BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) merupakan salah satu
permasalahan yang menjadi ancaman serius bagi Bangsa Indonesia. Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan catatan Badan Narkotika Nasional (BNN) tentang penyalahgunaan NAPZA mulai tahun 20012008 sebanyak 40.273 kasus dengan jumlah tersangka yang melibatkan warga negara asing (WNA) sebanyak 15,85%, sedangkan dengan tersangka Warga Negara Indonesia (WNI) sebanyak 5,10%. (referensi elektronik direkomendasi oleh BNN pada tahun 2008). Dampak penyalahgunaan NAPZA berpotensi dapat menyebabkan terganggunya fungsi mental psikologis berupa sikap apatis, euforia, emosi labil, depresi, kecurigaan yang tanpa dasar/kecemasan, kehilangan kontrol perilaku, sampai pada sakit jiwa dan terganggunya fungsi fisik seperti kerusakan otak, gangguan hati, ginjal, paru-paru serta penularan HIV/AIDS melalui pengguna jarum suntik bergantian (Prihartini, 2012). Maramis (2005) menyatakan pada klien dengan penyalahgunaan NAPZA sering mengalami gangguan fungsi mental berupa frustasi, defisit perawatan diri, menarik diri secara sosial dan gangguan dalam berhubungan, bahkan sampai muncul perilakuperilaku ekstrim seperti destruktif terhadap diri sendiri maupun orang lain dan depresi, hal ini dikarenakan kurangnya komunikasi antara klien dengan keluarga, klien dengan klien lainnya, terutama klien dengan lingkungan sekitarnya.
1
2
Hasil studi yang dilakukan oleh Fransisca (2009) menyatakan bahwa pada kasus penyalahgunaan NAPZA 45% para pecandu yang dirawat memenuhi kriteria DSM IV TSR untuk depresi. Depresi yang diderita oleh pasien masih dalam tingkat depresi ringan (mild depression). Akan tetapi, masalah tersebut perlu di perhatikan secara serius, karena jika tidak dikenali dan ditatalaksana dengan baik, maka depresi tersebut akan menurunkan motivasi serta komitmen pada pecandu NAPZA dalam menjalani perawatan. Fakta di lapangan upaya yang dilakukan untuk menurunkan gangguan fungsi mental (depresi) ini dilakukan dengan berbagai macam cara. Salah satunya yang dilakukan oleh Tetantro (2003) dengan menggunakan metode Therapeutic community dan 12 steps pada 39 pecandu NAPZA yang mengalami depresi. Hasil dari metode tersebut dapat membantu menurunkan tingkat depresi klien. Dari 39 pecandu yang mengalami depresi berat, 25 pecandu yang kooperatif dalam perawatan mengalami penurunan tingkat depresi menjadi depresi ringan. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk membantu menurunkan tingkat depresi pada penyalahguna NAPZA yaitu dengan melakukan usaha preventif, kuratif, maupun rehabilitatif, tetapi pada kenyataannya kasus baru terus bertambah dan kasus lama terus berlanjut. Salah satu jenis usaha pengobatan pasien penyalahguna ini adalah psikoterapi. Psikoterapi merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional pasien yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih dalam hubungan profesional secara suka-rela, dengan maksud hendak menghilangkan, mengubah, atau menghambat gejala-gejala yang ada, mengoreksi perilaku yang terganggu dan mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif (Maramis, 2007).
3
Menurut Adler (2002) patokan bagi kesehatan seseorang ialah perasaan sosialnya. Perasaan sosial yang kuat mempertinggi kemampuan dan rasa harga diri serta memudahkan seseorang menyesuaikan dirinya pada kemalangan yang tak terduga. Sebenarnya kalau dicermati aspek yang sangat penting dalam berhubungan sosial adalah aspek komunikasi. Komunikasi pada hakikatnya adalah suatu proses sosial. Sebagai proses sosial, dalam komunikasi selain terjadi hubungan antar manusia juga terjadi interaksi saling mempengaruhi (Anwar, 1998). Pada saat komunikasi tidak jarang terdapat masalah atau hambatan, baik verbal maupun non verbal. Adapun masalah yang biasa timbul dari pasien adalah kurang mempunyai explorasi perasaan atau mungkin ada faktor internal yang menjadi masalah pasien enggan untuk melakukan komunikasi. Pada kenyataannya lebih banyak faktor penyebab pasien tidak mau berkomunikasi adalah karena pasien melakukan supresi perasaan yang terlalu lama sehingga pasien jatuh pada kondisi depresi. Depresi merupakan suatu gangguan jiwa dengan gejala-gejala yang ditunjukkan oleh manifestasi emosi, kognitif, motivasional dan manifestasi fisik. Tingkat gejala depresi yang timbul mulai dari tidak ada depresi, depresi ringan, depresi sedang, depresi berat, depresi sangat berat. Pasien dengan penyalahgunaan NAPZA mula-mula merasa rendah diri, tidak berharga dan tidak berguna sehingga merasa tidak aman dalam membina hubungan dengan orang lain. Terapi seni medium gambar atau Art Therapy merupakan salah satu macam psikoterapi suportif jenis ventilasi yang memfasilitasi pasien mengeluarkan isi hatinya. Sehingga pasien merasa lega dan kecemasannya berkurang, kemudian dapat melihat masalahnya dalam proporsi yang sebenarnya. Menurut Sarie (2008) tujuan dari Art Therapy bukan untuk menghasilkan karya seni yang estetik, ataupun untuk mengasah bakat menjadi seorang seniman, akan tetapi
4
tujuan akhir yang ingin dicapai adalah membantu pasien agar merasa lebih nyaman terhadap diri mereka sendiri (Sarie, 2008). Berdasarkan tujuan dari Art Therapy diatas kita dapat melihat hasil gambaran pasien. Terapis membantu pasien untuk menjelaskan apa yang menarik dari hasil karyanya. Jika hasil karya yang muncul berarti positif maka terapis akan mendukung perilaku pasien, akan tetapi jika dari hasil karya terlihat gambaran yang negatif maka terapis memfokuskan dan mengarahkan pasien pada arah yang lebih baik lagi. Berdasarkan hasil wawancara terbatas yang dilakukan oleh peneliti dengan perawat di ruang NAPZA RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang diketahui bahwa upaya untuk menurunkan tingkat depresi klien dengan penyalahgunaan NAPZA dilakukan metode Community. Pelaksanaan terapi dilakukan pada siang hari sekitar pukul 11.00 WIB. Pasien dikumpulkan di ruangan atau di halaman kemudian para terapis melakukan pendekatan dengan menanyakan suasana hati pasien pada hari itu sehingga terapis mengetahui perkembangan dari asuhan keperawatan yang telah diberikan. Sedangkan proses Art Therapy belum diterapkan di ruang NAPZA RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang dalam pelaksanaan asuhan keperawatan sehari-hari. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian yang menganalisis Perbedaan tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA sebelum dan sesudah diberikan intervensi Art Therapy dengan menggunakan pendekatan NIC dan NOC di Ruang NAPZA RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
5
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
(1)
Bagaimana gambaran tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA di ruang NAPZA RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang sebelum diberikan intervensi Art Therapy ?
(2)
Bagaimana gambaran tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA di ruang NAPZA RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang sesudah diberikan intervensi Art Therapy ?
(3)
Apakah ada perbedaan tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA sebelum dan sesudah diberikan intervensi Art Therapy di ruang NAPZA di RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang ?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1)
Tujuan Umum Mengidentifikasi perbedaan tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA sebelum dan sesudah diberikan intervensi Art Therapy di ruang NAPZA RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
(2)
Tujuan Khusus a.
Mengidentifikasi tingkat depresi sebelum dilakukan Art Therapy pada pasien penyalahgunaan
NAPZA
Wediodiningrat Lawang.
di
ruang
NAPZA
RSJ.
Dr.
Radjiman
6
b.
Mengidentifikasi tingkat depresi sesudah dilakukan Art Therapy pada pasien penyalahgunaan
NAPZA
di
ruang
NAPZA
RSJ.
Dr.
Radjiman
Wediodiningrat Lawang. c.
Mengidentifikasi perbedaan tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA sebelum dan sesudah diberikan intervensi Art Therapy di ruang NAPZA RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1)
Bagi peneliti Untuk mengetahui perbedaan tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA sebelum dan sesudah diberikan intervensi Art Therapy sehingga dapat digunakan sebagai bahan penyuluhan untuk menumbuhkan atau meningkatkan konsep diri yang positif bagi pasien depresi.
(2)
Bagi Institusi Pendidikan Menjadi bahan ajar dalam memberikan pendidikan tentang Art Therapy pada mata kuliah keperawatan jiwa terhadap mahasiswa sebagai modal untuk terjun ke dalam rumah sakit.
(3)
Bagi pasien penyalahgunaan NAPZA Dengan Art Therapy dapat merubah sikap negatif klien terhadap NAPZA , mengembangkan pengertian dan ketegasan peranan, keterampilan antar pribadi, kreatifitas dan pola berfikir pasien sehingga dapat mencapai hasil yang optimal dalam membantu meningkatkan konsep diri pasien dan menurunkan tingkat depresi pasien.
7
(4)
Bagi profesi keperawatan Sebagai bahan informasi yang berkaitan dengan masalah-masalah mengenai konsep diri pada pasien dengan penyalahgunaan NAPZA, sehingga dapat ditindak lanjuti dengan menggunakan teknik Art Therapy NIC yang mampu memberikan motivasi sehingga konsep diri pasien dapat berkembang secara maksimal. Serta masukan bagi bidang ilmu keperawatan jiwa terhadap peningkatan upaya komunikatif, informasi dan edukasi (peran perawat sebagai pendidik) kepada klien dalam upaya pemahaman sebuah metode terapi seni dalam manajemen psikologis.
(5)
Bagi peneliti lain Penelitian ini bisa menjadi acuan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis mengenai perbedaan tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA sebelum dan sesudah diberikan intervensi Art Therapy di ruang NAPZA RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
1.5
Keaslian penelitian Beberapa hasil penelitian terdahulu dan landasan teori diantaranya yaitu :
(1)
Menurut Sarie (2008), Art Therapy atau terapi seni yang bermediumkan gambar, menunjukkan hasil yang sangat signifikan, artinya terdapat perbedaan tingkat gangguan stress pasca trauma pada anak-anak korban kerusuhan sebelum dan sesudah mendapatkan treatment art therapy.
(2)
Penelitian terapi seni yang dilaksanakan penulis dalam riset penggunaan media ”Drawing Therapy” tampak memberikan peluang penyembuhan dari stres berat kekecewaan diri oleh keterlibatan kecanduan narkoba menuju harapan untuk
8
hidup baru penuh percaya diri karena klien menemukan kesadaran baru memiliki kemampuan kreatif, yang akan menjadi pegangan langkah hidup baru sesudah menjalani rehabilitasi (Gai, 2010). (3)
Hasil riset Suhardja pada tahun 2002 yang dilakukan di Panti Rehabilitasi Desa Dukuhlo Kecamatan Bulakamba Brebes diketahui bahwa kemampuan untuk mengekspresikan diri melalui senirupa, ternyata mempersepsi peningkatan kenyamanan individual. Rasa nyaman meningkat bahkan pada orang cacat atau orang berpenyakit kronis, berarti “seni” mampu membantu individu mengatasi bahkan mengubah rasa percaya diri untuk menghadapi penyakit atau ketidaknyamanan fisik. Keahlian ini sungguh bermanfaat untuk membantu orangorang yang membutuhkan pertolongan karena dirinya sudah tak sanggup lagi menanggung beban berat kehidupan, atau berhadapan dengan masalah-masalah rumit. Dengan proses terapi seni, akan terjadi suatu penyembuhan yang melegakan. Membangkitkan kembali semangat hidup, menemukan kembali spirit kehidupan, melalui proses terapi seni orang akan merasa lebih baik, lebih kreatif dan lebih dimampukan dalam memecahkan kesulitannya.
(4)
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Sarie, Gai dan Suhardja dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menggunakan medium gambar sebagai alat komunikasi. Namun yang membedakan adalah variabel dependennya, pada penelitian yang akan dilakukan, variabel dependen yang digunakan adalah penurunan tingkat depresi pada pasien penyalahgunaan NAPZA dengan metode penelitian Quasi-experimental design Nonrandomized Control Group.
9
1.6
Batasan Penelitian Hal-hal yang dibatasi dalam penelitian ini adalah :
(1)
Intervensi Art Therapy menggunakan model NIC (Nursing Interventions Classifications).
(2)
Indikator tingkat depresi menggunakan Depression Level NOC (Nursing Outcome Classification)
(3)
Mengukur tingkat depresi dengan membandingkan hasil sebelum dan sesudah pelaksanaan Art Therapy