BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Fenomena loyalitas
[1]
terhadap jasa perbankan masih merupakan isyu yang relatif
menarik diteliti pada konteks studi keperilakuan konsumen. Hal ini dikarenakan
studi-
studi terdahulu masih mengindikasi adanya divergensi model, yang pada gilirannya berdampak pada daya terap masing-masing bersifat terbatas (in-conditional) (lihat Aronu, 2014; Assefa, 2014; de Matos et al, 2013)
[2]
. Dengan kata lain, model-model yang dikonstruksi tidak dapat
dipergunakan untuk menjelaskan fenomena permasalahan pada segala situasi. Oleh karena itu kondisi yang demikian memberi peluang pada studi ini untuk mengusulkan sebuah konstruksi kerangka dasar konseptual, sebagai model alternatif dalam bidang keperilakuan konsumen. Divergensi model yang dimaksud, dilihat dari perspektif “research gap”
yang
melatarbelakangi studi ini, dapat dipandang sebagai refleksi dari adanya inkonsistensi terhadap penerapan teori, baik dalam hal konsep maupun dimensi.
Kondisi ini kemungkinannya terjadi
disebabkan oleh obyek dan setting yang diamati masih bersifat terbatas, sebagaimana secara implisit dapat ditelusuri melalui posisi studi dari sejumlah studi terdahulu (lihat penjelasan tabel pada Lampiran 2), yang mengekspresikan bahwa: [1]
1. 2. 3.
[2]
Loyalitas yang dimaksud adalah persepsi komitmen konsumen untuk berniat tetap setia menjadi pelanggan, melalui sikap positif dalam mengkonsumsi produk atau jasa yang disediakan secara konsisten (Auka. et al,. 2013). Lihat pula hasil studi lainnya tentang niat untuk loyal, yang antara lain dilakukan oleh Choudhury (2013); Keisidou et al. (2013); dan Taleghani et al. (2011).
1. Masing-masing variabel keputusan yang diamati tampak saling berbeda, dan hingga saat ini peneliti belum menemukan sebuah model yang mengkombinasikan variabel
pemasaran relasional dan kualitas layanan sebagai variabel independen dalam proses pembentukan niat untuk loyal, sehingga fenomena ini memberi peluang pada studi ini untuk memodelkan kedua variabel independen tersebut dalam suatu kerangka konsep yang dihipotesiskan. 2. Terlebih apabila model-model tersebut dikaitkan dengan biaya kepindahan (switching costs), yang diposisikan sebagai variabel moderasi dalam memperkuat atau memperlemah seluruh proses pembentukan niat loyal. Tampaknya studi-studi terdahulu juga masih mengindikasi adanya divergensi pada model yang dikonstruksi. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh Stant et al., (2013), yang secara parsial hanya memoderasi hubungan kausalitas pada strukur kognitifkonatif. Sementara Chea & Luo, (2005) hanya memfokuskannya pada pola hubungan yang berstruktur afektif-konatif.
Hal ini berbeda dengan model alternatif yang diusulkan
studi ini, yang menempatkan biaya kepindahan sebagai variabel moderasi, dan dihipotesikan dapat memperlemah pengaruh seluruh proses pembentukan niat untuk loyal pada struktur hubungan kognitif-afektif-konatif. 3. Selain itu, jika ditelusuri dari aspek alat statistik yang dipergunakan, divergensi model pada studi-studi terdahulu juga semakin terlihat. Hal ini dikarenakan mayoritas cenderung menggunakan metode statistik yang beragam. Di satu sisi
di antaranya ada yang
menggunakan structural equation model (SEM) atau anova, sedangkan
di sisi lain
menggunakan PLS atau analisis multi regresi. Hal ini berbeda dengan
studi ini yang
bertumpu pada metode statistik analisis regresi berjenjang. 4. Lebih jauh dilihat dari sisi obyek, sebagian dari studi-studi terdahulu cenderung memilih pelanggan sebagai obyek peneltian, sedangkan studi ini hanya bertumpu pada perspektif cara
berpikir mahasiswa dalam merepresentasikan fenomena riil proses keperilakuan konsumen untuk berniat loyal. Selanjutnya, terkait adanya peluang untuk mendesain sebuah model alternatif terhadap fenomena yang diamati, maka peneliti melakukan kegiatan studi pendahuluan (pilot study) dalam bentuk Focussed Group Discussion (FGD) sebagai langkah awal
yang bertujuan untuk
mengelaborasi variabel-variabel yang berpotensi mempengaruhi niat loyal beserta permasalahan yang dihadapi (lihat Lampiran 1). Kemudian hasilnya dikonfirmasi dengan studi-studi terdahulu yang dipandang relevan, sehingga atas dasar hasil observasi dan kajian referensi yang mendalam dapat dikonstruksi sebuah model
yang secara implisit mencerminkan adanya suatu kebaruan.
Kebaruan yang dimaksud adalah berkaitan dengan konstruksi kerangka konseptual penelitian, yang keseluruhan pola hubungannya didesain dalam bentuk struktur hubungan kognitif-afektif-konatif dan dimoderasi oleh biaya kepindahan, sedangkan studi-studi terdahulu secara parsial terbatas hanya pada struktur hubungan kongnitif-afektif atau afektif-konatif. Selain itu, variabel pemasaran relasional yang diposisikan sebagai variable) dalam model penelitian studi ini merupakan
variabel penjelas (predictor
elemen lainnya yang turut menjadi unsur
kebaruan. Hal ini dikarenakan menurut pengamatan peneliti, belum ditemukan adanya studi keperilakuan konsumen perbankan yang mengungkap tentang pengaruh pemasaran relasinoal pada niat untuk loyal
yang dimoderasi oleh biaya kepindahan.
Model alternatif yang didesain studi ini pada hakekatnya merupakan suatu model yang konsep-konsep dasarnya bertumpu pada suatu proses yang diawali oleh pembentukan sikap positif terhadap kepuasan (kognitif-afektif). Kemudian diakhiri oleh suatu tindakan yang
berpotensi memunculkan niat untuk loyal (afektif-konatif).
Dengan kata lain, struktur
hubungan kausalitas yang dikonstruksi berbentuk pola hubungan kognitif-afektif-konatif. Model penelitian ini selanjutnya dieksperimentasi melalui suatu studi
laboratorium
eksperimental. Adapun dasar pertimbangan memilih metode ini adalah dikarenakan selain studi desain eksperimental berkemampuan menghasilkan konsep-konsep dasar teoretikal, juga terbuka keleluasaan bagi peneliti untuk memanipulasi variabel-variabel yang harus diberi perlakuan (treatment), dan mengeliminasi faktor-faktor eksternal yang berpotensi mengintervensi model, sehingga hasilnya berpotensi memberikan nilai validitas internal yang tinggi. Dengan demikian, melalui cara ini diharapkan model yang dikonstruksi dapat dijadikan sebagai acuan untuk menjelaskan realitas fenomena yang terjadi, melalui penelitian lanjutan dalam rangka menjeneralisasi hasil yang diperoleh dengan menggunakan obyek pada konteks riil.
Dalam penelitian ini, model yang dibangun bertumpu pada 5 variabel yaitu; pemasaran relasional, (2) kualitas layanan, (3) biaya kepindahan, (4) kepuasan, untuk loyal. Kelima variabel ini diadopsi dari beberapa studi terdahulu
(1) dan (5) niat
(lihat Stan et al.,
2013; Taleghani et al., 2011; Kheng et al., 2010; Chea & Luo, 2005), yang selanjutnya dikonfirmasi dengan hasil studi pendahuluan, guna memberi kejelasan terhadap kompleksitas fenomena permasalahan yang diteliti. Berikut ini adalah pemaparan dari masing-masing variabel amatan yang dimaksud. Pemasaran relasional merupakan variabel pertama yang menjadi fokus penelitian. Konsep ini
mengacu pada hasil studi Wan & Ken, (2013), dan Taleghani et al., (2011)
[3]
, yang
mengindikasi keefektifan pemasaran relasional dalam membentuk loyalitas.
Akan tetapi dari
beberapa studi terdahuhu, ada di antaranya yang masih menunjukkan
ketidakkonsisten
(keberagaman) baik dalam hal konsep (lihat Morgan & Hunt, 1994; Kotler & Keller, 2009) maupun dimensi (Parasuraman A, 1991; Murphy et al., 2007).
Hal ini dikarenakan secara
konseptual Morgan & Hunt, (1994), serta Kotler & Keller, (2009) menyatakan bahwa pemasaran relasional tidak terbatas hanya pada upaya memberi kepuasan dan menjaga hubungan jangka panjang, melainkan terkait pula dengan perubahan dari strategi pemasaran transaksional ke dalam pemasaran relasional. Sementara dari sisi dimensi, Parasuraman A, (1991) dan Murphy et al., (2007) memfokuskannya pada aspek kinerja dalam membangun hubungan jangka panjang, sementara studi lainnya hanya fokus pada aspek etika dan kombinasi program pemasaran relasional (lihat Winner, 2001). Oleh karena itu, untuk memberi kejelasan terhadap fenomena niat loyal konsumen, perlu kiranya efektifitas variabel ini untuk dikaji ulang melalui suatu penelitian dalam konteks yang berbeda.
Dari keragaman yang terjadi, studi ini cenderung mengadopsi pendapat Winner, (2004) untuk dipergunakan sebagai konsep operasioal. Hal ini dikarenakan konsepnya dipandang relevan dalam menjelaskan pemasaran relasional sebagai suatu upaya menjaga hubungan baik jangka panjang dengan konsumen, melalui dimensi customer service, loyalty programs dan community building. Dengan demikian berdasarkan konsep ini
[3]
Lihat juga Oboreh et al. (2011); Zineldin & Sarah (2007); Ndubisi (2007); Murphy et al. (2007); dan Too et al. (2001).
diharapkan dapat memberi kesamaan pandang tentang peran pemasaran relasional
dalam
meningkatkan loyalitas. Variabel berikutnya adalah kualitas layanan. Studi terdahulu mengindikasi keefektifan kualitas layanan dalam meningkatkan loyalitas (lihat Choudhury, 2013; Kheng, et al. 2010) [4]. Sama halnya seperti yang terjadi pada variabel pemasaran relasional, dalam konteks kualitas
layanan juga masih ada beberapa hal yang menunjukkan inkonsistensi (keberagaman), baik dilihat dari aspek pengertian konsep (lihat Zeithaml & Bitner, 1996; Camarero, 2007) maupun dimensi (lihat Parasuraman
et al., 2005). Hal ini disebabkan Zeithaml & Bitner, (1996)
menyatakan bahwa kualitas layanan dapat dilakukan melalui pendekatan tradisional. Hal ini berbeda dengan Camarero, (2007) yang lebih menekankan pada aspek komunikasi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Sementara dilihat dari sisi dimensi, Zeithaml & Bitner, (1996), hanya melakukannya berdasarkan pendekatan; tangibility, responsiveness, assurance, emphaty dan reliability. Hal ini berbeda pula dengan Parasuraman et al., (2005), memfokuskannya secara lebih luas ke dalam 7 dimensi pada skala ES-Qual
yang dan E-RecS-
QUAL.
Dalam studi ini, kualitas layanan yang dimaksud adalah persepsi konsumen terhadap hasil evaluasi perbedaan antara kualitas layanan yang diharapkan dengan yang
dirasakan,
dengan dimensi yang terdiri dari aspek; (1) tangibility, dalam arti penampilan fisik atas fasilitas yang disediakan, (2) responsiveness, atau kemampuan dalam membantu pelanggan dengan cara memberikan layanan yang cepat, tepat dan efisien, (3) assurance,
[4]
Lihat juga Chu et al. (2012); Hanzaee & Sadeghi (2010); Al-Alak & Alnawas (2010) dan Jamal & Anastasiadou (2009).
atau kemampuan dalam memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada konsumen, (4) emphaty, atau penduli dalam memperhatikan kebutuhan pelanggan, dan (5) reliability, dalam bentuk kehandalan dalam menjaga kerahasiaan dan memberikan rasa aman
dan nyaman
kepada pelanggan. Konsep ini mengacu pada hasil studi Zeithaml & Bitner, (1996). Hal ini dikarenakan konsep dan dimensi yang dikemukakan dipandang relevan dengan studi pendahuluan yang dilakukan penelitian ini.
Selanjutnya, biaya kepindahan merupakan variabel lainnya yang menjadi fokus studi ini. Hal ini dikarenakan studi terdahulu menunjukkan bahwa biaya kepindahan merupakan faktor ekternal yang eksistensinya dapat memperkuat atau memperlemah hubungan keperilakuan (lihat Stan et al., 2013; Yang & Peterson, 2004) [5]. yang diamatinya juga masih tampak berbeda.
Dalam konteks ini, pola hubungan Ada beberapa peneliti yang hanya
memfokuskan biaya kepindahan dalam memoderasi hubungan yang berstruktur kognitif-afektif (lihat Yang & Peterson, 2004; Chea & Luo, 2005), sedangkan yang lainnya memoderasi hubungan antara struktur afektif-konatif (lihat Lam et al., 2004). Dengan demikian studi ini mencoba mengkaji ulang
peran biaya kepindahan, yang dikonsepkan memoderasi
proses pembentukan loyalitas pada struktur kognitif-afektif-konatif.
Selain biaya kepindahan, kepuasan merupakan variabel berikutnya yang menjadi fokus penelitian. Dalam studi ini, kepuasan dikonsepkan sebagai variabel yang memediasi hubungan antara stuktur afektif dan konatif. Sementara definisinya mengacu pada
konsep Parasuraman et
al., (2005), yang menyatakan bahwa kepuasan merupakan evaluasi [5]
Lihat juga Ningsih & Waseso (2014); de Matos et al. (2013); dan Chea & Luo (2005).
perbandingan antara sesuatu yang diharapkan dengan apa yang dirasakan. Terkait arti pentingnya variabel ini dalam membentuk loyalitas, studi terdahulu mengindikasi bahwa kepuasan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas (lihat Assefa, 2014; Srivastava & Rai, 2013; Keisidou et al., 2013) [6]. Oleh karena itu, untuk memperjelas peran mediasi ini dalam konteks niat loyal konsumen, perlu kiranya dilakukan suatu pengkajian ulang melalui studi eksperimental.
Selanjutnya, niat untuk loyal merupakan vaiabel yang menjadi tujuan penelitian. Akan tetapi konsep yang dimaksud dalam studi ini bertumpu pada persepsi komitmen konsumen untuk tetap setia menjadi pelanggan, melalui sikap loyalitasnya dalam mengkonsumsi layanan yang disediakannya secara konsisten (lihat Auka et al,.2013). Berdasarkan pengertian yang relatif tidak berbeda, beberapa studi terdahulu juga menggunakannya sebagai variabel tujuan (lihat Aronu, 2014; Seiler et al., 2013; Eakuru & Mat, 2008) [7]. Terkait konsep yang dikemukakan, diharapkan hasilnya dapat memberikan pemahaman tentang strategi yang efektif dalam meningkatkan loyalitas, sehingga pemasar dapat melakukan efisiensi biaya dan sekaligus meningkatkan kinerja pemasaran melalui stimulus yang diberikan. Tentunya dalam konteks yang demikian perlu dirumuskan terlebih dahulu beberapa permasalahan untuk mengungkap fenomena yang diteliti.
B. Perumusan Masalah. Dalam studi ini, permasalahan pertama yang diungkap adalah hubungan positif antara pemasaran relasional dan kepuasan dalam membentuk niat untuk loyal. Konsep ini bertumpu pada studi Thurau et al., (2002) dan Leverin & Liljander, (2006) yang [6] [7]
Lihat juga Seiler et al. (2013); Baumann et al. (2011); Kumar & Gangal (2011) dan Casaló et al.(2008). Lihat juga Fraering & Minor (2013); Hansen et al. (2013); Chu et al. (2012) dan Floh & Treiblmaier (2006).
menjelaskan bahwa semakin tinggi pemasaran relasional semakin tinggi kepuasan. Konsisten dengan konsep yang demikian, permasalahan pertama yang dikemukakan adalah; Apakah semakin tinggi pemasaran relasional semakin tinggi kepuasan konsumen ?.
Permasalahan selanjutnya adalah terkait hubungan biaya kepindahan dengan pemasaran relasional terhadap kepuasan. Studi terdahulu mengindikasi bahwa biaya kepindahan dapat memoderasi secara signifikan pengaruh variabel-variabel keputusan dalam membentuk kepuasan
(lihat Stan et al., 2013; Chea & Luo, 2005). Apabila fenomena ini dikaitkan dengan hasil studi pemasaran relasional yang berpengaruh signifikan pada kepuasan (lihat Leverin & Veronica, 2006; Thurau et al., 2002),
maka permasalahan kedua yang dapat diungkap adalah;
Apakah semakin tinggi biaya kepindahan semakin memperlemah pengaruh pemasaran relasional pada kepuasan ?. Sejalan dengan fenomena pemasaran relasional yang berhubungan positif terhadap kepuasan, studi terdahulu juga mengindikasi adanya regularitas hubungan positif antara kualitas layanan dan kepuasan (lihat Jamal & Anastasiadou, 2009; Kheng et al., 2010).
Hal ini
berarti bahwa semakin tinggi kualitas layanan semakin tinggi niat untuk loyal. Konsiten dengan regularitas fenomena yang demikian, dapat pula dirumuskan permasalahan yang ketiga yaitu; Apakah semakin tinggi kualitas layanan semakin tinggi niat konsumen untuk loyal ?. Selanjutnya, hubungan antara biaya kepindahan dengan kualitas layanan terhadap kepuasan merupakan fenomena berikutnya yang diungkap. Hal ini dikarenakan studi terdahulu menunjukkan bahwa, semakin tinggi biaya kepindahan semakin rendah pengaruh kualitas layanan pada kepuasan (lihat Stan et al., 2013; Chea & Luo, 2005;
Yang & Peterson, 2004).
Dengan demikian, berdasarkan fenomena ini dapat dirumuskan permasalahan keempat yaitu; Apakah semakin tinggi biaya kepindahan semakin memperlemah pengaruh kualitas layanan pada kepuasan ?.
Selain hubungan pemasaran relasional berpengaruh pada kepuasan, hasil-hasil penelitian terdahulu juga mengisyaratkan bahwa pengaruh pemasaran relasional pada
niat untuk loyal
adalah positif dan signifikan. Fenomena ini mengacu pada hasil studi Thurau et al., (2002); Ndubisi, (2007) dan Taleghani et al., (2011), yang menjelaskan semakin tinggi pemasaran
relasional semakin tinggi niat untuk loyal. Oleh karena itu konsisten dengan fenomena ini, permasalahan kelima yang dapat dirumuskan adalah; Apakah semakin tinggi pemasaran relasional semakin tinggi niat untuk loyal ?.
Fenomena berikutnya yang dapat diungkap adalah terkait hubungan antara biaya kepindahan dalam memoderasi pengaruh pemasaran relasional pada niat untuk loyal. Studi terdahulu mengindikasi bahwa biaya kepindahan dapat memoderasi pengaruh variabel-variabel keputusan dalam membentuk niat untuk loyal (lihat Stan et al., 2013; Chea & Luo, 2005; Yang & Peterson, 2004). Apabila fenomena ini dikaitkan dengan yang berpengaruh positif pada niat untuk loyal (lihat
hasil studi pemasaran relasional Thurau et al., 2002; Ndubisi, 2007;
Taleghani et al. 2011), maka permasalahan keenam yang dapat diungkap adalah; Apakah semakin tinggi biaya kepindahan semakin memperlemah pengaruh pemasaran relasional pada niat untuk loyal ?.
Sementara hubungan antara pemasaran relasional dan niat loyal adalah posistif dan signifikan, studi terdahulu juga menunjukkan hal yang sama pada hubungan kualitas layanan pada niat untuk loyal. Konsep ini bertumpu pada pada hasil studi Choudhury, 2013; dan Kheng et al., (2010), yang menjelaskan semakin tinggi kualitas layanan semakin tinggi niat untuk loyal. Dengan demikian permasalahan ketujuh yang dapat dikemukakan adalah; Apakah semakin tinggi kualitas layanan semakin tinggi niat untuk loyal ?.
Permasalahan selanjutnya yang dapat diungkap adalah hubungan biaya kepindahan dengan kualitas layananan pada niat untuk loyal. Studi terdahulu mengindikasi bahwa biaya
kepindahan memoderasi pengaruh kualitas layanan dalam membentuk loyalitas (lihat Stan et al., 2013; Chea & Luo, 2005). Oleh karena itu konsisten dengan fenomena yang demikian, permasalahan kedelapan yang dapat diungkap adalah; Apakah semakin tinggi biaya kepindahan semakin memperlemah pengaruh kualitas layanan pada niat untuk loyal ?. Selanjutnya, hubungan antara kepuasan dan niat untuk loyal merupakan fenomena berikutnya yang dapat dikemukakan. Hal ini dikarenakan studi terdahulu mengindikasi bahwa semakin tinggi kepuasan semakin tinggi niat untuk loyal (lihat Kheng et al., 2010; Jamal & Anastasiadou, 2009; Caceres & Paparoidamis, 2007). Oleh karena itu, berdasarkan fenomena yang demikian dapat dirumuskan permasalahan yang kesembilan yaitu; Apakah semakin tinggi kepuasan semakin tinggi niat untuk loyal ?.
Akhirnya, studi ini dapat pula mengkaitkan hubungan antara biaya kepindahan dengan pengaruh kepuasan pada niat untuk loyal. Hal ini dikarenakan studi terdahulu menunjukkan hubungan moderasinya yang signifikan (lihat Chea & Luo, 2005;
Stan et al., 2013).
Dengan demikian, sebagai permasalahan yang terakhir adalah; Apakah semakin tinggi biaya kepindahan semakin memperlemah pengaruh kepuasan pada niat untuk loyal ?.
C. Tujuan Penelitian. Terkait latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan, penelitian ini secara spesifik bertujuan mengusulkan sebuah sebuah konstruksi kerangka konseptual penelitian, sebagai model alternatif keperilakuan konsumen dalam membentuk niat loyal, datanya dikumpulkan melalui studi laboratorium eksperimental. Selain itu,
yang tujuan dari
penelitian ini juga dimaksudkan untuk menguji kausalitas antara hubungan pemasaran relasonal dan kualitas layanan terhadap kepuasan dan niat untuk loyal,
yang dimoderasi oleh derajad
biaya kepindahan. Dengan demikian hasilnya diharapkan dapat memberi kontribusi yang bermanfaat, baik dilihat dari aspek teoritis maupun metodologis, serta manfaat yang bersifat praktis.
D. Manfaat Penelitian. 1. Manfaat Teoretis. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi insight terhadap studi keperilakuan konsumen, dalam upaya membantu pemahaman kompleksitas fenomena permasalahan yang berkaitan dengan niat untuk loyal. Hal ini dikarenakan model yang dibangun konsep-konsep dasarnya telah diuji melalui suatu proses laboratorium eksperimental, sehingga hasilnya dapat diuji kembali dan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan dan paradigma yang berbeda. 2. Manfaat Praktis. Selain manfaat teoretis, penelitian ini juga bertujuan untuk memberi pemahaman kepada pemasar tentang strategi-strategi yang efektif dalam upaya meningkatkan loyalitas. Strategi yang dimaksud adalah terkait pemberian stimulus yang memiliki kemampuan meningkatkan daya tarik konsumen untuk loyal, sehingga dengan demikian pada gilirannya dapat memberikan manfaat praktis dalam upaya memperoleh keuntungan finansil dengan tanpa memerlukan strategi yang berbiaya tinggi.
3. Manfaat Untuk Studi Lanjutan. Dalam konteks studi lanjutan, penelitian ini bertujuan untuk memberikan kerangka dasar dan pengukuran-pengukuran yang dapat dipergunakan dalam rangka meningkatkan generalisasi terhadap model yang dihasilkan. Hal ini dimungkinkan, karena melalui suatu pengujian kembali atau pengembangan model terhadap fenomena riil yang dihadapi, diharapkan konsep-konsep dasar studi ini dapat ditingkatkan validitas eksternalnya. Dengan demikian, model yang dikembangkan memiliki kemampuan untuk semakin memperjelas fenomena yang diteliti. Berikut ini adalah pembahasan tentang kajian teori dan pengembangan hipotesis, yang pokok bahasannya dikemukakan pada bab kedua.