BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tingkat keberhasilan pembangunan nasional Indonesia di segala bidang akan sangat bergantung pada sumber daya manusia sebagai aset bangsa. Untuk mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh sumber daya manusia yang dimiliki, dilakukan melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan non formal. Perkembangan dunia pendidikan saat ini sedang memasuki era yang ditandai dengan gencarnya inovasi teknologi, sehingga menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Pendidikan harus mencerminkan proses memanusiakan manusia dalam arti mengaktualisasikan semua potensi yang dimilikinya menjadi kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari - hari di masyarakat luas. Salah satu lembaga pada jalur pendidikan formal yang menyiapkan lulusannya untuk memiliki keunggulan di dunia kerja, diantaranya melalui jalur pendidikan kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ) dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional di bidangnya. Namun Sekolah Menengah Kejuruan dituntut bukan hanya sebagai penyedia tenaga kerja yang siap bekerja pada lapangan kerja yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha / dunia industri,
1
tetapi juga dituntut untuk mengembangkan diri pada jalur wirausaha, agar dapat maju dalam berwirausaha walaupun dalam kondisi dan situasi apapun. Saat ini SMK sedang gencar–gencarnya digalakkan oleh pemerintah. Kebijakan ini ditempuh setelah melihat kenyataan bahwa 65% penganggur terdidik adalah lulusan pendidikan menengah, yang dapat diartikan sebagai kurangnya keterampilan lulusan pendidikan menengah untuk masuk lapangan kerja.1 SMK kelompok program keahlian pariwisata adalah salah satu program keahlian yang diprediksikan oleh Dikmenjur akan berkembang pesat untuk jangka waktu yang panjang. Pariwisata sekarang ini merupakan suatu tuntutan hidup, yakni untuk menghilangkan kejenuhan dari rutinitas pekerjaan. Permintaan orang untuk melakukan perjalanan wisata, dari tahun ke tahun terus meningkat. Peningkatan permintaan tersebut dapat dilihat dari angka kunjungan wisata yang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Kebijakan untuk peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan dilakukan melalui penguatan program-program antara lain pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap
kabupaten atau kota dalam rangka
melaksanakan amanat UU No.20/2003. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan menengah kejuruan dilakukan dengan mengembangkan program studi/jurusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. SMK di setiap daerah juga didorong untuk mengembangkan program studi yang berorientasi pada keunggulan lokal, baik pada aspek keterampilan maupun kewirausahaan.
1
Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Renstra Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
2
Pendidikan kewirausahaan akan diberikan untuk membekali lulusan SMK mampu mengembangkan sendiri lapangan kerja bagi dirinya. Semakin tingginya persaingan dunia kerja, tak sedikit orang yang kini lebih memilih sekolah kejuruan. Alasannya, sekolah kejuruan bisa memberikan bekal kecakapan hidup berdasarkan potensi dan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja. Pendidikan kejuruan
adalah
jenjang
pendidikan
menengah
yang
mengutamakan
pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Upaya penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan sulit dilepaskan keterkaitannya dengan manajemen mutu, dimana semua fungsi manajemen yang dijalankan diarahkan semaksimal mungkin dapat memberikan layanan yang sesuai dengan atau melebihi standar nasional pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengendalikan mutu (quality control). Pengendalian mutu dalam pengelolaan pendidikan tersebut
dihadapkan pada kendala
keterbatasan sumber daya pendidikan. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya pengendalian mutu dalam bentuk jaminan atau assurance, agar semua aspek yang terkait dengan layanan pendidikan yang diberikan oleh sekolah sesuai dengan atau melebihi standar nasional pendidikan. Konsep yang terkait dengan hal ini dalam manajemen mutu dikenal dengan Quality Assurance atau penjaminan mutu. Penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggungjawab satuan pendidikan yang harus didukung oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing serta peran serta masyarakat.
3
Kemajuan dunia pendidikan kejuruan khususnya SMK masih kurang jika dibandingkan dengan kemajuan dunia industri sangat pesat. Sebagai contoh pada tingkat pendidikan menengah khususnya SMK pada saat praktik, bahan praktik yang digunakan sudah ketinggalan. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam bidang otomotif, mobil atau motor digunakan teknologinya sudah ketinggalan. Kondisi ini dapat mengakibatkan lulusan SMK kurang maksimal dalam bekerja di dunia industri karena perbedaan teknologi tersebut. Memang pada sekolahsekolah kejuruan tertentu fasilitas, bahan praktik, guru, dan infrastruktur sudah mulai distandarkan sesuai dengan standar internasional dengan munculnya SMKBI (Menengah Kejuruan Bertaraf Internasional). Mencermati uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka perlu sebuah kajian menyangkut implementasi sistem penjaminan mutu pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Berkaitan hal tersebut, akan dilakukan penelitian di SMK Negeri 3 Banjarbaru. B. Fokus Penelitian
Penelitian ini memfokuskan pada masalah implementasi SPMP (Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan), sebagai kebijakan.Fokus penelitian ini akan mendasarkan pada kerangka teori implementasi, yaitu teori implementasi (Charles O’Jones) dan faktor-faktor impelementasi (George Edward III). Dengan mendasarkan pada kerangka teoritik tersebut, maka penelitian ini akan memfokuskan pada : 1) Proses Implementasi, dimana terdapat tiga komponen, yaitu : a) Interpretasi
4
b) Pengorganisasian c) Aplikasi 2) Faktor Implementasi terdiri dari : a) Komunikasi b) Sumber c) Struktur d) Disposisi C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1) Memperoleh
gambaran
mengenai
proses
implementasi
Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) di SMK Negeri 3 Banjarmasin. 2) Mengetahui faktor apa saja yang menjadi penentu berhasil atau gagalnya implementasi kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) di SMK Negeri 3 Banjarmasin.
D. Kajian Pustaka 1) Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Satuan Pendidikan (SPMP) Kebijakan penjaminan mutu satuan pendidikan didasari pada beberapa peraturan yang seling terkiat. Peraturan-peraturan yang dapat dijadikan landasan adanya kebijakan sistem penjaminan mutu satuan pendidikan adalah sebagai berikut : 1) Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
5
Pasal 50 Ayat (2) undang-undang tersebut menyebutkan : Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Dalam pasal tersebut jelas menyatakan bahwa pemerintah mempunyai tanggungjawab dalam penjaminan mutu pendidikan. 2) Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 3 peraturan tersebut menyatakan : Standar Nasional Pendidikan berfungsi
sebagai
dasar
dalam perencanaan,
pelaksanaan,
dan
pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Pasal ini menetapkan bahwa standar nasional pendidikan menjadi dasar dalam pencapain dan pelaksanaan mutu pendidikan. Pasal 59 peraturan ini juga menyebutkan : Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja
tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan
program : (d) penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat. Pasal ini merupakan bentuk penjabaran lebih lanjut dari undang-undang No.20 Tahun 2003 bahwa pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam penjaminan mutu, sehingga pada tingkat satuan pendidikan kemudian menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
6
Kemudian untuk satuan pendidikan juga mempunyai kewajiban dalam penjaminan mutu, seperti datur dalam pasal 91 Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan berbunyi : (1) Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. (2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan. (3) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas. 3) Peraturan
Pemerintah
No.17
Tahun
2010
tentang
Pengelolaan
Penyelenggaran Pendidikan Pasal 12 Ayat 2 peraturan ini mengatur bentuk penjaminan mutu melalui berbagai program. Ketentuan tersebut berbunyi : Dalam
rangka
penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi: a) akreditasi program pendidikan; b) akreditasi satuan pendidikan; c) sertifikasi kompetensi peserta didik; d) sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e) sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.
7
Penjaminan mutu adalah serentetan proses yang saling berkaitan untuk mengumpulkan, menganalisis dan melaporkan data tentang kinerja dan mutu tenaga kependidikan, program pendidikan dan institusi pendidikan. Penjaminan mutu mengarah pada peningkatan mutu. Proses penjaminan mutu mencakup bidang yang akan dicapai beserta prioritas pengembangan, menyajikan data perencanaan yang didasarkan pada bukti serta pengambilan keputusan, dan mendukung budaya peningkatan yang berkelanjutan. Mutu hasil pendidikan di tingkat pendidikan dasar dan menengah di Indonesia dinilai berdasarkan delapan standar pendidikan nasional BSNP. SPPMP untuk pendidikan dasar dan menengah mencakup: (a) penilaian mutu pendidikan, (b) analisis dan pelaporan mutu pendidikan dan (c) peningkatan mutu pendidikan2. Perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan merupakan komitmen Pemerintah Indonesia yang diterapkan melalui berbagai kebijakan. Pendidikan nasional merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha. Oleh karena itu penjaminan mutu pendidikan menjadi tanggung jawab bersama dari berbagai pihak (Mutu adalah Tanggung Jawab Bersama). Tahapan penjaminan mutu pendidikan dimulai dari pengumpulan data, analisis, pelaporan, dan rekomendasi, serta peningkatan mutu pendidikan yang mengacu kepada acuan mutu pendidikan, yakni Standar Pelayanan Minimal, Standar Nasional Pendidikan, dan Standar Mutu Pendidikan yang melampaui Standar Nasional Pendidikan.
2
Kementiran Pendidikan Nasional, 2010, Buku Pedoman Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP), Jakarta
8
Pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan meliputi jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, jenis pendidikan umum dan kejuruan, serta jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Karakteristik khusus yang dimiliki oleh masing-masing jalur, jenis dan jenjang tersebut memberikan implikasi terhadap beragamnya peran dan tanggung jawab dalam penjaminan mutu. Pendidikan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola penjaminan mutu, sementara jenjang pendidikan dasar dan menengah di bawah kewenangan pemerintahan kabupaten/kota/provinsi. Penyelenggaraan pendidikan pada berbagai jalur, jenis, dan jenjang pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tersebar mulai dari satuan/program pendidikan yang dibina oleh Pemerintah, Pemerintahan Provinsi/ Kabupaten/Kota, dan masyarakat memiliki keragaman layanan mutu pendidikan. Untuk mengatasi keragaman tersebut, beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain: (1) penetapan perangkat peraturan perundang-undangan yang memberikan arah pelaksanaannya; (2) komitmen pimpinan; (3) sistem pengelolaan; (4) koordinasi yang baik; serta (5) pengetahuan dan kesadaran tentang penjaminan mutu pada setiap individu. Oleh karena itu, upaya peningkatan penyelenggara
mutu dan
pendidikan pembina
harus
dilakukan
pendidikan
di
secara
semua
terpadu
tingkatan
antara dengan
satuan/program pendidikan dalam kerangka Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, sebagaiman diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.
9
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan sesuai dengan Permendiknas Nomor 63 Tahun 2009 terdiri atas kegiatan penetapan regulasi dan standar, pelaksanaan, serta pengukuran dan evaluasi penjaminan mutu pendidikan. Secara garis besar dapat dikategorikan ke dalam tiga kegiatan utama, yakni: persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi yang secara rinci dijelaskan pada bab selanjutnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar berikut3 :
PERSIAPAN
PENETAPAN REGULASI DAN STANDAR PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
PELAKSANAAN
PELAKSANAAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
EVALUASI
PENGUKURAN DAN EVALUASI PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
PENINGKATAN MUTU
Prosedur Operasional Standar (POS) penjaminan mutu pendidikan ditetapkan oleh penyelenggara satuan/program pendidikan yang meliputi yayasan, pemerintahan kabupaten/kota, pemerintahan provinsi dan Pemerintah. Prosedur operasional standar penjaminan mutu pendidikan terdiri dari beberapa langkah kegiatan utama, diantaranya: (1) sosialisasi SPMP; (2) pembinaan pelaksanaan SPMP; (3) penjaminan mutu pendidikan; dan (4) peningkatan mutu pendidikan.
3
Kementiran Pendidikan Nasional, 2010, Buku Pedoman Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP), Jakarta.
10
Prosedur operasional
standar
yang ditetapkan oleh satuan/program
pendidikan mempunyai lima langkah utama yakni: (1) sosialisasi SPMP; (2) pembinaan pelaksanaan SPMP; (3) pemenuhan standar; (4) penjaminan mutu pendidikan; dan (5) peningkatan mutu pendidikan. Pada POS ini, pelaksananya adalah kepala dan ketua komite satuan/program pendidikan. Sasaran utamanya adalah pendidik, anggota komite, tenaga kependidikan dan peserta didik di satuan/program pendidikan. POS penjaminan mutu pendidikan pada satuan/program pendidikan disusun berdasarkan tahapan penjaminan mutu pendidikan yang mencakup pengumpulan data, analisis data, pelaporan dan rekomendasi. Secara rinci tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut: a) Pengumpulan data, merupakan prosedur yang sistematis dan terstandar untuk memperoleh data tentang kompetensi lulusan, kurikulum, proses belajar mengajar, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan/manajemen, pembiayaan, dan penilaian hasil pendidikan. b) Analisis data, merupakan langkah selanjutnya yang harus ditempuh untuk menganalisis data-data yang dikumpulkan terkait dengan SPM dan SNP. c) Pelaporan, merupakan bentuk komunikasi utama antara pelaksana dengan pengguna hasil penjaminan mutu
yang menggambarkan tingkat
pencapaian satuan/program pendidikan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
11
d) Rekomendasi, merupakan kegiatan untuk memformulasikan gagasan dan pemikiran perbaikan program berdasarkan data terkumpul yang telah dianalisis. Rekomendasi memuat tindakan yang harus dilakukan oleh pembuat keputusan, oleh karena itu harus disusun secara cermat dalam suatu sesi diskusi khusus untuk penyusunan rekomendasi. Diskusi penyusunan rekomendasi sebaiknya melibatkan berbagai pihak kunci terkait sehingga menghasilkan rekomendasi yang layak, mencakup semua aspek dan dapat dilaksanakan. POS penjaminan mutu yang ditetapkan oleh satuan/program pendidikan berisi: (1) langkah pelaksanaan; (2) siapa yang melakukan; (3) siapa sasarannya; (4) metode yang digunakan; dan (5) waktu pelaksanaannya.
2) Teori Implementasi Implementasi dalam kamus Webster berarti to provide the means for carriying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Jika pandangan ini kita ikuti maka implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif atau dekrit presiden) (Abdul Wahab, 2008). Sebagai proses, implementasi di dalamnya terdapat beberapa aktivitas. Menurut Jones (dalam Widodo,2008) ada tiga aktivitas utama dalam implementasi, yaitu :
12
1) Interpretation, merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan yang lebih bersifat teknis operasional. Kebijakan perlu dikomunikasikan atau disosialisasikan terhadap mereka yang terlibat dalam kebijakan. 2) Organization, yaitu aktivitas yang mengarah kepada proses kegiatan pengaturan dan penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan, apa yang akan dilaksanakan, penetapan anggaran, penetapan sarana, penetapan tata kerja, penatapan manajemen, kepemimpinan dan koordinasi pelaksana kebijakan. Secara operasional dijelaskan sebagai berikut : a) Pelaksana,
dimana
sangat
tergantung
jenis
kebijakan
yang
dilaksanakan b) Standar Prosedur Operasi sebagai pedoman, petunjuk, tuntunan dan referensi bagi para pelaku kebijakan agar mereka mengetahui apa yang harus disiapkan dan lakukan, sasarannya dan capaiannya. c) Sumber daya keuangan dan peralatan d) Penetapan manajemen pelaksanaan, yang lebih diarahkan pada kepemimpinan dan koordinasi e) Penetapan jadwal kegiatan 3) Application, merupakan tahap penerapan rencana proses implementasi kebijakan dalam realitas nyata. Tahap aplikasi merupakan wujud dari pelaksanaan masing-masing kegiatan dalam tahapan yang sudah disebut sebelumnya.
13
Terdapat beberapa model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh para ahli. Salah satu yang yang dapat diajukan adalah model dari George Edwards III seperti berikut (Winarno, 2008): Gambar 2.1 Model Implementasi George Edwards III
KOMUNIKASI
SUMBER-SUMBER
IMPLEMENTASI
DISPOSISI:
STRUKTUR BIROKRASI
KECENDERUNGAN Sumber : Winarno (2002:155)
1) Komunikasi Secara umum Edwards dalam membahas komunikasi ada tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan yaitu transmisi, konsistensi dan kejelasan. Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perinth itu dapat diikuti. Selain dipahami keputusan dan perintah it harus jelas. Jika tidak jelas maka implementor akan mengalami kebingungan.
14
Aspek lain dari komunikasi adalah konsistensi. Keputusan dan perintah yang bertentangan akan membingungkan staf dan pelaksana. Faktor pertama komnikasi adalah transmisi. Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. 2) Sumber Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaskana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun cenderung tidak efektif. Sumber-sumber yang penting meliputi : staf
yang
memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik. Informasi merupakan sumber penting yang kedua dalam implementasi kebijakan. Informasi punya dua bentuk. Pertama informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. Bentuk kedua adalah data tentang ketaatan personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah. Pelaksanan harus mengetahui apakah orang-orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan mematuhi undang-undang ataukah tidak. Sumber lain yang penting dalam pelaksanaan adalah wewenang. Wewenang ini akan berbeda dari satu program ke program lainnya serta mempunyai bentuk yang berbeda, seperti misalnya hak untuk mengeluarkan surat panggilan untuk datang ke pengadilan, mengajukan masalah-masalah ke
15
pengadilan, menarik dana, menyediakan dana, membeli barang dan jasa atau memungut pajak. Fasilitas fisik mungkin pula merupakan sumber-sumber penting dalam implementasi. Seorang pelaksana mungkin mempunyai staf yang memadai, mungkin memahami apa yang harus dilakukan dan mungkin mempunyai wewenang untuk melakukan tugasnya, tetapi tanpa bangunan sebagai kantor untuk melakukan koordinasi, tanpa perlengkapan, tanpa perbekalan maka besar kemungkinan implementasi yang direncakan tidak akan berhasil. 3) Disposisi/Kecenderungan-kecenderungan Kecenderungan dari pelaksana kebijaan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal itu berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Demikian pula sebaliknya, bila tingkah laku atau perspektif para pelaksana berbeda dengan pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan menjadi semakin sulit. 4) Struktur Birokrasi Menurut Edward ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yaitu prosedur-prosedur kerja ukuran dasar atau sering disebut Standard Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi. Yang pertama berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelasana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang
16
kompleks dan tersebar luas. Yang kedua berasal terutama dari tekanan-tekanan dari luar unit-unit birokrasi, seperti komitmen legisltaif, kelompok-kelompok kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi-birokasi pemerintah. Dengan menggunakan SOP para pelaksanan dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. Selain itu, SOP juga menyeragamkan tindakan-tindakan dari para pejabat dari organisasi yang komplek dan tersebar luas. SOP sangat mungkin menghalangi implementasi kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan caracara kerja baru atau tipe-tipe personil baru untuk melaksanakan kebijakan. Semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang lazim dari suatu organisasi, semakin besar pula probabilitas SOP menghambat implementasi. Konsekuensi yang paling buruk dari fragmentasi birokrasi adalah usaha untuk menghambat koordinasi. Padahal, penyebaran wewenang dan sumbersumber untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang kompleks membutuhkan koordinasi. Hambatan ini diperburuk oleh struktur pemerintahan yang terpecahpecah. Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, semakin berkurang kemungkinan untuk berhasil.
E. Kegunaan Penelitian Kegunaan Penelitian ini adalah : 1) Dari sisi praktis, maka hasil penelitian ini akan membantu lembaga, khususnya SMK Negeri 3 dalam melakukan evaluasi implementasi SPMP.
17
2) Dari sisi akademik, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam ilmu manajemen pendidikan, bagaimana mengelola sebuah kebijakan dalam lembaga pendidikan. 3) Dari sisi penulis, maka hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi dan ilmu berkaitan dengan manajemen pendidikan, serta sebagai bahan dalam membantu lembaga meningkatkan mutu pendidikan.
F. Definisi Istilah Beberapa istilah atau konsep dalam penelitian ini adalah : 1) Sistem Penjamin Mutu Pendidikan adalah serentetan proses yang saling berkaitan untuk mengumpulkan, menganalisis dan melaporkan data tentang kinerja dan mutu tenaga kependidikan, program pendidikan dan institusi pendidikan. (Kementiran Pendidikan Nasional, 2010, Buku Pedoman Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP), Jakarta) 2) Akreditas Sekolah adalah kegiatan penilaian kelayakan suatu program dan satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan (UU No.23 Tahun 2000 tentang Sistem Pendidikan Nasional). 3) Implementasi Kebijakan adalah suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif atau dekrit presiden) (Abdul Wahab, 2008).
18
BAB II METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa ucapan atau tulisan dan perilaku dari orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mendapatkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan dan perilaku dari orang-orang yang diamati.4 Desain penelitian kualitatif dimungkinkan bervariasi karena sesuai dengan bentuk alami penelitian kualitatif itu sendiri yang mempunyai sifat emergent dimana phenomena muncul sesuai dengan prinsip alami yaitu pehenomena apa adanya sesuai dengan yang dijumpai oleh seorang peneliti dalam proses penelitian dilapangan. Dalam penelitian ini mendasarkan kerangka teori implementasi model George Edward, yang lebih menekankan pada faktor penentu implementasi. Juga mendasarkan pada kerangka teoritik dari Charles O’Jones dimana menekankan proses implementasi yang memfokuskan pada tiga kegiatan, interpretasi, pengorganisasian dan aplikasi. B. Kehadiran Peneliti Kehadiran peneliti dalam hal ini adalah sebagai orang luar dari subyek penelitian (SMK Negeri 3 Banjarbaru). Peneliti adalah sebagai key
4
Dalam Moleong, 2003, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.
19
instrument
(instrumen kunci), peneliti
menyadari bahwa dirinya
merupakan perencana, pengumpul dan penganalisa data, sekaligus menjadi pelapor dari hasil penelitiannya sendiri. Karenanya peneliti harus bisa menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi lapangan. Hubungan baik antara peneliti dan subjek penelitian sebelum, selama maupun sesudah memasuki lapangan merupakan kunci utama dalam keberhasilan pengumpulan data. Hubungan yang baik dapat menjamin kepercayaan dan saling pengertian. Tingkat kepercayaan yang tinggi akan membantu kelancaran proses penelitian, sehingga data yang diinginkan dapat diperoleh denga mudah dan lengkap. Peneliti harus menghindari kesankesan yang merugikan informan. Kehadiran dan keterlibatan peneliti dilapangan diketahui secara terbuka oleh subjek penelitian. C. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini SMK Negeri 3 Banjarbaru, khususnya program keahlian rekayasa perangkat lunak. D. Sumber Data Sumber data penelitian ini ada beberapa ,yaitu : 1) Primer, sumber data primer ini adalah : a) Subyek atau pelaku implementasi, kepala sekolah dan guru di SMK Negeri 3 Banjarmasin b) Kejadian
atau
peristiwa
perencanaan dan sebagainya 2) Sekunder, sumber data ini adalah :
20
seperti
pelaksanaan
akreditasi,
a) Hasil studi orang lain b) Kepustakaan c) Dokumen menyangkut SPMP di lokasi penelitian E. Prosedur Pengumpulan Data Dalam
penelitiaan
ini,
peneliti
menggunakan
2
prosedur
pengumpulan data, yaitu : 1) Wawancara Wawancara adalah metode pengmbilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakapcakap secara tatap muka. Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Dalam proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum wawancara ini, interview dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan fokus-fokus yang harus diliput tampa dengan tetap memperhatikan pedoman wawancara. 2) Observasi Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara. 3) Dokumentasi
21
Dalam hal ini berbagai dokumen menyangkut SPMP di lokasi penelitian akan dikumpulkan, dianalisis dalam rangka untuk melengkapi data-data lainnya guna menghasilkan kesimpulan yang diharapkan. F. Analisis Data Proses analisis data ini peneliti lakukan secara terus menerus, bersamaan denganpengumpulan data dan kemudian dilanjutkan setelah pengumpulan data selesai dilakukan. Di dalam melakukan analisis data peneliti mengacu kepada tahapan yang dijelaskan Miles dan Huberman5 yang terdiri dari tiga tahapan yaitu: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclusion drawing/verivication), biasa dikenal dengan model analisis interaktif (interactive model of analysis). G. Pengecekan Keabsahan Data Untuk mendapatkan keabsahan data adalah dengan proses triangulasi, yaitu tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau Sebagai pembanding terhadap data itu. Ada 4 macam triangulasi. Sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu : a) Triangulasi data Mengguanakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda. 5
Miles, BB dan A.M Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta.
22
b) Triangulasi Pengamat Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi kasus bertindak Sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data. c) Triangulasi Teori Penggunaan berbagai teori yang berlaianan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. d) Triangulasi metode Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancra dilakukan. Dalam penelitian tidak semua macam triangulasi akan dilakukan, hanya sebagian saja, misalnya triangulasi data atau pengamat. H. Tahap-Tahap Penelitian Dalam penelitian terdapat dua tahap penelitian, yaitu : 1) Tahap Persiapan Penelitian Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan demensi kebermaknaan hidup sesuai dengan permasalahan yang dihadapi subjek. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaanpertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, ditunjukan kepada yang lebih
23
ahli dalam hal ini adalah pembibing penelitian untuk mendapat masukan mengenai isi pedoman wawancarara. Setelah mendapat masukan dan koreksi dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara dan mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara. Peneliti selanjutnya mencari sumber informasi/informan yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya kepada subjek tentang kesiapanya
untuk
diwawancarai.
Setelah
subjek
bersedia
untuk
diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai waktu dan temapat untuk melakukan wawancara. 2) Tahap pelaksanaan penelitiaan Peneliti membuat kesepakatan dengan subjek mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat. Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahakan hasil wawancara dalam bentuk tulisan. Selanjutnya peneliti melakukan analisis data dan interprestasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data di akhir bab ini. setelah itu, peneliti membuat dinamika psikologis dan kesimpulan yang dilakukan, peneliti memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
24
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data 1) Profil SMK Negeri 3 Banjarmasin Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 3 Banjarbaru merupakan salah satu SMK Negeri yang ada di Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan. Sekolah yang beralamat di Jl. Aneka Tambang Cempaka Banjarbaru tersebut didirikan pada tanggal 27 Juli tahun 2004. Saat ini SMK Negeri 3 Banjarbaru dipimpin oleh Bapak Rosehan Anwar, S.Pd. dengan dibantu oleh sejumlah tenaga kependidikan sebagai berikut : Data Tenaga Kependidikan SMK Negeri 3 Banjarbaru NO
JENIS TENAGA KEPENDIDIKAN
1
Guru PNS
34
2
Guru Non PNS
19
3
Tenaga Administrasi PNS
2
4
Tenaga Administrasi Non PNS
6
5
Tenaga Keamanan Sekolah
1
6
Tenaga Kebersihan
1
7
Penjaga Malam
2
8
Teknisi Keuangan
1
JUMLAH
JUMLAH
66 orang
Sumber : SMK Negeri 3 Banjarbaru
SMK Negeri 3 Banjarbaru memiliki 6 bidang studi (kompetensi keahlian), yaitu:
25
1) Rekayasa perangkat lunak (akreditasi B terhitung tahun 2012) 2) Kecantikan kulit (akreditasi B terhitung tahun 2012) 3) Busana (akreditasi B terhitung tahun 2012) 4) Akomodasi dan perhotelan (belum terakriditasi) 5) Akutansi (belum terakriditasi) 6) Usaha perjalanan wisata (belum terakriditasi) Sebagai sebuah sekolah kejuruan, SMK Negeri 3 Banjarbaru didirikan dalam rangka membentuk tenaga yang cukup memiliki berbagai keahlian seperti yang sudah disebut di atas. Untuk pencapaian tujuan tersebut, ditetapkan VISI dan MISI sekolah. Visi SMK Negeri 3 Banjarbaru adalah sebagai Lembaga Pendidikan yang menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai asset pembangunan yang produktif dan professional serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mencapai visi tersebut ditetapkan misi yang harus dicapai, yaitu : 1) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan budaya bangsa sebagai sumber kearifan dalam bertindak. 2) Menumbuhkan semangat keunggulan dan kompetitif kepada seluruh warga sekolah. 3) Melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara optimal yang berorientasi kepada pencapaian Kompetensi
Berstandar Nasional /
Internasional. 4) Mengadopsi prinsip-prinsip manajemen mutu sebagai suatu proses peningkatan untuk kerja.
26
5) Mengembangkan hubungan sekolah dengan institusi pasangan (DU/DI) yang mempunyai reputasi nasional / internasional secara berkelanjutan. Memperhatikan salah satu misi yang diemban oleh SMK Negeri 3 Banjarbaru adalah adopsi prinsip-prinsip manajemen mutu, maka dapat dikatakan bahwa prinsip tersebut merupakan salah satu prinsip pokok dalam pengelolaan sekolah. Penerapan manajemen mutu, tidak hanya terbatas pada pelaksanaan proses pembelajaran, tetapi juga menjadi prinsip pengelolaan kelembagaan (organisasi) secara keseluruhan. Hal ini secara lebih rinci diwujudkan ke dalam beberapa poin penting tujuan SMK yang hendak dicapai, antara lain : 1) Mewujudkan lembaga pendidikan kejuruan yang akuntabel sebagai pusat
pemberdayaan
kompetensi
berstandar
nasional
dan
internasional. 2) Mendidik SDM yang punya etos kerja dan memiliki kompetensi untuk menjadi Wirausahawan yang handal. 3) Memberikan berbagai layanan pendidikan kejuruan yang variable dan fleksibel dan terintegrasi antar jalur dan jenjang pendidikan. 4) Memperluas layanan dan pemerataan mutu pendidikan kejuruan. 5) Mengangkat keunggulan moral sebagai modal daya saing bangsa. 6) Menjamin
kelangsungan
penyelenggaraan
kebutuhan masyarakat.
27
pendidikan
sesuai
7) Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan. 8) Mengoptimalkan
sumber
daya
pendidikan
dan
pemberdayaan
masyarakat untuk meningkatkan layanan dan mutu pendidikan kejuruan. Tujuan-tujuan tersebut merupakan target yang harus dicapai oleh SMK Negeri 3 Banjarbaru pada periode tertentu dengan memperhatikan berbagai potensi, keunggulan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada. Dukungan sarana dan prasarana menjadi modal penting dalam rangka mencapai tujuan, misi dan visi yang suah ditetapkan. Beberapa sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SMK Negeri 3 Banjarbaru adalah sebagai berikut : Sarana Ruang/Kelas SMK Negeri 3 Banjarbaru Fasilitas Kelas Teori Lab Bahasa Lab Komputer Lab IPA Lab Akomodasi Perhotelan Pustaka UKS OSIS Ruang Guru Aula Bimbingan dan Konseling Kantin
28
Jumlah 19 Ruangan 1 Ruangan 2 Ruangan 0 Ruangan 0 Ruangan 1 Ruangan 1 Ruangan 0 Ruangan 1 Ruangan 0 Ruangan 1 Ruangan 4 Ruangan
Demikian pula SMK Negeri 3 Banjarbaru juga memiliki dukungan lahan yang cukup memadai yaitu : Data Lahan SMK Negeri 3 Banjarbaru Kepemilikan
:
Pemko Banjarbaru
No. Sertifikat
:
24
Tgl. Sertifikat
:
27 – 05 – 2004
Luas Tanah
:
21.260 M2
Luas Bangunan
:
13.856 M2
Luas Pekarangan
:
1.210 M2
Luas Lapangan Olah Raga
:
1.210 M2
Dukungan-dukungan dan potensi yang dimiliki oleh SMK Negeri 3 tersebut dapat didayagunakan untuk pencapaian mutu sekolah. B) Temuan Penelitian 2.1 Tahapan Implementasi Kebijakan Kerangka teoritik penelitian ini mendasarkan pada pendapat Charles O’Jones tentang proses impelementasi sebuah kebijakan. Teori ini diterapkan pada level lembaga/sekolah, yang menetapkan 3 (tiga) tahapan pokok dalam implementasi sebuah kebijakan. Tahapan-tahapan tersebut adalah : 1) Interpretation(interpretasi/penerjemahan) yang merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan yang lebih bersifat teknis operasional. Kebijakan perlu
29
dikomunikasikan atau disosialisasikan terhadap mereka yang terlibat dalam kebijakan. Tahapan ini menempatkan visi, misi dan tujuan SMK Negeri 3 Banjarbaru sebagai bentuk interpretasi dari kebijakan manajemen mutu pendidikan di jenjang SMK. Pasal 12 Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2010 menetapkan bahwa : Pemerintah melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman pada
kebijakan
nasional
pendidikan
dan
Standar Nasional
Pendidikan. Kebijakan ini menempatkan kata kunci standar nasional sebagai acuan mutu dari pengelolaan sebuah lembaga pendidikan. Setiap lembaga atau program wajib menjabarkan kebijakan tersebut ke dalam bentuk rumusan sesuai dengan kewenangannya. Dengan kata lain, bahwa sekolah harus menjabarkan rumusan penjaminan mutu yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan disesuaikan dengan standar nasional pendidikan ke dalam lingkup satuan pendidikan masingmasing. Ini merupakan bentuk kewajiban melakukan interpretasi kebijakan tersebut. SMK Negeri 3 Banjarbaru sudah melakukan tugas dalam tahapan interpretasi tersebut dengan baik, dimana visi, misi dan tujuan pendidikan di sekolah sudah ditetapkan. Demikian pula pada jenjang jurusan/program (kompetensi keahlian) juga memiliki interpretasi tersendiri dalam rangka menjabarkan penjaminan mutu tersebut. Misalnya dapat disebut adalah sebagai berikut :
30
A) Program
Keahlian
Kecantikan
Kulit,
maka
ditetapkan
dan
Fisiologi
tujuannya sebagai berikut : a) Menerapkan
Pengetahuan
Anatomi
Kecantikan b) Menentukan Kosmetika Kecantikan c) Merawat kulit wajah d) Merias wajah e) Merawat tangan dan kaki (menicure dan pedicure) f) Merawat tubuh g) Mengelola Salon Kecantikan Kulit Dengan diterapkannya tujuan-tujuan tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan bagi program keahlian kecantikan kulit dalam rangka penjaminan mutu proses pembelajarannya, sarana dan prasarana serta lulusan yang dihasilkan. Tujuan tersebut menjadikan
setiap
program
mempunyai
spesifikasi
yang
membedakan antara satu program dengan program lainnya, karena memang berbeda dalam tuntutan akan mutu yang diharapkan. B) Program Rekayasa Perangkat Lunak memiliki tujuan program sebagai berikut : a) Pemograman Database b) Pemograman WEB c) Pemograman Berorientasi obyek dan Antarmuka
31
2) Organization (pengorganisasian), yaitu aktivitas yang mengarah kepada proses kegiatan pengaturan dan penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan, apa yang akan dilaksanakan, penetapan anggaran, penetapan sarana, penetapan tata kerja, penatapan manajemen, kepemimpinan dan koordinasi pelaksana kebijakan. Tahapan ini lebih menyangkut pada tahapan penataan struktur organisasi dimana harus mengelola sumber daya manusia, tata kerja dan pengelolaan semua sumber daya organisasi. Menyangkut persoalan siapa melakukan apa atau pembagian kerja di SMK Negeri 3 Banjarbaru, khususnya dalam hal penjaminan mutu menjadi tanggung jawab wakil kepala sekolah urusan manajemen mutu, yaitu Bapak Asranuddin, A.Md. Beliau mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut : a) Menyiapkan perangkat Program manajemen mutu; b) Menyusun pembagian tugas guru dalam Pelaksanaan Manajemen Mutu; c) Merencanakan dan menyusun kegiatan ulangan sumatif, ujian, dan Prakerin; d) Mengelola KBM; e) Mengelola penilaian; f) mengelola kegiatan Kurikuler dan Ko-Kuikuler; g) Mengolah laporan target kurikulum dan daya siap; h) Menyiapkan buku paket/buku penunjang untuk guru;
32
i) Membentuk MGMP sekolah; j) Mengkoordinir penyerahan rapor; k) Menyusun kelas unggulan; l) Mengusulukan tenaga pengajar; m) Membina kegiatan lomba bidang akademis; n) Menyusun laporan. Memperhatikan beberapa tugas pokok dan fungsi di atas, menjadi jelas secara struktural, wakil kepala sekolah urusan manajemen mutu memiliki tugas spesifik dalam menjalankan implementasi sistem penjaminan mutu di SMK Negeri 3 Banjarbaru. Di atas juga secara spesifik, dalam tugas ini juga menyangkut penataan personil dan prosedur penjaminan mutu di sekolah. Di SMK Negeri 3 Banjarbaru terdapat beberapa wakil kepala sekolah, yaitu wakil kepala sekolah urusan manajemen mutu, kesiswaan, kurikulum dan pengajaran, sarana dan prasarana, dan hubungan masyarakat dunia usaha dunia industri. Semua bagian, termasuk wakil kepala sekolah lainnya, dalam urusan manajemen mutu menjadi bagian koordinasi wakil kepala sekolah urusan manajemen mutu. Demikian pula para ketua program keahlian. Penelitian ini memfokuskan pada program keahlian rekayasa perangkat lunak, dimana struktur di bawah wakil kepala sekolah urusan manajemen mutu adalah ketua program untuk menjalankan penjaminan mutu di sekolah. Saat ini ketua program keahlian rekayasa
33
perangkat lunak adalah Bapak Ilham Alfian Noor, S.Pd.,M.T. dengan beberapa tugas pokok dan fungsi sebagai berikut : a) Mengkoordinir KBM pada program keahlian Rekayasa Perangkat Lunak; b) Bersama-sama Wakasek Kurikulum menyusun pembagian tugas mengajar mata diklat program produktif; c) mengalokasikan mata diklat produktif pada semester yang relevan. d) Bersama dengan pengelola laboratorium, sanggar, bengkel, ruang raktik yang relevan menjaga dan mengoptimalkan fungsi ruangruang tersebut sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas penggunaannya e) Mengatur
jadual
penggunaan
ruang-ruang
untuk
kegiatan
pemelajaran; f)
Merencanakan kegiatan praktik kejuruan;
g) Bersama-sama
dengan
wakasek
Humas
dan
Kurikulum
menentukan lokasi kegiatan Prakerin; h) Menyusun laporan Tahap pengorganisasi sudah berjalan dengan baik, dalam menata struktur, tugas kerja masing-masing bagian. Kesemuanya itu merupakan standar operasi dalam organisasi yang harus dijalankan sebagai bentuk pengorganisasi kebijakan penjaminan mutu di sekolah.
34
3) Application (penerapan/pelaksanaan), merupakan tahap penerapan rencana proses implementasi kebijakan dalam realitas nyata. Tahap aplikasi merupakan wujud dari pelaksanaan masing-masing kegiatan dalam tahapan yang sudah disebut sebelumnya. Tahapan ini merupakan tahapan implementasi dalam bentuk kegiatan nyata dan rutin. Secara garis besar,
tahap penerpan ini
dilaksanakan dalam bentuk proses pembelajaran, praktek kerja dan kegiatan kurikuler, ektsra kurikuler yang ada di sekolah. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai standar nasional pendidikan, serta garis visi, misi dan tujuan sekolah yang sudah dibuat. Sebagai bentuk penilaian atas penjaminan mutu yang sudah dilakukan oleh SMK Negeri 3 Banjarbaru, khususnya untuk program keahlian rekaya perangkat lunak adalah B. Pencapaian ini merupakan nilai yang sudah baik untuk penjaminan mutunya. Dalam Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2010 tentang Pengeloaan Penyelenggaraan Pendidikan, akreditasi merupakan wujud konkrit dari pelaksanaan penjaminan mutu di satuan pendidikan. 2.2 Faktor Penentu Implementasi Pada uraian sebelumnya disebutkan bahwa akreditasi yang diperoleh program keahlian rekayasa perangkat lunak (RPL) SMK Negeri 3 Banjarbaru adalah B menunjukkan pelaksanaan penjaminan mutu di sekolah tersebut berarti baik. Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan penjelas pelaksanaan penjaminan mutu tersebut, yaitu melalui faktor-faktor implementasi kebijakan
35
yang diajukan oleh George Ewdard III yaitu : komunikasi, struktur organisasi, sumber daya dan disposisi. 2.2.1 Faktor Komunikasi Komunikasi dalam konteks penelitian ini adalah berkaitan dengan transmisi, konsistensi dan kejelasan. Transmisi kebijakan merupakan bentuk bagaimana penyampaian kebijakan penjaminan mutu tersampaikan pada level yang lebih rendah, yaitu para pelaksana. Transmisi kebijakan di program keahlian rekayasa perangkat lunak sudah berjalan dengan baik. Penjabaran kebijakan dari level undang-undang, peraturan pemerintah, visi, misi, tujuan sekolah, tujuan program keahlian sampai pada rencana pelaksanaan pembelajaran sudah terlaksana. Para guru sudah bisa memahami dan mewujukan sistem penjaminan mutu sampai dalam proses pembelajaran. Itu juga memberikan bukti adanya konsistensi, dimana penjabaran dalam bentuk kebijakan di sekolah tetap menempatkan standar nasional pendidikan sebagai acuan utama dalam penjaminan mutu di sekolah. Demikian pula komunikasi antar bagian, antar guru dalam struktur organisasi sekolah selama ini sudah berjalan dengan baik. 2.2.2 Faktor Struktur Organisasi Seperti yang diuraikan sebelumnya, menjelaskan bahwa struktur organisasi penjaminan mutu di SMK Negeri3 Banjarbaru sudah tertata dengan baik. Terdapat struktur yang secara khusus menangani penjaminan mutu di sekolah tersebut, yaitu dibawah kewenangan dan tanggung jawab wakil kepala sekolah urusan manajemen mutu. Demikian pula bagian-bagian lain yang
36
kesemuanya berada dalam wewenangan serta koordinasi wakila kepala sekolah tersebut sebagai kepanjangan tangan dari kepala sekolah. Persoalan ada tidaknya fragmentasi dalam struktur SMK Negeri 3 Banjarbaru tidak ditemukan. Bahwa pembagian kejuruan/program keahlian ke dalam struktur berbeda bukan berarti terjadi perbedaan tajam sehingga menimbulkan konflik, tetapi sebaliknya pembagian tersebut merupakan bentuk organisasi modern dengan fokus dan fungsi pokok yang berbeda dengan tujuan mencapi mutu pendidikan secara keseluruhan untuk SMK Negeri 3 Banjarbaru. 2.2.3 Faktor Sumber Daya Sumber daya dalam pelaksanaan sebuah kebijakan tidak hanya menyangkut sumber daya manusia (SDM) dan keuangan. Secara umum SDM dan keuangan di SMK Negeri 3 Banjarbaru sudah cukup baik dalam rangka pelaksanaan penjaminan mutu. Namun demikian dalam penelitian ini menemukan sebuah fakta bahwa dukungan sarana dan prasarana dalam bentuk laboratorium khusus komputer untuk kepentingan rekayasa perangkat lunak masih belum tersedia dengan baik. Dukungan sarana ini menjadi persoalan penting dan mendasar, karena menyangkut program keahlian rekayasa perangkat lunak. Komputer yang ada selama ini mengandalkan dari laboratorium komputer yang ada, 2 ruang yang dipakai oleh seluruh siswa SMK. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran komputer dan perangkat lunak menjadi kurang maksimal. Menjadi bisa dipahami, mengapa kemudian, akreditasi yang diperoleh oleh program keahlian ini masih B.
37
2.2.4 Faktor Disposisi Disposisi merupakan sikap dari para pelaksana kebijakan di lapangan. Hal ini tentu guru yang menjadi pemegang peran utama tersebut. Selama ini, sikap para guru menunjukkan sikap yang positif terhadap kebijakan penjaminan mutu di sekolah. Beberapa guru yang diwawancarai menyatakan bahwa kekurangan sarana dan prasarana tidak menjadi penghalang atau penghambat dalam rangka mencapai mutu pendidikan di sekolah. Fasilitas yang ada kurang mendukung tidak menimbulkan konflik pemakaian dengan program keahlian/jurusan lainnya. Karena menyadari bahwa semua program keahlian memerlukan dukungan fasilitas guna mencapai mutu yang lebih baik. Bahkan bagi sebagian guru, khususnya guru pada program keahlian rekayasa perangkat lunak, kekurangan fasilitas tersebut (laboratorium khusus rekayasa perangkat lunak), menjadi pemicu memberikan pembelajaran yang efektif dan efisien bagi siswa agar tetap menguasai kompetensi keahlian yang diajarkan. Hal ini menunjukkan disposisi para guru sudah pada arah yang benar dan sesuai dengan kebijakan penjaminan mutu di sekolah.
38
BAB IV PEMBAHASAN
A. Proses Implementasi Uraian pada bagian sebelumnya memberikan gambaran secara utuh mengenai proses implementasi kebijakan penjaminan mutu di SMK Negeri Banjarbaru. Secara umum implementasi tersebut sudah berjalan dengan baik. Kebijakan penjaminan mutu di tingkat satuan pendidikan (SMK Negeri 3 Banjarbaru program keahlian rekayasa perangkat lunak) merupakan bentuk kebijakan yang didasarkan pada undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan-peraturan tersebut menjadi dasar hukum adanya kebijakan penjaminan mutu. Kemudian dijabarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan diterjemahkan ke masing-masing sekolah dan program keahlian yang ada di sekolah. Proses interpretasi ini sudah berjalan baik di SMK Negeri 3 Banjarbaru program keahlian rekayasa perangkat lunak. Tahapan pengorganisasi di SMK Negeri 3 Banjarbaru juga berjalan dengan baik, dimana penataan personil untuk mengurusi penjaminan mutu di sekolah berdiri sendiri dalam kewenangan wakil kepala sekolah urusan manajemen penjaminan mutu. Pembagian tugas pokok dan fungsi masing-masing bagian serta guru sudah diatur jelas dalam surat kepala sekolah mengenai tugas pokok dan fungsi masing-masing personil di SMK Negeri 3 Banjbarbaru. Tahapan terakhir adalah penerapan dimana penjaminan mutu di SMK Negeri 3 Banjarbaru program keahlian rekayasa perangkat lunak sudah berjalan
39
dengan baik. Pencapaian akreditas B sebagai wujud penilaian pelaksanaan penjaminan mutu oleh pemerintah melalui badan akreditasi nasional. B. Faktor Penentu Implementasi Temuan penelitian sebelumnya menyebutkan adanya faktor sumber daya yang kurang maksimal dan menonjol dalam pelaksanaan penjaminan mutu di SMK Banjarbaru khususnya program keahlian rekayasa perangkat lunak. Sumber daya tersebut adalah tidak adanya laboratorium khusus komputer untuk kepentingan rekayasa perangkat luna. Sumber daya jenis (fasilitas laboratorium) ini merupakan faktor yang penting dan menentukan, karena aktivitas program keahlian rekayasa perangkat lunak sangat tergantung dan berhubungan dengan fasilitas ini. Kelangkaan fasilitas ini menyebabkan pelaksanaan penjaminan mutu di program keahlian rekayasa perangkat lunak di SMK Negeri 3 Banjarbaru tidak berjalan dengan maksimal. Bagaimana bisa tercapai kompetensi maksimal seorang ahli dalam rekayasa perangkat lunak komputer tidak memiliki laboratorium dalam proses pembelajarannya. Hanya mengandalkan laboratorium komputer milik bersama tentu juga harus bergantung pada program keahlian lainnya. Setiap program keahlian membutuhkan spesifikasi kebutuhan komputer dan laboratorium berbeda-beda seuai kompetensinya. Dengan kata lain, faktor sumber daya menjadi faktor kendala dalam pelaksanaan penjaminan mutu pada program keahlian rekayasa perangkat lunak di SMK Negeri 3 Banjarbaru. Sedangkan faktor lain seperti struktur, komunikasi dan disposisi menjadi faktor pendukung keberhasilan implementasi kebijakan
40
penjaminan mutu pada program keahlian rekayasa perangkat lunak di sekolah tersebut.
41
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penelitian ini menyimpulkan hasilnya sebagai berikut : 1) Implementasi Sistem Penjaminan Mutu di SMK Negeri 3 Banjarbaru, khususnya program keahlian rekayasa perangkat lunak sudah berjalan dengan
baik
pada
seluruh
tahapan,
yaitu
tahapan
interpretasi,
pengorganisasian dan penerapan. Hal ini terbukti dengan diperolehnya akreditasi program tersebut adalah B. 2) Impelementasi Sistem Penjaminan Mutu di SMK Negeri 3 Banjarbaru, khususnya program keahlian rekayasa perangkat lunak menemui faktor kendala yaitu sumber daya yang mendukungnya, khususnya sumber daya berupa laboratorium komputer khusus program keahlian rekayasa perangkat lunak. Sedangkan faktor pendukung keberhasilannya adalah baiknya komunikasi, tertatanya struktur organisasi dan disposisi (sikap) dari para pelaksana di sekolah.
42
B. Saran Berasarkan kesimpulan sebelumnya, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut : 1) Pemerintah daerah hendaknya memberikan dukungan penuh dalam bentuk penyediaan fasilitas laboratorium komputer khusus untuk program keahlian rekayasa perangkat lunak di SMK Negeri 3 Banjarbaru. Pencapaian akreditasi B merupakan wuju keseriusan sekolah dalam pelaksanaan penjaminan mutu yang ada. 2) Sekolah bisa menjalin kerjasama dengan masyarakat dan dunia usaha dunia inustri dalam rangka memenuhi kebutuhan fasilitas tersebut, jika menunggu dukungan pemerintah masih belum memungkinkan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, John W, 2003, Research Design, Sage Publications, London Kementiran Pendidikan Nasional, Buku Pedoman SPMP, 2010. Miles, BB dan A.M Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta., Moleong, 2003, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung. Universitas Negeri Malang, 2010, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Malang Winarno, Budi, 2002, Teori dan Proses Kebijakan Publik, MedPress, Yogyakarta. Wiyono, Budi B, 2007, Metodologi Penelitian: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan Action Research, Rosindo, Malang.
44
LAMPIRAN
45