengan persamaan Y = 0,126 + 0,277X1 + 0,208X2.
27
Berdasarkan penelitin terdahulu tersebut, dapat diketahui perbedaan dan kesamaan dari penelitian sekarang. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Prima Hendar yaitu penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur PT. Simongan Plastic Factory Semarang, sedangkan peneliti melakukan penelitian pada Sistem Administrasi Manunggal dibawah Satu Atap (SAMSAT) Kabupaten Jepara yang bergerak dalam pelayanan jasa dengan permasalahan. Untuk persamaannya yaitu terdapat variabel motivasi dan disiplin kerja. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Joko Suswanto yaitu penelitian dilakukan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jepara, sedangkan peneliti melakukan penelitian pada SAMSAT Kabupaten Jepara. Untuk persamaannya yaitu jenis obyek penelitian sama-sama bergerak dalam pelayanan masyarakat dan terdapat variabel kepemimpinan dan motivasi. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Kusumawarni yaitu penelitian dilakukan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kudus, sedangkan peneliti melakukan penelitian pada SAMSAT Kabupaten Jepara. Untuk persamaannya yaitu terdapat variabel disiplin kerja.
2.3. Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu, maka dapat dibuat kerangka pemikiran seperti pada Gambar 2.1.
28
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Gaya Kepemimpinan (X1) H1 H3
Disiplin Kerja Pegawai (Y)
H2 Motivasi Kerja (X2) Sumber : T. Hani Handoko (2001) dan Moch As’ad (2005). Keterangan : H1 : Adanya pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Disiplin kerja pegawai. H2 : Adanya pengaruh Motivasi terhadap Disiplin kerja pegawai. H3 : Adanya pengaruh Gaya Kepemimpinan dan motivasi terhadap Disiplin kerja pegawai.
2.4. Pengajuan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pernyataan yang dikemukakan dalam perumusan masalah yang akan diuji kebenarannya dan dipakai sebagai petunjuk dalam pengumpulan data yang diperlukan. Dalam skripsi ini, hipotesis peneliti ajukan adalah : H1 : Ada pengaruh positif antara gaya kepemimpinan terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara. H2 : Ada pengaruh positif antara motivasi terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara.
29
H3 : Ada pengaruh positif antara gaya kepemimpinan dan motivasi secara bersama-sama terhadap disiplin Kabupaten Jepara.
kerja
pegawai di SAMSAT
30
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Variabel dan Definisi Operasional Yang dimaksud
variabel independen di sini adalah Gaya
Kepemipinan (X1) dan Motivasi (X2). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Disiplin Kerja Pegawai (Y). 3.1.1. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan adalah bagaimana sikap seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya (Soekanto Reksohadiprodjo dan T. Hani Handoko, 2001 : 49). Yang termasuk indikator dalam gaya kepemimpinan meliputi : (Fuad Masud, 2004) 1. Mengajukan tujuan yang ingin dicapai. 2. Menekankan kepentingan tugas. 3. Menekankan untuk menyelesaikan tugas. 4. Menyarankan untuk menjalin hubungan. 5. Berdiskusi dengan bawahan. 6. Menekankan pentingnya menjalin hubungan. 3.1.2. Motivasi Motivasi adalah suatu tindakan yang mendorong keinginan atau perilaku orang lain untuk bekerja dengan maksimal untuk memenuhi kebutuhan yang menjadi tujuannya. Indikator motivasi meliputi : (Fuad Masud, 2004)
30
31
1. Kebutuhan berprestasi 2. Kebutuhan kekuasaan 3. Kebutuhan afiliasi 3.1.3. Disiplin Kerja Pegawai Disiplin kerja pegawai adalah sikap atau perilaku ketaatan seseorang atau sekelompok orang yang sesuai prosedur serta peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang tercermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Yang termasuk indikator dalam disiplin kerja pegawai meliputi : (Hasibuan, 2000 : 192) 1. Ketepatan waktu. 2. Kepatuhan pada peraturan. 3. Ketepatan dalam menggunakan alat produksi. 4. Ketepatan dalam memanfaatkan bahan-bahan produksi.
3.2. Populasi dan Sampel Menurut Suharsimi Arikunto (2002 : 108), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai pada SAMSAT Jepara, yaitu sebanyak 50 orang. Sampel menurut Moh. Nazir (2003 : 271) adalah bagian dari populasi. Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 134), apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 pegawai pada SAMSAT Jepara. Untuk pengambilan
32
sampel dilakukan secara sensus, yaitu penelitian yang melibatkan seluruh populasi sebagai obyek penelitian.
3.3. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer, yaitu data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perorangan yang dilakukan oleh peneliti (Umar, 2004). Data primer yang diperoleh langsung dari responden berupa karakteristik identitas responden dan jawaban terhadap kuesioner penelitian.
3.4. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan : 3.4.1. Dokumentasi Dokumentasi yaitu dengan mencatat data-data yang telah tersedia berkaitan dengan masalah yang berkaitan dengan dengan penelitian, yaitu berupa struktur organisasi, jumlah pegawai. 3.4.2. Kuesioner Kuesioner yaitu merupakan usaha mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis, untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden, berupa karakteristik responden dan pertanyaan variabel penelitian.
33
3.5. Metode Pengolahan Data Dalam penelitian ini tahap pengolahan data antara lain : 3.5.1. Pengeditan (Editing) Pengeditan adalah proses yang bertujuan agar data yang dikumpulkan memberikan kejelasan, dapat dibaca, konsisten, dan komplit. Pengeditan data agar lebih jelas dan terbaca akan membuat data dapat dengan mudah dimengerti. 3.5.2. Pemberian kode (Koding) Pemberian kode yaitu pemberian kode tertentu terhadap macam jawaban dari kuesioner untuk dikelompokkan pada kategori yang sama. Pengkodean ini berarti menterjemahkan data ke dalam kode, biasanya kode angka yang bertujuan untuk memindahkan data ke dalam media penyimpanan data analisis komputer lebih lanjut. 3.5.3. Pemberian skor (Scoring) Scoring yaitu pemberian nilai yang berupa angka pada jawaban untuk memperoleh data kuantitatif yang diperlukan dalam pengujian hipotesis. Skala pengukuran yang digunakan adalah menggunakan skala likert yaitu suatu pernyataan yang menunjukkan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan responden (Philip Kotler, 2004 : 106). 1. Untuk jawaban sangat setuju (SS) mendapat skor 5. 2. Untuk jawaban setuju (S) mendapat skor 4. 3. Untuk jawaban netral (N) mendapat skor 3.
34
4. Untuk jawaban tidak setuju (TS) mendapat skor 2. 5. Untuk jawaban sangat tidak setuju (STS) mendapat skor 1. 3.5.4. Tabulasi (Tabulation) Tabulasi yaitu mengelompokkan data atas jawaban yang diteliti ke dalam bentuk tabel. Dengan tabulasi dapat diketahui jumlah individu yang menjawab pertanyaan tertentu dan untuk menciptakan statistik deskriptif mengenai variabel-variabel yang digunakan.
3.6. Metode Analisis Data 3.6.1. Uji Validitas dan Reliabilitas 3.6.1.1. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2006). Tingkat validitas dapat diukur dengan cara membandingkan nilai rhitung terhadap nilai rtabel dengan α = 0,05. Jika rhitung lebih besar dari rtabel dan nilainya positif maka butir atau pertanyaan tersebut dikatakan valid. 3.6.1.2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari suatu variabel. Suatu
35
kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2006). Suatu variabel dikatakan reliabel apabila memiliki nilai Cronbach alpha lebih besar dari 0,60. 3.6.2. Uji Asumsi Klasik 3.6.2.1. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah adanya suatu hubungan linear yang sempurna (mendekati sempurna) antara beberapa atau semua variabel bebas. Hal ini merupakan masalah yang sering muncul dalam ekonomi, model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi multikolinearitas. Cara mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah : 1. Jika hasil perhitungan nilai tolerance menunjukan ada variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang dari 10%, berarti ada korelasi antar variabel bebas yang nilainya lebih dari 95%. 2. Jika hasil perhitungan nilai variance inflation faktor (VIF) menunjukan ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10, berarti ada multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi.
36
3.6.2.2. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model terdapat ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke suatu pengamatan yang lain. Cara untuk mendeteksinya adalah dengan melihat grafik Scater Plot antara nilai prediksi variabel terikat (z prediksi), dengan residualnya (s residualnya). 1. Jika ada pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi Heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titiknya menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi Heteroskedastisitas. 3.6.2.3. Uji normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model
regresi
variabel
terikat
dan
variabel
bebas
terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki data normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak, dilakukan dengan cara melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi komulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis
37
diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. 3.6.3. Analisis Regresi Berganda Analisis
regresi
berganda
merupakan
analisis
untuk
mengukur pengaruh variabel independen (Gaya kepemimpinan dan motivasi ) terhadap variabel Disiplin kerja pegawai. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : (Burhan Bungin, 2006 : 222) Y = a + b 1 X1 + b 2 X2 Dimana : Y
= variabel Disiplin kerja pegawai
X1
= variabel Gaya kepemimpinan
X2
= variabel Motivasi
a
= konstanta
b1, b2 = koefisien regresi 3.6.4. Adjusted R Square Nilai adjusted R square digunakan untuk mengetahui prosentase perubahan variabel independen secara simultan atau berganda dapat mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan nilai adjusted R Square ini dapat diketahui besarnya pengaruh variabel lain di luar model regresi.
38
Rumus untuk menghitung adjusted R square yaitu sebagai berikut : Adjusted R Square 1
(y - y 1 ) 2 / n - k - 1 (y y ) 2 / n 1
Keterangan : y = variabel dependen y1 = nilai variabel dependen yang diprediksi y = nilai rata-rata variabel dependen
n = ukuran sampel k = jumlah variabel independen 3.6.5. Pengujian Hipotesis 3.6.5.1. Uji t Pengujian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu gaya kepemimpinan (X1) dan motivasi (X2) secara individual terhadap variabel dependen (Y) yaitu Disiplin kerja pegawai. Adapun pengujian hipotesis dengan uji t dilakukan dengan kriteria sebagai berikut : 1. Menentukan taraf kesalahan atau α = 0,05. 2. Menentukan derajat kebebasan di mana df = n – k – 1. 3. Menentukan hipotesis : a. Ho : β = 0, artinya variabel independen (X1 atau X2) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).
39
b. Ha : β > 0, artinya variabel independen (X1 atau X2) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y). 4. Pengambilan keputusan : a. Jika thitung > ttabel, sig < 0,05 berarti H0 ditolak dan Ha diterima. b. Jika thitung < ttabel, sig > 0,05 berarti H0 diterima dan Ha ditolak. 3.6.5.2. Uji F Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersamasama. Caranya dengan membandingkan antara nilai Fhitung dengan Ftabel. Dengan kriteria pengujian sebagai berikut : 1. Menentukan taraf kesalahan atau α = 0,05. 2. Menentukan derajat kebebasan di mana df = n – k – 1. 3. Menentukan hipotesis : a. Jika Ho : β1, β2 = 0, artinya secara bersama-sama variabel gaya kepemimpinan (X1) dan motivasi kerja (X2) tidak berpengaruh terhadap kinerja Pegawai (Y). b. Jika Ha : β1, β2 > 0, artinya secara bersama-sama variabel gaya kepemimpinan (X1) dan motivasi kerja (X2) berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai (Y).
40
4. Pengambilan keputusan : a. Jika Fhitung > Ftabel, sig < 0,05 berarti H0 ditolak dan Ha diterima. b. Apabila Fhitung < Ftabel, sig > 0,05 berarti H0 diterima dan Ha ditolak.