BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Media massa di dunia mengalami perkembangan luar biasa. Manusia kini hidup dalam sebuah masyarakat informasi yang secara signifikan membutuhkan informasi secara berkala. Information Society atau masyarakat informasi adalah masyarakat yang menjadikan informasi sebagai salah satu bagian penting dari kehidupan mereka. Karakter yang terdapat dalam informasi, yang tersebar luas di zaman sekarang, mengubah cara hidup masyarakat. Dapat dilihat semakin lama informasi telah menjadi inti dari kehidupan kita dan membentuk kelakuan kita (Webster, 2006:9). Melihat semakin berkembangnya masyarakat yang haus akan informasi maka tidak heran bila media massa mengalami perkembangan luar biasa. Namun, seiring perkembangan media dalam menjalankan tugasnya sebagai pemberi informasi yang benar terhadap publik, mulai muncul penyimpangan
karena
adanya
pertarungan
kepentingan
dalam
hal
politik,ekonomi, atau budaya (Haryatmoko, 2007:19). Karena terdapat kepentingan-kepentingan itu maka informasi sendiri mulai dilihat sebagai sebuah komoditi yang mendatangkan keuntungan. Peran media massa mulai bergeser 1
dimana bukan lagi sebagi sumber informasi murni namun mulai dibuat sebagai suatu bisnis yang tujuan utamanya adalah mencari keuntungan. Semakin menjual suatu informasi atau berita maka akan semakin diekspos dan terus dimuat untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Terjadi tabloidsasi dalam media, di mana muncul jurnalistik komersial yang mengutamakan kepentingan para pengiklan untuk mendapatkan banyak audience (Conboy, 2006:207). Semakin heboh suatu berita maka akan semakin naik nilai jual berita tersebut. Itulah mengapa berita yang menyangkut skandal akan menjadi santapan utama bagi sebagian besar media massa dan wartawannya. Mulai muncul media massa, biasanya dalam bentuk tabloid, yang memfokuskan diri untuk memberitakan masalah-masalah skandal, kehidupan pribadi selebritis, atau bahkan suatu kejadian yang menghebohkan di masyarakat. Untuk mendapatkan berita yang memiliki nilai berita yang tinggi para wartawan media massa tersebut melakukan banyak cara untuk mendapatkan informasi penting. Mereka mengejar-ngejar public figure untuk mendapatkan informasi pribadi yang dianggap akan disukai masyarakat. Wartawan infotainment atau para paparazzi mengabdikan hidup mereka untuk menggali informasi pribadi seorang selebritis untuk dibeberkan kepada publik. Mereka rela melakukan banyak cara untuk mendapatkan suatu berita “segar” yang tidak dimiliki pesaingnya. Emosi, sensasi dan skandal kini menjadi elemen penting dalam krisis yang dialami publik (Conboy, 2006:211). 2
Menurut S.J. Taylor dalam bukunya Shock! Horror! The Tabloids in Action (1992) yang dikutip Conboy (2006:13), jurnalisme tabloid yang sudah dipengaruhi kapitalisme membuat profit, bukannya etika jurnalistik, adalah motivasi yang berlaku. Kode etik jurnalistik tidak diperhitungkan saat mencari berita sensasional yang akan mengangkat penjualan koran/tabloid/majalah tersebut, atau dalam bidang televisi berarti naiknya rating. Pers, yang sudah berubah menjadi perusahaan media, dengan paham profit seperti itu bisa dengan mudah melakukan pelanggaran kode etik, bahkan akan memutar balikan fakta dan mengindahkan tujuan utama jurnalistik yaitu memberitakan kebenaran demi kepentingan masyarakat. Hal itulah yang
terjadi dalam kasus skandal News of the World.
Sebuah tabloid mingguan milik News Corp.
di Inggris yang menimbulkan
kehebohan ketika terungkap melakukan pelanggaran jurnalistik. Media yang berada di bawah kekuasaan Rupert Murdoch itu melakukan penyadapan kepada banyak orang yang dianggap memiliki nilai berita yang tinggi. (TIME 2011: 2429). News of the World (NOTW) telah melakukan tindakan tidak etis, dengan melakukan penyadapan terhadap selebriti, tokoh politik dan keluarga kerajaan Inggris, seperti yang diungkapkan Rupert Murdoch pada Oktober 2011 (“Murdoch tells News Corp AGM 'no excuse' for hacking” BBC, 22 Oktober 2011). Namun, lebih lanjut terungkap bahwa tabloid yang di Inggris berada di 3
bawah payung News International itu ternyata melakukan hal yang sama dengan ponsel milik korban pembunuhan, keluarga dari prajurit Inggris yang telah tiada dan korban bom 7 Juli di London. Skandal penyadapan NOTW mulai terungkap pada 2005 saat tabloid tersebut memuat berita tentang Pangeran William yang menderita cedera lutut. Berita tersebut memberikan informasi yang seharusnya diketahui sedikit orang. Pihak istana langsung mengajukan tuntutan dan segera dilakukan penyelidikan yang berakhir dengan penangkapan Clive Goodman, wartawan yang membuat artikel tersebut, dan Glenn Mulcaire, detektif swasta yang disewa Goodman untuk melakukan penyadapan.
Pada hari yang sama editor NOTW Andy
Coulson mundur dari jabatan yang dipegangnya sejak 2003 sampai 2007. Skandal penyadapan itu kembali mencuat pada Januari 2011 saat pihak kepolisian Inggris memutuskan untuk kembali melakukan penyelidikan terhadap kasus penyadapan yang dilakukan News of the World. Operasi yang diberi nama Operasi Weeting itu dilakukan setelah beberapa korban penyadapan mengambil jalur hukum termasuk diantaranya aktris Sienna Miller, aktor Steve Coogan, anggota parlemen George Galloway dan agen olahraga Sky Andrew. Kasus itu terus berlanjut hingga ke pengadilan, penangkapan beberapa orang yang tersangkut skandal dan pemanggilan Rupert dan James Murdoch menghadap ke Commons Culture, Media and Sport Committee (komite budaya, media dan olahraga dari House of Common, parlemen dari Inggris). Sang 4
miliader dan putranya, yang juga CEO dari News International, dipanggil pada 19 Juli 2011 dan 10 November 2011 sebagai saksi dari kasus yang menggemparkan dunia jurnalistik itu. Pemanggilan tersebut membuktikan seberapa besar efek kasus tersebut terhadap dunia jurnalistik. Belum pernah ada sebelumnya pemilik media dipanggil ke hadapan parlemen karena suatu kasus dan skandal NOTW tersebut menimbulkan penyelidikan terhadap The Sun, tabloid lain yang berada di bawah perusahaan Rupert Murdoch. NOTW sudah melanggar salah satu prinsip jurnalisme yang paling utama, yaitu “Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran.” Kebenaran bukan hanya dalam bentuk tujuan tetapi juga merupakan proses. Karena kebenaran jurnalistik bukanlah hanya tujuan semata tapi sebuah proses atau perjalanan berkelanjutan menuju pemahaman (Kovach dan Rosenstiel, 2006: 47). Tidak hanya melanggar esensi utama jurnalistik, NOTW juga melanggar beberapa kode etik jurnalistik yang dikeluarkan Press Complaint Commission (PCC), dewan pers Inggris untuk majalah dan koran. Selain melanggar masalah Privasi, dalam butir pertama yang menyebutkan kalau semua orang harus menghormati wilayah pribadi seseorang termasuk dengan komunikasi digital yang mereka lakukan, NOTW juga jelas-jelas melanggar poin sepuluh butir pertama yang menyebutkan, “The press must not seek to obtain or publish material acquired by using hidden cameras or clandestine listening devices; or by intercepting private or mobile 5
telephone calls, messages or emails; or by accessing digitally-held private information without consent.”
Seperti yang bisa dilihat di atas PCC sudah jelas menyatakan pers atau media massa tidak boleh menggunakan alat-alat yang melakukan pencurian informasi tanpa diketahui dan menggunakan pesan pribadi yang didapat dari berbagai alat komunikasi untuk dipublikasikan ke publik. Tapi bagaikan domino, terkuaknya skandal penyadapan yang dilakukan News of the World mulai memberikan efek kepada perusaahaan Rupert Murdoch yang lain. Banyak pihak mulai mempertanyakan etika yang dimilikinya. Tidak lama setelah kasus penyadapan itu kembali muncul di publik pada Juli 2011 News Corp. menarik diri dari penawaran pembelian saham BSkyB, TV belangganan di Inggris, beberapa jam sebelum House of Common sepakat meminta News Corp. mundur dari tender tersebut. Tidak hanya itu, banyak tokoh penting juga mundur dari perusahaan News International. Hasil terakhir dari skandal penyadapan telepon yang dilakukan News of the World adalah mereka harus berhenti terbit setelah 168 tahun beredar dan menjadi salah satu tabloid dengan oplah tertinggi di Inggris. News Corp. juga melakukan permintaan maaf secara publik dengan surat yang diterbitkan di salah satu media milik News International dan ditandatangani oleh Rupert Murdoch sendiri. Pelanggaran etika dilakukan News of the World demi berita eksklusif yang tidak dimiliki oleh tabloid lain. Selain melanggar hak pribadi seseorang 6
untuk memiliki privasi, NOTW juga melakukan dan mempublikasikan berita hasil dari penyadapan. Pelanggaran ini mencengangkan dunia jurnalistik karena selain banyaknya sumber yang disadap, yang melakukannya adalah tabloid milik raja media Rupert Murdoch. Melihat fakta di atas, penulis sebagai mahasiswa yang menekuni bidang komunikasi jurnalistik merasa tertarik untuk meneliti permasalahan dalam media massa, terutama media massa yang menjual skandal, seks dan kekerasan untuk melakukannya. Media tersebut, yang biasa disebut sebagai koran kuning, rela melakukan segala cara, dalam kasus NOTW mereka sampai melakukan penyadapan ilegal, melanggar kode etik jurnalistik yang seharusnya menjadi pakem penulisan dan sikap wartawan. Sikap suatu media dipengaruhi oleh organisasi atau perusahaan pemilik media tersebut, tapi dalam kedepannya industri media kini sudah berubah menjadi barang dagangan dan tidak melaksanakan misi utamanya, yaitu klarifikasi dan memperkaya debat demokrasi (Ignacio Romonet, 2001:10 seperti yang dikutip Haryatmoko, 2007:20). Dengan menggunakan metode studi pustaka dan dengan pendekatan penelitian dokumen maka dapat dilakukan penelitian secara mendalam yang akan menghasilkan pandangan menyeluruh terhadap suatu kasus tertentu dengan melakukan penelitian, pengumpulan data, dan analisis informasi.
7
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana praktik kode etik News of the World terkait kasus skandal penyadapan?”
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik kode etik jurnalistik dalam kasus skandal penyadapan News of the World.
1.4 Signifikansi Penelitian 1.4.1 Signifikansi Akademis Penelitian diharapkan kelak dapat menjadi rujukan dalam bagi penelitian-peneltian komunikasi di massa depan yang berhubungan erat dengan penelitian kualitatif dari ilmu komunikasi. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penelitian media terutama yag berhubungan dengan studi pustaka.
8
1.4.2 Signifikansi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pelaku media dan kaum awam untuk mengerti tentang signifikansi kode etik jurnalistik dalam kehidupan media massa dan akibat dari pelanggaran tersebut. Dari penelitian ini juga bisa menjadi pelajaran untuk media di Indonesia yang mengambil pendekatan bisnis dalam menjalankan media dapat terjerumus dalam metode pencarian keuntungan yang mengakibatkan pelanggaran serius kode etik jurnalistik dan pada akhirnya akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat akan media.
9