BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perjalanan peradaban suatu bangsa terus berkembang mengikuti arus perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya pola pikir, intelektual, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dituangkan dalam produk-produk yang bernilai ekonomis. Sejalan dengan itu, hukum sebagai bagian dari peradaban manusia juga menuntut perubahan secara terus menerus. Kekuatan politis dan tarik menarik dalam memenuhi kebutuhan ekonom i suatu negara
dalam
kerangka
global,
menyeba bkan
negara-negara
di
dunia
menentukan strategi pemberdayaan ekonomi di negaranya masing -masing. Kebijakan ekonomi nasional suatu negara biasanya dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Tak pelak lagi, negara-negara yang memiliki kemampuan yang kuat secara ekonomis, akan menang dalam persaingan global tersebut. Beberapa negara di dunia menerapkan prakt ik monopoli, oligopoli, dumping, diskriminasi dalam tarif (bea masuk), kebijakan proteksi, pembatasan impor dengan sistem kuota dan lain-lain yang menimbulkan banyak ketidakadilan. Indonesia sebagai negara kepulauan yang sedang berkembang memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sedang berkembang. Hal ini sejalan dengan
keanekaragaman etnik,
suku
bangsa
dan agama
yang
secara
keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat
1
2
dan perlu dilindungi oleh undang-undang, selaras dengan komitmen Bangsa Indonesia untuk ikut mewujudkan ketertiban dunia sebagaimana tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia mempunyai kebutuhan nasional untuk menyelaraskan dan memberi tempat yang layak bagi pengaturan pelbagai
kekayaan
intelektualnya
yang
sesuai
dengan
aturan -aturan
universalnya. Kekayaan intelektual tersebut tidak hanya semata-mata untuk seni dan budaya itu sendiri melainkan dapat juga dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan di bidang perdagangan dan industri sebagai sumber pendapatan ekspor, terutama di sektor non migas yang melibatkan para penciptanya serta dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para penciptanya saja melainkan juga bagi bangsa dan negara. Selanjutnya timbul kebutuhan baru untuk mengatur hukum di bidang ekonomi dan perdagangan, salah satunya adalah tim bulnya kesadara n akan arti penting Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) yang nantinya dapat membawa hasil yang konkret dan positif untuk menciptakan iklim investasi yang menarik di negara manapun. HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) atau HKI (Hak Kekayaan Intelektual) adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk IPR ( Intellectual Property Rights). Secara substantif, HaKI atau HKI dapat diuraikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Uraian ini memberikan kejelasan inti dan objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi
3
memang
dihasilkan
atau
dilahirkan
manusia
melalui
kemampuan
intelektualnya, melalui daya cipta, rasa dan karsanya. HaKI lahir dari penelitian dan pengembangan dalam bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Kegiatan penelitian dan pengembangan ini memerlukan biaya, waktu, tenaga, pikiran dan alat yang selanjutnya menghasilkan karya intelektual yang mempunyai nilai guna dan bermanfaat bagi kehidupan manusia serta memiliki nilai ekonomis. Hasil karya intelektual adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada umum dalam berbagai bentuk kreasi. Disadari bahwa hak itu ada bila kemampuan intelektual manusia itu dilahirkan dalam suatu bentuk atau telah membentuk sesuatu yang bisa dilihat, didengar, dibaca maupun digunakan secara praktis. Jadi HaKI adalah hasil kegiatan yang diekspresikan dan bukan dalam angan-angan ataupun di batin semata. Adanya nilai guna dan manfaat ekonomis yang dimiliki oleh HaKI itu, maka selanjutnya timbullah pemikiran atau konsepsi tentang kebutuhan akan perlindungan hukum atas hasil atau karya intelektual manusia itu. Secara sederhana HaKI mencakup Hak C ipta, Hak Paten dan Hak M erek dan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri. Khusus mengenai Hak Cipta diatur dalam Undang-U ndang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC 2002) merupakan hak eksklusif bagi pencipta
atau
pemegang
hak
cipta
ini
untuk
mengumumkan
atau
memperbanyak ciptaannya dan melarang seseorang/badan lain melakukan hal ini kecuali atas seizin pemegang Hak Cipta atau penerima hak dari pencipta.
4
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama -sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian dan kadang-kadang kesabaran yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifa t pribadi. Hak yang dimiliki oleh pencipta adalah antara lain hak ekonom i, hak moral dan hak menyewakan. Karya cipta yang dihasilkan tersebut, disamping memberikan rasa kepuasan batiniah bagi penciptanya, dari segi lain memiliki nilai ekonomi karena pada dasarnya hak cipta adalah hak khusus yang melarang orang lain tanpa seizinnya untuk memperbanyak, mengumumkan atau memberi izin untuk itu. Izin yang biasanya dalam bentuk lisensi dimaksudkan untuk menggunakan manfaat ekonomis dari suatu karya cipta dalam wu jud pembayaran royalti. Sekalipun bersifat khusus atau istimewa, tetapi bukanlah berarti tanpa batasan. Seperti hak milik lainnya, hak cipta juga ditundukkan pada kepentingan yang lebih luas. Hak cipta atas karya ciptaan terdapat keseimbangan yang serasi antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Dalam UUHC 2002 dikemukakan bahwa karya cipta yang dilindungi oleh hukum, terbatas pada lingkup ilm u pengetahuan, seni dan sastra, dan Pasal 12 UUHC 2002 mengatur lebih lanjut mengenai jenis-jenis ciptaan yang dilindungi oleh U UHC 2002 tersebut. Disamping semua yang disebutkan di atas, perlindungan juga diberikan terhadap semua ciptaan yang tidak atau belum diumumkan akan tetapi sudah merupakan bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya tersebut.
5
Dampak atas pelanggaran ini tentunya akan merusak tatanan masyarakat pada umumnya, juga akan mengakibatkan lesunya gairah untuk berkarya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, serta berkurangnya penghasilan atau pemasukan negara berupa pajak yang seharusnya dibayar oleh pemegang hak cipta. Para pihak yang terlibat dalam bisnis ini (pemerintah, pihak pengguna) harus memikirkan bagaimana bentuk perlindungan hukum yang tepat bagi para pemegang hak cipta dan dunia bisnis yang menjalan kan usaha, serta menjamin sepenuhnya perlindungan hukum terhadap segala macam ciptaannya yang merupakan produk olah pikirnya baik di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perlindungan hukum terhadap pencipta atas HKI memang mutlak harus diberikan oleh pemerintah, baik dalam undang-undang atau peraturan positif lainnya serta menetapkan kaidah-kaidah yang mengatur ganti kerugian yang harus dibebankan kepada orang yang telah melakukan pelanggaran terhadap hak atas suatu karya cipta. Saat ini pemerintah sedang berusaha mengkaji lebih jauh mengenai penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta, agar dapat meningkatkan iklim usaha yang sehat dan dinamis sehingga mampu mendorong pelaku ekonomi agar lebih berkembang dan maju serta berkompetisi dalam era globalisasi.
Dengan
menyadari
HaKI
merupakan
salah
satu
kunci
perkembangan dalam keputusan bisnis, perlunya diwujudkan iklim usaha yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya karya cipta dalam masyarakat termasuk masyarakat di daerah di seluruh Indonesia. Oleh karena hak cipta merupakan kekayaan intelektual yang dapat dieksploitasi hak-hak ekonominya, seperti kekayaan-kekayaan lainnya, maka
6
timbul hak untuk mengalihkan kepemimpinan atas hak cipta, seperti misalnya dengan cara penyerahan (assignment) hak cipta tersebut. Disamping itu pemegang hak cipta juga dapat memberikan lisensi untuk penggunaan karya hak cipta tersebut. A pabila pemegang hak cipta menyerahkan hak ciptanya, ini berarti
terjadi
pengalihan
keseluruhan
hak-hak
ekonomi
yang
dapat
dieksploitasi dari suatu ciptaan yang dialihkan kepada penerima hak. Lain halnya jika pengalihan hak cipta dilakukan dengan lisensi, pencipta masih memiliki hak-hak ekonomi tertentu dari ciptaan yang dialihkan kepada pemegang hak cipta.
1
Dalam hal karya cipta yang berupa karya tulis, seorang pencipta karya tulis tersebut dapat mengalihkan hak-hak ekonominya kepada penerbit dengan cara penyerahan atau berdasarkan pemberian lisensi. Berdasarkan hal tersebut, maka penerbit mempunyai tanggung jawab terhadap pemegang hak cipta, khususnya yang berkaitan dengan hak dan kewajibannya sebagai penerbit berdasarkan perjanjian yang telah dibuat oleh penerbit dan pemegang hak cipta.
2
Selain dua cara pengalihan hak cipta sebagaimana telah diuraikan di atas, masih terdapat cara-cara lain pengalihan hak-hak ekonomi dari hak cipta, yaitu misalnya seorang pencipta karya tulis dapat mengalihkan hak cipta karya tulisnya dengan cara lisensi kepada suatu penerbit untuk menerbitkan karya tulisnya hanya dalam bentuk buku bersampul soft cover, kepada penerbit lain
1
Tim Lindsey dkk (ed), 2003, Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar , Alumni, Bandung, hlm. 115 2 M anik Purba, Proses Penerbitan Buku, terdapat dalam http://www.penerbit.net/17/ 21Januari2004
7
juga mengalihkan hak ciptanya dengan cara lisensi untuk menerbitkan buku dalam bentuk hard cover. Disamping itu pencipta karya tulis tersebut dapat juga memberikan lisensi kepada penerbit majalah atau koran untuk menerbitkan karya tulisnya dalam bentuk serial yang dimuat secara berkala dalam majalah atau koran. Hak menerjemahkan ke dalam bahasa asing untuk diterbitkan penerbit di luar negeri juga dipunyai oleh pencipta karya tulis yang sama tersebut. Demikian pula hak untuk dibuat film, sinetron a tau sandiwara juga dapat dipunyai oleh pencipta karya tulis yang bersangkutan.
3
Pengalihan hak ekonomi suatu karya cipta dari pencipta atau pemegang hak cipta kepada penerbit dengan cara lisensi dalam
pelaksanaannya
dimungkinkan terjadinya masalah atau sengketa diantara mereka. Persoalan atau sengketa diantara pencipta dan penerbit dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tidak jelasnya perjanjian yang dibuat oleh pencipta dan penerbit dan faktor-faktor lainnya yang dapat memunculkan masalah. Penelitian yang penulis lakukan ini dilakukan sejak tahun 2010, sehingga penulis masih menggunakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC 2002) sebagai pedoman dalam penulisan tesis ini.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
uraian
pada
latar
belakan g
masalah
yang
telah
dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
3
Ibid, hlm. 116
8
1. Bagaimana
pelaksanaan
tanggung
jawab
penerbit
terhadap
pencipta/pengarang buku dalam penerbitan buku yang tertuang di dalam perjanjian? 2. Upaya preventif apakah yang dilakukan oleh penerbit sebagai bentuk perlindungan kepada
pencipta/pengarang buku dalam
hal terjadinya
pembajakan buku? 3. Apakah perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang -Undang Nomor 19
Tahun
2002
tentang
Hak
Cipta
mengakomodasi
kepentingan
pencipta/pengarang buku?
C. Keaslian Penelitian Setelah diadakan penelusuran, sejauh ini penelitian tentang Tanggung Jawab Penerbit Sebagai Pemegang Hak Cipta Dalam Penerbitan Buku sepanjang pengetahuan penulis belum pernah diteliti, akan tetapi pernah ada penelitian yang serupa, yaitu: 1. Tesis yang ditulis oleh Abdul Kadir
4
pada tahun 2006 yang berjudul
PERLINDUNG AN HU KUM TERHAD AP PEM EGAN G HAK DES AIN INDUSTRI TID AK TERDAFTAR DI K ALAN GAN INDUSTRI M EBEL DAN KERAJIN AN DI DAERAH ISTIM EWA YOG YAKARTA , M agister Ilmu Hukum Un iversitas Islam Indonesia, Tesis, dimana yang menjadi perumusan masalahnya adalah bagaimanakah perlindungan hukum terhadap
4
Abdul Kadir, 2006, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Desain Industri Tidak Terdaftar di Kalangan Industri M ebel dan Kerajinan di Daerah Istimewa Yogyakarta ”, Tesis, M agister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
9
pemegang hak desain industri mebel atau kerajinan tangan yang tidak terdaftar di kalangan industri kecil dan menengah di Yogyakarta, serta upaya-upaya hukum apakah yang dapat dilakukan oleh pemegang desain industri tersebut apabila terjadi pelanggaran dengan cara penjiplakan atau peniruan. Sedangkan kesimpulan dari penelitian ini adalah: a. M enurut ketentuan dalam U ndang-Undang Nomor 31 Ta hun 2000 tentang Desain Industri dinyatakan bahwa Hak Desain Industri hanya diberikan kepada pihak yang mendaftarkan desain industri tersebut pada Kantor Perdaftaran Desain Industri di D irektorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Konsekuensi yuridis dari ketentuan tersebut hanya kepada pihak yang melakukan pendaftaran desain industri yang akan memperoleh Hak Desain Industri dan kepada pemegang hak tersebut
akan
diberikan
perlindungan
hukum
apabila
terjadi
pelanggaran. Jadi terhadap desain industri yang tid ak didaftarkan atau belum didaftarkan kepada pendesain tidak diberikan perlindungan hukum. Namun demikian kepada pemilik desain indutri yang tidak didaftarkan tidak berarti tidak ada instrumen hukum lain yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan hak desain industri tersebut dari penjiplakan atau peniruan b. Upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang desain industri yang tidak terdaftar terhadap pelanggaran yang berupa penjiplakan atau peniruan antara lain dapat memanfaatkan instrumen hukum melalui pengajuan gugatan perdata dengan menggunakan dasar
10
bahwa perbuatan penjiplakan atau peniruan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KU H Perdata. Instrumen hukum lain yang dapat dipergunakan adalah melaporkan pihak penjiplak kepada Polisi karena telah melakukan perbuatan curang sebagaimana diatur dalam Pasal 382 bis KUHP . 2. Tesis yang ditulis oleh M argaretha G.M .I. M amoribo
5
pada tahun 2012
yang berjudul PERLINDU NGA N HU KUM TERHAD AP CIPTAA N M OTIF BATIK TRADISIONA L KOTA JA YAPURA PROVINSI PAPU A (Studi Pada UKM Batik Port Num bay), M agister Ilmu H ukum Universitas Gadjah M ada Yogyakarta, Tesis, dimana yang menjadi perumusan masalahnya adalah apakah ciptaan motif batik tradisional Papua sudah mendapatkan perlindungan hukum menurut U ndang-Undang Hak Cipta, serta faktor-faktor apa saja yang menghambat pemberian perlindungan hukum
terhadap ciptaan motif batik
tradisional Papua . Sedangkan
kesimpulan dari penelitian ini adalah: a. M otif batik tradisional Papua yang sudah didaftarkan pad a D irektorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual akan mendapatkan sertifikat hak cipta dan memperoleh perlindungan hukum berdasarkan Undang Undang Hak Cipta. Hingga sekarang masih ada beberapa motif batik tradisional Papua yang belum didaftarkan, oleh karena itu masih banyak peniruan dan penjiplakan terhadap motif batik tersebut. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi pra pencipta tidak mendaftarkan hasil 5
M argaretha G.M .I. M amoribo, 2012, “Perlindungan Hukum Terhadap Ciptaan M otif Batik Tradisional Kota Jayapura Provinsi Papua (Studi Pada UKM Batik Port Numbay) ”, Tesis, M agister Ilmu Hukum Universitas Gadjah M ada Yogyakarta
11
ciptaannya dapat dikelompokkan dalam faktor internal dan faktor eksternal b. Faktor-faktor
yang menghambat pemberian perlindungan hukum
terhadp karya cipta motif batik tradisional Papua karena adanya kendala-kendala yang berasal dari para pencipta yang enggan untuk mendaftarkan karya ciptanya yang berupa kendala internal dan kendala eksternal. Kendala internal adalah kendala yang berasal dari si pencipta motif batik yang berupa ketidaktahuan tentang prosedur dan tata cara mendaftarkan
hasil
ciptaannya
kepada
D irektorat
Jenderal
Hak
Kekayaan Intelektual, serta kesadaran hukum dari para pengusaha batik yang belum dapat menghormati hasil ciptaan orang lain, sehingga mereka dengan mudah dan tanpa rasa bersalah melakukan peniruan atau penjiplakan motif batik hasil karya orang lain. Sedangkan kendala eksternal adalah kendala yang berasal dari luar para pencipta seni batik yang berupa tidak adanya penyuluhan atau penyampaian informasi tentang pentingnya pendaftaran dan perlindungan hukum terhadap hak cipta berdasarkan U ndang-Undang Hak Cipta. Berbeda dengan kedua hasil penelitian tersebut di atas, yaitu penelitian pertama lebih memfokuskan pada perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri tidak terdaftar di kalangan industri mebel dan kerajinan. Penelitian kedua lebih memfokuskan pada perlindungan hukum terhadap ciptaan motif batik tradisional Kota Jayapura Pro vinsi Papua. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan lebih memfokuskan pada tanggung jawab
12
penerbit sebagai pemegang hak cipta dalam penerbitan buku . Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penelitian ini asli karena belum pernah dilakukan penelitian terhadap rumusan masalah tersebut.
D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan mengkaji pelaksanaan tanggung jawab penerbit terhadap pencipta/pengarang buku dalam penerbitan buku yang tertuang di dalam perjanjian 2. Untuk mengetahui dan mengkaji upaya preventif yang dilakukan oleh penerbit sebagai bentuk perlindungan kepada pencipta/pengarang buku dalam hal terjadinya pembajakan buku 3. Untuk mengetahui dan mengkaji perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang N omor 19 Tahun 2002 tentang Hak C ipta mengakomodasi kepentingan pencipta/pengarang buku.
E. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam
pengembangan ilmu hukum
pada
umumnya
dan
khususnya yang berkaitan dengan tanggung jawab penerbit terhadap pemegang hak cipta dalam penerbitan buku. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat dan penerbit dalam tanggung jawab penerbit terhadap pemegang hak cipta dalam penerbitan buku.