1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu Daerah Tujuan Wisata di Indonesia, DIY memiliki obyek wisata yang sangat lengkap, dengan adanya obyek wisata alam, budaya, buatan, maupun pbyek wisata minat khusus.Keberadaan obyek-obyek wisata wisata tersebut tersebar di 5 Kabupaten/Kota yang ada di DIY.Tiap-tiap obyek wisata memiliki karateristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.Obyek wisata alam yang berupa gunung ada di Kabupaten Sleman, obyek wisata pantai khususnya ada di Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul.Sedangkan obyek wisata budaya mayoritas berada di Kota Yogyakarta. Obyek-obyek wisata tersebut jika dikembangkan dan dikelola dengan
baik,
sangat
potensial
menjadi
magnet
kunjungan
wisatawan.Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan upaya menambah
daya
tarik
obyek-obyek
wisata
tersebut
melalui
penyelenggaraan event pariwisata yang sesuai dengan karakter potensial obyek wisata dimaksud. Kawasan pantai Parangtritis merupakan obyek wisata pantai andalan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul sehingga diharapkan dapat menjadi penyangga Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten tersebut.Di
2
sebelah barat Pantai Parangtritis terdapat Pantai Parangkusumo dan Pantai Depok
yang
potensinya
cukup
menarik
dan
layak
untuk
dikembangkan.Keindahan dan keunikan gumuk pasir, kuliner hasil laut serta adanya komunitas dirgantara yang selalu mengadakan aktifitas di runway Pantai Depok semakin menambah daya tarik Pantai tersebut sebagai kawasan wisata yang layak dikunjungi. Untuk
menambah
daya
tarik
wisata
Pantai
Parangtritis,
Parangkusumo dan Depok, Dinas Pariwisata DIY, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bantul bekerjasama dengan FASI DIY serta didukung Lanud Adisucipto mengadakan kegiatan kegiatan tersebut. Penyelenggaraan
Jogja
Air
Show
dikawasan
Pantai
tersebut.
Penyelenggaraan Jogja Air Show di Pantai Parangtritis, Pantai Parangkusumo, dan Pantai Depok Bantul merupakan salah satu upaya untuk mengangkat potensi kawasan tersebut agar semakin dikenal oleh wisatawan dan masyarakat melalui kolaborasi antara keindahan obyek wisata pantai dengan komunitas dirgantara yang tergabung dengan wadah FASI DIY yang selalu mengadakan aktifitas di kawasan pantai tersebut. Event Jogja Air show sekaligus menjawab keraguan masyarakat bahwa Pemda DIY melalui Dinas Pariwisata DIY bekerjasama dengan Federasi
Airmodeling
Seluruh
Indonesia
(FASI)
DIY,
Dan
Lanud Adisucipto dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bantul akan menyelenggarakan event tahunan yang akan diikuti 19 FASI
3
di tanah air. Melalui Jogja Air Show kali ini diharapkan akan muncul etlit berprestasi khususnya di bidang olah raga dirgantara. Sebagai atraksi minat khusus Jogja Air Show menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin mengunjungi pantai selatan yogyakarta. Wisatawan tertarik untuk melihat lebih jauh peran Dinas Pariwisata DIY yang bekerjasama dengan FASI dalam menyelenggarakan event olahraga kedirgantaraanini sebagai sebuah atraksi wisata. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apa peran yang dilakukan Dinas Pariwisata DIY dalam mengembangkan Pantai Selatan Yogyakarta melalui Event Jogja Air Show. 2. Bagaimana berlangsungnya acara Event Jogja Air Show yang diadakan oleh Dinas Pariwisata DIY. 3. Bagaimana dampak Jogja Air Show terhadap masyarakat di sekitar Pantai Selatan Yogyakarta. C. Tujuan Tujuan penulisan Tugas akhir ini adalah : 1. Untuk mengetahui peranan apa yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata DIY dalam mengembangkan Pantai Selatan Yogyakarta melalui Event Jogja Air Show.
4
2. Untuk mengetahui bagaimana berlangsungnya acara Event Jogja Air Show yang diadakan oleh Dinas Pariwisata DIY. 3. Untuk mengetahui dampak kepada masyarakat sekitar Pantai Selatan Yogyakarta dengan terselenggaranya event Jogja Air Show. D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis a. Menambah wawasan dan pengalaman serta penerapan antara ilmu teori akademis dan praktik di lapangan. b. Memberikan gambaran mengenai kondisi lingkungan kerja yang sesungguhnya. c. Memberikan pengalaman kerja yang akan menjadi bekal dalam menghadapi dunia kerja untuk masa yang akan datang. d. Meningkatkan koordinasi antar bagian-bagian dalam pelaksanaan suatu pekerjaan.
2. Manfaat Praktis a. Meningkatkan koordinasi antar bagian-bagian dalam pelaksanaan event seperti Jogja Air Show oleh Dinas Pariwisata DIY. b. Dapat mempermudah Dinas Pariwisata Provinsi DIY dalam proses kegiatan event seperti Jogja Air Show.
5
E. Tinjuan Pustaka Beberapa karya yang mendahului Tugas Akhir ini : 1. Laporan dari Dinas Pariwisata DIY dengan judul Jogja Air Show 2014. Laporan tersebut diperkuat dengan undang-undang sesuai dengan keputusan kepala Dinas Pariwisata DIY nomor : 188/357 tentang pembentukan tim juri lomba, pelaksanaan lapangan, tenaga keamanan, tenaga sar, pilot trike, aerobatic, penerjung paying, pentas seni modern dan tradisional, MC dan besaran tunjangan prestasi kerja penyelenggaraan jogja air show dalam rangka penyelenggaraan event kepariwisataan tahun 2014. Kemudian diperkuat dengan undangundang republik Indonesia nomor 10 tahun 2009 mengenai kepariwisataan. 2. Buku mengenai penerbangan penerbit Capt. Desmond Hutagaol dengan
judul
Pengantar
penerbangan
perspektifprofesional.
Kesimpulan buku tersebut, buku tersebut membahas tentang hal-hal yang berkenaan dengan penerbangan, seperti jenis jenis pesawat, cara mengendalikan pesawat agar tidak terjadi stall, dan juga penjelasan mengenai system navigasi pesawat
Tugas Akhir yang berjudul “PERAN DINAS PARIWISATA DIY DALAM MENGEMBANGKAN KAWASAN PANTAI SELATAN YOGYAKARTA
MELALUI
EVENT
OLAHRAGA
KEDIRGANTARAAN JOGJA AIR SHOW”berdasarkan karya-karya
6
yang mendahului diatas, belum terdapat penelitian yang mendahului sebelumnya. F. Landasan Teori 1. Wisata Minat Khusus Wisata minat khusus (Special Interest Tourism) menurut Fandeli (2002:107) merupakan bentuk kegiatan dengan wisatawan individu, kelompok atau rombongan kecil yang bertujuan untuk belejar dan berupaya mendapatkan pengalaman tentang suatu hal di daerah yang dikunjungi Wisata minat khusus menurut Wall and Weiler (1992:4, Smith: 1992) :The special interest traveller wants to experience something new, whether itis history, food, sport, customs or the outdoors. Many wish to appreciate the new sights, sound, smell, tastes and to undertsand the place and it’s people Wisata minat khusus kerap disebut juga sebagai perjalanan aktif dan memberikan pengalaman baru, wisata sosial, wisata pendidikan, dan sebagainya.
7
Pariwisata minat khusus menurut Fandeli (1992:107) dapat terfokus pada :
1. Aspek
budaya,
misalnya
tarian/musik/seni
tradisional,
kerajinan,
arsitektur, pola tradisi masyarkat, aktivitas ekonomi yang spesifik, arkeologi dan sejarah. 2. Aspek alam, berupa kekayaan flora fauna, gejala geologi, keeksotikan taman nasional, hutan, suangai, air terjun, pantai, laut dan perilaku ekosistem tertentu
Ada beberapa kriteria yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam menetapkan suatu bentuk wisata minat khusus, yaitu adanya unsur :
1. Learning yaitu kegiatan wisata yang mengarah pada unsur pembelajaran 2. Rewarding, yaitu kegiatan wisata yang memasukkan unsur pemberian penghargaan atau mengagumi keindahan/keunikan kekayaan dari suatu atraksi yang kemudian menimbulkan penghargaan 3. Enriching, yaitu pariwisata yang memasukkan peluang terjadinya pengkayaan pengetahuan masyarakat 4. Adventuring, yaitu pariwisata yang dirancang sebagai wisata petualangan (Fandeli, 1992:110)
Pada umumnya wisatawan minat khusus memiliki
motivasi
keingintahuan yang tinggi terhadap sesuatu hal. Wisata ini menghasilkan dorongan bagi wisatawan untuk mempelajari sesuatu (learning). Sebagai
8
bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan wisata minat khusus adalah adanya unsure rewarding yang tinggi terhadap obyek yang dikunjungi. Wisata minat khusus juga mengandung pengkayaan pengalaman bagi wisatawan karena kegiatan ini akan menghadirkan pengalaman baru bagi wisatawan.
Melihat karakteristik wisata minat khusus yang sangat fleksible sangat
mungkin
semua
wilayah
termasuk
perkotaan
dapat
mengembangkan diri sebagai daerah destinasi wisata minat khusus. Potensi obyek wisata minat khusus dapat ditumbuhkan dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu berkembang sebagai tempat yang memiliki keunikan dan menarik minat wisatawan untuk mempelajari sesuatu (Dr. Sri Endah Nurhidayati 26 maret 2013,http://endah-parwisfisip.web.unair.ac.id/, Diakses 1 Mei 2014).
Ada beberapa pendapat para ahli tentang Perencanaan Pengembangan Pariwisata, antara lain :
1. Paturusi (2001) mengungkapkan bahwa pengembangan adalah suatu strategi yang dipergunakan untuk memajukan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi kepariwisataan suatu objek dan daya tarik wisata sehingga dapat dikunjungiwisatawan serta mampu memberikan manfaat bagi masyarakat disekitar objek dan daya tarik wisata maupun bagi pemerintah.
9
2. Suwantoro (1997:120) berpendapat pengembangan bertujuan untuk mengembangkan produk dan pelayanan yang berkualitas, seimbang dan bertahap. 3. Poerwadarminta (2002:474) lebih menekankan kepada suatu proses atau suatu cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik sempurna dan berguna.Disamping itu pengembangan pariwisata bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi wisatawan maupun komunitas tuan rumah. Dengan
adanya
pembangunan
pariwisata
diharapkan
mampu
meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut. Dengan kata lain pengembangan pariwisata melalui penyediaan fasilitas infrastruktur, wisatawan dan penduduk setempat akan saling diuntungkan. Pengembangan tersebut hendaknya sangat memperhatikan berbagai aspek, seperti ; aspek budaya, sejarah dan ekonomi daerah tujuan wisata. Pada dasarnya pengembangan pariwisata
dilakukan
untuk
memaksimalkan
keuntungan
dan
meminimalkan permasalahan. 4. Yoeti (1997), komponen dasar pengembangan pariwisata di dalam proses perencanaan adalah : 1) Atraksi wisata dan aktivitasnya. 2) Fasilitas akomodasi dan pelayanan 3) Fasilitas wisatawan lainnya dan jasa seperti : operasi perjalanan wisata, tourism information, restoran, retail shopping, bank, money changer, medical care, public safety dan pelayanan pos.
10
4) Fasilitas dan pelayanan transportasi 5) Infrastruktur lainnya meliputi persediaan air, listrik, pembuangan limbanh dan telekomunikasi. 6) Elemen kelembagaan yang meliputi program pemasaran, pendidikan dan pelatihan, perundang-undangan dan peraturan, kebijakan investasi sektor swasta, organisasi struktural private dan public serta program sosial ekonomi dan lingkungan.
5. Paturusi
(2008)Perencanaan
pariwisata
merupakan
suatu
proses
pembuatan keputusan yang berkaitan dengan masa depan suatu daerah tujuan wisata atau atraksi wisata yang merupakan suatu proses dinamis penentuan tujuan, yang secara sistematis mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan untuk mencapai tujuan, implementasi terhadap alternatif terpilih dan evaluasi. Proses perencanaan pariwisata dengan melihat lingkungan (fisik, ekonomi, sosial, politik) sebagai suatu komponen yang saling terkait dan saling tergantung satu dengan lainnya. 6. Butler (dalam Pitana, 2005: 103) Ada 7 fase pengembangan pariwisata atau siklus hidup pariwisata (Destination Area Lifecycle) yang membawa implikasi serta dampak yang berbeda, secara teoritis diantaranya: a. Fase exploration (eksplorasi/penemuan). Daerah pariwisata baru mulai ditemukan, dan dikunjungi secara terbatas dan sporadis, khususnya bagi wisatawan petualang. Pada tahap ini terjadi kontak yang tinggi antara wisatawan dengan masyarakat lokal, karena wisatawan menggunakan
11
fasilitas lokal yang tersedia.Karena jumlah yang terbatas dan frekuensi yang jarang, maka dampak sosial budaya ekonomi pada tahap ini masih sangat kecil. b. Fase involvement (keterlibatan). Dengan meningkatnya jumlah kunjungan, maka sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang khusus diperuntukan bagi wisatawan. Kontak antara wisatawan dengan masyarakat dengan masyarakat lokal masih tinggi, dan masyarakat mulai mengubah pola-pola sosial yang ada untuk merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Disinilah mulainya suatu daerah menjadi suatu destinasi wisata, yang ditandai oleh mulai adanya promosi. c. Fase development (Pembangunan). Investasi dari luar mulai masuk, serta mulai munculnya pasar wisata secara sistematis. Daerah semakin terbuka secara fisik, dan promosi semakin intensif, fasilitas lokal sudah tesisih atau digantikan oleh fasilitas yang benar-benar berstandar internasional, dan atraksi buatan sudah mulai dikembangkan, menambahkan atraksi yang asli alami. Berbagai barang dan jasa inpor termasuk tenaga kerja asing, untuk mendukung perkembangan pariwisata yang pesat. d. Fase consolidation (konsolidasi). Pariwisata sudah dominan dalam struktur ekonomi daerah, dan dominasi ekonomi ini dipegang oleh jaringan internasional atau major chains and franchises. Jumlah kunjungan wisatawan masih naik, tetapi pada tingkat yang lebih rendah. Pemasaran semakin gencar dan diperluas untuk mengisi fasilitas yang sudah dibangun. Fasilitas lama sudah mulai ditinggalkan.
12
e. Fase stagnation (kestabilan). Kapasitas berbagai faktor sudah terlampaui (diatas daya dukung, carrying capasity), sehingga menimbulkan masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. Kalangan industri sudah mulai bekerja keras untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang dimiliki, khususnya dengan mengharapkan repeater guest dan wisata konvensi/bisnis. Pada fase ini, atraksi buatan sudah mendominasi atraksi asli alami (baik budaya maupun alam), citra awal sudah mulai luntur, dan destinasi sudah tidak lagi populer. f. Fase decline (penurunan). Wisatawan sudah mulai beralih ke destinasi wisata baru atau pesaing, dan yang tinggal hanya ’sisa-sisa’, khususnya wisatawan yang hanya berakhir pekan. Banyak fasilitas pariwisata sudah beralih atau dialihkan fungsinya untuk kegiatan non-pariwisata, sehingga destinasi semakin tidak menarik bagi wisatawan. Partisipasi lokal mungkin meningkat lagi, terkait dengan harga yang merosot turun dengan melemahnya pasar. Destinasi bisa berkembang menjadi destinasi kelas rendah atau secara total kehilangan jati diri sebagai destinasi wisata. g. Fase rejuvenation (Peremajaan). Perubahan secara dramatis bisa terjadi (sebagai hasil dari berbagai usaha dari berbagai pihak), menuju perbaikan atau peremajaan. Peremajaan ini bisa terjadi karena inovasi dan pengembangan produk baru, atau menggali atau memanfaatkan sumber daya alam dan budaya yang sebelumnya (http://www.pps.unud.ac.id/).
13
2. Aeromodelling Aeromodelling adalah kegiatan olahraga dirgantara yang terkait dengan perencanaan, perancangan, pembuatan, dan penerbangan pesawat model. Aeromodelling adalah pesawat model yang lebih berat dari udara dengan ukuran-ukuran terbatas, baik bermotor dan tak dapat diawaki atau membawa orang atau personil yang berkecimpung didalamnya dinamakan “Aeromodeller”. Kriteria sebagai penyandang predikat Aeromodeller harus mampu mengetahui, mengerti dan menguasai dasar ilmu pendukung, misalnya : aerodinamika, ilmu gaya, fisika dan lain sebagainya. Juga mampu untuk berkarya (desain, membuat dan menerbangkan)(Priyo Baliyono,
Ensiklopedia
Umum,
Minggu
4
Desember
2011.Priyobaliyono.blogspot.com). Jenis pesawat yang digunakan dalam olahraga aeromodeling beragam. Mulai dari pesawat yang bersayap tetap fixed wing, sayap berputar, dilempar bebas dengan menggunakan tenaga angin, tenaga karet, hingga tenaga mesin. Mesin juga dapat dibedakan menjadi electric power atau tenaga batere dan tenaga mesin yang menggunakan bahan bakar.Kelas
terbang
bebas
biasanya
dikenal
dengan glider. Cara
menggunakan yaitu dengan cara melempar pesawat dengan menggunakan tangan. Pesawat ini ada yang menggunakan tenaga karet F1B dan tenaga angin F1A atau Glider A2 dan F1H atau Glider A1. Pesawat Glider A1 dan A2 dibantu terbang dengan menggunakan thermal alam. Dikenal pula
14
kelas chuck glider atau On Hand Launched Glider (OHLG) yang dikenal sebagai pesawat ekonomis dan berpotensi besar untuk dikembangkan pada semua kalangan utamanya para siswa. Ada pula jenis pesawat yang menggunakan tali untuk terbang. Pada saat pesawat telah terbang, tali yang digunakan dipegang oleh pilot dan dibiarkan tehubung ke pesawat. Hal ini dimaksudkan agat pesawat tetap terkendali sesuai keinginan pilot di darat. Jenis pesawat ini dikategorikan dalam kelas F2 Control Line. Dalam kelas ini
dibagi
lagi
menjadi
empat
kelompok
yaitu
F2A Team
Race, F2BAerobatic, F2C Speed, dan F2D Combat. Jenis selanjutnya yaitu dengan menggunakan gelombang radio untuk membantu pengendalian pesawat atau lebih dkenal dengan kelas F3 Radio Control. Pesawat dalam kelas ini menggunakan bahan bakar khusus untuk pesawat aeromodeling dan batere. Kelas F3 radio control terdiri
atas
kelas
F2A
aerobatic,
F3B Soaring
Glider,
F3C Helicopter, F3D Pylon Racing, F3E Electric Power, F3FSlope Soaring,
dan
F3G Power
Glider(http://aeromodelingpemula.blogspot.com). Aeromodeling juga merupakan olahraga yang tidak semata-mata menggunakan lapangan untuk menerbangkan pesawat. Aeromodeling juga mempunyai cita rasa seni yang tinggi. Hal ini diwujudkan dengan pesawat model dengan menggunakan system skala Scale Model. Pesawat dalam kelas ini tidak bisa diterbangkan karena hanya merupakan model pesawat.
15
Dalam aeromodeling dikategorikan kedalam kelas F4. kelas F4 atau Scale Model dibagi lagi menjadi tiga subkelas yaitu F4A atau Free Flight Scale, F4B CL Flying Scale, dan F4C atau RC Flying Scale. Kelas terakhir yaitu pesawat
yang
menggunakan
tenaga
baterai.
Kelas
ini
dikenal
dengan Electric Model atau kelas F5. Kelas ini dibagi menjadi empat jenis yaitu F5A untuk arobatik, F5B untuk glider, F5C untuk helicopter, dan F5D untuk Pyon. Aeromodelling yang dikaji dalam Tugas Akhir ini menjadi bagian dari
atraksi
minat
khusus. Jogja Air Show menyajikan event
aeromodelling yang menjadi daya tarik wisata baru di yogyakarta selama 9 tahun terakhir. G. Metode Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian deskriptif, yaitu dengan mencari, mengumpulkan data, mengklasifikasikan, menganalisis, dan kesimpulan. Adapun tahap-tahap dalam mengumpulkan data dan memperoleh data adalah : 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dilapangan secara langsung atau berasal dari sumber aslinya, yaitu dari laporan kegiatan event di Dinas Pariwisata DIY, foto saat pelaksanaan kegiatan.
16
2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan melihat data kearsipan di kantor Dinas Pariwisata DIY serta berbagai jenis buku yang tersedia yang berhubungan dengan dunia kedirgantaraan , melalui internet, Koran dan mencatat ,mempelajari sumber-sumber tersebut. Adapun cara pengambilan data antara lain : 1. Observasi Dalam melakukan praktik kerja lapangan di Dinas Pariwisata
Provinsi
DIY,
dilakukan
pengamatan
mengenai hal-hal yang terjadi di Dinas Pariwisata DIY dan kegiatan lain untuk memperoleh data dalam penelitian. 2. Wawancara Wawancara
dilakukan
dengan
karyawan
Dinas
Pariwisata DIY bagian Pengembangan Destinasi dan FASI (Federasi Aeromodelling Seluruh Indonesia). 3. Partisipan Dalam mendukung Tugas Akhir ini penulis juga menjadi panitia dalam event Jogja Air Show sehingga data yang diperoleh langsung berdasarkan kegiatan Jogja Air Show tersebut.
17
H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tentang isi Tugas Akhir yang berjudul “PERAN DINAS PARIWISATA DIY DALAM MENGEMBANGKAN KAWASAN PANTAI SELATAN YOGYAKARTA MELALUI EVENT OLAHRAGA KEDIRGANTARAAN JOGJA AIR SHOW” disusun dalam empat bab yang memiliki keterkaitan antara satu bab dengan lainnya. a. BabI : Pendahuluan Berisi
tentang
latar
belakang,rumusan
masalah,
tujuan
penulisan, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan metode penelitian. Dalam latar belakang permasalahan membahas alasan
memilih
tema
“Peran
Dinas
Pariwisata
DIY
dalam
mengembangkan kawasan pantai selatan yogyakarta melalui event olahraga kedirgantaraan Jogja Air Show”, adalah untuk mengetahui Pekerjaan apa saja yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata DIY dalam mengembangkan kawasan pantai selatan yogyakarta melalui event Jogja Air Show. Metode penelitian dalam mengumpulkan data adalah dengan cara observasi, wawancara, dan studi pustaka. b. Bab II : Gambaran Umum Berisi tentang gambaran umum mengenai sejarah Dinas Pariwisata DIY, visi misi, struktur organisasi, klasifikasi sumber daya manusia.
18
c. Bab III : Pembahasan Berisi
tentang
pembahasan
mengenai
Pekerjaan
apa
saja
yangdilakukan oleh Dinas Pariwisata DIY dalam event Jogja Air Show, Kendala apa yang dihadapi pada event Jogja Air Show, Upaya apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja karyawan Dinas Pariwisata DIY. d. BabIV : Penutup Berisi penutup meliputi kesimpulan dari penulisan keseluruhan dan saran yang ditujukan untuk Dinas Pariwisata DIY.